IKTIOSIS VULGARIS
Disusun oleh :
Carol Natasha – 01073180027
Anne Meilyn – 01073190048
Mushahigo – 01073190049
Pembimbing :
dr. Sylvia, Sp.KK
1
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 KULIT 5
2.1.1. DEFINISI KULIT 5
2.1.2. STRUKTUR KULIT 5
2.2 IKTIOSIS VULGARIS 8
2.2.1. DEFINISI 8
2.2.2. EPIDEMIOLOGI 9
2.2.3. ETIOLOGI 9
2.2.4. PATOGENESIS 9
2.2.5 KLASIFIKASI 10
2.2.6 GEJALA KLINIS 11
2.2.7 HISTOPATOLOGI 12
2.2.8 DIAGNOSIS 13
2.2.9 DIAGNOSIS BANDING 15
2.2.10 TATALAKSANA 20
2.2.11 EDUKASI PASIEN 21
2.2.12 KOMPLIKASI 22
2.2.13 PROGNOSIS 22
BAB III KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
DAFTAR GAMBAR
2
Gambar 2.1 Anatomi Epidermis 6
DAFTAR TABEL
3
BAB I
PENDAHULUAN
Iktiosis berasal dari bahasa Yunani ‘ichthys’ yang berarti ikan, iktiosis
terdiri dari berbagai kelainan kulit dengan ciri khas ‘scaling’ menyeluruh atau
seperti sisik ikan, dan juga penebalan pada kulit. Iktiosis vulgaris dapat diartikan
sebagai kelainan kulit akibat gangguan pembentukan keratin, dimana sekresi
kelenjar keringat dan minyak berkurang sehingga menyebabkan lapisan kulit jadi
berskuama. Secara umum iktiosis vulgaris terjadi karena genetik. Iktiosis vulgaris
adalah jenis iktiosis ringan yang paling sering dijumpai dengan insidensi 1 dari
250 orang. Variasi iktiosis setidaknya ada 20 jenis, dengan persentase kasus
iktiosis vulgaris adalah sekitar 95% dari semua kasus iktiosis. Hal ini disebabkan
karena perubahan bentuk profilagrin yang dapat menyebabkan kulit bersisik dan
terjadi deskuamasi.1,6
Iktiosis herediter juga berhubungan dengan atopi. Protein filaggrin penting
dalam menjaga fungsi barier kulit yang efektif. Mutasi pada gen profilaggrin
(FLG) terdapat hingga 10% dari populasi, menyebabkan iktiosis vulgaris dan
mencetuskan faktor risiko utama untuk pengembangan dermatitis atopik.
Pewarisan autosomal dominan yakni diturunkan dari orang tua untuk sekitar
separuh anak-anak mereka. Meskipun bayi biasanya memiliki kulit normal,
namun tanda dan gejala iktiosis vulgaris biasanya menjadi jelas dalam tahun
pertama kehidupan. Bentuk utama lainnya dari iktiosis herediter termasuk iktiosis
lamellar, epidermolytic hyperkeratosis, dan X-linked iktiosis.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT
2.1.1 DEFINISI KULIT
Kulit atau cutis adalah organ tubuh yang terletak paling luar
dengan luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dan berat kira-kira 15%
berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sel-sel kulit dan
struktur kulit terbentuk dari 3-6 bulan kehamilan. Meskipun secara
struktural konsisten di seluruh tubuh, kulit bervariasi dalam
ketebalan sesuai dengan anatomi dan usia individu.1
5
Gambar 2.1 Anatomi Epidermis
6
akhir dari pematangan keratinosit ditemukan dalam stratum
korneum yang berbentuk heksagonal dikenal sebagai korneosit.
2) Stratum lusidum
7
imunologis adalah sel aktif yang berasal dari sumsum tulang dan
memiliki peran yang signifikan dalam reaksi kekebalan kulit.
5) Stratum basale
2.2.1. DEFINISI
8
Iktiosis Vulgaris adalah kelainan kulit yang terjadi akibat
gangguan pembentukan keratin sehingga terbentuknya skuama
berlebih pada lapisan kulit. Gangguan pembentukan keratin
menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar minyak dan keringat,
sehingga kulit menjadi kering, menebal, dan kasar. Ichthyosis
vulgaris juga dikenal dengan fish scale disease karena kondisi sel
kulit mati yang menumpuk membentuk pola seperti sisik ikan.13
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Iktiosis vulgaris terbanyak dialami oleh anak-anak usia 3-
12 tahun. Insidennya sama antara laki-laki dan wanita untuk
terkena penyakit ini. Iktiosis Vulgaris adalah kelainan genetik
autosomal dominan yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak.
Pada iktiosis yang didapat gangguan pertama yang dialami berupa
gangguan umum.13
2.2.3 ETIOLOGI
Iktiosis vulgaris terjadi karena mutasi gen FLG yang
mengkode profilagrin. Filagrin adalah protein epidermal yang
terlibat dalam agregasi filamen keratin intermediate, yang
membantu menjaga kelembaban stratum korneum. Keratin filamen
terbentuk dari sel matrix yang memberikan integritas struktural
pada keratinosit epidermal. Pada studi biochemical, pasien iktiosis
vulgaris mengahami kekurangan atau bahkan kehilangan filagrin
dan prekursornya yaitu profilagrin pada epidermisnya.6
2.2.4 PATOGENESIS
Iktiosis vulgaris disebabkan karena adanya mutasi genetik
pada filaggrin gen (FLG). Mutasi ini menyebabkan penurunan
produksi filaggrin, yang fungsinya untuk melembabkan epidermis,
sehingga terjadi pengelupasan yang abnormal dari sel tanduk dan
9
terjadi kekeringan serta pengelupasan dari kulit. Lapisan sel tanduk
yang tipis dan tereduksinya granul keratohialin dan lapisan sel
granul karena jumlah filaggrin yang mengalami penurunan.
Pada stratum korneum, defisiensi filaggrin terkait dengan
berbagai perubahan struktural meliputi menurunnya kepadatan
corneodesmosome, menurunnya ekspresi protein tight-junction,
dan yang terpenting terganggunya sekresi dan maturasi lamellar
bodies. Perubahan ini juga diperantarai melalui peningkatan pH
dalam sitoplasma residual dalam skwama akibat menurunnya
konsentrasi produk pemecahan filaggrin yang bersifat asam.
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan menurunnya fungsi
barrier dan meningkatnya kemudahan terpapar alergen pada sel
dendritik epidermis. Selanjutnya karena pada permukaan kulit,
terjadi penurunan faktor yang dapat melembabkan kulit sehingga
mengakibatkan kulit kehilangan hidrasi, kering. Peningkatan pH
pada permukaan kulit meningkatkan aktivitas protease yang
memecah proforms interleukin-1, yang berujung pada inflamasi
epitel dan fungsi barier yang lebih rusak.7
2.2.5 KLASIFIKASI
Iktiosis vulgaris adalah salah satu jenis pada klasifikasi
besar iktiosis. Iktiosis dibedakan menjadi beberapa bentuk
klasifikasi berdasarkan onset perjalanan penyakit, kemunculan
membran collodion saat lahir, keparahan scaling pada kulit, ada
atau tidak adanya eritroderma, abnormalitas pada bagian daerah
lainnya, dan keterlibatan sistem organ.
A. Iktiosis vulgaris dominan
B. Iktiosis terkait kromosom x (x-linked Ichthyosis)
C. Lamellar Iktiosis
D. Epidermolitik hiperkeratosis
10
Iktiosis X-linked Iktiosis Epidermolitik
Vulgaris iktiosis lamellar hiperkeratosis
11
daerah tengah scale menempel pada kulit, sedangkan daerah
tepinya retak. Kelainan kulit juga disertai dengan kulit mengelupas
dan menebal, rasa gatal dan nyeri karena kulit menjadi kering dan
mudah retak. Gejala klinis ini dapat muncul bervariasi dari ringan
sampai berat. biasanya gejala akan diperparah dalam keadaan
dingin.12
12
2.2.7 HISTOPATOLOGI
- Attenuated/absent granular layer
- Retention hyperkeratosis
2.2.8 DIAGNOSIS
I. Anamnesis
Pada saat lahir umumnya kondisi kulit terlihat normal,
namun secara berangsur-angsur menjadi kasar dan kering
seiring penambahan usia.
a. Sisik merupakan gejala yang utama
b. Adanya perbaikan gejala yang terjadi selama bulan-bulan
musim panas
c. Dahi dan pipi adalah bagian yang paling sering terkena
diawal penyakit, namun biasanya sisik berkurang dengan
pertambahan usia.
13
d. Kulit kering retak yang menimbulkan rasa sakit di telapak
tangan dan telapak kaki dalam kaus-kasus yang parah.
🡪 Histopatologi
Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya
lapisan granuler yang menipis atau bahkan sama sekali
tidak ada, sedangkan lapisan germinatif rata. pada
mikroskop elektron tampak granula keratohialin kecil, dan
kurang terbentuk granula keratohialin. histologi pada kulit
menunjukan adanya hiperkeratosis ringan dan umumnya
lapisan granular dalam epidermis berkurang atau bahkan
tidak ada.
14
Gambar 2.6 Pemeriksaan Dermatopatologi
15
mikroskopis akan terlihat pertumbuhan batang rambut yang seperti
batang bambu.12
16
Gambar 2.9 Netherton’s Syndrome pada bayi
b. Iktiosis Harlequin
17
Gambar 2.10 Iktiosis Harlequin pada bayi baru lahir
c. Iktiosis Lamellar
18
skar alopesia. Kuku bisa berbintik- bintik, berkerut, beralur atau
menebal, sering dengan penumpukan subungual keratin.
Hiperkeratosis dapat mengganggu fungsi kelenjar keringat normal,
mengakibatkan hipohidrosis.6
19
dengan efloresensi ditemukan sisik tebal besar berwarna coklat dan ibu
sebagai carrier penyakit, biasanya telapak tangan dan kaki tidak
terkena. Pada pemeriksaan histologis ditemukan penebalan lapisan
granuler dan infiltrasi perivaskuler, hiperkeratosis. Perjalanan penyakit
ini dapat persisten dan lebih buruk. Respon terhadap pengobatan yang
diberikan kurang baik.6,12
20
2.2.10 TATALAKSANA
Penatalaksanaan pada penyakit ini mencakup hidrasi dari
stratum korneum, agen keratolitik dan retinoid. hidrasi dapat
mencegah deskuamasi dengan meningkatkan aktivitas enzim
hidrolitik. kelenturan dari stratum korneum juga ditingkatkan.6,7,8
A. Topical retinoid seperti, tazarotene dan tretinoin,. Kedua
obat ini dapat menekan sintesis keratin serta merangsang
mitosis.Efek antikeratotik dari retinoid sangat baik, namun
karena sering kali menimbulkan iritasi, retinoid biasanya
diperuntukkan khusus pada daerah tangan, kaki, dan betis.
I. Tazarotene (Tazorac)
Reseptor selektif retinoid merupakan sintetis
retinoid prodrug yang dikonversi menjadi asam
tazarotenic.
Dosis : Dewasa 0.05% gel selama 2 minggu
kemudian, 3x / minggu
II. Tretinoin (Retin-A)
Merupakan agen keratolitik yang berfungsi
meningkatkan mitosis sel epidermal.
Dosis : Dewasa Gunakan 0,1% krim
B. Asam Alpha hidroksi seperti, asam glikolat dan asam
laktat, yang berfungsi untuk hidrasi kulit. Efek yang
ditimbukan dari penggunaan obat ini adalah disagregasi
dari korneosit di tingkat bawah pada pembentukan lapisan
stratum korneum yang baru. Sediaan Asam laktat berupa
laktat 12% amonium lotion. Alpha hydroxy acid bekerja
dengan melembabkan kulit dan mengurangi keratinization
epidermis yang berlebihan sehingga menyebabkan
hilangnya perlengketan antara korneosit.
21
C. Untuk mengelupaskan sisik pada kulit dapat dibantu oleh
agen keratolitik seperti, asam salisilat 6% pada propilen
glikol dan alkohol, yang dapat menyebabkan disagregasi
korneosit di lapisan korneum serta urea ( seperti Aquadrate
dan Calmurid ) yang mampu mengurangi proliferasi
epidermal, memiliki efek keratolitik, melembutkan kulit,
dan mampu memfasilitasi penetrasi zat aktif lain. urea
dapat dikombinasi dengan zat aktif lain seperti natrium
klorida, asam laktat, atau asam retinoat.
22
Pada penderita iktiosis maka pasien diharapkan dapat
melakukan perawatan sendiri untuk dapat membantu meringankan
gejala yang ada. Pasien dianjurkan untuk mandi dengan
menggunakan spons yang lembut pada daerah kulit yang tebal,
menggunakan sabun dengan menggunakan kandungan minyak
alami, hindari penggunaan sabun antibiotik yang dapat
mengeringkan kulit, dan setelah mandi diharapkan dapat
mengeringkan kulit dengan hati-hati agar kelembaban tidak cepat
hilang, dan segera mengaplikasikan krim pada tubuh yang setengah
basah. Oleskan pelembab secara teratur yang memiliki kandungan
urea atau propilen glikol untuk membantu melembabkan kulit.5
2.12 KOMPLIKASI
Infeksi sekunder dapat terjadi akibat adanya pemisahan
kulit dan cracking yang terjadi pada permukaan kulit, sehingga
dapat menyebabkan infeksi yang dapat meluas pada organ lainnya.
2.13 PROGNOSIS
Sering pertambahan usia, prognosis iktiosis vulgaris
semakin baik. namun perlu diperhatikan adanya keadaan penyakit
sistemik yang mungkin ada saat masih berlangsungnya periode ini.
Gejala iktiosis vulgaris meningkat pada musim panas dan
memburuk pada musim dingin dan kering, Prognosis iktiosis
vulgaris lebih baik pada orang dewasa.9
23
BAB III
KESIMPULAN
24
emollient. Pada penyakit ini, prognosis umumnya baik didukung oleh iklim yang
lembab dan hangat akan membantu proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Robert A schwarts. ichtyosis vulgaris hereditary and acqired 2009 available
from:http://Emedicine.medscape.com
2. Staff Mayo Clinik, Ichtyosis Vulgaris.2002.http://www.com/print/ichtyosis
Vulgaris/ D500734/
3. Soepardiman L. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. 5TH Ed.
Jakarta: FKUI. 2007: p. 296-298.
4. Gawkrodger. J.D. Dermatology an ilustrated colour text. 3rd edition. UK:
sheffield; 2002. p 86
5. Schwartz, Robert A, MD, MPH. 2009 (updated : jul 21, 2009). Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color atlas and synopsis of
clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2009.
7. Arnold, Harry L, Jr, A.B., M.S.,M.D., F.A.C.P, Richard B. Odom, M.D,
William D. James, M.D. Andrew’s Disease Of The Skin Clinical Dermatology, 8
th edition. Philadelphia : W.B Saunders Company. 1990. p:88-122)
8. Burns Tony, Stephen Breathnach, Neil cox, Christopher Griffiths. Rock’s
Textbook of Dermatology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2004. p:34-
7, 34-9
9. Berman, Kevin, MD, PhD. Ichtyosis Vulgaris. 2009 (update : 4 Oct 2009).
Available from : http://www.medineplus.com
10. Hunter, J.A.A, J.A Savin, M.V.Dahl. Clinical Dermatology, 3th edition.
Oxford : Blackwell Scientific Publications. 2002. p:41-42
11. Ngan, Vanessa. Ichtyosis. 2009 (updated : Jul 21, 2009). Available from :
http://www.dermnet.org.nz/scalyichtyosis.html
12. Soenarto K. Iktiosis Lamelar. In: amiruddin MD, Djawad K, Ilyas FS, Tabri F,
Batubara DE, et al, editor. Iktiosis, Infeksi Bakteri dan Virus pada kulit bayi dan
anak. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010
13. Zapalowicz K, Wygledowska G, Roszkowski T, Bednarowska A. Harlequin
ichthyosis difficulties in prenatal diagnosis. J Appl Genet 2006; 47: 195–7.
26
14. Taupe H, Walter H. C Burgdof, Munster and Munich. Treatment of Ichtyosise.
There is always something you can do! In Memoriam: Wolfgang Kuster:
Germani; p.545
27