Anda di halaman 1dari 37

Referat

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh :

Meiliza Utami 21100707360803012

Preseptor :

dr. Firman Abdullah, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis sembahkan kehadirat Allah SWT ,


yang telah melimpahkan taufik, hidayat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Referat yang berjudul “ Ketuban Pecah Dini ”. Referat ini penulis
buat sebagai tugas saat menjalankan kepaniteraan klinik obstetric dan ginekologi.
Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pembimbing penulis dr. Firman Abdullah, Sp.OG yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan Referat, sehingga
dapatterselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan. Namun penulis
berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bukittinggi, Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ...............................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Tujuan ......................................................................................................... 2

1.3. Manfaat ....................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3

2.1. Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban ..................................................... 3

2.1.1. Anatomi ............................................................................................... 3

2.1.2. Fisiologi ............................................................................................... 4

2.2. Ketuban Pecah Dini .................................................................................... 6

2.2.1. Definisi ................................................................................................ 6

2.2.2. Epidemiologi........................................................................................ 6

2.2.3. Faktor Risiko ....................................................................................... 7

2.2.4. Patofisiologi ......................................................................................... 9

2.2.5. Klasifikasi ............................................................................................ 9

2.2.6. Diagnosis ........................................................................................... 10

2.2.7. Tatalaksana ........................................................................................ 12

2.2.8. Komplikasi ......................................................................................... 14


2.2.9. Pencegahan dan Prognosis ............................................................... 15

iii
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Amnion dan Korion ................................................................................. 3


Gambar 2.2 Hasil Gambaran Ferning Test.................................................................. 11
Gambar 2.3 Infeksi Intrauterin Progresif Pasca Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan
Prematur ............................................................................................................. …….14
Gambar 2.4 Sindrom Deformitas Janin ................................................................ …..15

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini atau sebelum waktunya pada masa kehamilan, dapat
menyebabkan penyakit yang berlebihan serta morbiditas pada ibu dan bayi yang
belum lahir. Ketuban pecah dini ini berdasarkan usia kehamilannya dibagi menjadi 2,
Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) yang memiliki usia kehamilan
kurang dari 37 minggu dan Premature Rupture of Membranes PROM , untuk usia
kehamilan 37 minggu ke atas.1,2

Insiden KPD di seluruh dunia berkisar antara 5% sampai 10%. Insiden KPD
pada temuan penelitian terdapat di beberapa negara yaitu Brazil 16,04%, Uganda
13,8%, Ethiopia 13,67%, Nigeria 10,3%. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) insiden ketuban pecah dini di Indonesia tahun 2018 merupakan gangguan
tertinggi dalam komplikasi persalinan dengan mencapai 5,6%. Insiden tertinggi di
wilayah provinsi Yogyakarta yaitu 10,1%, sedangkan Jawa Tengah merupakan
provinsi ke lima dengan insiden KPD tertinggi di Indonesia tahun 2018 yaitu terdapat
6,4%.3

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri


berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti,
namun kemungkinan disebabkan karena infeksi yang terjadi pada selaput ketuban,
serviks inkompetensia, kelainan letak janin, paritas, riwayat abortus atau ketuban pecah
dini sebelumnya, ketegangan rahim yang berlebihan, ukuran panggul yang sempit,
aktivitas dan trauma yang di dapat seperti hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan
amniosintesis.4

1
1.2. Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteran klinik senior di Rumah Sakit Umum
Daerah DR. Achmad Mochtar Bukittinggi.
2. Untuk bahan pengayaan agar lebih memahami materi tentang Ketuban Pecah Dini.

