Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

IKTIOSIS LAMELAR

Kepanitraan Klinik Senior Ilmu Kulit Kelamin


RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai

Pembimbing :
dr. Hj. Hervina, Sp. KK

Disusun oleh :

FIRDHA VARERA

NPM : 19360010

KKS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga

saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Collodion Baby sebagai salah satu

syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik senior di SMF Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai/ Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi

bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya

kepada dr. Hj. Hervina, Sp.KK sebagai pembimbing.

Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referensi kedokteran,

antara lain buku dan jurnal-jurnal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat

kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik dimasa

mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi

kita semua.

Binjai, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................. 2
2.2 Etiologi…………................................................................ 2
2.3 Epidemiologi....................................................................... 2
2.4 Faktor resiko……............................................................... 3
2.5 Cara menegakkan diagnosis................................................ 3
2.6 Patogenesis…….................................................................. 4
2.7 Patofisiologi……................................................................ 4
2.8 Diagnosa Banding............................................................... 5
2.9 Penatalaksanaan………..................................................... 6
2.9.1 Farmakologi.............................................................. 6
2.9.2 Non Farmakologi……….......................................... 6
2.10 Edukasi dan Komunikasi................................................... 7
2.11 Komplikasi........................................................................ 7
2.12 Prognosis........................................................................... 7
2.13 Profesinalisme................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Iktiosis lamelar (IL) termasuk dalam kelompok kelainan kornifikasi. Iktiosis Lamelar
(IL) merupakan salah satu dari dua spektrum klinis utama fenotip Congenital Autosomal
Recessive Ichthyosis (CARI). Prevalensinya rendah yaitu 1/200.000 sampai dengan
1/300.000 kelahiran hidup dan mode transmisi biasanya autosomal resesif. IL dapat
mengancam hidup segera setelah lahir, karena kulit neonatus ditutupi oleh collodion yang
menyerupai membran tebal, sehingga menyebabkan bayi sepsis dan mengalami dehidrasi
dramatis. Penumpukann spontan membran ini memberikan gambaran iktiosis, yang
digambarkan dengan sisik pada seluruh tubuh. Intensitas iktiosis berkisar dari sisik
cokelat yang luas sampai hanya dengan deskuamasi yang halus. Hal ini juga disertai
dengan berbagai keratoderma palmoplantar, alopesia dan eritema.1,2
Autosomal recessive congenital ichthyosis (ARCI) terdiri dari 2 bentuk yaitu Iktiosis
lamelar (IL) dan non bullous congenital ichthyosiform erythroderma (NCIE). Sekitar
95% kasus bayi kolodion akan berlanjut menjadi iktiosis dan sisanya dapat sembuh
sempurna (spontaneously healing collodion baby).1
Klasifikasi iktiosis umumnya berdasarkan pola pewarisan, berat-ringannya penyakit,
klinis dan histopatologi. Klasifikasi yang sering digunakan adalah berdasarkan pola
pewarisan yaitu secara dominan autosomal contohnya iktiosis vulgaris (IV), resesif
terangkai X dan resesif autosomal (IL dan NCIE). Klasifikasi lain berdasarkan berat
ringannya penyakit yaitu bentuk yang ringan (IV), bentuk sedang (IL, NCIE) dan bentuk
berat (iktiosis harlequin).1,2,3
Iktiosis dapat diobati dan dan dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan
antenatal care yang baik dan benar. Oleh karena itu, dokter juga harus dapat meyakinkan
calon orangtua mengenai pentingnya perawatan antenatal. Sebagai dokter, kita harus
dapat melakukan penanganan awal yang baik untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat. Iktiosis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Pada tulisan kali ini, jenis
iktiosis yang akan lebih dibahas adalah iktiosis lamellar.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Iktiosis Lamelar (IL) merupakan salah satu dari dua spektrum klinis utama fenotip
Congenital Autosomal Recessive Ichthyosis (CARI). Iktiosis lamellar merupakan
kelainan kulit dengan kerusakan kornifikasi yang berat, umumnya terjadi pada bayi
lahir kurang bulan dan disertai kelahiran bayi kolodion.1,2,3

