Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN RETARDASI MENTAL


Dosen Pembimbing : Welas Haryati, S.Pd., S.Kep., MMR.

Disusun oleh:

1. Arneta Agil Istiqomah P1337420220058


2. Bahri Ghozali P1337420220059
3. Narra Morlalita Aldora P1337420220060
4. May Adelya Erika Rahmawati P1337420220062
5. Lia Ismala Dewi P1337420220063
6. Laras Shintiya Wulandari P1337420220065
7. Delfian Adiba Pratama P1337420220070
8. Dwi Ari Febriyanti P1337420220074
9. Didha Dya Puguh Rancoko P1337420220076
10. Intan Nurfadilah P1337420220077
11. Endah Puspita Ningrum P1337420220079
12. Faramona Primidyas Ramadhan P1337420220089

TINGKAT II B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO
PROGRAM DIPLOMA III
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya kepada
kita semua, sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan berkat-Nya. Atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Retardasi Mental” ini dengan tepat
pada waktunya.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segala pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini hingga selesai. Penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan didalamnya.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Purwokerto, 13 Maret 2022

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN

RETARDASI MENTAL

A. Pengertian

Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah normal
(IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau
kurang) disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif :
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).
Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan keterbatasan signifikan
baik dalam fungsi intelektual maupun dalam perilaku adaptif (keterampilan sosial dan
praktis sehari-hari) sebelum usia 18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017). Retardasi mental
juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu: disabilitas kognitif, disabilitas intelektual,
disabilitas belajar (Betz dan Sowden, 2009), gangguan mental, abuse (misal, moron,
idiot, kretin, mongol) (Hull dan Johnston, 2008), tunagrahita (Iswari dan Nurhastati,
2010), keterbelakangan mental (Utaminingsih, 2015), gangguan intelektual (Bernstein
dan Shelov, 2017).

B. Etiologi

Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Pada


sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui, hanya saja 25%
kasus yang memiliki penyebab spesifik.

Penyebab retardasi mental dibagi menjadi beberapa kelompok :

a. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)

1) Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir


2) Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir

3) Cedera kepala yang berat

b. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)

1) Rubella kongenitalis

2) Meningitis

3) Infeksi sitomegalovirus bawaan

4) Ensefalitis

5) Toksoplasmosis kongenitalis

6) Listeriosis

7) Infeksi HIV

c. Kelainan kromosom

1) Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindrom Down)

2) Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindrom Angelman, sindrom


Prader-Willi)
3) Translokasi kromosom dan sindrom cri du chat

d. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan

1) Galaktosemia

2) Penyakit Tay-Sachs

3) Fenilketonuria

4) Sindroma Hunter

5) Sindroma Hurler

6) Sindroma Sanfilippo

7) Leukodistrofi metakromatik

8) Adrenoleukodistrofi
9) Sindroma Lesch-Nyhan

10) Sindroma Rett

11) Sklerosis tuberosa

e. Metabolik

1) Sindroma Reye

2) Dehidrasi hipernatremik

3) Hipotiroid Kongenital

4) Hipoglikemia (diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik)


f. Keracunan

1) Pemakaian Alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil

2) Keracunan metilmerkuri

3) Keracunan timah hitam

g. Gizi

1) Kwashiokor

2) Marasmus

3) Malnutrisi

h. Lingkungan

1) Kemiskinan

2) Status ekonomi rendah

3) Sindroma deprivasi (Utaminingsih, 2015)

