Anda di halaman 1dari 14

Case Report Session

RETARDASI MENTAL

Oleh:

Syiffa Ilhami Augustami Suryanto

21100707360803015

PRESEPTOR

dr. Zulismaliatul Fajriah, Sp. KJ M.Sc

SMF PSIKIATRI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis dapat

menyelesaikan case report session dengan judul “Retardasi Mental”. case report session ini

dibuatsebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Psikiatri.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.

Zulismaliatul Fajriah, Sp. KJ M.Sc selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik dibagian

Psikiatri di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah memberikan masukan

yang berguna dalam penyusunan case report session ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya case ini dapat menjadi masukan yangberguna dan

bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan masalah

kesehatan pada umumnya, khususnya tentang Retardasi Mental.

Solok, 6 Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retardasi mental itu merupakan suatu gangguan intelektualnya yang berada di

bawah rata-rata dan ia mengalami gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan

sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan ini terjadi dapat dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor misalnya genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir

terakhir, semakin dikenali faktor biologis yang samar-samar, termasuk kelainan

kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan berbagai

pemaparan toksin prenatal pada orang dengan retardasi mental ringan. Pada tahun-tahun

terakhir perkembangan retardasi mental ringan secara tradisional disebabkan terutama

oleh pemutusan psikososial.

Retardasi mental mempunyai klasifikasi berdasarkan pada tingkat kecerdasan

seseorang. Davidson, dkk menyebutkan kriteria retardasi mental berdasarkan DSM-IV-

TR yaitu (1). Fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawah rata rata, IQ

kurang dari 70. (2). Kurangnya kemampuan fungsi sosial adaptif dalam minimal dua

bidang berikut : komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan

interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas, kemampuan mengambil keputusan

sendiri, keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan

keamanan. (3). Onset sebelum usia 18 tahun. 1

Retardasi mental berdasarkan konsensus dari major professional associations and

health-related organizations merupakan penurunan intelektual dan tingkah laku adaptif

yang terjadi selama masa perkembangan. Klasifikasi mental retardasi, berdasarkan The

ICD-10 Classification of Mentaland Behavioural Disorders, WHO, Geneva, dibagi


menjadi empat golongan yaitu: Mild retardation (retardasi mental ringan) dengan IQ 50-

69, Moderate retardation (retardasi mental sedang) IQ 35-49, Severe retardation

(retardasi mental berat), IQ 20-34, Profound retardation (retardasi mental sangat berat)

IQ < 20.2 Retardasi mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang

terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hambatan ketrampilan

selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensia yaitu

kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.2

1.2 Tujuan

Case ini disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian Ilmu Jiwa

RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta

sebagai bahan informasi bagi pembaca, khususnya kalangan medis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retardasi mental merupakan ketidakmampuan yang dikarakteristikkan

dengan keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual dan perilaku

penyesuaian diri yang diekspresikan dalam konseptual diri, sosial, dan kemampuan

beradaptasi. Penderita retardasi mental mulai terlihat pada usia sebelum 18 tahun,

dengan karakteristik retardasi mental yaitu fungsi intelektual dibawah rata-rata

(IQ<70-75).3

Definisi retardasi mental yang digunakan di Indonesia adalah definisi

menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III yaitu

suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama

ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan.

Hendaya keterampilan ini berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara

menyeluruh.4

2.2 Epidemiologi

Epidemiologi penderita retardasi mental 1-3% pada populasi umur5. Insiden

retardasi mental 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan,

dimana kejadian tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak usia 6 sampai 17

tahun. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik 2003 jumlah penyandang

cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk Indonesia. Data dari World

Health Organization (WHO) jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah

sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada tahun

2007. 6
2.3 Etiologi

Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang seorang

anak. Seperti diketahui faktorpenentu tumbuh kembang seorang anak pada garis

besarnya adalah faktor genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawaan anak

tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan pada anak dalam

konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu) dimana anak tersebut berada. Dalam

hal ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang.

2.4 Faktor Resiko Retardasi Mental

Faktor resiko terjadinya retardasi mental dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Faktor ibu

• Usia Ibu sewaktu melahirkan kurang dari 16 atau lebih dari 40 tahun

• Kosanguitas atau hubungan darah yang dekat antara suami dan istri

• Pelvis sempit

• Malnutrisi adanya penyakit penyerta seperti diabetes melitus nefritis hipertensi

renal kelainan kelenjar tiroid

• Riwayat abortus

• Komplikasi kehamilan seperti syok hemoragik pendarahan pervaginam saat

trimester kedua dan ketiga

• SC setelah gagal melakukan persalinan normal

• Adanya sianosis prematuritas, hipoksia prolaps tali pusat dan abrupsio plasenta

• Lahir sungsang

2. Faktor neonatal

• Cara menghisap yang abnormal


• Adanya riwayat pemakaian oksigen inkubator kejang muntah demam dan berat

badan yang kurang berkembang

2.5 Tingkat-Tingkat Retardasi Mental

Tingkat-tingkat retardasi mental dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi :

1. Retardasi Mental Ringan

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69

menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung

terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan bicara yang mempengaruhi

perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami

keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagaian besar dapat mencapai

kemampuan bicara untuk keprluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh

dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah

tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat dari pada normal. Kesulitan

utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak

maslah khusus dalam membaca dan menulis.

2. Retardasi Mental Sedang

IQ biasanya berada dalam rentang 35 sampai 49. Umumnya ada profil kesenjangan

(discrepancy) dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam

keterampilan visuo-spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa,

sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan

percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat

mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi

seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.

3. Retardasi Mental Berat

IQ biasanya berada dalam rentang 20 sampai 34. Pada umumnya mirip dengan
retardasi mental sedang dalam hal:

a. Gambaran klinis

b. Terdapatnya etiologi organik, dan kondisi yang menyertainya

c. Tingkat prestasi yang rental

Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang

mencolok atau deficit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau

penyimpanan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.

4. Retardasi Mental Sangat Berat

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter

mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keretampilan visio-

spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokan mungkin dapat

dicapainya, dan dengan pengawasan dan petunjuk yang dapat penderita mungkin dapat

sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.

2.6 Gejala Retardasi Mental

Gejala retardasi mental tergantung dari tipenya adalah sebagai berikut (Dinda, 2008

dalam Trianasari 2013).

1. Retardasi Mental Ringan

Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental.Kebanyakan dari

mereka ini termasuk dari tipe sosial-budaya dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa

kali tidak naik kelas.Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat belajar baca

tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal

hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada

umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetep membutuhkan

bimbingan dari keluarganya.


2. Retardasi Mental Sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu

latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektulnya hanya dapat sampai kelas

dua SD saja.Tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu. Mereka juga

kurang mampu menghadapi stress dan kurang mendiri sehingga perlu bimbingan dan

pengawasan.

3. Retardasi Mental Berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah

ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan

keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan

perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat

dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih

keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4. Retardasi Mental Sangat Berat

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik, diagnosis dini mudah dibuat

karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat

minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.

2.7 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis adanya gangguan depresi mayor pada seseorang yang

digunakan kriteria diagnostik yang telah ditentukan menurut PPDGJ III

kriteria diagnostik retardasi mental berdasarkan ppdgj III

1. Retardasi mental ringan 50-55 sampai sekitar 72

2. Retardasi mental sedang 35-40 sampai sekitar 50-55

3. Retardasi mental berat 20-25 sampai sekitar 35-40

4. Retardasi mental sangat berat di bawah 20-25.4


2.8 Farmakologi

1. Non Farmakologi

Pencegahan primer dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat perbaikan

sosioekonomi konseling genetik dan tindakan kedokteran titik pencegahan sekunder

meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, dan

craniostenosis. pencegahan tersier, pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya

di sekolah luar biasa. disertai juga konseling pada orang tua dengan tujuan membantu

mereka dalam mengatasi prustasi karena mempunyai anak dengan retardasi mental

2. Farmakologi

Penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan depresi mayor harus

mempertimbangkan beberapa tujuan utama, yaitu terjaminnya keselamatan pasien,

evaluasi lengkapi diagnosa pasien, dan pengobatan pasien tidak hanya untuk mengatasi

gejala tetapi juga pertimbangan pasien sebagai individu yang utuh. pengobatan terbaru

menekankan pada pemakaian farmakoterapi atau antidepresan (seperti obat-obatan

trisiklik, SSRI, fluoxetine, paroksetin, sertralin, bupropion, venladaksin dan mitrazapin)

2.9. Komplikasi

Kompikasi yang dialami oleh pasien dengan retardasi mental pada awalnya adalah

kesulitan dalam interaksi sosial dan belajar dan juga sering muncul masalah

psikopatologi berupa psikosis gangguan depresi gangguan cemas epilepsi dan

skizofrenia.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. U
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sawahlunto
Agama : Islam
No.RM : 221425
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 27 November 2021

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama:
Pasien marah-marah sendiri dirumah sejak 4 hari sebelum masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang:


• Pasien sering ngomong-ngomong sendiri dirumah sejak 4 hari
• Pasien seing BAK disembarang tempat
• Pasien sering nangis sendiri ±1 minggu

Riwayat Penyakit Dahulu


• Pasien pernah mengalami seperti ini 7 tahun yang lalu tetapi hanya berobat kedukun
• Pasien bicara tidak lancar sejak kecil
• Keluarga pasien memiliki riwayat hipertensi baru bisa berjalan usia 8 tahun

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien saat ini

3.3 Status Mental


1. Deskripsi Umum
• Penampilan : Sesuai usia
• Perilaku dan aktivitas motoric : Hiperaktif
• Sikap : Tidak kooperatif

2. Mood dan Afek


• Mood : Labil
• Afek : Menyempit
• Keserasian : Tidak serasi

3. Pembicaraan
• Volume : Keras
• Bicara : Tidak spontan
• Artikulasi : Tidak jelas
4. Persepsi
• Halusinasi : Tidak ada
• Ilusi : Tidak ada
• Derealisasi : Tidak ada
• Depersonalisasi : Tidak ada

5. Pikiran
• Proses pikir : Inkoheren
• Isi pikir : Kemiskinan isi pikir

6. Sensoris dan Kognitif


• Kesadaran : Komposmentis
• Orientasi waktu, tempat dan orang : Terganggu
• Daya ingat : Terganggu

7. Daya Nilai
• Sosial : Terganggu
• Realita : Terganggu

8. Diagnosis
• Axis I : Gangguan Mental dan Perilaku
• Axis II : Retardasi mental
• Axis III : Tidak ada diagnosis
• Axis IV : Primary support group
• Axis V : GAF 50-41

9. Penatalaksanaan
• Inj lodomer 2x1 amp
• Inj dipenhidramine 2x1 amp
• Trifluoferazine (TFZ) 2X5 mg
• Triheksilpenidil (THP) 2X2 mg
• Clopromazine (CFZ) 1x100 mg

10. Prognosis
• Quo ad vitam : dubia ad malam
• Quo ad funcionam : dubia ad malam
• Quo ad sanationam : dubia ad malam

Baik Buruk
Gejala (+) Onset usia muda
Belum menikah
Support system buruk
Penyetus tidak jelas
BAB IV
Kesimpulan

Retardasi mental adalah suatu kemampuan mental yang tidak mencukupi. meskipun ada

berbagai definisi yang diungkapkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut sebagai

retardasi mental adalah suatu keadaan gangguan fungsi intelektual yang dapat diukur dengan

menggunakan kriteria sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam bersosialisasi. Dalam

hal ini retardasi mental dapat dilihat dengan berbagai tingkatan IQ pasien dari tingkatan

retardasi ringan hingga retardasi mental dikatakan sangat berat dalam hal penatalaksanaan

pasien yang mengalami retardasi mental dibagi menjadi penatalaksanaan non farmakologi yang

meliputi tatalaksana primer sekunder dan tersier dan farmakologi sebagai pendukung

tatalaksana klinis yang memiliki manfaat yang sangat berguna bagi pasien penderita retardasi

mental dan lingkungannya yakni dirinya dan keluarganya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rianti, V, Ike FD. Efektifitas Rebt Mengatasi Kecemasan Orangtua Terhadap Masa

Depan Anak Retardasi Mental. Vol. 9, No. 2 :2020 hal 195-204

2. Syafrida Evi Nasution. 2020. Gambaran Anak Dengan Retardasi Mental. JP3SDM,

Vol.9. No. 2

3. American Association on Mental Retardation. The AAMR definition of mental

retardation. Washington DC: AAMR. 2002. Tersedia pada www.AAMR.org. Diunduh

pada tanggal 10 Mei 2014.2.

4. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian ilmu

kedokteran jiwa FK Unika Atma Jaya. 2001.

5. Chelly J, Khelfaoui M, Francis F, Cherif B, Bienvenu T. Genetics and pathophysiology

of mental retardation. European J Hum Genet. 2006;14:701-13.

6. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pelayanan kesehatan anak di sekolah luar biasa

(SLB) bagi petugas kesehatan. 2010.

7. trianasari, Ratna. (2013). Gambaran Konsep Diri Orang Tua Yang Mempunyai Anak

Dengan Retardasi Mental Sedang Pada Siswa SD di SLB Putera Asih Kota Kediri.

Skripsi, Stikes Surya Mitra Husada. Tidak dipublikasikan

Anda mungkin juga menyukai