2.2 ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini disebabkan adanya mutasi gen TGM 1 yang mengkode
enzim transglutaminase (Tgase 1). Beberapa peneliti menyatakan, mutasi pada IL
terjadi pada lokus gen 2q33-35, 14q11.2, 19p12-q12 dan dipengaruhi adanya
konsanguinitas. Pada NCIE, mutasi terjadi pada lokus gen 3p21, 17p13.1, sedangkan
pada tipe intermediat (non lamelar non eritroderma) mutasi terjadi pada lokus gen
19p13.1-p13 (Lefevre, 2004).3

2.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini hadir pada saat lahir dan bertahan terus sepanjang hidup. Di Amerika
Serikat prevalensi iktiosis lamelar kurang dari 1 kasus per 300.000 individu. Tidak
terdapat perbedaan insidens antara laki-laki dan perempuan, tidak ada kecenderungan
terhadap etnis tertentu dan insidens meningkat bila terdapat hubungan konsanguinitas.2
Di Departemen Kulit dan Kelamin subbagian Dermatologi Anak FKUI/RSCM mulai
tahun 2010 sampai dengan bulan Mei 2016 didapatkan 18 kasus iktiosis dengan
perbandingan 10 kasus (56%) iktiosis vulgaris (IV), 6 kasus (33%) IL dan 2 kasus (11%)
NCIE. Dalam periode neonatal, menyusul penumpukan membran kolodion, bayi baru
lahir beresiko terkena sepsis sekunder dan dehidrasi hipernatremik.2
Pada saat memasuki usia anak, hiperkeratosis dapat mengganggu fungsi kelenjar
keringat normal, yang dapat menyebabkan kerentanan untuk terjadi intoleransi panas.
Ektropion dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup kelopak
mata dan dapat menyebabkan keratitis akibat paparan dari luar. Iktiosis lamelar dapat
mempengaruhi semua populasi.2
2.4 FAKTOR RESIKO/PENCETUS
Munculnya keturunan dengan penyakit yang sama dari kedua orangtua karier resesif
autosomal 25%.20 Pewarisan resesif autosomal akan menampakkan kelainan (fenotip) ketika alel
muncul dalam keadaan homozigot dari kedua orang tua karier yang tampak sehat dan normal.21
Pada resesif autosomal biasanya tidak didapatkan penyakit yang serupa dalam 1 - 2 generasi
sebelumnya dan konsanguinitas meningkatkan risiko kejadian ini.20,21 Pada kasus ini tidak
didapatkan konsanguinitas dalam keluarga dan tidak ada anggota keluarga lainnya yang
mempunyai gejala seperti ini. Ayah dan ibu diperkirakan karier yang tampak normal sebagai
heterozigot dan saat bergabung dapat mewariskan anak dengan fenotip IL.

2.5 Cara Menegakkan Diagnosis


Pada umumnya diagnosis IL dapat ditegakkan secara klinis kecuali pada kasus yang
meragukan perlu ditunjang dengan pemeriksaan biopsi kulit. 3,5
2.5.1 Anamnesa
Iktiosis lamellar merupakan kelainan kulit dengan kerusakan kornifikasi yang
berat, umumnya terjadi pada bayi lahir kurang bulan dan disertai kelahiran bayi
kolodion. Resiko munculnya keturunan dengan penyakit yang sama dari kedua
orang tua karier resesif autosomal 25%. Pewarisan resesif autosomal akan
menampakkan kelainan (fenotip) ketika alel muncul dalam keadaan homozigot
dari kedua orang tua karier yang tampak sehat dan normal. Pada resesif autosomal
biasanya tidak didapatkan penyakit yang serupa dalam 1 – 2 generasi sebelumnya
dan konsanguinitas meningkatkan risiko kejadian ini.3 Di dalam anamnesis, selain
keluhan utama pasien yang didapat dari heteroanamnesis, harus digali lebih lanjut
mengenai riwayat perinatal orangtua. Beberapa hal yang harus digali adalah
riwayat ibu dalam menggunakan obat saat mengandung si anak, riwayat kelahiran
anak, riwayat prematuritas anak, dan masih banyak lagi. Riwayat perawatan
antenatal yang telah dilakukan ibu juga perlu digali. Beberapa keluhan tidak
spesifik, seperti misalnya keterlambatan bicara juga dapat dilakukan. Riwayat
penyakit yang sama pada keluarga juga sangat penting untuk digali, bahkan
sebaiknya dibuat pedigree untuk memudahkan mengetahui riwayat penyakit
dalam keluarga oleh karena penyakit ini merupakan penyakit terkait autosomal
resesif. Berikut contoh pedigree dari salah seorang pasien yang terkena iktiosis
lamellar:5
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Secara klinis skuama pada IL tampak kasar, lebar, kecoklatan, generalisata
dengan predileksi daerah fleksor dan adanya penebalan pada telapak tangan dan
kaki (palmoplantar keratoderma). Kulit kering, retak-retak akibat penyumbatan
kelenjar keringat.5 Manifestasi lain pada IL yaitu adanya kelopak mata terangkat
keatas (ektropion), mulut berbentuk huruf O (eklabium), distrofi kuku (nail
dystrophy), alopesia sikatrik pada daerah berambut (alis dan kepala) serta
hipoplasi kartilago nasal dan aurikula.5
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Hasil biopsy pada pemeriksaan histopatologik didapatkan adanya penebalan nyata
pada lapisan korneum (hiperkeratosis) dan lapisan spinosum (akantosis) dengan
papilomatosis ringan, sedangkan lapisan granulosum dapat normal atau meningkat
(hipergranulosis). Pada daerah dermis didapatkan dilatasi pembuluh darah dan
serbukan sel radang limfosit. Hasil biopsi kulit ini hampir sama dengan NCIE,
hanya pada NCIE terdapat inti sel yang masih terlihat pada penebalan stratum
korneum (parakeratosis) yang luas.5
Gambar 3. Gambaran Histopatologik pada Iktiosis Lamellar

2.6 PATOGENESIS

Untuk mempertahankan integritas fungsional jaringan dari infeksi bakteri,


epidermis dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau
disebut keratinisasi. Terdapat Cornified Envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami
keratinisasi. CE tersusun dari ikatan silang protein dan lipid yang bertemu saat
diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE menggantikan membrane
plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi pertahanan, misalnya terhadap
infeksi.1
Transglutaminase 1 (TGM1) adalah gen pertama yang diketahui menjadi
faktor penyebab IL (Iktiosis Lamelar). Pasien dengan iktiosis lamelar
mempercepat perputaran epidermis dengan cara proliferasi hiperkeratosis. Hal
ini melibatkan mutasi pada gen untuk transglutaminase 1 (TGM1). Enzim
transglutaminase 1 terlibat dalam pembentukan Cornified Envelope (CE) sel.
Formasi CE adalah bangunan yang penting dalam lapisan lipid interseluler
normal pada stratum korneum. Dengan demikian, mutasi pada TGM1
menyebabkan cacat pada lapisan lipid interseluler dalam stratum korneum, yang
nantinya menyebabkan kelainan dari fungsi penghalang/barier dari stratum
korneum. Sampai saat ini, 6 gen untuk iktiosis lamelar telah ditemukan yaitu
sebagai berikut:
1. TGM1 (14q11)
2. ABCA12 (2q34)
3. 19p12-Q12
4. 19p13
5. ALOXE3-ALOX12B (17p13)
6. ichthyin (5q33)

2.7 PATOFISIOLOGI
Guna mempertahankan integritas fungsional jaringan dari infeksi bakteri, epidermis
dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut
keratinisasi. Dalam keadaan normal stratum korneum merupakan produk akhir dari
diferensiasi epidermis, komposisi ini terdiri dari korneosit yang kaya protein dan
dilingkupi matriks interselular yang kaya lipid. Integritas antara membran sel dan matriks
interselular diumpamakan seperti batu bata dan adukan semen (bricks & mortar) pada
suatu bangunan. Lapisan ini berfungsi sebagai penghalang keluarnya cairan tubuh.
Adanya mutasi gen Transglutaminase 1 (TGM 1) yang mengkode enzim TGase 1
menyebabkan gangguan integritas lapisan ini sehingga fungsinya terganggu dan terjadi
peningkatan keluarnya cairan tubuh yang berakibat dehidrasi. Iktiosis lamelar merupakan
kelainan kulit dengan kerusakan kornifikasi yang berat, umumnya bayi lahir kurang bulan
. Pada pasien ini sejak lahir kulit dilapisi membran transparan yang tegang, mengkilat dan
mengelupas pada usia 10–14 hari. Pengelupasan tersebut meninggalkan fisura dangkal
maupun dalam dan erosi kulit sehingga dapat terjadi invasi kuman serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.3,4
Transglutaminase 1 (TGM1) adalah gen pertama yang diketahui menjadi faktor
penyebab IL. Pasien dengan iktiosis lamelar mempercepat perputaran epidermis dengan
cara proliferasi hiperkeratosis. Hal ini melibatkan mutasi pada gen untuk
transglutaminase 1 (TGM1). Enzim transglutaminase 1 terlibat dalam pembentukan
Cornified Envelope (CE) sel. Formasi CE adalah bangunan yang penting dalam lapisan
lipid interseluler normal pada stratum korneum. Dengan demikian, mutasi pada TGM1
menyebabkan cacat pada lapisan lipid interseluler dalam stratum korneum, yang nantinya
menyebabkan kelainan dari fungsi penghalang/barier dari stratum korneum. Sampai saat
ini, 6 gen untuk iktiosis lamelar telah ditemukan yaitu sebagai berikut: TGM1 (14q11),
ABCA12 (2q34), 19p12-Q12, 19p13, ALOXE3-ALOX12B (17p13), ichthyin (5q33).3.4

2.8 DIAGNOSA BANDING

- Dermatitis Kontak Alergi disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe 4 yakni


hipersensitivitas yang dimediasi sel. Sensitisasi dapat terjadi dalam beberapa minggu
sampai bulan.  Pada pemeriksaan histopatologi fase akut akan ditemukan spongiosis atau
edema intraepidermal intraseluler, limfosit, dan eosinophil pada epidermis, dan monosit
serta histiosit di dermis. Pada tipe kronis, terdapat gambaran spongiosis dengan akantosis,
elongasi rete ridge, dan elongasi serta perluasan dari papilla, hiperkeratosis dan infiltrat
limfositik.[2]
- Iktiosis Harlequin

Pada umumnya iktiosis Harlequin sering dijumpai pada bayi prematur yang lahir besar.
Hal ini ditandai dengan adanya penebalan yang lebih dalam dari lapisan keratin pada kulit
janin. Stratum korneum akan tampak mengkilap, terdapat celah merah yang cenderung
membentuk pola-pola geometris. Iktiosis fetalis merupakan manifestasi terberat dari
iktiosis. Terjadi kehilangan air melalui kulit secara abnormal dan menyebabkan
meningkatnya suhu tubuh.[2,3]

2.9 PENATALAKSANAAN
Pada kasus yang berat bayi baru lahir di kirim ke unit perawatan intensif neonatal
untuk mengawasi secara ketat cairan, elektrolit, dan tanda-tanda sepsis. Debridement
manual membran kolodion tidak dianjurkan.6,7
Gangguan ini tidak dapat disembuhkan, oleh sebab itu pengobatan selanjutnya
diarahkan pada penurunan gejala. Emolien harus diterapkan setelah mandi atau mandi.
Stratum korneum dapat menyerap 6 kali dari beratnya dalam air, dan emolien berat,
seperti jelly petrolatum (Vaseline) atau air dalam preparat minyak (misalnya, Eucerin)
sebaiknya diberikan ketika kulit masih basah. Alpha-hydroxy acid, seperti asam laktat
(misalnya, Lac-Hydrin), membantu mengurangi adhesi corneocyte dan mengurangi
ketebalan epidermis. Krim urea dapat membantu melembutkan sisik. Asam salisilat
dalam kombinasi dengan propilen glikol membantu menghilangkan sisik gelap.
Penggunaan salisilat topikal di daerah yang luas harus sangat hati-hati, terutama pada
anak-anak, karena terdapat laporan mengenai intoksikasi salisilat sistemik. Asam retinoat
topikal (misalnya, Retin-A) mengurangi ketebalan sisik. Antiseptik dan antimikroba
topikal dapat digunakan untuk mengontrol bau. Berikut adalah pengobatan spesifik pada
kasus iktiosis lamelar. Terapi baru yang telah menyebabkan perbaikan klinis adalah
Locobase krim lipid yang merupakan 5% asam laktat dan 20% propilen glikol dalam
basis krim lipofilik; topikal N-acetylcysteine yang memiliki efek antiproliferatif;
tazarotene topikal 0,05%, retinoid reseptor selektif, dan kalsipotriol, turunan sintesis dari
vitamin D-3.6,7
1. Asam Alpha Hidroxyl
Agen ini mengurangi ketebalan epidermis dan mengurangi adhesi dari koreosit.7
- Ammonium laktat: mengurangi gatal dan membantu penyembuhan kulit seperti
kulit gatal, luka ringan, dan iritasi kulit ringan. Formulasinya adalah 12%
amonium laktat dalam basis yang mengandung propilen glikol.7
2. Retinoid topical
Agen ini digunakan untuk mengurangi kekompakan sel epitel folikel dan
merangsang aktifitas mitosis.7
- Tretinoin topikal: menghambat pembentukan mikrokomedo dan menghilangkan
lesi.7
- Tazarotene: gel topikal 0,05%. Ini adalah prodrug retinoid yang metabolit aktif
memodulasi diferensiasi dan proliferasi jaringan epitel; mungkin juga memiliki
sifat anti-inflamasi dan imunomodulator. Pastikan kulit kering sebelum
menerapkan gel.7
3. Retinoid sistemik
Agen ini menghambat fungsi kelenjar sebaseus dan keratinisasi.
Isotretinoin: merupakan agen oral yang mengobati berbagai kondisi dermatologis
yang serius. Ini adalah isomer 13-cis sintetis alami tretinoin (asam -retinoic trans).
Kedua agen secara struktural berhubungan dengan vitamin A. Isotretinoin
menurunkan ukuran kelenjar sebaceous dan produksi sebum. Ini dapat menghambat
diferensiasi kelenjar sebaceous dan keratinisasi abnormal.6
Non – Farmakologi
Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah:
- Bedah
Tindakan operasi terkadang diperlukan untuk ektropion yang parah, hal ini biasa
dilakukan dengan cangkok kulit.6
- Konsultasi
Konsultasi dengan bagian kulit untuk evaluasi dan pengobatan kulit. Konsultasi
dengan dokter bagian mata untuk evaluasi dan pengelolaan ektropion sejak lahir.
Konsultasi dengan konselor genetika mengenai resiko hal ini terjadi pada anak-anak
selanjutnya.6
- Aktifitas
Pada iktiosis lamellar dapat terjadi intoleransi panas, namun dengan konseling yang
tepat, aktifitas dari penderita tidak perlu dibatasi.6

2.10 EDUKASI DAN KOMUNIKASI


Edukasi dan promosi kesehatan yang dapat diberikan pada penderita iktiosis lamelar
antara lain adalah terkait perawatan mandiri. Penderita harus diingatkan untuk sabar dan
konsisten dalam perawatan kondisi kulitnya.

Beberapa saran yang dapat diberikan antara lain sebagai berikut:

 Hindari daerah dengan cuaca yang dingin atau kering

 Mandi lebih singkat dengan sabun yang lembut dengan kandungan minyak alami.

 Menghindari penggunaan sabun yang iritatif seperti sabun antiseptik dan sabun yang
menggunakan parfum tambahan, menghindari pemakaian deodoran, dan menghindari kontak
langsung dengan deterjen.

 Saat mengeringkan badan setelah mandi, hindari menggosok kulit dengan kuat, tapi
cukup dengan menekan ringan handuk pada kulit

 Segera gunakan pelembab setelah mandi

 Setelah menggunakan pelembab, tutupi kulit dengan sejenis pelapis seperti plastic


wrap setidaknya selama 1 jam untuk menjaga kelembaban
 Hindari ruangan ber-AC, atau gunakan air humidifier agar ruangan tidak terlalu kering
 Pakai baju yang tertutup untuk melindungi kulit dari paparan angin ataupun suhu dingin

 Selalu gunakan sunscreen saat keluar rumah


 Hindari berenang di kolam yang mengandung klorin

 Apabila pasien merasa terganggu secara psikis, misalnya menunjukkan gejala dan
tanda depresi, semangati pasien untuk mencari pertolongan[2,13]

2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi pada IL terjadi karena adanya gangguan fungsi epidermis yang
menyebabkan hilangnya cairan dan panas tubuh. Akibat gangguan tersebut dapat terjadi
hipotermi, dehidrasi hipernatremi, sepsis dan toksik terhadap obat topikal.
Penyerapan sistemik dari obat topikal dapat terjadi ketika terdapat erosi yang luas
atau fisura pada kulit. Jika preparat yang digunakan mengandung salisilat, sejumlah zat
yang dapat menjadi toksik kemudian terserap.4
Pelipatan kelopak mata bawah ke arah luar (ektropion) dapat terjadi pada pasien
iktiosis lamellar. Perawatan awal mungkin melibatkan penggunaan air mata buatan.
Kasus yang parah dapat diobati dengan operasi jika diperlukan.
Efek samping jangka panjang penggunaan retinoid sistemik antara lain peningkatan
trigliserida dan kalsifikasi di tendon dan / atau ligamen.3,4
Sisik tebal dan bergelombang yang terkait dengan hiperkeratosis epidermolitik dan
eritroderma iktiosiform kongenital bulosa dapat menyebabkan peningkatan kolonisasi
bakteri di kulit (infeksi bakteri sekunder)dan menyebabkan bau busuk. Meskipun hal ini
sering tidak mengancam kesehatan keseluruhan dari pasien, tetapi dapat mengganggu
secara sosial. Penggunaan sabun antibakteri dan krim topikal mupirocin dapat membantu
dalam pengobatan.3,4,5

2.12 PROGNOSIS
Pasien dengan iktiosis lamelar memiliki rentang hidup yang normal. Pasien mungkin
memerlukan terapi sistemik dengan retinoid. Alopesia dan/atau ektropion dapat
berkembang pada pasien dengan iktiosis lamelar. Pengobatan dengan terapi sistemik
dapat memakan waktu yang lama.5

2.13 PROFESIONALISME
Mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian terapi yang adekuat, jika tidak
membaik rujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin
BAB III

KESIMPULAN

Iktiosis merupakan penyakit yang terjadi oleh karena adanya gangguan


pada keratinisasi kulit. Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan
dengan insidens 1 anak tiap 300.000 kelahiran hidup. Penyakit ini disebabkan
adanya mutasi gen TGM 1 yang mengkode enzim transglutaminase (Tgase 1)
yang menyebabkan gangguan integritas lapisan antara membran sel dan matriks
interselular sehingga fungsinya sebagai penghalang keluarnya cairan tubuh
terganggu dan terjadi peningkatan keluarnya cairan tubuh. Gejala penyakit ini
akan segera terlihat saat lahir. Pada penyakit ini terdapat keterlibatan seluruh
permukaan kulit. Dalam menegakkan diagnosis iktiosis lamellar, harus dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan yang tepat
secara farmakologi dan non-farmakologi akan membantu memperbaiki kualitas
hidup pasien.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangal, VB., Gangapurwala, S., Gavhane, S. dan Gupta, K., Rare Case
Report- Neonatal Lamellar Ichthyosis in Newborn - Collodian Baby.
International Journal of Biomedical And Advance Research. 2014
2. Suraiyah., Soedibyo, S., Boediardja, S. A. Lamellar Ichthyosis in Children
with History Collodions Baby. Sari Paediatrics. 2009.
3. Wolf, K. et al Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th
ed .McGrawHill: United States. 2011
4. Akiyama M. Updated Molecular Genetics and Pathogenesis of Ichthyoses.
Nagoya Journal Med. 2012.
5. James, W., Berger, T., Elston, D., Andrews’ Diseases of The Skin Clinical
Dermatology 11th ed. Elsevier: USA. 2011
6. Orkwis HK. Lamellar Ichthyosis Treatment & Management. Medscape
Journal. 2014
7. Bassotti A, Moreno S, Criado E. Successful treatment with topical N-
acetylcysteine in urea in five children with congenital lamellar ichthyosis.
Pediatr Dermatol.2011.

15

Anda mungkin juga menyukai