C. Tanda dan Gejala

Menurut Yusuf (2015) gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut :
a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari
tanpa latihan yang terus-menerus.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat
mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat
berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas
yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental
berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk
mempelajari kemampuan dasar.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi mental ringan dapat
bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental
berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi mental berat
bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal- hal yang membahayakan
diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-
lain.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Klasifikasi anak reterdasi mental menurut Somantri dalam Ferial (2011) adalah sebagai
berikut :
a. Reterdasi mental ringan
Reterdasi mental ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.
Mereka masih dapat belajar membaca,menulis, dan berhitung sederhana. Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik,anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan
dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
b. Reterdasi mental sedang
Anak reterdasi mental sedang disebut juga imbisil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada
skala binet dan 54-40 menurut skala Weschler (WISC). Anak reterdasi mental sedang
sangat sulit bahkan tidak bisa belajar akademik seperti belajar menulis,membaca,dan
berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial,misalnya menulis
namanya sendiri,alamat rumahnya, dan lain-lain.
c. Reterdasi mental berat
Kelompok anak reterdasi mental berat sering disebut idiot. Reterdasi mental berat
(severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala binet dan antara 39-25 menurut skala
weschler (WISC).
Para ahli medis mengklarifikasikan reterdasi mental berdasarkan pada nilai tes
intelegensinya, yakni : ringan (mampu didik), sedang (mampu latih), berat (mampu
rawat), dan sangat berat (mampu rawat) seperti dalam tabel berikut.
Tingkat Reterdasi Rentang IQ Usia Mental Persentase Reterdasi
Mental Mental
Reterdasi Mental 50-70 9-12 tahun 85%
Ringan
Reterdasi Mental 35-49 6-8 tahun 10%
Sedang
Reterdasi Mental 20-34 3-5 tahun 3-4%
Berat
Reterdasi Mental Di bawah 20 < 3 tahun 1-2%
Sangat Berat

Tabel 2.1 Klasifikasi Reterdasi Mental


Sumber : Muttaqin (2008)

F. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal, perinatal,
dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom (trisomi 21 [sindrom
down], sindrom Fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot Duchenne,
neurofibromatosis [tipe-1], dan gangguan metabolisme bawaan (fenilketonuria).
Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio
plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah neonatal termasuk
meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi- kondisi
yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan demielinisasi.
Sindrom Fragile X, sindrom down, dan sindrom alkohol janin terjadi pada sepertiga dari
kasus retardasi mental. Munculnya masalah-masalah terkait, seperti paralisis serebral,
defisit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan dengan retardasi mental
yang lebih berat. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-
kanak. Prognosis jangka panjang pada akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu
tersebut dapat berfungsi secara mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup mandiri,
keterampilan sosial) (Betz dan Sowden, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi mental :
a. Kromosomal kariotipe
1. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
2. Ananmnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
3. Terdapat beberapa kelainan kongenital
4. Genitalia abnormal
b. Elektro Ensefalogram (EEG)
1. Gejala kejang yang dicurigai
2. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
1) Pembesaran kepala yang progresif
2) Tuberous sclerosis
3) Dicurigai kelainan yang luas
4) Kejang lokal
5) Dicurigai adanya tumor intrakranial
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
1) Kelainan pendengaran tipe sensorineural.
2) Neonatal hepatosplenomegali
3) Petechie pada periode neonatal
4) Chorioretinitis
5) Mikroptalmia
6) Kalsifikasi intracranial
7) Mikrosefali
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
1) Choreoatetosis
2) Gout
3) Sering mengamuk
f. Laktat dan piruvat darah
1) Asidosis metabolic
2) Kejang mioklonik
3) Kelemahan yang progresif
4) Ataksia
5) Degenerasi retina
6) Ophtalmoplegia
7) Episode seperti stroke yang berulang
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
1) Hepatomegali
2) Tuli
3) Kejang dini dan hipotonia
4) Degenerasi retina
5) Ophtalmoplegia
6) Kista pada ginjal
h. Serum seng (Zn)
1) Acrodermatitis
i. Logam berat dalam darah
1) Anamnesis adanya pika
2) Anemia
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
1) Gerakan yang involunter
2) Sirosis
3) Cincin Kayser-Fleischer
k. Serum asam amino atau asam organic
1) Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
2) Gagal tumbuh
3) Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
4) Warna rambut yang tidak biasa
5) Mikrosefali
6) Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
l. Plasma ammonia
1) Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit
1) Kehilangan fungsi motoric dan kognitif
2) Atrofi N. Optikus
3) Degenerasi retina
4) Seberal ataksia yang berulang
5) Mioklonus
6) Hepatosplenomegali
7) Kulit yang kasar dan lepas-lepas
8) Kejang
9) Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
n. Urin mukopolisakarida
1) Kiposis
2) Anggota gerak yang pendek
3) Badan yang pendek
4) Hepatosplenomegali
5) Kornea keruh
6) Gangguan pendengaran
7) Kekakuan pada sendi
o. Urin reducing substance
1) Katarak
2) Hepatomegali
3) Kejang
p. Urin ketoacid
1) Kejang
2) Rambut yang mudah putus
q. Urin asam vanililmandelik
1) Muntah- muntah
2) Isapan bayi pada saat menyusu yang lemah
3) Gejala disfungsi autonomic
(Behrman dan Kliegman, 2010)

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara medis
Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014),
penatalaksanaan regardasi mental secara medis adalah :
1. Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi atau
hiperaktif.
2. Obat psikotropika (untuk anak dengan perilaku yang membahayakan diri)
3. Anti depresan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional
dan sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga
memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin,
imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih,
2012)
 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk
membantu anak berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:
1. Obat-obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril],
haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
2. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3. Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4. Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
b. Penatalaksanaan secara Keperawatan
 Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang
sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun,
karena perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang
menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut. dengan
demikian perawatn mengarahkan orang tua untuk memilih permainan dan
aktivitas olahraga yang sesuai.
Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai
beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap
kesempatan untuk memperkenalkan anak kepada banyak suara,
pandangan, dan sensasi yang berbeda. Permainan yang sesuai meliputi
suara musik yang bergerak, mainan yang diisi, bermain air,
menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat bergoyang,
bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan.
Anak harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan
atau pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk
berkunjung kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung,
misalnya mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada
anakdalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak
diatas bahu orangtua. Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan
edukasionalnya. Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat
dikempeskan merupakan mainan air yang baik;yang mendorong
permainan interktif dan dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan
motoric, misalnya keseimbangan, mengayun, menendan, dan melempar.
Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis kancing yang
berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan
frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar
memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami
gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt digunakan
untuk memungkinkan anak mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas
yang sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh,
koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan
anak (Wong, 2009).
I. Komplikasi
1. Paralisis Sereblal
Paralisis Sereblal adalah sekelompok gangguan yang memengaruhi gerakan dan
tonus otot atau postur tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan yang terjadi
pada otak yang belum matang dan berkembang, dan paling sering terjadi sebelum
lahir.
Tanda dan gejala muncul selama masa bayi atau prasekolah. Secara umum,
cerebral palsy menyebabkan gangguan gerakan yang berhubungan dengan refleks
yang berlebihan, kelenturan atau kelenturan anggota badan dan badan, postur
yang tidak biasa, gerakan yang tidak disengaja, berjalan tidak stabil, atau
kombinasi dari semuanya.
2. Gangguan Kejang
Kondisi ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan
disertai hilangnya kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda adanya penyakit pada
otak, atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi otak.
3. Disfungsi Tiroid
Penyakit tiroid terjadi ketika kelenjar tiroid mengalami perubahan bentuk, serta
menghasilkan hormon tiroid yang terlalu sedikit (hipotiroidisme) atau terlalu
banyak (hipertiroidisme). Perubahan bentuk kelenjar tiroid sendiri dapat
disebabkan oleh penyakit gondok, nodul tiroid, dan kanker tiroid.
4. Gangguan Sensoris
Ini salah satu gejala anak menderita Sensory Processing Disorder (SPD) atau
Gangguan Proses Sensoris. Pada balita, gangguan ini dikenal sebagai Gangguan
Regulasi Pengolahan Sensori. Gangguan Proses Sensorik (SPD) adalah suatu
kondisi dimana tubuh dan otak memiliki kesulitan mengolah dan menanggapi
rangsangan sensorik dari lingkungan. Beberapa orang dengan SPD hipersensitif
terhadap suara keras atau makanan bertekstur yang berbeda, misalnya; atau
mungkin gelisah oleh tekstur pakaian. Ada juga anak yang hampir tidak memberi
respon apapun terhadap rangsangan dari luar.

J. Pencegahan
Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), pencegahan retardasi
mental adalah :
1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran (umpamanya
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada
wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak
pada anak-anak. Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).
2. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan subdural,
kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat di buka dengan
kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak menolong.
3. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya disekolah luar
biasa (SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah hiperaktif atau
destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anti histamine berguna juga pada
hiperkinesa berbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradokal dengan
menambah kegelisahan dan ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan
yang memperbaiki mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn
makanan dari darah ke sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki
metabolism sel-sel otak, akan tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien

Nama anak : An. A

Ttl : Purwokerto, 10 - 09 -2016

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : Tidak sekolah

Anak Ke : 2 (Kedua)

Alamat : Purwokerto barat RT 02/03, Purwokerto, Banyumas

DX MEDIS : Retardasi Mental

No. RM : 47.43.95

Tgl/ Jam Masuk RS : 15 Maret 2022 / Pukul 17.00 WIB

Tgl/ Jam Pengkajian : 16 Maret 2022 / Pukul 09.00 WIB

Penanggung Jawab

B. Nama ibu : Ny. N


C. Umur : 37 th
D. Pekerjaan : IRT
E. Pendidikan : SMA

Nama ayah : Tn. I

Umur : 42 th

Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA

2. Keluhan Utama
An. A diantar oleh keluarga ke RS Ananda Purwokerto pada tanggal 15 Maret 2022 dengan
keluhan gangguan perkembangan motoric kasar dan halus.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


An. A mulai dirawat mulai tanggal 15 Maret 2022. Saat dilakukan pengkajian pada hari senin
tanggal 16 Maret 2022 pukul 09.00 WIB Keluarga mengatakan An. A susah dalam
menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, sulit berkonsentrasi, suka
bermain, suka menanggapi orang dengan senyuman, suka mengganggu adik adiknya, berbicara
tidak jelas. An A tampak sering tersenyum, susah berkata kata, sering ingin bermain, rambut
tidak rapi, rongga mulut kurang bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak
panjang dan kotor, kuku jari kaki tampak panjang dan kotor. An A mandi masih kurang bersih
dan sering bermain air ketika mandi. IQ An. A: 50. An. A tampak ketika keluar rumah, tidak
menyadari akan keadaan bahaya.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Ny N mengatakan selama hamil An A tidak ada gejala abnormal dan melakukan pemeriksaan
kehamilan secara teratur oleh dokter . Ny N mengatakan An A tersenyum pertama kali pada usia
3 bulan, berguling pada usia 5 bulan, duduk pada usia 1 tahun, merangkak pada usia1,5 tahun,
berdiri pada usia 2 tahun, bicara pertama kali pada usia 3 tahun dengan kata”mama, papa”,
berjalan pada umur 4 tahun, berpakaian tanpa bantuan 4 tahun. An A memiliki riwayat jatuh
pada umur 3 bulan. Setelah jatuh An A menjadi kurang aktif dalam bergerak dan mengalami
keterlambatan perkembangan. Ny N membawa an. A pergi ke dokter spesialis anak untuk
diperiksa. An. A pada usia 2 tahun menjalani terapi motorik selama 5 bulan di RS Setia.
Selanjutnya terapi dilakukan di rumah selama 1 tahun. Pada usia 5 tahun An A menjalani terapi
bicara selama 2 bulan dan juga melakukan tes IQ, didapatkan hasil tes IQ An A rendah.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang sama .


d. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran

a. Prenatal

Pemeriksaan kehamilan Dokter Frekuensi Teratur Masalah waktu hamil Tidak ada Sikap ibu
terhadap kehamilan Positif Emosi ibu pada saat hamil Stabil Obat-obatan yang digunakan
Tidak ada Perokok Tidak Alkohol Tidak

b. Intranatal

Tanggal persalinan 1 Mei 2017, BBL / PBL 3.100 gr / 52 cm, Usia gestasi saat lahir 37 mg
Tempat persalinan Rumah Sakit Penolong persalinan Dokter Jenis persalinan Normal

c. Post natal

(24 jam) Pemberian Vit K Ada Koord. reflek hisap dan reflek menelan Baik, Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) , ada BBLR : Perawatan kangguru Tidak Kelainan kongenital tidak ada

4. Riwayat Kesehatan Lingkungan


An. A tinggal di lingkungan rumah yang cukup ramai asri dan jauh dari kebisingan dimana
disekitar rumah masih banyak pohon – pohonan dan jauh dari

5. Riwayat Psikososial
Ny.N mengatakan dalam kesehariannya, An. A termasuk anak yang murung dan senang sendiri

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Pola pemenuhan nutrisi

1. Makan dan Minum

makanan biasa (nasi, lauk, sayur, tahu, tempe) Frekuensi : 3 x / hari satu porsi ,Air mineral
Frekuensi : 8 kali/ hari, Pola makan : teratur

2. Pola Tidur
Sebelum sakit : Keluarga mengatakan An. A biasanya tidur malam dari pukul 21.00 sampai
07.00 WIB, dan tidur siang dari pukul 11.00 sampai 13.00 WIB. Tidak ada Kebiasaan An. A
menjelang tidur.
Saat Sakit : Saat ini An. A susah tidur karena rewel dan gelisah

3. Pola aktifitas/ Latihan / OR/ Bermain/ Hobi


Sebelum Sakit : An. A lebih sering bermain sama orang tua dan sendiri.

Saat Sakit : An. A hanya terbaring di tempat tidur

b.Pola Kebersihan Diri


a. Mandi
Sebelum sakit : An. A mandi 2 x sehari memakai air dan sabun, dibantu oleh keluarga.
Saat Sakit : An. A tidak mandi menggunakan sabun saat di rumah sakit, hanya dilap dengan
handuk lembab dan pakaian selalu diganti jika sudah tampak kotor, dibantu oleh keluarga.
b. Oral Hygiene
Sebelum Sakit : An. A menggosok gigi 2x sehari dibantu keluarga

Saat Sakit : An.A tidak ada menggosok gigi

c. Cuci rambut
Sebelum Sakit : An. A biasanya keramas 1 x sehari yaitu pada sore hari menggunakan sampo
dibantu keluarga.
Saat Sakit : An. A belum ada keramas sejak masuk rumah sakit.

d. Berpakaian
An. A selalu dibantu untuk berpakaian oleh keluarganya baik sebelum maupun saat sakit.

c. Pola Eliminasi
a. Buang Air Besar (BAB)
Sebelum Sakit : An. A BAB 2 x sehari yaitu pagi dan sore hari, dengan warna kuning,
konsistensi padat, tidak ada keluhan saat BAB, dan dibantu oleh keluarga ke kamar mandi.

Sakit : Ny. N mengatakan anak sudah BAB tadi pagi, sebelumnya sudah tiga hari tidak ada BAB.
b. Buang Air Kecil (BAK)
Sebelum Sakit : An. A BAK + 6-7 x sehari dengan warna kuning jernih, An. A, tidak ada
keluhan saat BAK.
Saat Sakit : An. A memakai popok saat berada di rumah sakit. Frekuensi BAK sulit diketahui

7. Riwayat Perkembangan

Usia anak saat :

1. Berguling : 5 bulan

2. Duduk : 1 Tahun

3. Merangkak : 1,5 Tahun

4. Berdiri : 2 Tahun

5. Berjalan : 4 Tahun

6. Tersenyum pertama kali pada orang tua : 3 Bulan

7. Bicara pertama kali (satu kosa kata) : 3 Tahun hanya kosakata “mama papa”

8. Berpakaian tanpa Bantuan : 4 Tahun

Kesimpulan : An. A mengalami Keterlambatan

8. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15

b. Tanda Vital Suhu : 37 oC

RR : 27 x/m

HR : 88 x/m

d.Kepala Bentuk : Normal, Bersih, Lingkar kepala 29 cm, tidak ada benjolan , memiliki
rambut berwarna hitam, lebat, pertumbuhan rambut merata, karakteristik rambut keriting dan
tidak rapi.
e. Mata : Simetris, tidak ada Sklera, ikterik Konjungtiva tidak anemis, Reflek
cahaya positif ,Palbebra tidak edema

f. Hidung : Letak Pernapasan cuping hidung

g. Mulut : Kebersihan rongga mulut tidak bersih dan ada karies gigi

h. Telinga : Pendengaran Simetris, Bersih, Sejajar, kantus mata baik

i. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

j. Dada

- Toraks

Inspeksi : tidak ada tarikan dinding dada, pergerakan dinding dada saat inspirasi dan
eskpirasi sama

Auskultasi : bunyi nafas bronkovesikuler

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama Perkusi : Lingkar dada : 56 cm

- Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat

Auskultasi : irama jantung reguler

Palpasi : Iktus cordis teraba 2 jari medial midclavikula RIC V

k. Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi abdomen (-), tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : bising usus (+) Lingkar perut : 62 cm

l. Kulit

Turgor : Kembali cepat

Kelembaban : Lembab
Warna : Merah muda

m. Ekstremitas Atas

Lingkar lengan atas : 40

Capillary refill : < 3 dtk

kuku jari tangan tampak panjang dan kotor

n. Ekstremitas Bawah

kuku jari kaki tampak panjang dan kotor

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Kromosomal kariotipe

 Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas


 Terdapat beberapa kelainan kongenital

b. Elektro Ensefalogram (EEG)

 Kesulitan mengerti bahasa yang berat

c. Urin ketoacid

 Rambut yang mudah putus

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan sosial
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental
3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon
4. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan social
Rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa “ Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan sosial” yaitu:
1) Mendengar aktif,
2) Latihan memori
dengan kriteria hasil: Mengidentifikasi diri sendiri, mengidentifikasi tempat saat ini,
mengenali faktor resiko individu, mengenali kemampuan untuk merubah perilaku, memonitor
faktor risiko dilingkungan, memonitor faktor risiko individu, mengembangkan strategi yang
efektif dalam mengontrol risiko.

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental


Rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa “ defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental” yaitu:
1) Bantuan perawatan diri: Kebersihan,
2) Bantuan perawatan diri: berdandan,
3) Bantuan perawatan diri: pemberian makan,
dengan kriteria hasil : Makan, mandi, kebersihan, kebersihan, mulut

3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon


Rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa “gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan inkonsistensi respon “ yaitu
1) Bimbingan antisipatif,
2) Manajemen perilaku,
3) Dukungan pengasuhan,
4) Peningkatan perkembangan anak,
5) Latihan kontrol impuls,
6) Pendidikan orangtua: keluarga yang membesarkan anak,
dengan kriteria hasil : menunjukkan kreatifitas, menunjukkan kemampuan pada tingkat
mampu sesuai usia
4. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
Rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa “ risiko cidera berhubungan
dengan perubahan fungsi kognitif “ yaitu
1) Manajeman lingkungan: keselamatan,
2) Pencegahan jatuh,
dengan kriteria hasil : Aktivitas yang sesuai untuk tingkat usia perkembangan anak, strategi
untuk mencegah jatuh, strategi untuk mencegah kecelakaan bermain, surveilans area bermain
outdoor yang tepat, memilih mainan yang aman dan sesuai dengan usia, memberikan
pengawasan terkait peralatan di area bermain, monitor penggunaan olahraga dan alat rekreasi.

D. Implementasi

Tindakan keperawatan untuk diagnosa “Gangguan komunikasi verbal berhubungan


dengan hambatan individu dalam hubungan social”, yaitu: menjelaskan tujuan interaksi,
menunjukkan ketertarikan pada anak, memonitor perilaku An. A, mendorong anak untuk
mengekspresikan perasaan, meminta An. A untuk mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan
secara mandiri, memberikan pujian atas kemampuan An. A, menggunakan perilaku non verbal
untuk memfasilitasi komunikasi, menggunakan teknik diam dan mendengarkan saat An. W
mengekspresikan perasaan, memberikan umpan balik kepada anak, mengajarkan anak untuk
mencari bantuan dari orang lain ketika sangat membutuhkan, Melakukan terapi bermain games
bersama An. A dan peneliti, memberi pujian terhadap usaha anak, melakukan terapi bermain
cooperative play bersama An. A, Klien dan siswa kelas 4, memberikan latihan orientasi
mengenai, nama lengkap, nama panggilan, tanggal, dan tempat, memonitor perilaku anak selama
terapi, mengidentifikasi dan mengkoreksi kesalahan orientasi anak, meminta Anak untuk
mengulang kembali orientasi yang disampaikan oleh temannya, mendukung anak untuk
mengekspresikan diri saat melakukan terapi bermain dramatic play, memberikan latihan orientasi
mengenai, nama lengkap, nama panggilan, tanggal, dan tempat, melatih An. A membaca,
mengevaluasi latihan membaca, melatih Anak membaca.

Tindakan keperawatan untuk diagnosa “Defisit perawatan diri berhubungan dengan


gangguan psikologis retardasi mental”, yaitu ;mengidentifikasi defisit perawatan diri anak,
memonitor kebersihan kuku, sesuai dengan kemampuan merawat diri An. A, menginformasikan
kepada keluarga untuk mendukung kemandirian dengan membantu hanya ketika An. A tak
mampu melakukan perawatan diri, memonitor kemampuan perawatan diri secara mandiri An. A,
memberikan pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun dan 6 langkah cuci tangan pakai
sabun, mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan bersama keluarga dan An. A, menjelaskan
pentingnya menjaga kebersihan tubuh (mandi, keramas, menggosok gigi) secara mandiri kepada
An. A bersama keluarga, bersama dengan keluarga An. A memfasilitasi alat untuk mandi,
keramas, menyikat gigi, menjelaskan kembali kepada anak alat alat yang digunakan untuk
mandi, keramas, menyikat gigi, menjelaskan peraturan yang harus dipatuhi oleh An. A saat
mandi, keramas, menyikat gigi.

Tindakan keperawatan untuk diagnosa “Gangguan tumbuh kembang berhubungan


dengan inkonsistensi respon”, yaitu membangun hubungan saling percaya bersama keluarga dan
An. A, melakukan kontrak waktu, mengkaji riwayat tumbuh kembang anak, mengidentifikasi
faktorfaktor personal yang berdampak pada keberhasilan program pendidikan, mengkaji dengan
keluarga dalam rangka mendapatkan informasi mengenai kondisi kognisi dasar An. A, mengatur
batasan bersama An. A, mengkaji tingkat Penerimaan orangtua terkait dengan perannya untuk
menyediakan perawatan, berinteraksi personal dengan An. A, memberikan pendidikan kesehatan
kepada orang tua mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas intelektual,
mendiskusikan strategi dalam mengelola perilaku anak, memotivasi orang tua untuk mencoba
strategi berbeda dalam mengasuh anak, memonitor interaksi keluarga dengan An. A,
menggunakan suara bicara yang lembut dan rendah, menyediakan media dalam bentuk video
untuk melakukan demonstrasi 6 langkah cuci tangan.

Tindakan keperawatan untuk diagnosa “Risiko cidera berhubungan dengan perubahan


fungsi kognitif”, yaitu mengidentifikasi kebutuhan keamanan anak berdasarkan fungsi fisik dan
kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu, mengidentifikasi hal- hal yang membahayakan di
lingkungan anak, mengidentifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari anak yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan anak, mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh, mengkaji ulang riwayat jatuh bersama dengan anak dan keluarga,
mengidentifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi jatuh,
monitor gaya berjalan, memonitor lingkungan terhadap resiko terjadinya perubahan status
keselamatan An. A, memberikan edukasi kepada keluarga tentang lingkungan yang aman bagi
An. A, menjaga lingkungan aman sekitar An. A, memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan
risiko cedera.

E. Evaluasi

Hasil evaluasi dari diagnosa Gangguan komunikasi verbal berhubungan


dengan hambatan individu dalam hubungan sosial pada partisipan 1 setelah
dilakukan tindakan keperawatan 10 hari ditandai Guru mengatakan An M
sulit belajar membaca IQRA’, An M tampak kesulitan membaca dan
mengingat huruf IQRA’. Pada partisipan 2 setelah dilakukan tindakan
keperawatan 10 hari ditandai : Guru mengatakan An. W sulit belajar
membaca IQRA’ O: An. W tampak kesulitan membaca dan mengingat huruf
IQRA’

Hasil evaluasi dari diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan


dengan inkonsistensi respon pada partisipan 1 setelah dilakukan tindakan
keperawatan 10 hari pada An. M ditandai Guru An M mengatakan
kemampuan menulis dan berhitung masih harus di latih, An. M tampak
menulis secara mandiri An M tampak berhitung masih menggunakan alat
bantu dengan lidi. Pada partisipan 2 setelah dilakukan tindakan keperawatan
10 hari ditandai: Guru An. W mengatakan kemampuan menulis dan
berhitung masih harus di latih, An. W tampak menulis secara mandiri, An.
W tampak berhitung masih menggunakan alat bantu dengan lidi

Hasil evaluasi dari diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan


gangguan psikologis retardasi mental pada partisipan 1 setelah dilakukan
tindakan keperawatan 10 hari ditandai, Ny N mengatakan anak M dapat
melakukan dan menjadwalkan perawatan diri mandi, keramas, menyikat gigi
secara mandiri, Ny N mengatakan anak M dapat menyisir rambut sendiri
dengan rapi, Ny N mengatakan anak M dapat makan secara mandiri, Anak
M tampak bersih dan rapi, Anak M tampak bisa melakukan tatacara makan
dan minum. Pada partisipan 2 setelah dilakukan tindakan keperawatan 10
hari ditandai: Ny J mengatakan An. W dapat melakukan dan menjadwalkan
perawatan diri mandi, keramas, menyikat gigi secara mandiri, Ny J
mengatakan An. W dapat menyisir rambut sendiri dengan rapi, Ny J
mengatakan An. W dapat makan secara mandiri, An. W tampak bersih dan
rapi, An. W tampak bisa melakukan tatacara makan dan minum

Berdasarkan analisa peneliti evaluasi keperawatan pada anak retardasi


mental yang ditemukan pada kedua partisipan sama dengan teori. Pada
kedua partisipan perlu diberikan terapi dan stimulasi kognitf beserta latihan secara
mandiri terus menerus dengan sangat dibutuhkannya peran dari
keluarga dan lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai