Disusun oleh :
Preseptor :
2022
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan. Namun penulis
berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.2.2. Epidemiologi........................................................................................ 6
iii
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 17
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden KPD di seluruh dunia berkisar antara 5% sampai 10%. Insiden KPD
pada temuan penelitian terdapat di beberapa negara yaitu Brazil 16,04%, Uganda
13,8%, Ethiopia 13,67%, Nigeria 10,3%. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) insiden ketuban pecah dini di Indonesia tahun 2018 merupakan gangguan
tertinggi dalam komplikasi persalinan dengan mencapai 5,6%. Insiden tertinggi di
wilayah provinsi Yogyakarta yaitu 10,1%, sedangkan Jawa Tengah merupakan
provinsi ke lima dengan insiden KPD tertinggi di Indonesia tahun 2018 yaitu terdapat
6,4%.3
1
1.2. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteran klinik senior di Rumah Sakit Umum
Daerah DR. Achmad Mochtar Bukittinggi.
2. Untuk bahan pengayaan agar lebih memahami materi tentang Ketuban Pecah Dini.
1.3. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban atau selaput pada janin terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membran yang paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Struktur
avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia yaitu
menentukan hampir semua kekuatan regang membran janin. Pembentukan komponen
– komponen amnion dapat mencegah ruptur atau robekan. Amnion (selaput ketuban)
merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini
licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat
dikelupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai
pada insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang
tegak lurus hingga umbilicus janin.5
Korion merupakan membran eksternal yang berwarna putih dan terbentuk
vili-vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.6
3
2. Cairan Ketuban (Likuor Amnii)
Likuor Amnii atau Cairan Amnion adalah cairan yang terdapat di dalam
rongga amnion yang diliputi oleh selaput janin. Rongga amnion terbentuk pada
hari ke 10-20 setelah pembuahan dan akan menumpuk di dalam rongga amnion
yang jumlahnya meningkat seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm. Volume air ketuban bertambah banyak dengan makin tuanya
usia kehamilan. Pada usia kehamilan 12 minggu volumenya ± 50 ml, pada usia 20
minggu antara 350-400 ml, dan pada saat usia kehamilan 36-38 minggu kira-kira
1000 ml. Volume cairan berkurang pada kehamilan posterm yaitu kurang dari 500
ml. Warna air ketuban adalah putih, agak keruh dan mempunyai bau khas yaitu
amis, berasa manis dan reaksinya agak alkalis/netral. Air ketuban sendiri terdiri
atas 98% air, sisanya garam anorganik serta bahan organik dan secara
mikroskopik diamati terdapat rambut lanugo, sel epitel dan verniks kaseosa.
Ditemukan pula protein yaitu rata-rata 2,6 gram/liter, sebagian besar sebagai
albumin.5
2.1.2 Fisiologi
1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban atau Amniotic Sac terdiri dari amnion dan korion yang
erat ikatannya. Selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif : endotelin-1
(vasokonstriktor) dan PRHP (parathyroid hormone relate protein) yang mengatur
peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Selaput amnion juga termasuk
didalamnya tali pusat, sebagian cairan berasal dari difusi pada tali pusat. Jalur
mekanisme pergerakan air dan zat terlarut didalam selaput ketuban dibagi dua
yaitu jalur intramembran dan transmembran, jalur intramembran terjadi antara
cairan amnion dan darah janin dalam plasenta melalui membran amnion.