1.3. Manfaat

1. Menambah wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana Ketuban Pecah Dini.


2. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang menjalankan kepaniteraan
klinik senior pada Departemen Obstetri dan Ginekologi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban

2.1.1 Anatomi

1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban atau selaput pada janin terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membran yang paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Struktur
avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia yaitu
menentukan hampir semua kekuatan regang membran janin. Pembentukan komponen
– komponen amnion dapat mencegah ruptur atau robekan. Amnion (selaput ketuban)
merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini
licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat
dikelupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai
pada insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang
tegak lurus hingga umbilicus janin.5
Korion merupakan membran eksternal yang berwarna putih dan terbentuk
vili-vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.6

Gambar 2.1 Amnion dan Korion

3
2. Cairan Ketuban (Likuor Amnii)

Likuor Amnii atau Cairan Amnion adalah cairan yang terdapat di dalam
rongga amnion yang diliputi oleh selaput janin. Rongga amnion terbentuk pada
hari ke 10-20 setelah pembuahan dan akan menumpuk di dalam rongga amnion
yang jumlahnya meningkat seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm. Volume air ketuban bertambah banyak dengan makin tuanya
usia kehamilan. Pada usia kehamilan 12 minggu volumenya ± 50 ml, pada usia 20
minggu antara 350-400 ml, dan pada saat usia kehamilan 36-38 minggu kira-kira
1000 ml. Volume cairan berkurang pada kehamilan posterm yaitu kurang dari 500
ml. Warna air ketuban adalah putih, agak keruh dan mempunyai bau khas yaitu
amis, berasa manis dan reaksinya agak alkalis/netral. Air ketuban sendiri terdiri
atas 98% air, sisanya garam anorganik serta bahan organik dan secara
mikroskopik diamati terdapat rambut lanugo, sel epitel dan verniks kaseosa.
Ditemukan pula protein yaitu rata-rata 2,6 gram/liter, sebagian besar sebagai
albumin.5
2.1.2 Fisiologi

1. Selaput Ketuban

Selaput ketuban atau Amniotic Sac terdiri dari amnion dan korion yang
erat ikatannya. Selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif : endotelin-1
(vasokonstriktor) dan PRHP (parathyroid hormone relate protein) yang mengatur
peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Selaput amnion juga termasuk
didalamnya tali pusat, sebagian cairan berasal dari difusi pada tali pusat. Jalur
mekanisme pergerakan air dan zat terlarut didalam selaput ketuban dibagi dua
yaitu jalur intramembran dan transmembran, jalur intramembran terjadi antara
cairan amnion dan darah janin dalam plasenta melalui membran amnion.
Sedangkan jalur transmembran antara cairan amnion dan darah maternal didalam
dinding uterus.7

4
Jumlah cairan yang melewati selaput amnion dari rongga amnion adalah
sekitar 200-500 ml/hari. Perpindahan cairan terjadi karena adanya daya dorong
oleh cairan amnion yang memiliki osmolalitas lebih rendah dari darah janin atau
ibu setelah terbentuk kulit janin.7,8
2. Fungsi Cairan Ketuban

Cairan ketuban dalam kantung ketuban memiliki berbagai fungsi dalam


kehamilan yaitu9:
1. Memungkinkan janin bergerak bebas dan perkembangan otot dan tulang
2. Memelihara temperatur agar lebih stabil, dan menjaga keseimbangan
lingkungan asam basa pada janin.
3. Memungkinkan perkembangan paru janin.
4. Sebagai bantalan dan melindungi janin..
5. Setelah sepuluh minggu dari pembuahan, air ketuban mengandung protein,
karbohidrat, lemak, fosfolipid, urea, dan elektrolit untuk membantu
pertumbuhan janin.
6. Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangan intrauterin.

5
2.2 Ketuban Pecah Dini

2.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan kondisi pecahnya ketuban pada masa
kehamilan, sebelum waktu persalinan, atau sebelum adanya kontraksi uterus. 10

2.2.2 Epidemiologi

Kasus KPD terjadi pada tiap kehamilan, dengan angka insidensi yang bervariasi
sekitar 6-19% pada kehamilan aterm, sedangkan ibu dengan kehamilan preterm yaitu
2%. Sekitar 70% kasus terjadi pada usia kehamilan aterm, tetapi pada rumah sakit
rujukan >50% terjadi pada kehamilan yang premature. Berdasarkan usia kehamilan,

KPD preterm terjadi 2-5% pada usia kehamilan 24-33 minggu, 3-8% pada usia
kehamilan 34-36 minggu. Usia ibu dengan rentang < 20 tahun atau > 35 tahun akan
lebih berisiko untuk mengalami Ketuban Pecah Dini serta KPD pada primigravida
adalah kasus yang terbanyak.11

Diantara semua kasus KPD, sekitar 50% wanita yang terkena akan mulai
persalinan secara spontan dalam 12 jam, 70% dalam 24 jam, 85% dalam 48 jam, dan
95% dalam 72 jam.12

Berdasarkan data dari RSUP. DR. M. Djamil Padang sebagai pusat rujukan
rumah sakit di Sumatera Barat, pada tahun 2013 terdapat 240 kasus KPD dari 1.710
persalinan (14%), tahun 2014 sebanyak 35 kasus KPD dari 942 persalinan (3,7%) dan
tahun 2015 sebanyak 35 kasus KPD dari 593 persalinan (5,9%). Kemudian data dari
RSUD dr. Rasidin Padang sebagai rumah sakit pemerintah di Kota Padang, ditemui
angka kejadian KPD pada tahun 2016 adalah 58 kasus, sedangkan pada tahun 2015
sebanyak 61 kasus.13

6
2.2.3 Faktor Risiko
1) Pekerjaan
Kejadian Ketuban Pecah Dini dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja,
pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi/ kerja fisik yang
melebihi 3 jam bekerja. Kelelahan akan menyebabkan lemahnya korion dan amnion
sehingga memicu KPD. Ibu dengan waktu kerja ≥40 jam/minggu akan meningkatkan
risiko KPD sebesar 1,7 kali dibanding ibu yang tidak bekerja.7

2) Paritas

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya
kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali
lebih berisiko mengalami KPD, karena vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan
akhirnya pecah spontan. 14

3) Umur Ibu

Usia kehamilan produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu
pada usia 20-35 tahun. Kehamilan pada usia <20 tahun akan menimbulkan
komplikasi bagi ibu dan janin, karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.
Rahim belum dapat menahan kehamilan dengan baik dan selaput ketuban belum
matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan KPD. Usia >35
tahun akan beresiko terhadap kesehatan ibu dan bayinya.2

4) Riwayat Ketuban Pecah Dini

Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali. Secara patogenesis terjadi penurunan kandungan kolagen dalam membran
sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini. Wanita yang pernah mengalami
KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih berisiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya
karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya.2

7
5) Usia Kehamilan
Pada umumnya ibu dengan kehamilan preterm lebih cenderung mengalami
ketuban pecah dini dikarenakan masih lemahnya kekuatan selaput ketuban yang
berhubungan dengan perbesaran dan usia uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin.
Namun, dengan usia kehamilan aterm juga dapat mengalami ketuban pecah dini yang
disebabkan oleh faktor lain seperti pola pekerjaan ibu hamil yang terlalu berat dapat
berakibat pada kelelahan dan akan menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga
timbul ketuban pecah dini.2
6) Kehamilan Ganda (Gemelli)
Hamil ganda dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga
membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. Kehamilan gemelli terjadi distensi
uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlah berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibat kan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.2
7) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
meningkatkan tekanan pada intra uterin sehingga menekan selaput ketuban,
menyebabkan selaput ketuban menjadi tegang, tipis, dan kekuatan membran menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.15

8
2.2.4 Patofisiologi

Pecahnya membran dapat terjadi karena berbagai alasan. Kondisi KPD ini
dapat terjadi akibat melemahnya membran secara fisiologis yang dikombinasikan
dengan kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi uterus. Namun yang perlu
diketahui adalah bahwa patofisiologi TPROM dan PPROM berbeda. Pada kasus
TPROM, penurunan membran dapat terjadi karena modifikasi fisiologis
yangdigabungkan termasuk gaya geser yang dirangsang oleh penyusutan.
Sedangkan PPROM dapat terjadi karena defisit fokal bukan oleh kelemahan
membran.
Secara umum, mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan penyakit ini
termasuk infeksi / peradangan koriodecidual, penurunan kandungan kolagen
membran, degradasi kolagen, peregangan membran, dan kematian sel ketuban
yang terprogram. Pecahnya membran terjadi akibat berbagai faktor yang pada
akhirnya menyebabkan pelemahan membran yang dipercepat. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan sitokin lokal, ketidakseimbangan interaksi antara matriks
metaloproteinase dan penghambat jaringan matriks metaloproteinase, peningkatan
aktivitas kolagenase dan protease, serta faktor lain yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrauterin.12,16

