Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

RETARDASI MENTAL

Disusun Oleh Kelompok 1 Kelas 2A:

NAMA NIM
1. AKBAR HERLAMBANG P05120321001
2. ELISA CHRISTINA P05120321013
3. MARYANI ASTUTI P05120321026
4. M. GILANG ILAHI P05120321029
5. RADAH FITRIANI HERSANTI P05120321034
6. REZA ARDIANSYAR P05120321036
7. RIZKI PUTRIANI P05120321039
8. RONA ULI ARTA SIAHAAN P05120321040
9. TAMARA DWI PUSPITA P05120321044

Dosen Pembimbing :
Pauzan Efendy, SST, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan Khusus Retardasi Mental”

Terima kasih disampaikan kepada Dosen mata kuliah yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.

Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas
mata kuliah  Keperawatan Anak.

Bengkulu , 30 Maret  2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup yang diperkirakan
lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini.
Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan
masyarakat,kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi
mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu
keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh
kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta
merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat
disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal. Mengingat
beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang harus ditanggung dalam
penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan
terbaik. Pada zaman dahulu orang tidak begitu membedakan antara deformitas fisik
bawaan seperti kerdil dan lain-lain dengan retardasi mental. Penderita epilepsi, psikosis,
tuna rungu-wicara sering dicampuradukkan dengan mereka yang terganggu
intelektualnya. Pada kenyataannya memang keadaan-keadaan tersebut sering menyertai
penderita retardasi mental, sehingga menyulitkan untuk membuat diagnosis klinis. Pada
masa kerajaan Yunani di bawah hukum Lycurgus anak dengan retardasi mental
mengalami perlakuan yang sangat mengenaskan, yang dibolehkan untuk dimusnahkan,
atau dibuang di sungai Eurotes. Di Romawi kuno ada hukum yang membenarkan
pembunuhan pada anak-anak yang cacat atau yang lemah, walaupun kadang-kadang anak
cacat tersebut masih dipertahankan hidup bila masih mampu menghibur para pembesar.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak dibawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi
mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. I Banyak
penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit retardasi mental?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit retardasi mental.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi
mental.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Retardasi Mental

1. Definisi
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah
intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo=kurang
atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental (Muhith, 2015). Menurut King seperti
yang dikutip dalam videbeck (2008) gambaran penting retardasi mental adalah fungsi
intelektual dibawah rata-rata (IQ dibawah 70) yang disertai keterbatasan dalam area
fungsi adaptif, seperti keterampilan, komunikasi, perawatan diri, keterampilan
interpersonal atau sosial, keterampilan akademik, pekerjaan, dan kesehatan serta
keamanan.

2. Etiologi
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas
sebabnya (simpleks) keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor
sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam
kandungan atau anak-anak (Muhith, 2015).

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu (Muhith, 2015) :


1. Akibat infeksi dan atau intoksikasi. Dalam kelompok ini termasuk keadaan
retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial, karena
serum, obat atau zat toksis lainnya.
2. Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir juga trauma
lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan aborsi dapat
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak
begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
3. Akibat gangguan metabolism, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental
yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolism (misalkan gangguan
metabolism lemak, karbohidrat, dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk
dalam kelompok ini. Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung
lama sebelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat
mengakibatkan retardasi mental. keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki
gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan
makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
4. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini, termasuk
retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau peradangan) dan beberapa rekasi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologiya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini
dapat bersifat degenerative, infiltrative, radang, proliferative, sklerotik atau
reparatif.
5. Akibat penyakit atau pengaruh prenatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui
sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk
anomali cranial primer dan defek congenital yang tidak diketahui sebabnya.
6. Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah
atau dalam bentuknya.
7. Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram
dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-
sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
8. Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnose ini harus jelas telah
terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
9. Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-
faktor biomedik maupun sosiobudaya.

3. Klasifikasi
Menurut pendidikan keperawatan jiwa (Abdul Muhith, 2015) Klasifikasi retardasi
mental adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Retardasi Mental IQ
Retardasi mental berat sekali IQ di bawah 20 atau 25.
Sekitar 1 sampai 2% dari orang yang
terkena retardasi mental
Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40.
Sebanyak 4% dari orang yang terkena
retardasi mental
Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55.
Sekitar 10% dari orang yang terkena
retardasi mental
Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70
Sekitar 85% dari orang yang terkena
retardasi mental
Sumber : Pendidikan keperawatan jiwa (Teori dan aplikasi). (2015)

4. Manifestasi Klinis
Menurut Maramis (2009) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), Retardasi
mental diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan :
1. Retardasi mental ringan (IQ 52-69: umur mental 8-12 tahun), karakteristik:
a. Usia prasekolah tidak tampak sebagai anak retardasi mental, tetapi terlambat
dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri dan lain-lain.
b. Usia sekolah dapat melakukan keterampilan membaca dan aritmatik dengan
pendidikan khusus, diarahkan pada kemampuan aktifitas sosial.
c. Usia dewasa melakukan keterampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan
menikah tidak dianjurkan memiliki anak, kemampuan psikomotor tidak
berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Retardasi mental sedang (IQ 50-55: umur mental 3-7 tahun), karakteristik :
a. Usia prasekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama
bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan,
perilaku aman serta keterampilan mulai sederhana, tidak ada kemampuan
membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa melakukan aktifitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ketempat yang dikenal, tidak
biasa membiayai sendiri.
3. Retardasi mental berat (IQ 20-25 s/d 35-40; umur mental <3 tahun), karakteristik:
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan
komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bias berespon dalam perawatan diri
tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami
sejumlah komunikasi atau berespon, membantu bila dilatih sistematis.
c. Usia dewasa melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan
berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal,
menggunakan gerak tubuh.
4. Retardasi mental sangat berat (IQ 20-25 : umur mental seperti bayi), karakteristik:
a. Usia prasekolah retardasi mencolok fungsi sensorimotor minimal, butuh
perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area berkembang, memperlihatkan
respon emosional dasar, keterampilan latihan kaki, tangan dan rahang butuh
pengawasan pribadi, usia mental bayi muda. Usia dewasa mungkin biasa
berjalan, butuh perawatan total biasanya diikuti dengan kelainan fisik.

5. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan disertai
keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif: berbicara dan
berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumah tanggaan, ketrampilan
sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental
bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi
mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
6. WOC

7. Komplikasi
1. Paralisis serebral
2. Gangguan kejang
3. Masalah- masalah perilaku/psikiatrik
4. Defisit komunikasi
5. Konstipasi (akibat penurunan motilitas usus akibat obat- obatan antikonvulsi,
kurang mengosumsi makanan berserat dan cairan)
6. Kelainan kongenital yang berkaitan seperti malformasi esophagus, obstruksi usus
halus dan defek jantung
7. Disfungsi tiroid
8. Gangguan sensoris
9. Masalah- masalah ortopedik, seperti deformitas kaki, scoliosis
10. Kesulitan makan
(Betz dan Sowden, 2009).

8. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran (umpamanya
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada
wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak
pada anak-anak. Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).
2. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan subdural,
kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat di buka dengan
kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak menolong.
3. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya disekolah luar
biasa (SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah hiperaktif atau
destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anti histamine berguna juga pada
hiperkinesa berbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradokal dengan
menambah kegelisahan dan ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan
yang memperbaiki mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn
makanan dari darah ke sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki
metabolism sel-sel otak, akan tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan
sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga memerlukan
perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring
terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012).
1. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin
Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi
pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi
senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:
a. Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] , haloperidol [Haldol]
untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri.
b. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit perhatian/
hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
c. Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
d. Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
1. Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang sama
terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun, karena
perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang menyadari kebutuhan
untuk memenuhi aktivitas tersebut. Dengan demikian, perawat mengarahkan
orang tua untuk memilih permainan dan aktivitas olahraga yang sesuai.
Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai
beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap kesempatan untuk
memperkenalkan anak kepada banyak suara, pandangan, dan sensasi yang
berbeda. Permainan yang sesuai meliputi suara musik yang bergerak, mainan
yang diisi, bermain air, menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat
bergoyang, bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan. Anak
harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan atau pusat
pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk berkunjung kerumah; dan
anak seharusnya berhubungan langsung, misalnya mendekap, memeluk,
mengayun, berbicara kepada anakdalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah),
dan menaikkan anak diatas bahu orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya. Sebagai
contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan merupakan mainan air
yang baik;yang mendorong permainan interaktif dan dapat digunakan untuk
mempelajari keterampilan motoric, misalnya keseimbangan, mengayun,
menendan, dan melempar. Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis
kancing yang berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan
berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan frase
sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara. Mainan harus
dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar memainkan mainan
tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan fisik
berat, tombol elektronik dapt digunakan untuk memungkinkan anak
mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas yang sesuai untuk aktivitas fisik
berdasarkan pada ukuran tubuh, koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas,
motivasi, dan kesehatan anak (Wong, 2009).

1. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi mental :
1. Kromosomal kariotipe
a. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
b. Ananmnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
c. Terdapat beberapa kelainan kongenital
d. Genitalia abnormal
2. Elektro Ensefalogram (EEG)
a. Gejala kejang yang dicurigai
b. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
a. Pembesaran kepala yang progresif
b. Tuberous sclerosis
c. Dicurigai kelainan yang luas
d. Kejang local
e. Dicurigai adanya tumor intrakranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
a. Kelainan pendengaran tipe sensorineural.
b. Neonatal hepatosplenomegaly
c. Petechie pada periode neonatal
d. Chorioretinitis
e. Mikroptalmia
f. Kalsifikasi intracranial
g. Mikrosefali
5. Serum asam urat ( uric acid serum)
a. Choreoatetosis
b. Gout
c. Sering mengamuk
6. Laktat dan piruvat darah
a. Asidosis metabolic
b. Kejang mioklonik
c. Kelemahan yang progresif
d. Ataksia
e. Degenerasi retina
f. Ophtalmoplegia
g. Episode seperti stroke yang berulang
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
a. Hepatomegali
b. Tuli
c. Kejang dini dan hypotonia
d. Degenerasi retina
e. Ophtalmoplegia
f. Kista pada ginjal
8. Serum seng (Zn)
a. Acrodermatitis
9. Logam berat dalam darah
a. Anamnesis adanya pika
b. Anemia
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
a. Gerakan yang involunter
b. Sirosis
c. Cincin Kayser-Fleischer
11. Serum asam amino atau asam organic
a. Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
b. Gagal tumbuh
c. Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
d. Warna rambut yang tidak biasa
e. Mikrosefali
f. Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
12. Plasma ammonia
a. Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit
a. Kehilangan fungsi motoric dan kognitif
b. Atrofi N. Optikus
c. Degenerasi retina
d. Seberal ataksia yang berulang
e. Mioklonus
f. Hepatosplenomegali
g. Kulit yang kasar dan lepas-lepas
h. Kejang
i. Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
14. Urin mukopolisakarida
a. Kiposis
b. Anggota gerak yang pendek
c. Badan yang pendek
d. Hepatosplenomegali
e. Kornea keruh
f. Gangguan pendengaran
g. Kekakuan pada sendi
15. Urin reducing substance
a. Katarak
b. Hepatomegali
c. Kejang
16. Urin ketoacid
a. Kejang
b. Rambut yang mudah putus
17. Urin asam vanililmandelik
a. Muntah- muntah
b. Isapan bayi pada saat menyusu yang lemah
c. Gejala disfungsi autonomic
(Behrman dan Kliegman, 2010)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Sularyo, T. S., & Kadim, M. (2016). Retardasi mental. Sari Pediatri, 2(3), 170-7.

Salmiah, S. (2010). Retardasi mental.

Nasution, E. S. (2020). Gambaran Anak dengan Retardasi Mental. Jurnal Psikologi


Pendidikan Dan Pengembangan Sdm, 9(2), 47-53.

Kartika, L., Lameky, V. Y., Julianti, E., Matongka, Y. H., Sunarmi, S., Apriliawati, A., &
Pragholapati, A. (2023). Asuhan Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yayasan Kita Menulis.

Erna Puji Riyanti, E. P. R. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PERSONAL HYGIENE


PADA ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL DI SLB PGRI NANGGULAN
KABUPATEN KULON PROGO (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Anda mungkin juga menyukai