Disusun oleh:
TINGKAT II B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya kepada
kita semua, sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan berkat-Nya. Atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Retardasi Mental” ini dengan tepat
pada waktunya.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segala pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini hingga selesai. Penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan didalamnya.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.
Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN
RETARDASI MENTAL
A. Pengertian
Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah normal
(IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau
kurang) disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif :
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).
Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan keterbatasan signifikan
baik dalam fungsi intelektual maupun dalam perilaku adaptif (keterampilan sosial dan
praktis sehari-hari) sebelum usia 18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017). Retardasi mental
juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu: disabilitas kognitif, disabilitas intelektual,
disabilitas belajar (Betz dan Sowden, 2009), gangguan mental, abuse (misal, moron,
idiot, kretin, mongol) (Hull dan Johnston, 2008), tunagrahita (Iswari dan Nurhastati,
2010), keterbelakangan mental (Utaminingsih, 2015), gangguan intelektual (Bernstein
dan Shelov, 2017).
B. Etiologi
1) Rubella kongenitalis
2) Meningitis
4) Ensefalitis
5) Toksoplasmosis kongenitalis
6) Listeriosis
7) Infeksi HIV
c. Kelainan kromosom
1) Galaktosemia
2) Penyakit Tay-Sachs
3) Fenilketonuria
4) Sindroma Hunter
5) Sindroma Hurler
6) Sindroma Sanfilippo
7) Leukodistrofi metakromatik
8) Adrenoleukodistrofi
9) Sindroma Lesch-Nyhan
e. Metabolik
1) Sindroma Reye
2) Dehidrasi hipernatremik
3) Hipotiroid Kongenital
1) Pemakaian Alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
2) Keracunan metilmerkuri
g. Gizi
1) Kwashiokor
2) Marasmus
3) Malnutrisi
h. Lingkungan
1) Kemiskinan
Menurut Yusuf (2015) gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut :
a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari
tanpa latihan yang terus-menerus.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat
mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat
berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas
yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental
berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk
mempelajari kemampuan dasar.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi mental ringan dapat
bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental
berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi mental berat
bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal- hal yang membahayakan
diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-
lain.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Klasifikasi anak reterdasi mental menurut Somantri dalam Ferial (2011) adalah sebagai
berikut :
a. Reterdasi mental ringan
Reterdasi mental ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.
Mereka masih dapat belajar membaca,menulis, dan berhitung sederhana. Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik,anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan
dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
b. Reterdasi mental sedang
Anak reterdasi mental sedang disebut juga imbisil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada
skala binet dan 54-40 menurut skala Weschler (WISC). Anak reterdasi mental sedang
sangat sulit bahkan tidak bisa belajar akademik seperti belajar menulis,membaca,dan
berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial,misalnya menulis
namanya sendiri,alamat rumahnya, dan lain-lain.
c. Reterdasi mental berat
Kelompok anak reterdasi mental berat sering disebut idiot. Reterdasi mental berat
(severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala binet dan antara 39-25 menurut skala
weschler (WISC).
Para ahli medis mengklarifikasikan reterdasi mental berdasarkan pada nilai tes
intelegensinya, yakni : ringan (mampu didik), sedang (mampu latih), berat (mampu
rawat), dan sangat berat (mampu rawat) seperti dalam tabel berikut.
Tingkat Reterdasi Rentang IQ Usia Mental Persentase Reterdasi
Mental Mental
Reterdasi Mental 50-70 9-12 tahun 85%
Ringan
Reterdasi Mental 35-49 6-8 tahun 10%
Sedang
Reterdasi Mental 20-34 3-5 tahun 3-4%
Berat
Reterdasi Mental Di bawah 20 < 3 tahun 1-2%
Sangat Berat
F. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal, perinatal,
dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom (trisomi 21 [sindrom
down], sindrom Fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot Duchenne,
neurofibromatosis [tipe-1], dan gangguan metabolisme bawaan (fenilketonuria).
Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio
plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah neonatal termasuk
meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi- kondisi
yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan demielinisasi.
Sindrom Fragile X, sindrom down, dan sindrom alkohol janin terjadi pada sepertiga dari
kasus retardasi mental. Munculnya masalah-masalah terkait, seperti paralisis serebral,
defisit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan dengan retardasi mental
yang lebih berat. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-
kanak. Prognosis jangka panjang pada akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu
tersebut dapat berfungsi secara mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup mandiri,
keterampilan sosial) (Betz dan Sowden, 2009).
G. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi mental :
a. Kromosomal kariotipe
1. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
2. Ananmnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
3. Terdapat beberapa kelainan kongenital
4. Genitalia abnormal
b. Elektro Ensefalogram (EEG)
1. Gejala kejang yang dicurigai
2. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
1) Pembesaran kepala yang progresif
2) Tuberous sclerosis
3) Dicurigai kelainan yang luas
4) Kejang lokal
5) Dicurigai adanya tumor intrakranial
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
1) Kelainan pendengaran tipe sensorineural.
2) Neonatal hepatosplenomegali
3) Petechie pada periode neonatal
4) Chorioretinitis
5) Mikroptalmia
6) Kalsifikasi intracranial
7) Mikrosefali
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
1) Choreoatetosis
2) Gout
3) Sering mengamuk
f. Laktat dan piruvat darah
1) Asidosis metabolic
2) Kejang mioklonik
3) Kelemahan yang progresif
4) Ataksia
5) Degenerasi retina
6) Ophtalmoplegia
7) Episode seperti stroke yang berulang
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
1) Hepatomegali
2) Tuli
3) Kejang dini dan hipotonia
4) Degenerasi retina
5) Ophtalmoplegia
6) Kista pada ginjal
h. Serum seng (Zn)
1) Acrodermatitis
i. Logam berat dalam darah
1) Anamnesis adanya pika
2) Anemia
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
1) Gerakan yang involunter
2) Sirosis
3) Cincin Kayser-Fleischer
k. Serum asam amino atau asam organic
1) Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
2) Gagal tumbuh
3) Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
4) Warna rambut yang tidak biasa
5) Mikrosefali
6) Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
l. Plasma ammonia
1) Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit
1) Kehilangan fungsi motoric dan kognitif
2) Atrofi N. Optikus
3) Degenerasi retina
4) Seberal ataksia yang berulang
5) Mioklonus
6) Hepatosplenomegali
7) Kulit yang kasar dan lepas-lepas
8) Kejang
9) Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
n. Urin mukopolisakarida
1) Kiposis
2) Anggota gerak yang pendek
3) Badan yang pendek
4) Hepatosplenomegali
5) Kornea keruh
6) Gangguan pendengaran
7) Kekakuan pada sendi
o. Urin reducing substance
1) Katarak
2) Hepatomegali
3) Kejang
p. Urin ketoacid
1) Kejang
2) Rambut yang mudah putus
q. Urin asam vanililmandelik
1) Muntah- muntah
2) Isapan bayi pada saat menyusu yang lemah
3) Gejala disfungsi autonomic
(Behrman dan Kliegman, 2010)
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara medis
Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014),
penatalaksanaan regardasi mental secara medis adalah :
1. Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi atau
hiperaktif.
2. Obat psikotropika (untuk anak dengan perilaku yang membahayakan diri)
3. Anti depresan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional
dan sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga
memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin,
imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih,
2012)
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk
membantu anak berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:
1. Obat-obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril],
haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
2. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3. Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4. Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
b. Penatalaksanaan secara Keperawatan
Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang
sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun,
karena perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang
menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut. dengan
demikian perawatn mengarahkan orang tua untuk memilih permainan dan
aktivitas olahraga yang sesuai.
Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai
beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap
kesempatan untuk memperkenalkan anak kepada banyak suara,
pandangan, dan sensasi yang berbeda. Permainan yang sesuai meliputi
suara musik yang bergerak, mainan yang diisi, bermain air,
menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat bergoyang,
bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan.
Anak harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan
atau pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk
berkunjung kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung,
misalnya mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada
anakdalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak
diatas bahu orangtua. Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan
edukasionalnya. Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat
dikempeskan merupakan mainan air yang baik;yang mendorong
permainan interktif dan dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan
motoric, misalnya keseimbangan, mengayun, menendan, dan melempar.
Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis kancing yang
berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan
frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar
memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami
gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt digunakan
untuk memungkinkan anak mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas
yang sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh,
koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan
anak (Wong, 2009).
I. Komplikasi
1. Paralisis Sereblal
Paralisis Sereblal adalah sekelompok gangguan yang memengaruhi gerakan dan
tonus otot atau postur tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan yang terjadi
pada otak yang belum matang dan berkembang, dan paling sering terjadi sebelum
lahir.
Tanda dan gejala muncul selama masa bayi atau prasekolah. Secara umum,
cerebral palsy menyebabkan gangguan gerakan yang berhubungan dengan refleks
yang berlebihan, kelenturan atau kelenturan anggota badan dan badan, postur
yang tidak biasa, gerakan yang tidak disengaja, berjalan tidak stabil, atau
kombinasi dari semuanya.
2. Gangguan Kejang
Kondisi ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan
disertai hilangnya kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda adanya penyakit pada
otak, atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi otak.
3. Disfungsi Tiroid
Penyakit tiroid terjadi ketika kelenjar tiroid mengalami perubahan bentuk, serta
menghasilkan hormon tiroid yang terlalu sedikit (hipotiroidisme) atau terlalu
banyak (hipertiroidisme). Perubahan bentuk kelenjar tiroid sendiri dapat
disebabkan oleh penyakit gondok, nodul tiroid, dan kanker tiroid.
4. Gangguan Sensoris
Ini salah satu gejala anak menderita Sensory Processing Disorder (SPD) atau
Gangguan Proses Sensoris. Pada balita, gangguan ini dikenal sebagai Gangguan
Regulasi Pengolahan Sensori. Gangguan Proses Sensorik (SPD) adalah suatu
kondisi dimana tubuh dan otak memiliki kesulitan mengolah dan menanggapi
rangsangan sensorik dari lingkungan. Beberapa orang dengan SPD hipersensitif
terhadap suara keras atau makanan bertekstur yang berbeda, misalnya; atau
mungkin gelisah oleh tekstur pakaian. Ada juga anak yang hampir tidak memberi
respon apapun terhadap rangsangan dari luar.
J. Pencegahan
Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), pencegahan retardasi
mental adalah :
1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran (umpamanya
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada
wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak
pada anak-anak. Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).
2. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan subdural,
kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat di buka dengan
kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak menolong.
3. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya disekolah luar
biasa (SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah hiperaktif atau
destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anti histamine berguna juga pada
hiperkinesa berbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradokal dengan
menambah kegelisahan dan ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan
yang memperbaiki mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn
makanan dari darah ke sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki
metabolism sel-sel otak, akan tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Umur : 6 tahun
Anak Ke : 2 (Kedua)
No. RM : 47.43.95
Penanggung Jawab
Umur : 42 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
2. Keluhan Utama
An. A diantar oleh keluarga ke RS Ananda Purwokerto pada tanggal 15 Maret 2022 dengan
keluhan gangguan perkembangan motoric kasar dan halus.
3. Riwayat Kesehatan
a. Prenatal
Pemeriksaan kehamilan Dokter Frekuensi Teratur Masalah waktu hamil Tidak ada Sikap ibu
terhadap kehamilan Positif Emosi ibu pada saat hamil Stabil Obat-obatan yang digunakan
Tidak ada Perokok Tidak Alkohol Tidak
b. Intranatal
Tanggal persalinan 1 Mei 2017, BBL / PBL 3.100 gr / 52 cm, Usia gestasi saat lahir 37 mg
Tempat persalinan Rumah Sakit Penolong persalinan Dokter Jenis persalinan Normal
c. Post natal
(24 jam) Pemberian Vit K Ada Koord. reflek hisap dan reflek menelan Baik, Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) , ada BBLR : Perawatan kangguru Tidak Kelainan kongenital tidak ada
5. Riwayat Psikososial
Ny.N mengatakan dalam kesehariannya, An. A termasuk anak yang murung dan senang sendiri
makanan biasa (nasi, lauk, sayur, tahu, tempe) Frekuensi : 3 x / hari satu porsi ,Air mineral
Frekuensi : 8 kali/ hari, Pola makan : teratur
2. Pola Tidur
Sebelum sakit : Keluarga mengatakan An. A biasanya tidur malam dari pukul 21.00 sampai
07.00 WIB, dan tidur siang dari pukul 11.00 sampai 13.00 WIB. Tidak ada Kebiasaan An. A
menjelang tidur.
Saat Sakit : Saat ini An. A susah tidur karena rewel dan gelisah
c. Cuci rambut
Sebelum Sakit : An. A biasanya keramas 1 x sehari yaitu pada sore hari menggunakan sampo
dibantu keluarga.
Saat Sakit : An. A belum ada keramas sejak masuk rumah sakit.
d. Berpakaian
An. A selalu dibantu untuk berpakaian oleh keluarganya baik sebelum maupun saat sakit.
c. Pola Eliminasi
a. Buang Air Besar (BAB)
Sebelum Sakit : An. A BAB 2 x sehari yaitu pagi dan sore hari, dengan warna kuning,
konsistensi padat, tidak ada keluhan saat BAB, dan dibantu oleh keluarga ke kamar mandi.
Sakit : Ny. N mengatakan anak sudah BAB tadi pagi, sebelumnya sudah tiga hari tidak ada BAB.
b. Buang Air Kecil (BAK)
Sebelum Sakit : An. A BAK + 6-7 x sehari dengan warna kuning jernih, An. A, tidak ada
keluhan saat BAK.
Saat Sakit : An. A memakai popok saat berada di rumah sakit. Frekuensi BAK sulit diketahui
7. Riwayat Perkembangan
1. Berguling : 5 bulan
2. Duduk : 1 Tahun
4. Berdiri : 2 Tahun
5. Berjalan : 4 Tahun
7. Bicara pertama kali (satu kosa kata) : 3 Tahun hanya kosakata “mama papa”
8. Pemeriksaan Fisik
GCS : 15
RR : 27 x/m
HR : 88 x/m
d.Kepala Bentuk : Normal, Bersih, Lingkar kepala 29 cm, tidak ada benjolan , memiliki
rambut berwarna hitam, lebat, pertumbuhan rambut merata, karakteristik rambut keriting dan
tidak rapi.
e. Mata : Simetris, tidak ada Sklera, ikterik Konjungtiva tidak anemis, Reflek
cahaya positif ,Palbebra tidak edema
g. Mulut : Kebersihan rongga mulut tidak bersih dan ada karies gigi
j. Dada
- Toraks
Inspeksi : tidak ada tarikan dinding dada, pergerakan dinding dada saat inspirasi dan
eskpirasi sama
- Jantung
k. Abdomen
l. Kulit
Kelembaban : Lembab
Warna : Merah muda
m. Ekstremitas Atas
n. Ekstremitas Bawah
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Kromosomal kariotipe
c. Urin ketoacid
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan sosial
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental
3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon
4. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan social
Rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa “ Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan sosial” yaitu:
1) Mendengar aktif,
2) Latihan memori
dengan kriteria hasil: Mengidentifikasi diri sendiri, mengidentifikasi tempat saat ini,
mengenali faktor resiko individu, mengenali kemampuan untuk merubah perilaku, memonitor
faktor risiko dilingkungan, memonitor faktor risiko individu, mengembangkan strategi yang
efektif dalam mengontrol risiko.
D. Implementasi
E. Evaluasi