Anda di halaman 1dari 27

REFERAT ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

IKTIOSIS VULGARIS

Disusun oleh :
Carol Natasha – 01073180027
Anne Meilyn – 01073190048
Mushahigo – 01073190049

Pembimbing :
dr. Sylvia, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE– RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE MEI 2020
TANGERANG
DAFTAR ISI

1
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 KULIT 5
2.1.1. DEFINISI KULIT 5
2.1.2. STRUKTUR KULIT 5
2.2 IKTIOSIS VULGARIS 8
2.2.1. DEFINISI 8
2.2.2. EPIDEMIOLOGI 9
2.2.3. ETIOLOGI 9
2.2.4. PATOGENESIS 9
2.2.5 KLASIFIKASI 10
2.2.6 GEJALA KLINIS 11
2.2.7 HISTOPATOLOGI 12
2.2.8 DIAGNOSIS 13
2.2.9 DIAGNOSIS BANDING 15
2.2.10 TATALAKSANA 20
2.2.11 EDUKASI PASIEN 21
2.2.12 KOMPLIKASI 22
2.2.13 PROGNOSIS 22
BAB III KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24

DAFTAR GAMBAR

2
Gambar 2.1 Anatomi Epidermis 6

Gambar 2.2 Histologi Epidermis & Dermis 6

Gambar 2.3 Penemuan Klinis Iktiosis Vulgaris pada Ekstremitas 12

Gambar 2.4 Penemuan Klinis Iktiosis Vulgaris pada Ekstremitas 12

Gambar 2.5 Histopatologi pada Iktiosis Vulgaris 13

Gambar 2.6 Pemeriksaan Dermatopatologi 14

Gambar 2.7 Abnormalitas pada batang rambut

pasien Netherton Syndrome 15

Gambar 2.8 Kondisi rambut pada pasien sindrom Netheton 16

Gambar 2.9 Sindrom Netherton’s syndrome pada bayi 17

Gambar 2.10 Iktiosis Harlequinn pada bayi baru lahir 18

Gambar 2.11 Iktiosis Lamellar 19

Gambar 2.12 Iktiosis terkait X (X-linked Ichthyosis) 19

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Iktiosis 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

Iktiosis berasal dari bahasa Yunani ‘ichthys’ yang berarti ikan, iktiosis
terdiri dari berbagai kelainan kulit dengan ciri khas ‘scaling’ menyeluruh atau
seperti sisik ikan, dan juga penebalan pada kulit. Iktiosis vulgaris dapat diartikan
sebagai kelainan kulit akibat gangguan pembentukan keratin, dimana sekresi
kelenjar keringat dan minyak berkurang sehingga menyebabkan lapisan kulit jadi
berskuama. Secara umum iktiosis vulgaris terjadi karena genetik. Iktiosis vulgaris
adalah jenis iktiosis ringan yang paling sering dijumpai dengan insidensi 1 dari
250 orang. Variasi iktiosis setidaknya ada 20 jenis, dengan persentase kasus
iktiosis vulgaris adalah sekitar 95% dari semua kasus iktiosis. Hal ini disebabkan
karena perubahan bentuk profilagrin yang dapat menyebabkan kulit bersisik dan
terjadi deskuamasi.1,6
Iktiosis herediter juga berhubungan dengan atopi. Protein filaggrin penting
dalam menjaga fungsi barier kulit yang efektif. Mutasi pada gen profilaggrin
(FLG) terdapat hingga 10% dari populasi, menyebabkan iktiosis vulgaris dan
mencetuskan faktor risiko utama untuk pengembangan dermatitis atopik.
Pewarisan autosomal dominan yakni diturunkan dari orang tua untuk sekitar
separuh anak-anak mereka. Meskipun bayi biasanya memiliki kulit normal,
namun tanda dan gejala iktiosis vulgaris biasanya menjadi jelas dalam tahun
pertama kehidupan. Bentuk utama lainnya dari iktiosis herediter termasuk iktiosis
lamellar, epidermolytic hyperkeratosis, dan X-linked iktiosis.2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KULIT
2.1.1 DEFINISI KULIT

Kulit atau cutis adalah organ tubuh yang terletak paling luar
dengan luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dan berat kira-kira 15%
berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sel-sel kulit dan
struktur kulit terbentuk dari 3-6 bulan kehamilan. Meskipun secara
struktural konsisten di seluruh tubuh, kulit bervariasi dalam
ketebalan sesuai dengan anatomi dan usia individu.1

2.1.2. STRUKTUR KULIT

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan


utama yaitu lapisan epidermis, dermis dan hipodermis.

2.1.2.1 Lapisan epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan terluar kulit. Sel-sel


utama epidermis 95% adalah keratinosit yang mensintesis protein
keratin. Sisanya 5% adalah melanosit yang mengandung melanin,
sel langerhans untuk sistem kekebalan tubuh dan sel merkel untuk
mendeteksi tekanan pada kulit lapisan epidermis terdiri atas
stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum dan stratum basale.

5
Gambar 2.1 Anatomi Epidermis

Gambar 2.2 Histologi Epidermis & Dermis

1) Stratum korneum (lapisan tanduk)

Stratum korneum adalah lapisan kulit dan terdiri dari


beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Hasil

6
akhir dari pematangan keratinosit ditemukan dalam stratum
korneum yang berbentuk heksagonal dikenal sebagai korneosit.

Korneosit memberikan perlindungan mekanik untuk


epidermis dan mencegah kehilangan air serta mencegah masuknya
bakteri. Korneosit juga kaya protein dan rendah kadar lipid yang
dikelilingi oleh matriks lipid ekstraseluler. Lapisan korneosit dapat
menyerap tiga kali beratnya dalam air. Pergerakan sel epidermis ke
stratum korneum biasanya sekitar 28 hari dan dikenal sebagai
epidermal time.

2) Stratum lusidum

Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan


korneum. Lapisan lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas pada telapak tangan
dan kaki.

3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin)

Stratum granulosum terdiri dari 2 atau 3 lapis sel-sel


gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar. Butir-butir kasar ini
terdiri dari keratohialin yang tampak lebih jelas pada telapak
tangan dan kaki. Keratohialin sangat basofilik dan tidak teratur
dalam bentuk dan ukuran.

4) Stratum spinosum (stratum malpighi)

Stratum spinosum atau disebut pula prickle cell layer terdiri


dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Diantara sel-sel
spinosum terdapat sel langerhans. Sel Langerhans secara

7
imunologis adalah sel aktif yang berasal dari sumsum tulang dan
memiliki peran yang signifikan dalam reaksi kekebalan kulit.

5) Stratum basale

Stratum basale atau stratum germinativum juga dikenal


sebagai lapisan sel basal, merupakan lapisan terdalam dari
epidermis. Lapisan ini adalah lapisan tunggal yang terdiri dari sel-
sel kolumnar tinggi yang terus-menerus mengalami pembelahan sel
dan membantu membentuk keratinosit baru yang akan
menggantikan sel-sel yang hilang dari lapisan korneum.1

2.1.2.1 Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh


lebih tebal daripada epidermis. Jenis sel yang terletak di dermis
adalah fibroblas, sel mast, histosit, kelenjar keringat, akar rambut,
jaringan saraf, pembuluh darah dan pembuluh limfe. Lapisan
dermis terbagi menjadi pars papilare dan pars retikulare. Pars
papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis berisi ujung
saraf dan pembuluh darah. Pars retikulare yaitu bagian dibawah
pars papilare yang menonjol ke arah subkutan yang terdiri atas
serabut kolagen, elastin dan retikuler.6

2.1.2.1 Lapisan hipodermis

Lapisan hipodermis atau subkutis adalah lapisan paling


bawah yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
didalamnya. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan.7

2.2. IKTIOSIS VULGARIS

2.2.1. DEFINISI

8
Iktiosis Vulgaris adalah kelainan kulit yang terjadi akibat
gangguan pembentukan keratin sehingga terbentuknya skuama
berlebih pada lapisan kulit. Gangguan pembentukan keratin
menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar minyak dan keringat,
sehingga kulit menjadi kering, menebal, dan kasar. Ichthyosis
vulgaris juga dikenal dengan fish scale disease karena kondisi sel
kulit mati yang menumpuk membentuk pola seperti sisik ikan.13

2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Iktiosis vulgaris terbanyak dialami oleh anak-anak usia 3-
12 tahun. Insidennya sama antara laki-laki dan wanita untuk
terkena penyakit ini. Iktiosis Vulgaris adalah kelainan genetik
autosomal dominan yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak.
Pada iktiosis yang didapat gangguan pertama yang dialami berupa
gangguan umum.13

2.2.3 ETIOLOGI
Iktiosis vulgaris terjadi karena mutasi gen FLG yang
mengkode profilagrin. Filagrin adalah protein epidermal yang
terlibat dalam agregasi filamen keratin intermediate, yang
membantu menjaga kelembaban stratum korneum. Keratin filamen
terbentuk dari sel matrix yang memberikan integritas struktural
pada keratinosit epidermal. Pada studi biochemical, pasien iktiosis
vulgaris mengahami kekurangan atau bahkan kehilangan filagrin
dan prekursornya yaitu profilagrin pada epidermisnya.6

2.2.4 PATOGENESIS
Iktiosis vulgaris disebabkan karena adanya mutasi genetik
pada filaggrin gen (FLG). Mutasi ini menyebabkan penurunan
produksi filaggrin, yang fungsinya untuk melembabkan epidermis,
sehingga terjadi pengelupasan yang abnormal dari sel tanduk dan

9
terjadi kekeringan serta pengelupasan dari kulit. Lapisan sel tanduk
yang tipis dan tereduksinya granul keratohialin dan lapisan sel
granul karena jumlah filaggrin yang mengalami penurunan.
Pada stratum korneum, defisiensi filaggrin terkait dengan
berbagai perubahan struktural meliputi menurunnya kepadatan
corneodesmosome, menurunnya ekspresi protein tight-junction,
dan yang terpenting terganggunya sekresi dan maturasi lamellar
bodies. Perubahan ini juga diperantarai melalui peningkatan pH
dalam sitoplasma residual dalam skwama akibat menurunnya
konsentrasi produk pemecahan filaggrin yang bersifat asam.
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan menurunnya fungsi
barrier dan meningkatnya kemudahan terpapar alergen pada sel
dendritik epidermis. Selanjutnya karena pada permukaan kulit,
terjadi penurunan faktor yang dapat melembabkan kulit sehingga
mengakibatkan kulit kehilangan hidrasi, kering. Peningkatan pH
pada permukaan kulit meningkatkan aktivitas protease yang
memecah proforms interleukin-1, yang berujung pada inflamasi
epitel dan fungsi barier yang lebih rusak.7

2.2.5 KLASIFIKASI
Iktiosis vulgaris adalah salah satu jenis pada klasifikasi
besar iktiosis. Iktiosis dibedakan menjadi beberapa bentuk
klasifikasi berdasarkan onset perjalanan penyakit, kemunculan
membran collodion saat lahir, keparahan scaling pada kulit, ada
atau tidak adanya eritroderma, abnormalitas pada bagian daerah
lainnya, dan keterlibatan sistem organ.
A. Iktiosis vulgaris dominan
B. Iktiosis terkait kromosom x (x-linked Ichthyosis)
C. Lamellar Iktiosis
D. Epidermolitik hiperkeratosis

10
Iktiosis X-linked Iktiosis Epidermolitik
Vulgaris iktiosis lamellar hiperkeratosis

Onset 3-12 bulan <3 bulan Saat lahir, saat lahir,


collodion bullae,
baby eritroderma

Area daerah telapak tangan - -


penyebaran lipatan dan dan kaki
muka

Klinis fine scales, scale scale besar, eritroderma


lainnya memburuk berwarna quadrangular
saat keadaan hitam, coklat, , ektoprion,
dingin melibatkan dan eklabium
mata,
cryptochirdis
m

Treatment emollients emollients retinoid- sistemik dan


acitetrin oral retinois +
antibiotik

Prognosis baik baik menyebabkan membaik seiring


kecacatan bertambahnya
serius usia

Tabel 2.1 Klasifikasi Iktiosis

2.2.6 GEJALA KLINIS


Umumnya, perjalanan penyakit iktiosis vulgaris dimulai
saat bayi dan masa anak-anak, namun dapat juga terjadi pada usia
dewasa. Lokasi lesi seringkali ditemukan pada daerah lipatan, dan
semakin parah pada ekstremitas bawah, serta dapat dijumpai
hyperlinear pada telapak tangan dan kaki. hyperlinear pada telapak
tangan dan kaki tidak khas hanya dialami oleh penderita iktiosis
vulgaris, melainkan dapat juga dijumpai pada penderita atopik dan
keratosis pilaris. Lesi kulit berupa ‘scaling’ atau kulit yang bersisik
membentuk poligon (sisik dapat berwarna putih, abu-abu, coklat),

11
daerah tengah scale menempel pada kulit, sedangkan daerah
tepinya retak. Kelainan kulit juga disertai dengan kulit mengelupas
dan menebal, rasa gatal dan nyeri karena kulit menjadi kering dan
mudah retak. Gejala klinis ini dapat muncul bervariasi dari ringan
sampai berat. biasanya gejala akan diperparah dalam keadaan
dingin.12

Gambar 2.3 Penemuan Klinis Iktiosis Vulgaris pada Ekstremitas

Gambar 2.4 Penemuan Klinis Iktiosis Vulgaris pada Ekstremitas

12
2.2.7 HISTOPATOLOGI
- Attenuated/absent granular layer
- Retention hyperkeratosis

Gambar 2.5 Histopatologi pada Iktiosis Vulgaris

2.2.8 DIAGNOSIS

I. Anamnesis
Pada saat lahir umumnya kondisi kulit terlihat normal,
namun secara berangsur-angsur menjadi kasar dan kering
seiring penambahan usia.
a. Sisik merupakan gejala yang utama
b. Adanya perbaikan gejala yang terjadi selama bulan-bulan
musim panas
c. Dahi dan pipi adalah bagian yang paling sering terkena
diawal penyakit, namun biasanya sisik berkurang dengan
pertambahan usia.

II. Pemeriksaan Klinis


a. Pada bayi yang baru lahir, kulit akan tampak normal.
b. Berhubungan dengan dermatitis atopik.
c. Dapat tersebar di semua bagian tubuh, termasuk kulit
kepala dan wajah.10

13
d. Kulit kering retak yang menimbulkan rasa sakit di telapak
tangan dan telapak kaki dalam kaus-kasus yang parah.

III. Pemeriksaan penunjang


🡪 Kimia Darah
Sulfat kadar kolestrol tinggi. Peningkatan mobilitas
dari B-Lipoprotein dalam elektroforosis. Sulfatase steroid
menurun.

🡪 Histopatologi
Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya
lapisan granuler yang menipis atau bahkan sama sekali
tidak ada, sedangkan lapisan germinatif rata. pada
mikroskop elektron tampak granula keratohialin kecil, dan
kurang terbentuk granula keratohialin. histologi pada kulit
menunjukan adanya hiperkeratosis ringan dan umumnya
lapisan granular dalam epidermis berkurang atau bahkan
tidak ada.

14
Gambar 2.6 Pemeriksaan Dermatopatologi

2.2.9 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding diantaranya :
a. Netherton’s Syndrome
Sindrom Netherton merupakan penyakit dermatologis
langka yang biasanya ditandai dengan pola gangguan dermatologis
yang luas akibat dari mutasi pada gen SPINK5. Mutasi ini
menghasilkan protein disfungsional yang memiliki kapasitas
berkurang untuk menghambat protease serin yang diekspresikan di
kulit. Secara klinis, ini ditandai dengan presentasi triad
simtomatologis klasik atopi, ichthyosis dan perubahan rambut
struktural yang memiliki kondisi khas yang disebut trichorrhexis
invaginata dimana pertumbuhan rambut (termasuk alis dan bulu
mata) menjadi lambat, rapuh dan tajam. Pada pemeriksaan

15
mikroskopis akan terlihat pertumbuhan batang rambut yang seperti
batang bambu.12

Gambar 2.7 Abnormalitas pada batang rambut pasien Netherton Syndrome

Gambar 2.8 Kondisi rambut pada penderita sindrom Netherton

16
Gambar 2.9 Netherton’s Syndrome pada bayi

b. Iktiosis Harlequin

Iktiosis harlequin (IH) merupakan kelainan resesif


autosomal yang jarang terjadi pada bayi baru lahir dan seringkali
menyebabkan kematian dalam beberapa hari setelah kelahiran
karena infeksi atau dehidrasi akibat komplikasi. Penyakit ini
ditandai oleh penebalan stratum korneum yang parah, sehingga
bayi seperti terbungkus oleh membran kencang dan berkilat,
berada dalam posisi semi- fleksi, dipisahkan oleh fisura yang
dalam dan kemerahan.14 Kondisi ini sering terjadi pada bayi
prematur yang lahir besar, tampak mengkilap pada stratum
korneum, celah merah yang cenderung membentuk pola-pola
geometris seperti yang terlihat pada iktiosis harlequin.6,12

17
Gambar 2.10 Iktiosis Harlequin pada bayi baru lahir

c. Iktiosis Lamellar

Iktiosis lamellar biasanya terjadi pada bayi baru lahir,


terjadi pada seluruh tubuh, terutama pada daerah yang kulitnya
lentur, dan disertai dengan intoleransi panas. Pada Iktiosis Lamelar
dapat terjadi extoprium, eclabium, alopecia. Classic Iktiosis
lamelar dicirikan oleh sisik lamelar besar mirip piring, ektropion,
eklabium.2,4 Iktiosis Lamelar sering disebabkan oleh mutasi gen
yang mengkodekan enzim transglutaminase 1 (TGM 1) pada
kromosom 14q11. Iktiosis lamellar biasanya timbul saat lahir
dengan collodion baby, yakni suatu lapisan translucent (semi-
transparan) yang mengelupas 10–14 hari. Iktiosis lamellar
berlangsung seumur hidup. Gambaran parah classic Iktiosis
lamellar biasanya eritrodermi ( eritema yang bersifat generalisata)
yang minimal hingga tanpa eritrodermi yang secara bertahap
menjadi skuama lebar generalisata. Keterbatasan gerak sendi,
kontraktur fleksi, sclerodactily jari dan hipoplasia bawaan pada
tulang rawan bisa terjadi. Stratum korneum tebal dan sisik pada
kulit kepala menyelubungi rambut, infeksi sering mengakibatkan

18
skar alopesia. Kuku bisa berbintik- bintik, berkerut, beralur atau
menebal, sering dengan penumpukan subungual keratin.
Hiperkeratosis dapat mengganggu fungsi kelenjar keringat normal,
mengakibatkan hipohidrosis.6

Gambar 2.11 Iktiosis Lamellar

D. X-Linked Ichthyosis (Iktiosis terkait X)

Pewarisan penyakit ini terkait kromosom X dengan


pembawa ibu. Iktiosis terkait X (X-linked ichtyosis) dihubungkan
dengan defisiensi kolesterol sulfatase. Onset lesi nya biasanya terjadi
sebelum usia 3 bulan dalam masa kehidupan, dan hanya terjadi pada
pria karena wanita biasanya asimptomatik. Lokalisasi lesi pada daerah
pipi, leher dan perut. Gambaran klinis berupa skuama tebal yang
makin gelap seiring pertambahan usia, terdapat pula kekeruhan kornea,

19
dengan efloresensi ditemukan sisik tebal besar berwarna coklat dan ibu
sebagai carrier penyakit, biasanya telapak tangan dan kaki tidak
terkena. Pada pemeriksaan histologis ditemukan penebalan lapisan
granuler dan infiltrasi perivaskuler, hiperkeratosis. Perjalanan penyakit
ini dapat persisten dan lebih buruk. Respon terhadap pengobatan yang
diberikan kurang baik.6,12

2.12.Gambar Iktiosis terkait X ( X-Linked Ichthyosis )

20
2.2.10 TATALAKSANA
Penatalaksanaan pada penyakit ini mencakup hidrasi dari
stratum korneum, agen keratolitik dan retinoid. hidrasi dapat
mencegah deskuamasi dengan meningkatkan aktivitas enzim
hidrolitik. kelenturan dari stratum korneum juga ditingkatkan.6,7,8
A. Topical retinoid seperti, tazarotene dan tretinoin,. Kedua
obat ini dapat menekan sintesis keratin serta merangsang
mitosis.Efek antikeratotik dari retinoid sangat baik, namun
karena sering kali menimbulkan iritasi, retinoid biasanya
diperuntukkan khusus pada daerah tangan, kaki, dan betis.
I. Tazarotene (Tazorac)
Reseptor selektif retinoid merupakan sintetis
retinoid prodrug yang dikonversi menjadi asam
tazarotenic.
Dosis : Dewasa 0.05% gel selama 2 minggu
kemudian, 3x / minggu
II. Tretinoin (Retin-A)
Merupakan agen keratolitik yang berfungsi
meningkatkan mitosis sel epidermal.
Dosis : Dewasa Gunakan 0,1% krim
B. Asam Alpha hidroksi seperti, asam glikolat dan asam
laktat, yang berfungsi untuk hidrasi kulit. Efek yang
ditimbukan dari penggunaan obat ini adalah disagregasi
dari korneosit di tingkat bawah pada pembentukan lapisan
stratum korneum yang baru. Sediaan Asam laktat berupa
laktat 12% amonium lotion. Alpha hydroxy acid bekerja
dengan melembabkan kulit dan mengurangi keratinization
epidermis yang berlebihan sehingga menyebabkan
hilangnya perlengketan antara korneosit.

21
C. Untuk mengelupaskan sisik pada kulit dapat dibantu oleh
agen keratolitik seperti, asam salisilat 6% pada propilen
glikol dan alkohol, yang dapat menyebabkan disagregasi
korneosit di lapisan korneum serta urea ( seperti Aquadrate
dan Calmurid ) yang mampu mengurangi proliferasi
epidermal, memiliki efek keratolitik, melembutkan kulit,
dan mampu memfasilitasi penetrasi zat aktif lain. urea
dapat dikombinasi dengan zat aktif lain seperti natrium
klorida, asam laktat, atau asam retinoat.

🡪 Berikut kandungan dari pencampuran krim :14


- 5% krim urea (water in oil).
- Urea 5 gr
- Asam laktat 1 gr
- Sodium laktat 50% 4 gr
- Air 35 gr
- Gliserin 5 gr
- Aquaphor ad 100 gr
Waktu simpan : 6 bulan
🡪 Krim urea untuk lapisan kepala :14
- Urea 7 - 10 gr
- Asam laktat 1 gr
- Sodium laktat 50% 4 gr
- Propilen glikol 10 gr
- Air 40 gr
- Cream dasar DAC ad 100 gr
Waktu simpan : 6 bulan

2.11 EDUKASI PADA PASIEN

22
Pada penderita iktiosis maka pasien diharapkan dapat
melakukan perawatan sendiri untuk dapat membantu meringankan
gejala yang ada. Pasien dianjurkan untuk mandi dengan
menggunakan spons yang lembut pada daerah kulit yang tebal,
menggunakan sabun dengan menggunakan kandungan minyak
alami, hindari penggunaan sabun antibiotik yang dapat
mengeringkan kulit, dan setelah mandi diharapkan dapat
mengeringkan kulit dengan hati-hati agar kelembaban tidak cepat
hilang, dan segera mengaplikasikan krim pada tubuh yang setengah
basah. Oleskan pelembab secara teratur yang memiliki kandungan
urea atau propilen glikol untuk membantu melembabkan kulit.5

2.12 KOMPLIKASI
Infeksi sekunder dapat terjadi akibat adanya pemisahan
kulit dan cracking yang terjadi pada permukaan kulit, sehingga
dapat menyebabkan infeksi yang dapat meluas pada organ lainnya.

2.13 PROGNOSIS
Sering pertambahan usia, prognosis iktiosis vulgaris
semakin baik. namun perlu diperhatikan adanya keadaan penyakit
sistemik yang mungkin ada saat masih berlangsungnya periode ini.
Gejala iktiosis vulgaris meningkat pada musim panas dan
memburuk pada musim dingin dan kering, Prognosis iktiosis
vulgaris lebih baik pada orang dewasa.9

23
BAB III
KESIMPULAN

Iktiosis vulgaris merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan


pembentukan serta deskuamasi dari sel keratinosit, dimana sel ini merupakan sel
terbanyak dari epidermis. Sel keratinosit membentuk protein keratin yang
bermacam-macam dan berada pada lapisan basal hingga lapisan tanduk. Apabila
terjadi mutasi pada sel ini akan menyebabkan gangguan pembentukan dan defek
pada keratin. Penyakit ini sering dialamim oleh anak-anak berusia 3-12 tahun, dan
wanita lebih dominan untuk terkena penyakit ini.
Iktiosis vulgaris memiliki penampakan klinis berupa kulit berskuama
seperti ikan, hiperlinearitas pada telapak tangan. Tingkat insidensi penyakit ini
akan meningkat seiring pertambahan usia, dimana laki-laki dan perempuan
memiliki resiko yang sama untuk mendapatkan penyakit ini. Iktiosis vulgaris
merupakan suatu penyakit turunan yang bersifat Autosomal dominan yang
disebabkan karena adanya mutasi pada filaggris gen (FLG). fungsi dari filaggrin
sendiri adalah untuk melembabkan epidermis, sehingga apabila terjadi penurunan
produksi filaggrin maka akan menyebabkan pengelupasan kulit dari sel tanduk,
serta kulit menjadi kering. Gejala klinis yang terjadi bermacam-macam
diantaranya kulit kering dan bersisik, sisik dapat berwarna putih, abu-abu dan
coklat, terkelupasnya kulit kepala, rasa gatal pada kulit, kulit yang menebal, nyeri
yang disebabkan karena retaknya kulit yang kering, gejala klinis pun beragam
dapat ringan sampai berat, biasa gejala lebih parah jika terjadi pada keadaan
dingin.
Diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, serta
pemeriksaan penunjang. Diagnosis juga dapat ditegakkan berdasarkan penemuan
gambaran klinis pada mikroskop elektron yaitu dengan penemuan granula
keratohialin yang abnormal. Iktiosis vulgaris dapat muncul kembali apabila terapi
tidak dilanjutkan. untuk menjaga kulit agar tidak kering dapat diberikan

24
emollient. Pada penyakit ini, prognosis umumnya baik didukung oleh iklim yang
lembab dan hangat akan membantu proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Robert A schwarts. ichtyosis vulgaris hereditary and acqired 2009 available
from:http://Emedicine.medscape.com
2. Staff Mayo Clinik, Ichtyosis Vulgaris.2002.http://www.com/print/ichtyosis
Vulgaris/ D500734/
3. Soepardiman L. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. 5TH Ed.
Jakarta: FKUI. 2007: p. 296-298.
4. Gawkrodger. J.D. Dermatology an ilustrated colour text. 3rd edition. UK:
sheffield; 2002. p 86
5. Schwartz, Robert A, MD, MPH. 2009 (updated : jul 21, 2009). Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color atlas and synopsis of
clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2009.
7. Arnold, Harry L, Jr, A.B., M.S.,M.D., F.A.C.P, Richard B. Odom, M.D,
William D. James, M.D. Andrew’s Disease Of The Skin Clinical Dermatology, 8
th edition. Philadelphia : W.B Saunders Company. 1990. p:88-122)
8. Burns Tony, Stephen Breathnach, Neil cox, Christopher Griffiths. Rock’s
Textbook of Dermatology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2004. p:34-
7, 34-9
9. Berman, Kevin, MD, PhD. Ichtyosis Vulgaris. 2009 (update : 4 Oct 2009).
Available from : http://www.medineplus.com
10. Hunter, J.A.A, J.A Savin, M.V.Dahl. Clinical Dermatology, 3th edition.
Oxford : Blackwell Scientific Publications. 2002. p:41-42
11. Ngan, Vanessa. Ichtyosis. 2009 (updated : Jul 21, 2009). Available from :
http://www.dermnet.org.nz/scalyichtyosis.html
12. Soenarto K. Iktiosis Lamelar. In: amiruddin MD, Djawad K, Ilyas FS, Tabri F,
Batubara DE, et al, editor. Iktiosis, Infeksi Bakteri dan Virus pada kulit bayi dan
anak. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010
13. Zapalowicz K, Wygledowska G, Roszkowski T, Bednarowska A. Harlequin
ichthyosis difficulties in prenatal diagnosis. J Appl Genet 2006; 47: 195–7.

26
14. Taupe H, Walter H. C Burgdof, Munster and Munich. Treatment of Ichtyosise.
There is always something you can do! In Memoriam: Wolfgang Kuster:
Germani; p.545

27

Anda mungkin juga menyukai