Sedangkan jalur transmembran antara cairan amnion dan darah maternal didalam
dinding uterus.7
4
Jumlah cairan yang melewati selaput amnion dari rongga amnion adalah
sekitar 200-500 ml/hari. Perpindahan cairan terjadi karena adanya daya dorong
oleh cairan amnion yang memiliki osmolalitas lebih rendah dari darah janin atau
ibu setelah terbentuk kulit janin.7,8
2. Fungsi Cairan Ketuban
5
2.2 Ketuban Pecah Dini
2.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan kondisi pecahnya ketuban pada masa
kehamilan, sebelum waktu persalinan, atau sebelum adanya kontraksi uterus. 10
2.2.2 Epidemiologi
Kasus KPD terjadi pada tiap kehamilan, dengan angka insidensi yang bervariasi
sekitar 6-19% pada kehamilan aterm, sedangkan ibu dengan kehamilan preterm yaitu
2%. Sekitar 70% kasus terjadi pada usia kehamilan aterm, tetapi pada rumah sakit
rujukan >50% terjadi pada kehamilan yang premature. Berdasarkan usia kehamilan,
KPD preterm terjadi 2-5% pada usia kehamilan 24-33 minggu, 3-8% pada usia
kehamilan 34-36 minggu. Usia ibu dengan rentang < 20 tahun atau > 35 tahun akan
lebih berisiko untuk mengalami Ketuban Pecah Dini serta KPD pada primigravida
adalah kasus yang terbanyak.11
Diantara semua kasus KPD, sekitar 50% wanita yang terkena akan mulai
persalinan secara spontan dalam 12 jam, 70% dalam 24 jam, 85% dalam 48 jam, dan
95% dalam 72 jam.12
Berdasarkan data dari RSUP. DR. M. Djamil Padang sebagai pusat rujukan
rumah sakit di Sumatera Barat, pada tahun 2013 terdapat 240 kasus KPD dari 1.710
persalinan (14%), tahun 2014 sebanyak 35 kasus KPD dari 942 persalinan (3,7%) dan
tahun 2015 sebanyak 35 kasus KPD dari 593 persalinan (5,9%). Kemudian data dari
RSUD dr. Rasidin Padang sebagai rumah sakit pemerintah di Kota Padang, ditemui
angka kejadian KPD pada tahun 2016 adalah 58 kasus, sedangkan pada tahun 2015
sebanyak 61 kasus.13
6
2.2.3 Faktor Risiko
1) Pekerjaan
Kejadian Ketuban Pecah Dini dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja,
pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi/ kerja fisik yang
melebihi 3 jam bekerja. Kelelahan akan menyebabkan lemahnya korion dan amnion
sehingga memicu KPD. Ibu dengan waktu kerja ≥40 jam/minggu akan meningkatkan
risiko KPD sebesar 1,7 kali dibanding ibu yang tidak bekerja.7
2) Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya
kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali
lebih berisiko mengalami KPD, karena vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan
akhirnya pecah spontan. 14
3) Umur Ibu
Usia kehamilan produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu
pada usia 20-35 tahun. Kehamilan pada usia <20 tahun akan menimbulkan
komplikasi bagi ibu dan janin, karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.
Rahim belum dapat menahan kehamilan dengan baik dan selaput ketuban belum
matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan KPD. Usia >35
tahun akan beresiko terhadap kesehatan ibu dan bayinya.2
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali. Secara patogenesis terjadi penurunan kandungan kolagen dalam membran
sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini. Wanita yang pernah mengalami
KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih berisiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya
karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya.2
7
5) Usia Kehamilan
Pada umumnya ibu dengan kehamilan preterm lebih cenderung mengalami
ketuban pecah dini dikarenakan masih lemahnya kekuatan selaput ketuban yang
berhubungan dengan perbesaran dan usia uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin.
Namun, dengan usia kehamilan aterm juga dapat mengalami ketuban pecah dini yang
disebabkan oleh faktor lain seperti pola pekerjaan ibu hamil yang terlalu berat dapat
berakibat pada kelelahan dan akan menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga
timbul ketuban pecah dini.2
6) Kehamilan Ganda (Gemelli)
Hamil ganda dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga
membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. Kehamilan gemelli terjadi distensi
uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlah berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibat kan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.2
7) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
meningkatkan tekanan pada intra uterin sehingga menekan selaput ketuban,
menyebabkan selaput ketuban menjadi tegang, tipis, dan kekuatan membran menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.15
8
2.2.4 Patofisiologi
Pecahnya membran dapat terjadi karena berbagai alasan. Kondisi KPD ini
dapat terjadi akibat melemahnya membran secara fisiologis yang dikombinasikan
dengan kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi uterus. Namun yang perlu
diketahui adalah bahwa patofisiologi TPROM dan PPROM berbeda. Pada kasus
TPROM, penurunan membran dapat terjadi karena modifikasi fisiologis
yangdigabungkan termasuk gaya geser yang dirangsang oleh penyusutan.
Sedangkan PPROM dapat terjadi karena defisit fokal bukan oleh kelemahan
membran.
Secara umum, mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan penyakit ini
termasuk infeksi / peradangan koriodecidual, penurunan kandungan kolagen
membran, degradasi kolagen, peregangan membran, dan kematian sel ketuban
yang terprogram. Pecahnya membran terjadi akibat berbagai faktor yang pada
akhirnya menyebabkan pelemahan membran yang dipercepat. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan sitokin lokal, ketidakseimbangan interaksi antara matriks
metaloproteinase dan penghambat jaringan matriks metaloproteinase, peningkatan
aktivitas kolagenase dan protease, serta faktor lain yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrauterin.12,16
2.2.5 Klasifikasi
2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar kasus PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang menyeluruh harus dilakukan untuk semua
pasien yang mengeluhkan kebocoran cairan. Hal ini juga termasuk riwayat penyakit
saat ini, riwayat kebidanan, riwayat ginekologi, riwayat kesehatan, riwayat bedah,
riwayat sosial, dan riwayat keluarga. Saat mendapatkan riwayat penyakit saat ini,
penting untuk menanyakan tentang kontraksi, gerakan janin, waktu kemungkinan
pecah, jumlah cairan, warna dan bau cairan, perdarahan vagina, nyeri, hubungan
seksual baru-baru ini, trauma baru-baru ini,danaktivitas fisik terkini.16
b. Pemeriksaan Fisik
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
Aroma air ketuban akan tercium amis dan tidak seperti bau amoniak, cairan bisa
saja merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan
biasanya tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran
dan bila kepala janin yang terletak dibawah biasanya akan menyumbat aliran
kebocoran untuk sementara. Dapat dinilai adanya febris pada ibu dan bercak vagina
yang banyak, nyeri perut dan akan tercium baunya jika terjadi infeksi, dan lihat
apakah ada infeksi genitalia pada ibu, kemudian lakukan pemeriksaan DJJ pada
janin.
10
c. Pemeriksaan Penunjang
2. Uji Nitrazin : Uji ini dilakukan dengan menggunakan kertas nitrazin yang
akan berubah warna sesuai dengan pH cairan yang diuji. Vagina normalnya
memiliki pH 4,5-5,5 dan cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5. Jika kertas
nitrazin tidak berubah warna (warna kuning) atau menjadi warna kuning
kehijauan, cairan tersebut adalah cairan vagina. Sedangkan apabila kertas
nitrazin berubah menjadi warna biru, maka cairan tersebut adalah cairan
ketuban. Hasil akan menjadi positif palsu jika kertas nitrazin tersamarkan oleh
darah, semen, atau vaginosis trikomoniasis.17
3. Pemeriksaan Mikroskopis (Fern Test) : Pemeriksaan ferning dilakukan jika
tes pooling dan tes nitrazin masih samar, dapat diambil cairan dari fornix
posteriorsaat cairan yang diduga cairan amnion diperiksa melalui mikroskop,
akan tampak pola seperti tanaman pakis yang sebenarnya adalah hasil dari
kristalisasi garam cairan amnion. Darah dan mekonium akan mempersulit
visualisasi dari fern. Uji mikroskopis dapat memberikan diagnosis mendekati
100% jika dikombinasikan dengan uji nitrazin.18,19
11
4. Pemeriksaan Ultrasonografi : Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat
jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis
tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia
janin.19
2.2.7 Tatalaksana
12
b. Perawatan Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea, dapat pula diberikan misoprostol 25 μg – 50 μg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian di induksi, bila
tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea.
• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
13
2.2.8 Komplikasi
Gambar 2.3 Infeksi Intrauterin Progresif Pasca Ketuban Pecah Dini Pada
Kehamilan Prematur
14
b) Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah persalinan lebih awal
(prematuritas). Masa pecahnya selaput ketuban sampai terjadinya persalinan
secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat
KPD terjadi.
Apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat cepat, akan berefek pada
neonates, di mana akan lahir hidup dapat mengalami seperti malpresentasi,
kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan
neurologi, perdarahan intraventrikel dan respiratory distress syndrom, sindrom
deformitas janin. IUFD merupakan komplikasi dari KPD yang paling parah
terhadap janin.21
2. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
a. Usia kehamilan
16
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini atau KPD masih menjadi masalah tersendiri di bidang
Obstetri dan Ginekologi, karena angka insidensinya yang cukup tinggi di dunia
terkhusus di Indonesia. Dinilai dari akibatnya dan kaitannya sebagai penyulit
persalinan prematur dan menimbulkan infeksi korioamnionitis, sepsis atau infeksi
pada ibu dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat,
maka hal ini perlu menjadi perhatian khusus untuk dikaji dan memerlukan
penanganan serta pengawasan yang ketat.
Ketuban pecah dini dibagi menjadi PPROM dan PROM sesuai dengan usia
gestasi, sampai saat ini penyebab pasti KPD belum diketahui, hanya saja banyak
faktor risiko yang menyertainya. Ibu dengan Riwayat KPD dan aktivitas fisik tinggi
memiliki risiko KPD lebih tinggi.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi
dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk
merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang
dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis,
yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi
yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
12 El-Messidi A, and Cameron A. 2010. Diagnosis of Premature Rupture of
Membranes: Inspiration From the Past and Insight for the Future. J Obstet Gynaecol
Can.hal.561-569.
13 Lisa, Ernita. 2019. Perbedaan Kadar Zinc Dan Matrix Metalloproteinase-9 Serum
Antara Ketuban Pecah Dini Aterm Dan Kehamilan Normal. Masters Thesis,
Universitas Andalas.
18 Manuaba I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum
Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC. Pp 456-60.
19 Negara KS, Mulyana RS, Pangkahila ES. 2017. Buku Ajar Ketuban Pecah Dini.
Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32