2.2.5 Klasifikasi

a) PROM (Premature Rupture of Membrane)


Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥ 37 minggu. Pada PROM penyebabnya
karena melemahnya membran amnion secara fisiologis. Kondisi klinis seperti
inkompetensi serviks dan polihidramnion telah diidentifikasi sebagai faktor risiko
yang jelas dalam beberapa kasus ketuban pecah dini. Penangananya melalui Seksio
Sesarea.14

b) PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane)


Ketuban pecah dini prematur (PPROM) merupakan ruptur spontan membran janin
sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan . Pecah
tersebut kemungkinan memiliki berbagai penyebab, namun banyak yang percaya
infeksi intrauterin menjadi salah satu predisposisi
9 utama. Sebuah tinjauan ilmiah
penyebab PPROM diidentifikasi penyebab potensial banyak dalam kasus tertentu. Ini
termasuk penurunan umum dalam kekuatan peregangan membran amnion, cacat lokal
pada membran amnion, penurunan kolagen cairan ketuban dan perubahan dalam
struktur kolagen, iritabilitas uterus, apoptosis, degradasi kolagen, dan peregangan
membran.14

2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar kasus PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang menyeluruh harus dilakukan untuk semua
pasien yang mengeluhkan kebocoran cairan. Hal ini juga termasuk riwayat penyakit
saat ini, riwayat kebidanan, riwayat ginekologi, riwayat kesehatan, riwayat bedah,
riwayat sosial, dan riwayat keluarga. Saat mendapatkan riwayat penyakit saat ini,
penting untuk menanyakan tentang kontraksi, gerakan janin, waktu kemungkinan
pecah, jumlah cairan, warna dan bau cairan, perdarahan vagina, nyeri, hubungan
seksual baru-baru ini, trauma baru-baru ini,danaktivitas fisik terkini.16

b. Pemeriksaan Fisik
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
Aroma air ketuban akan tercium amis dan tidak seperti bau amoniak, cairan bisa
saja merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan
biasanya tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran
dan bila kepala janin yang terletak dibawah biasanya akan menyumbat aliran
kebocoran untuk sementara. Dapat dinilai adanya febris pada ibu dan bercak vagina
yang banyak, nyeri perut dan akan tercium baunya jika terjadi infeksi, dan lihat
apakah ada infeksi genitalia pada ibu, kemudian lakukan pemeriksaan DJJ pada
janin.

Pemeriksaan inspekulo dilakukan dan merupakan langkah pertama untuk


mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat
meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
bau, dan PH nya, yang dinilai adalah keadaan umum dari serviks, juga dinilai
dilatasi dan perdarahan dari serviks.15

10
c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur urinalisa

2. Uji Nitrazin : Uji ini dilakukan dengan menggunakan kertas nitrazin yang
akan berubah warna sesuai dengan pH cairan yang diuji. Vagina normalnya
memiliki pH 4,5-5,5 dan cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5. Jika kertas
nitrazin tidak berubah warna (warna kuning) atau menjadi warna kuning
kehijauan, cairan tersebut adalah cairan vagina. Sedangkan apabila kertas
nitrazin berubah menjadi warna biru, maka cairan tersebut adalah cairan
ketuban. Hasil akan menjadi positif palsu jika kertas nitrazin tersamarkan oleh
darah, semen, atau vaginosis trikomoniasis.17
3. Pemeriksaan Mikroskopis (Fern Test) : Pemeriksaan ferning dilakukan jika
tes pooling dan tes nitrazin masih samar, dapat diambil cairan dari fornix
posteriorsaat cairan yang diduga cairan amnion diperiksa melalui mikroskop,
akan tampak pola seperti tanaman pakis yang sebenarnya adalah hasil dari
kristalisasi garam cairan amnion. Darah dan mekonium akan mempersulit
visualisasi dari fern. Uji mikroskopis dapat memberikan diagnosis mendekati
100% jika dikombinasikan dengan uji nitrazin.18,19

Gambar 2.2 Hasil Gambaran Ferning Test

11
4. Pemeriksaan Ultrasonografi : Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat
jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis
tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia
janin.19

2.2.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan KPD sangat penting dan disebagian besar sumber


menyebutkanmenjadi sebuah dilema, pada KPD dengan kehamilan cukup bulan
akan menterminasi kehamilan dengan operasi mayor berupa Sectio Caesaria
sedangkan jika ditunggu persalinan spontan akan meningkatkan risiko
korioamnionitis. Pada prosesnya penatalaksanaan dibagi atas penatalaksanaan
konservatif dan penatalaksanaan aktif yaitu :20
a. Penatalaksanaan Konservatif
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-
37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi (suhu leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-
37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap 22 minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksa metason I.M 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

12
b. Perawatan Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea, dapat pula diberikan misoprostol 25 μg – 50 μg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian di induksi, bila
tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea.
• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Tabel 2.1 Bishop Score

13
2.2.8 Komplikasi

Ketuban pecah dini berhubungan dengan komplikasi, yang beberapa dapat


berpotensi mengancam nyawa, diantaranya: Prolaps tali pusat (yang berakibat
hipoksia dan asfiksia janin), Solusio plasenta, Infeksi. Pada KPD aterm, infeksi
merupakan komplikasi yang sangat serius bagi Ibu maupun janin. Risiko terjadinya
Choorioamnionitis pada KPD telah dilaporkan menurun 10% dan meningkat 40%
setelah 24 jam setelah terjadinya KPD Sedangkan menurut POGI (2014), komplikasi
pada kejadian KPD dibagi menjadi dua, yaitu21:
a) Komplikasi ibu
Komplikasi tersering biasanya adalah infeksi intrauterine (endomyometritis
atau korioamnionitis yang nantinya berujung menjadi sepsis). Selain itu,
komplikasi lain yang ditimbulkan dari ketuban pecah dini terhadap ibu hamil dapat
menyebabkan: partus lama, atonia uteri, dan perdarahan post partum walaupun dari
sisi ibu belum menunjukkan adanya gejala dan tanda-tanda terjadinya infeksi, tapi
kita harus tetap waspada, masih sangat memungkinkan janin sudah terlebih dahulu
terkena infeksi, dikarenakan prevalensi terjadinya infeksi intrauterine lebih dahulu
terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan.21

Gambar 2.3 Infeksi Intrauterin Progresif Pasca Ketuban Pecah Dini Pada
Kehamilan Prematur

14
b) Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah persalinan lebih awal
(prematuritas). Masa pecahnya selaput ketuban sampai terjadinya persalinan
secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat
KPD terjadi.

Apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat cepat, akan berefek pada
neonates, di mana akan lahir hidup dapat mengalami seperti malpresentasi,
kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan
neurologi, perdarahan intraventrikel dan respiratory distress syndrom, sindrom
deformitas janin. IUFD merupakan komplikasi dari KPD yang paling parah
terhadap janin.21

Gambar 2.4 Sindrom Deformitas Janin

2.2.9 Pencegahan dan Prognosis


1. Pencegahan14
Pencegahan pada Ketuban Pecah Dini dapat dilakukan beberapa upaya seperti
sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke tenaga medis.

b. Menerapkan kebiasaan hidup sehat, seperti dengan konsumsi makanan yang


bergizi, memenuhi asupan kebutuhan cairan sehari-hari, olahraga teratur dan
menghindari kebiasaan merokok.
c. Konsultasi ke dokter atau tenaga medis lain jika ditemukan kelainan pada organ
kewanitaan seperti keputihan abnormal, berbau, berwarna tidak seperti
15
biasanya.
d. Ibu dengan Risiko tinggi KPD dianjurkan untuk menghindari koitus
sementara waktu dulu.
e. Memenuhi asupan vitamin dan mineral terutama vitamin C bagi tubuh.
f. Ibu dengan Riwayat KPD harus konsul dan segera melapor jika terjadi KPD
lagi. Ibu dengan infeksi genitalia harus selalu memeriksakan kandungannya.

2. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
a. Usia kehamilan

b. Adanya infeksi / sepsis

c. Faktor resiko / penyebab

d. Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat


kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Umumnya bayi yang lahir antara
34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
prematur.14

16
BAB III
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini atau KPD masih menjadi masalah tersendiri di bidang
Obstetri dan Ginekologi, karena angka insidensinya yang cukup tinggi di dunia
terkhusus di Indonesia. Dinilai dari akibatnya dan kaitannya sebagai penyulit
persalinan prematur dan menimbulkan infeksi korioamnionitis, sepsis atau infeksi
pada ibu dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat,
maka hal ini perlu menjadi perhatian khusus untuk dikaji dan memerlukan
penanganan serta pengawasan yang ketat.
Ketuban pecah dini dibagi menjadi PPROM dan PROM sesuai dengan usia
gestasi, sampai saat ini penyebab pasti KPD belum diketahui, hanya saja banyak
faktor risiko yang menyertainya. Ibu dengan Riwayat KPD dan aktivitas fisik tinggi
memiliki risiko KPD lebih tinggi.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi
dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk
merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang
dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis,
yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi
yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

17
DAFTAR PUSTAKA

1 Shaheed S, Haque M, dan Haider R. 2019. Successful Management of


Prematured Rupture of Membrane (PROM): A Case Report. Global Journal of
Medical Research: E Gynecology and Obstetrics. 19 (1): 1-8
2 Assefa NE, Berhe H, Girma F, Berhe K, et al. 2018. Risk factors of premature
rupture of membranes in public hospitals at Mekele city, Tigray, a case
control study. BMC Pregnancy and Childbirth. 18 (386): 1-7
3 Rifiana J dan Hasanah. 2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketuban
Pecah Dini Pada Ibu Bersalin di Puskesmas Tanggeung Ciannjur. Fakultas
Kesehatan Universitas Negeri Jakarta.
4 Syarwani Dkk. 2020. Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUP
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Tahun 2018. Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Medical Scope Journal
(MSJ).2020;1(2):24-29.
5 Cunningham FG et al. 2005. Plasenta dan Membran Janin. Dalam C. F. al,
William Obstetrics 21st Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
6 Siswosudarmo, R & Emilia, O. 2010. Obstetri Fisiologi, Yogyakarta: Pustaka
Cendekia.
7 Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
8 Cunningham, F.G. et al. 2013. Obstetri William (Volume 2 Edisi 23). Jakarta:
EGC
9 Kosim, M.S. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
10 American College of Obstetricians and Gynecologists. 2016. Premature Rupture of
Membranes. Obstet Gynecol; 128 (4): 165-177.
11 Pradana A dan Surya. 2020. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah
Dini (Aterm & Preterm) Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode
Juli 2015 – Juni 2016. PSPD Fakultas Kedokteran Universitas Udaya.

18
12 El-Messidi A, and Cameron A. 2010. Diagnosis of Premature Rupture of
Membranes: Inspiration From the Past and Insight for the Future. J Obstet Gynaecol
Can.hal.561-569.

13 Lisa, Ernita. 2019. Perbedaan Kadar Zinc Dan Matrix Metalloproteinase-9 Serum
Antara Ketuban Pecah Dini Aterm Dan Kehamilan Normal. Masters Thesis,
Universitas Andalas.

14 Manuaba.I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan


Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

15 Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

16 Dayal S, and Hong PL. Premature Rupture Of Membranes. StatPearls. 2020;1-4.

17 Tchirikov M, Schlabritz-Loutsevitch N, Maher J, Buchmann J, Naberezhnev Y,


Winarno AS, Seliger G. 2018. Mid-trimester preterm premature rupture of
membranes (PPROM): etiology, diagnosis, classification, international
recommendations of treatment options and outcome. Journal of perinatal medicine.
Hal 465-88.

18 Manuaba I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum
Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC. Pp 456-60.

19 Negara KS, Mulyana RS, Pangkahila ES. 2017. Buku Ajar Ketuban Pecah Dini.
Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

20 Prawirohardjo,sarwono. 2014. Ilmu Kebidana. Edisi ke-4 Cetakan ke 2. Jakarta:PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

21 POGI, 2014. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR


DEPKES RI.

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai