Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas merupakan bagian dari anak
Indonesia yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah, masyarakat, dan
keluarga. Upaya perlindungan bagi anak dengan disabilitas sama halnya dengan anak
lainnya, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak agar mereka dapat hidup, tumbuh,
dan berkembang secara optimal, serta berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi asah, asih dan asuh yang dapat diperoleh
melalui upaya di bidang kesehatan maupun pendidikan dan sosial (Suryani dan Badi’ah).
Anak dengan masalah retardasi mental mempunyai keterbatasan kognitif maupun
sosial. Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah normal (IQ
sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang)
disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif: berbicara
dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan
sumber-sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).
Berdasarkan data yang didapatkan dalam Journal of Maternal Child Health (2017)
Hampir 83 juta penduduk dunia diperkirakan mengalami keterbelakangan mental (World
Health Organization , 2013). Sekitar seperempat dari kasus disebabkan oleh kelainan
genetik dan 5% dari kasus diwarisi dari orang tua. Sekitar 95 juta orang mengalami
disabilitas di tahun 2013 yang penyebabnya tidak diketahui (Global Burden of Disease
Study 2013 collaborators, 2015).
Dampak retardasi mental pada anak dapat dilihat dalam keterampilan gerak dan fisik
yang kurang sehat kesulitan dalam komunikasi kemampuan menolong diri sendiri,
bersosialisasi, berinteraksi dengan teman, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
perawatan diri kurangnya perasaan dirinya terhadap situasi dan keadaan disekelilingnya
untuk memenuhi kelemahan hal kemampuan motorik halusnya (Yuemi dan Mundakir,
2015). Dampak retardasi mental terhadap reaksi orang tua dalam Kamian Na’imah, dkk
(2017) adalah perasaaan shock, mengalami goncangan batin, terkejut dan kurang menerima
keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan anak dan stigma yang
melekat pada anak. Berbagai masalah yang dialami orang tua yang memiliki anak
tunagrahita bisa menurunkan happiness dalam hidupnya. Keluarga yang mempunyai
anak dengan retardasi mental akan memberikan perlindungan yang berlebihan pada
anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan
pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin bertambahnya umur
anak retardasi mental maka para orangtua harus mengadakan penyesuaian terutama dalam
pemenuhan anak sehari- hari (Mutaqqin, 2008).
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan sangat
individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga memerlukan perawatan
seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh
kembangnya (Soetjiningsih, 2012). Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi
anak semaksimal mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi
senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Perawat memberi intervensi berdasarkan rencana asuhan keperawatan untuk
mengimplementasikan tindakan keperawatan yang meningkatkan, mempertahankan,
mengembalikan kesejahteraan, mencegah penyakit, dan memfasilitasi rehabilitasi (O’brien,
dkk, 2014). Pendekatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi yang dapat diberikan
kepada anak dengan retardasi mental dalam Kamian Parendrawati, dkk (2015) adalah
dengan terapi bermain, terapi ini dilakukan dengan cara memberikan palajaran berhitung,
sosiodrama ataupun bermain jual beli. Berdasarkan Kamian Yuemi dan Mundakir (2015)
intervensi keperawatan yang dilakukan pada anak dengan retardasi mental yaitu terapi
okupasi: Diorama gambar. Salah satu intervensi keperawatan dalam Kamian Wulandari
(2016) pada keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental adalah terapi
psikoedukasi keluarga.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menerapkan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Retardasi Mental
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan
retardasi mental.
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan masalah keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
D. Manfaat
1. Manfaat Pengembangan Keilmuan
a. Penulis
Penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan anak pada anak dengan retardasi mental.
b. Bagi Jurusan Keperawatan STIKES Maharani Malang diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh mahasiswa padapenulisan mkalah
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Retardasi Mental


1. Defenisi Retardasi Mental
Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan keterbatasan signifikan
baik dalam fungsi intelektual maupun dalam perilaku adaptif (keterampilan sosial
dan praktis sehari-hari) sebelum usia 18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017).
Retardasi mental juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu: disabilitas kognitif,
disabilitas intelektual, disabilitas belajar (Betz dan Sowden, 2009), gangguan
mental, abuse (misal, moron, idiot, kretin, mongol) (Hull dan Johnston, 2008),
tunagrahita (Iswari dan Nurhastati, 2010), keterbelakangan mental (Utaminingsih,
2015), gangguan intelektual (Bernstein dan Shelov, 2017).
2. Penyebab Retardasi Mental
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Pada sebagian
besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui, hanya saja 25% kasus
yang memiliki penyebab spesifik.
Penyebab retardasi mental dibagi menjadi beberapa kelompok:
a. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
1) Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
2) Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
3) Cedera kepala yang berat
b. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
1) Rubella kongenitalis
2) Meningitis
3) Infeksi sitomegalovirus bawaan
4) Ensefalitis
5) Toksoplasmosis kongenitalis
6) Listeriosis
7) Infeksi HIV
c. Kelainan kromosom
1) Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindrom Down)
a) Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindrom Angelman,
sindrom Prader-Willi)
b) Translokasi kromosom dan sindrom cri du chat
2) Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
a) Galaktosemia
b) Penyakit Tay-Sachs
c) Fenilketonuria
d) Sindroma Hunter
e) Sindroma Hurler
f) Sindroma Sanfilippo
g) Leukodistrofi metakromatik
h) Adrenoleukodistrofi
i) Sindroma Lesch-Nyhan
j) Sindroma Rett
k) Sklerosis tuberosa
3) Metabolik
a) Sindroma Reye
b) Dehidrasi hipernatremik
c) Hipotiroid Kongenital
d) Hipoglikemia (diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik)
4) Keracunan
a) Pemakaian Alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
b) Keracunan metilmerkuri
c) Keracunan timah hitam
5) Gizi
a) Kwashiokor
b) Marasmus
c) Malnutrisi
6) Lingkungan
a) Kemiskinan
b) Status ekonomi rendah
c) Sindroma deprivasi (Utaminingsih, 2015)
3. Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi retardasi mental berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM IV) , dalam a Journey to child neurodevelopment:
Application in daily practice :
a. Retardasi mental ringan
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ) 50–55 sampai 70.
b. Retardasi mental sedang
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) 35-40 sampai 50-55
c. Retardasi mental berat
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) 20-25 sampai 35-40
d. Retardasi mental sangat berat
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) dibawah 20 atau 25
e. Retardasi mental dengan keparahan tidak ditentukan Jika terdapat kecurigaan
kuat adanya retardasi mental (Solek, 2010).

Ditinjau dari segi neurologi, ada beberapa penggolongan retardasi mental, antara lain :
1. Kelompok retardasi mental genetik
Contoh anak yang mengalami retardasi mental genetik seperti berikut ini :
a. Sindrom down. Ciri-cirinya adalah mata sipit, mata lebar, lipatan kelopak mata
atas lebih dalam, lidah tebal dan menonjol keluar mulut, jari tangan pendek,
telapak tangan lebar dan tebal.
b. Sindrom Turner. Ciri khasnya : leher pendek, badan pendek, dahi sempit, alat
kelamin tidak berkembang normal.
c. Klinerfer Sindrom. Cirinya: Bentuk luarnya lelaki, tetapi alat kelaminnya tidak
sempurna, buah dada membesar
d. Anof Talmus. Cirinya: tidak mempunyai bola mata, celah mata kecil (mikro
cephalis)
e. Kriptof Talmus. Cirinya: bibir sumbing, tanpa celah mata, langit- langit
bercelah, dada gepeng, jari-jari kaki dan tangan melekat satu sama lain
f. Tuberous Sklerosis. Cirinya: banyak terjadi pada laki- laki, adanya tumor
kelenjar minyak kulit (adeno masebasa), wajah berwarna kuning.
g. Sindrom Stueger-Werbur Demitri. Cirinya: membesarnya bola mata satu sisi,
sehingga sukar ditutup, dahi banyak ditumbuhi rambut juga disertai kelumpuhan
separuh anggota tubuh yang berlainan
2. Retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage)
Retardasi mental akibat kerusakan otak disebabkan oleh sisa radang dari otak,
perdarahan otak terutama waktu melahirkan, kurang cukupnya pemeliharaan
oksigen dan glukosa pada otak terutama pada bayi yang lahir belum cukup umur,
dan keracunan.
3. Retardasi mental fungsional
Retardasimental fungsional adalah anak- anak terbelakang mental karena adanya
gangguan hubungan pergaulan, gangguan dalam cara mengasuh atau faktor budaya.

Menurut Shapiro BK (2007), gejala klinis yang menyertai retardasi mental berdasarkan
umur antara lain:
a. Newborn : sindrom dismorfik, mikrosefali, disfungsi system organ mayor
b. Early infancy ( 2- 4 bulan): gagal berinteraksi dengan lingkungan, gangguan
penglihatan atau pendengaran
c. Later infancy ( 6- 18 bulan): keterlambatan motorik kasar
d. Toddlers ( 2- 3 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara
e. Preschool ( 3- 5 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara, masalah perilaku
termasuk kemampuan bermain, keterlambatan perkembangan moptorik halus,
menggunting, mewarnai, menggambar
f. School age ( > 5 tahun): kemampuan akademik kurang, masalah perilaku
(perhatian, kecemasan, nakal )
4. Pemeriksaan penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi mental
:
a. Kromosomal kariotipe
b. Elektro Ensefalogram (EEG)
c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat darah
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
5. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal, perinatal,
dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom (trisomi 21
[sindrom down], sindrom Fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot Duchenne,
neurofibromatosis [tipe-1] , dan gangguan metabolisme bawaan (fenilketonuria).
Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio
plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah neonatal termasuk
meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi-
kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan
demielinisasi. Sindrom Fragile X, sindrom down, dan sindrom alkohol janin terjadi
pada sepertiga dari kasus retardasi mental. Munculnya masalah-masalah terkait,
seperti paralisis serebral, defisit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang
berhubungan dengan retardasi mental yang lebih berat. Diagnosis retardasi mental
ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak. Prognosis jangka panjang pada
akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu tersebut dapat berfungsi secara
mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup mandiri, keterampilan sosial) (Betz
dan Sowden, 2009).
WOC
Faktor Pranatal Faktor Perinatal Faktor Pascanatal

Infeksi Trauma
Kelainan kromosom Abrupsio plasenta Infeksi
Kelainan genetik dan kelainan Diabetes maternal Keracunan
metabolik yang diturunkan Kelahiran prematur Lingkungan
Keracunan Metabolik
Gizi

Kerusakan pada fungsi otak

Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Keterlambatan Keterlambatan Keterlambatan Keterlambatan Keterlambatan


perkembangan motorik perkembangan motorik perkembangan perkembangan perkembangan
kasar halus bahasa sosial kognitif

Apraksia(tidak
Sulit berkonsentrasi Menunjukkan
Tidak mampu mandi/ mampu melakukan
Bingung Kontak mata perilaku tidak
mengenakan pakaian/ gerakan yang telah
Gelisah kurang sesuai anjuran
makan/ ke toilet/ dipelajari)
Perilaku berlebihan Perilaku tidak Bergantung pada
berhias secara mandiri Disleksia (gangguan
Perilaku tidak Konsisten sesuai usia orang lain
Minat melakukan membaca)
Tidak mampu Kurang responsif Sulit
perawatan diri kurang Sulit menyusun
melakukan keterampilan atau tertarik memahami
kalimat
atau perilaku khas usia pada orang lain komunikasi
Sulit
Tidak mampu
mengungkapkan
Anak mempelajari
kata- kata keterampilan baru
Tidak mampu
Defisit Anak Keluarga melakukan
Perawatan
kemampuan yang
Diri Gangguan dipelajari
1.Ansietas komunikasi sebelumnya
2.Kurang verbal
Gangguan pengetahuan
Tumbuh 3.Koping
Kembang keluarga tak
efektif Gangguan interaksi
sosial
Isolasi sosial

Ketidakberdayaan

Risiko cidera

(Mutaqqin, 2008, Utaminingsih, 2015, Betz dan Sowden, 2009, SDKI, 2016 )
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan
sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga
memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan
monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012)
 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk
membantu anak berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).

Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:

• Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] ,


haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
• Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
• Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
• Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
• Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang
sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun,
karena perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang
menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut. Dengan
demikian, perawat mengarahkan orang tua untuk memilih permainan
dan aktivitas olahraga yang sesuai.
Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang
sampai beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap
kesempatan untuk memperkenalkan anak kepada banyak suara,
pandangan, dan sensasi yang berbeda. Permainan yang sesuai meliputi
suara musik yang bergerak, mainan yang diisi, bermain air,
menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat bergoyang,
bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan. Anak
harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan
atau pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk
berkunjung kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung,
misalnya mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada
anakdalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan
anak diatas bahu orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya.
Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan
merupakan mainan air yang baik;yang mendorong permainan interaktif
dan dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan motoric,
misalnya keseimbangan, mengayun, menendan, dan melempar.
Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis kancing yang
berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan
frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar
memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami
gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt digunakan
untuk memungkinkan anak mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas
yang sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh,
koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan
anak (Wong, 2009).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan anak dengan masalah tumbuh kembang dapat
menggunakan indikator berikut :
a. Ditemukan adanya ketidakmampuan atau kesulitan melakukan tugas
perkembangan sesuai dengan kelompok usia dalam tahap pencapaian
tumbuh kembang.
b. Adanya perubahan pertumbuhan fisik (berat/ tinggi badan) yang tidak

sesuai dengan standar pencapaian tumbuh kembang.

c. Adanya perubahan perkembangan saraf yang tidak sesuai dengan tahapan


perkembangan, seperti gangguan motorik, bahasa, dan adaptasi sosial.
d. Adanya perubahan perkembangan perilaku, seperti hiperaktif, gangguan
belajar dan lain lain.
e. Adanya ketidakmauan atau ketidakmampuan melakukan perawatan diri
atau kontrol diri dalam beraktivitas sesuai dengan usianya.

Proses pengkajian bersifat komprehensif dalam lingkup yang berbasis


dimensi kebutuhan biofisik, psikososial, perilaku, dan pendidikan.
Pengkajian terdiri dari atas evaluasi komprehensif mengenai defisit dan
kekuatan yang berhubungan dengan keterampilan adaptif: komunikasi,
perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sumber- sumber di komunitas,
pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, pembentukan keterampilan bersantai dan rekreasional, dan
bekerja. Pengkajian mempertimbangkan pengaruh latar belakang kultural
dan bahasa, perhatian, dan kesukaan anak.
Pengkajian fisik meliputi pengukuran pertumbuhan (tinggi badan dan berat
badan yang diidentifikasi pada grafik pertumbuhan) dan evaluasi infeksi
saat ini, status masalah- msalah kongenital saat ini, fungsi tiroid,
perawatan gigi, ketajaman pendengaran dan penglihatan, masalah-
masalah nutrisi dan makan, dan masalah ortopedik. Pengkajian fisik juga
meliputi pemantauan kondisi sekunder yang berkaitan dengan diagnosis
spesifik, seperti memantau hipotiroidisme dan depresi pada orang yang
mengalami sindrom down.

Pengkajian Anak
1) Nama :
2) Umur : Umur untuk mengetahui dasar perkembangan anak.
3) Jenis kelamin
4) Anak ke
Jumlah anak yang banyak dalam keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi cukup, akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima. Belum ditambah lagi bila jarak
kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang lain teralu dekat
5) Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak- anak sedini
mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya
untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.
6) Penanggung jawab
a) Nama orang tua sebagai penanggung jawab.
b) Pendidikan Ayah/Ibu
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh
kembang anak karena dengan pendidikan yang lebih baik, maka
orangtua dapat menerima informasi tentang kesehatan anaknya
c) Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh
kembang anak karena orangtua dapat menyediakan segala
kebutuhan anak.
d) Alamat
Adanya alamat tempat tinggal akan memudahkan jika sewaktu-
waktu dibutuhkan untuk berbagai kepentingan. Maka dari itu,
oangtua sebaiknya mulai mengenalkan alamat tempat tingal mereka
kepada anak
7) Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu
Riwayat kesehatan anak masa lalu, berhubungan erat dengan riwayat
kesehatan ibu pada masa sebelum terjadinya kehamilan maupun saat
hamil. Dikarenakan, gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan
maupun sedang hamil
8) Riwayat Parental (Riwayat Kesehatan Ibu)
Riwayat Kesehatan Ibu berhubungan erat dengan terpenuhi atau
tidaknya gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang
hamil. Menghambat pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru
lahir, BBLR mudah terkena infeksi, abortus, dan lain-lain.
9) Riwayat Kelahiran
Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi, dari suhu sistem
yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya,
ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan
mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa
antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan,
merupakan masa awal dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya
tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat persalinan akan
berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat yang permanen.
10) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat
menularkan pada bayinya. Juga faktor genetik merupakan modal dasar
mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
11) Riwayat Tumbuh Kembang
Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang, dapat mendeteksi
berbagai hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga
dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, dan
sosial, juga menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh
kembang dan kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah
dan mencari penyebabnya
12) Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak terhindar dari penyakit-
penyakit tertentu yang bisa menyebabkan kecacatan dan kematian.
Dianjurkan anak sebelum umur 1 tahun sudah mendapat imunisasi
lengkap.
13) Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a) Nutrisi/Gizi
Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya seperti: protein, lemak, karbohidrat dan
mineral serta vitamin
b) Eliminasi BAB/BAK
Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. Usia
2,5- 3 tahun berhenti mengompol pada malam hari. Anak
perempuan lebih dulu berhenti mengompol , dicari penyebabnya.
Toilet training (latihan defekasi perlu dimulai, supaya evakuasi
sisa makanan dilakukan secara teratur, sehingga mempermudah
kelancaran pemberian makanan)
c) Istirahat dan tidur
Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahatnya.
Karena kegiatan fisiknya mulai meningkat, seperti bermain.
Namun kebutuhan tidur anak sebaiknya tetap dipenuhi antara 2
hingga 3 jam tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari
d) Olahraga dan Rekreasi
Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi dan mulai
perkembangan otot-otot
e) Personal Hygiene
Personal Hygiene menyangkut cara anak membersihkan diri.
Upaya ini dapat dilakukan anak dengan mandi 2x sehari, keramas
3x seminggu, potong kuku 1 kali seminggu, membersihkan mulut
dan gigi
f) Tanda-tanda vital
Tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan retardasi mental
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) , adalah sebagai
berikut:
a. Defisit perawatan diri
b. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan
fisik
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
d. Kesiapan peningkatan koping keluarga
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
f. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan
g. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
h. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi koqnitif
i. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial
j. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penurunan fungsi intelekual
3. Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Kaperawatan
1. Defisit a. Perawatan diri: a. Bantuan perawatan diri:
perawatan kebersihan Kebersihan
diri Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan 1. Pertimbangkan budaya
Definisi diharapkan perawatan anak saat mempromosikan
Ketiadaan atau diri: kebersihan secara aktivitas perawatan diri
kurangnya mandiri, dengan kriteria 2. Pertimbangkan usia anak
informasi hasil: saat mempromosikan
kognitif yang aktivitas perawatan diri
berkaitan 1. Mencuci tangan (5) 3. Tentukan jumlah dan tipe
dengan topik 2. Mempertahankan terkait dengan bantuan
tertentu kebersihan mulut (5) yang diperlukan
3. Memperhatikan kuku 4. Fasilitasi anak untuk
Gejala dan jari tangan (5) menggosok gigi dengan
Tanda Mayor 4. Memperhatikan kuku tepat
Objektif kaki (5) 5. Monitor kebersihan kuku,
1. Tidak mampu 5. Mempertahankan sesuai dengan kemampuan
mandi/ penampilan yang rapi merawat diri anak
mengenakan (5) 6. Monitor integritas kulit
pakaian/ 6. Mempertahankan anak
makan/ ke kebersihan tubuh (5) 8. Jaga ritual kebersihan
toilet/ berhias 7. Dukung orangtua/
secara mandiri Keterangan: keluarga berpartisipasi
2. Minat (5) : Tidak terganggu dalam ritual menjelang
melakukan tidur yang biasa dilakukan
perawatan diri c. Perawatan diri: dengan tepat
kurang makan 8. Berikan bantuan sampai
Setelah dilakukan anak benar- benar mampu
tindakan keperawatan merawat diri secara
diharapkan perawatan mandiri
diri:makan secara b. Bantuan perawatan diri:
mandiri, dengan kriteria pemberian makan
hasil: Tindakan keperawatan:
1. Posisikan anak dalam
1. Menggunakan alat posisi makan yang
makan (5) nyaman
2. Menaruh makanan 2. Dukung anak untuk makan
pada alat makan (5) di ruang makan
3. Menaruh makanan di 3. Berikan alat - alat yang
mulut (5) bisa memfasilitasi anak
4. Menghabiskan untuk makan sendiri
makanan (5) 4. Gunakan cangkir dengan
pegangan yang besar, jika
Keterangan: diperlukan
(5) : Tidak terganggu 5. Gunakan alat makan dan
gelas yang tidak mudah
pecah dan tidak berat,
sesuai kebutuhan
6. Berikan penanda sesering
mungkin dengan
pengawasan ketat, dengan
tepat.

2. Gangguan a. Perkembangan a. Bimbingan antisipatif


tumbuh anak: Usia Anak Tindakan keperawatan:
kembang Pertengahan 1. Bina hubungan saling
berhubungan Setelah dilakukan percaya
dengan efek tindakan keperawatan 2. Instruksikan klien
ketidakmamp diharapkan mengenal perilaku dan
uan fisik perkembangan anak: perkembangan dengan
usia anak pertengahan cara yang tepat
Definisi adekuat, dengan kriteria 3. Bantu klien memutuskan
Kondisi hasil: bagaimana masalah
individu 1. Bermain berkelompok dipecahkan
mengalami (4-5) 4. Bantu klien beradaptasi
gangguan 2. Mengembangkan dengan adanya perubahan
kemampuan persahabatan (4-5) peran
bertumbuh dan 3. Menunjukkan 5. Jadwalkan kunjungan
berkembang kreatifitas (4-5) terkait dengan
sesuai dengan 4. Menunjukkan perkembangan situasi dan
kelompok usia kemampuan pada strategi yang tepat
tingkat mampu di 6. Jadwalkan peninjauan
Gejala dan sekolah (4-5) kembali untuk
Tanda Mayor mengevaluasi keberhasilan
Objektif Keterangan: atau kebutuhan penguatan
1.Tidak (4) : Sering 7. Libatkan keluarga maupun
mampu menunjukkan orang orang terdekat klien
melakukan (5) : Secara Konsisten jika memungkinkan
keterampilan menunjukkan b. Manajemen perilaku
atau perilaku 1. Komunikasikan harapan
khas sesuai b. Perawatan diri: bahwa anak dapat tetap
usia Aktivitas Sehari- mengontrol perilakunya
2.Pertumbuhan hari 2. Konsultasikan dengan
fisik terganggu Setelah dilakukan keluarga dalam rangka
Gejala dan tindakan keperawatan mendapatkan informasi
Tanda Minor diharapkan perawatan mengenai kondisi kognisi
Objektif diri: aktivitas sehari- dasar anak
1.Tidak hari secara mandiri, 3. Atur batasan bersama anak
mampu dengan kriteria hasil: 4. Tahan diri dari mendebat
melakukan atau melakukan tawar
perawatan diri 1. Makan (5) menawar pada anak untuk
sesuai usia 2. Memakai baju (5) menetapkan batasan
2.Afek datar 3. Ke toilet (5) perilaku
3.Respon 4. Mandi (5) 5. Gunakan suara bicara
sosial lambat 5. Berpakaian (5) yang lembut dan rendah
4.Kontak mata 6. Kebersihan (5) 6. Jangan memojokkan anak
terbatas 7. Kebersihan mulut (5) 7. Hindari mendebat anak
5.Nafsu makan 8. Acuhkan perilaku yang
menurun Keterangan: tidak tepat
6.Lesu (5) : Tidak terganggu 9. Berikan penghargaan
apabila anak dapat
mengontrol diri.
c. modifikasi perilaku:
keterampilan sosial
1. Bantu anak mengidentifikasi
masalah dari kurangnya
keterampilan sosial
2. Dukung anak untuk
verbalisasi perasaannya
berkaitan dengan masalah
interpersonal
3. Bantu anak untuk
mengidentifikasi hasil
yang diinginkan dalam
suatu hubungan
interpersonal
4. Bantu anak untuk
mengidentifikasi
kemungkinan tindakan
dan konsekuensi dari
hubungan interpersonal/
sosialnya
5. Identifikasi keterampilan
sosial yang spesifik yang
akan menjadi fokus
latihan
6. Bantu anak untuk
mengidentifikasi langkah
langkah dalam berperilaku
dalam rangka mencapai
keterampilan sosial
7. Bantu anak bermain peran
dalam setiap langkah
berperilaku
8. Sediakan umpan balik
bagi anak jika mampu
menunjukkan kemampuan
keterampilan sosial yang
ditargetkan
d. dukungan pengasuhan
1. Mengkaji tingkat
penerimaan caregiver
terkait dengan perannya
untuk menyediakan
perawatan
2. Mengakui tingkat
ketergantungan anak
terhadap caregiver, sesuai
dengan kebutuhan
3. Membuat pernyataan
positif pada caregiver
terhadap upaya yang telah
dilakukan
4. Menyediakan dukungan
untuk pengambilan
keputusan caregiver
5. Monitor interaksi keluarga
dalam permasalahan
berkaitan dengan anak
6. Menyediakan informasi
mengenai anak sesuai
dengan apa yang menjadi
keinginan anak
7. Mengajarkan caregiver
mengenai pemberian
terapi bagi anak sesuai
dengan keinginan anak
8. Diskusikan mengenai
keterbatasan yang dimilki
caregiver kepada anak
9. Memberikan dukungan
kepada caregiver selama
anak menunjukkan
kemunduran
e. Peningkatan
perkembangan: anak
1. Bangun hubungan saling
percaya dengan anak
2. Lakukan interaksi personal
dengan anak
3. Identifikasi kebutuhan
unik setiap anak dan
tingkat kemampuan
adaptasi yang diperlukan
4. Bangun hubungan saling
percaya dengan orang tua
5. Ajarkan orang tua
mengenai tingkat
perkembangan normal dari
anak dan perilaku yang
berhubungan
6. Demonstrasikan kepada
orangtua mengenai
kegiatan yang mendukung
tumbuh kembang anak
7. Bantu integrasi anak
dengan kelompoknya
8. Yakinkan bahasa tubuh
sesuai dengan bahasa
verbal
9. Dukung anak untuk
berinteraksi dengan teman
temannya melalui
keterampilan bermain
peran
10. Sediakan aktivitas yang
mendukung interaksi
diantara anak anak
11. Dukung anak untuk
mengekspresikan diri
melalui penghargaaan
yang positif atau umpan
balik yang baik.
12. Peluk anak dan
nyamankan anak saat anak
merasa sedih
13. Bangun suasana yang
aman bagi anak untuk
belajar dan bereksplorasi
14. Ajarkan anak untuk
mencari bantuan dari
orang lain ketika anak
memang memerlukan
bantuan
15. Bantu anak untuk belajar
mandiri
16. Sediakan kesempatan
bermain puzzle
17. Ajarkan anak untuk
menuliskan nama/
mengenali huruf awalnya/
mengenali namanya,
sesuai kebutuhan
18. Rencanakan pembelajaran
dengan mendukung anak
menebak apa yang akan
terjadi dan berikan
kesempatan anak untuk
memberikan pilihan yang
memungkinkan, dan
sebagainya
19. Berikan kesempatan dan
mendukung aktivitas
motorik
20. Monitor pemberian
regimen pengobatan,
sesuai dengan kebutuhan
f. Latihan kontrol impuls
1. Pilih strategi pemecahan
masalah yang tepat sesuai
dengan tingkat
perkembangan anak dan
fungsi kognitif
2. Bantu anak untuk
mengidentifikasi masalah
atau situasi yang
membutuhkan tindakan
yang menguras pikiran
3. Ajari anak untuk
melakukan tindakan
“berhenti dan berfikir”
sebelum bertindak secara
impulsif
4. Bantu anak
mengidentifikasi akibat
dari suatu tindakan serta
keuntungan/ kerugiannya
5. Bantu anak untuk memilih
tindakan yang paling
menguntungkan
6. Bantu anak untuk
mengevaluasi hasil dari
serangkaian tindakan yang
sudah dilakukan
7. Beri dukungan positif
terhadap usaha yang
berhasil
8. Bantu anak untuk
mengevaluasi bagaimana
hasil yang tidak sesuai
bisa dihindari dengan
menggunakan pilihan
perilaku yang berbeda
g. Pendidikan orangtua:
Keluarga yang
membesarkan anak
1. Pahami hubungan antara
perilaku orang tua dan
tujuan yang sesuai dengan
usia anak
2. Rancang program
pendidikan yang
didadasarkan pada
kekuatan keluarga
3. Libatkan orang tua dalam
desain dan isi yang ada
dalam program pendidikan
4. Identifikasi factor-faktor
personal yang berdampak
pada keberhasilan
program pendidikan
(misalnya, nilai-nilai
budaya pengalaman
negatif dengan penyedia
layanan sosial, hambatn
bahasa, komitmen waktu,
masalah penjadwalan,
perjalanan dan kurangnya
minat)
5. Identifikasi adanya pemicu
stress keluarga (misalnya,
depresi orangtua,
kecanduan narkoba,
alkohol, kesadaran/
kecakapan berbahasa,
tingkat pendidikan yang
rendah, kekerasan dalam
rumah tangga, konflik
perkawinan, percampuran
keluarga setelah
perceraian, dan hukuman
yang berlebihan pada
anak-anak)
6. Identifikasi tugas
perkembangan atau tujuan
yang sesuai untuk anak
7. Identifikasi mekanisme
pertahanan yang
digunakan oleh sebagian
besar kelompok usia
8. Fasilitasi diskusi orangtua
terkait metode disiplin
yang ada, seleksi, dan
hasil yang diperoleh
9. Ajarkan orangtua
mengenai fisiologis,
emosional, dan
karakteristik perilaku
normal anak
10. Berikan sumber
informasi online, buku,
dan literatur yang
dirancang untuk
mengajarkan orangtua
mengenai pengasuhan
anak
11. Berikan orangtua bahan
bacaan dan materi lainnya
yang akan membantu
dalam melakukan peran
pengasuhan
12. Anjurkan orangtua
pentingnya diet seimbang,
makan tiga kali sehari, dan
makanan ringan bergizi
13. Tinjau masalah
keamanan dengan
orangtua
14. Diskusikan cara yang
dapat digunakan orangtua
untuk membantu anak
dalam mengelola
kemarahan
15. Bantu orangtua
mengidentifikasi kriteria
evaluasi untuk rawatan
sehari hari dan pengaturan
sekolah
16. Identifikasi dan
mengajarkan orangtua
mengenai cara
menggunakan berbagai
strategi dalam mengelola
perilaku anak
17. Motivasi orangtua untuk
mencoba strategi berbeda
dalam mengasuh anak
18. Gunakan teknik bermain
peran akan teknik
pengasuhan dan
keterampilan komunikasi
3 Ansietas a.Tingkat kecemasan: a. Bimbingan antisipatif
berhubungan Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
dengan tindakan keperawatan 1. Bina hubungan saling
ancaman diharapkan tingkat percaya
terhadap kecemasan berkurang, 2. Instruksikan klien
konsep diri dengan kriteria hasil: mengenal perilaku dan
1. Mengeluarkan rasa perkembangan dengan
Defenisi: marah secara cara yang tepat
Kondisi emosi berlebihan (4) 3. Bantu klien memutuskan
dan 2. Rasa takut bagaimana masalah
pengalaman disampaikan secara dipecahkan
subyektif lisan (4) 4. Bantu klien beradaptasi
individu 3. Rasa cemas yang dengan adanya perubahan
terhadap objek disampaikan secara peran
yang tidak lisan (4) 5. Jadwalkan kunjungan
jelas dan terkait dengan
spesifik akibat Keterangan: perkembangan situasi dan
antisipasi (3): Sedang strategi yang tepat
bahaya yang (4): Ringan 6. Jadwalkan peninjauan
memungkinka kembali untuk
n individu b. Tingkat mengevaluasi keberhasilan
melakukan kecemasan sosial : atau kebutuhan penguatan
tindakan untuk Setelah dilakukan 7. Libatkan keluarga maupun
menghadapi tindakan keperawatan orang orang terdekat klien
ancaman diharapkan tingkat jika memungkinkan
kecemasan sosial
Batasan berkurang, dengan b. Konseling
karakteristik kriteria hasil: Tindakan keperawatan:
: 1. Persepsi diri yang 1. Bangun hubungan
1)Merasa negatif pada terapeutik yang didasarkan
bingung keterampilan sosial pada [rasa] saling percaya
2)Merasa (4) dan saling menghormati
khawatir 2. Persepsi diri yang 2. Tunjukkan empati,
dengan akibat negatif terhadap kehangatan, dan ketulusan
dari kondisi penerimaan oleh 3. Tetapkan lama hubungan
yang dihadapi orang lain (4) konseling
3)Sulit 3. Takut berinteraksi 4. Tetapkan tujuan-tujuan
berkonsentrasi dengan orang yang 5. Gunakan teknik refleksi
4)Gelisah lebih unggul (5) dan klarifikasi untuk
5)Sulit tidur 4. Memperhatikan memfasilitasi ekspresi
6)Merasa tidak tentang penilaian yang menjadi perhatian
berdaya orang lain setelah 6. Minta anak untuk
7)Kontak mata pertemuan sosial (5) mengidentifikasi apa yang
buruk mereka bisa/tidak bisa
Keterangan: lakukan terkait dengan
(4): Ringan peristiwa yang terjadi
(5): Tidak ada 7. Tentukan bagaimana
c. Koping : perilaku keluarga
Setelah dilakukan mempengaruhi anak
tindakan keperawatan 8. Gunakan alat pengkajian
diharapkan manajemen (misalnya, kertas dan
koping meningkat, pensil, audiotape,
dengan kriteria hasil: videotape, latihan
1. Menyatakan perasaan interaksi dengan orang
akan kontrol diri (4) lain) untuk membantu
2. Menyatakan meningkatkan kesadaaran
penerimaan diri anak dan pengetahuan
terhadap situasi (4) konselor terhadap situasi,
3. Menyatakan butuh dengan cara yang tepat
bantuan (4) 9. Dukung pengembangan
keterampilan baru, dengan
Keterangan : tepat
(4) : Sering 10. Dukung penggantian
menunjukkan kebiasaan yang tidak
diinginkan dengan
d. Adaptasi terhadap kebiasaan yang diinginkan
Disabilitas fisik : c. Peningkatan Koping
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan 1. Dukung hubungan [anak]
diharapkan kemampuan dengan orang yang
beradaptasi terhadap memiliki ketertarikan dan
disabilitas fisik tujuan yang sama
meningkat, dengan 2. Bantu anak untuk
kriteria hasil: menyelesaikan masalah
1. Menyatakan secara dengan cara yang
lisan kemampuan kontruktif
untuk menyesuaikan 3. Berikan penilaian
terhadap disabilitas [kemampuan] penyesuaian
(4) anak terhadap perubahan-
2. Menyampaikan secara perubahan dalam citra
lisan penyesuaian tubuh, sesuai dengan
terhadap disabilitas indikasi
(4) 4. Berikan penilaian
3. Beradaptasi terhadap mengenai dampak dari
keterbatasan secara situasi kehidupan anak
fungsional (4) terhadap peran dan
4. Mengidentifikasi hubungan [yang ada]
rencana untuk 5. Dukung anak untuk
memenuhi aktivitas mengidentifikasikan
hidup harian (4) deskripsi yang realistis
terhadap adanya
Keterangan: perubahan dalam peran
(4) Sering dilakukan 6. Berikan penilaian
mengenai pemahaman
anak terhadap proses
penyakit
7. Berikan penilaian dan
diskusikan respon
alternatif terhadap situasi
[yang ada]
8. Gunakan pendekatan yang
tenang dan memberikan
jaminan
9. Berikan suasana
penerimaan
10. Sediakan informasi
aktual mengenai
diagnosis, penanganan,
dan prognosis
11. Sediakan anak pilihan-
pilihan yang realistis
mengenai aspek perawatan
12. Dukung sikap [anak]
terkait dengan harapan
yang realistis sebagai
upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
13. Evaluasi kemampuan
anak dalam membuat
keputusan
14. Cari jalan untuk
memahami perspektif
anak terhadap situasi yang
penuh stress
15. Tidak mendukung
pembuatan keputusan saat
anak berada pada situasi
stress yang berat
16. Dukung kemampuan
mengatasi situasi secara
berangsur- angsur
17. Dukung kesabaran dalam
mengembangkan suatu
hubungan
18. Dukung aktivitas-
aktivitas sosial dan
komunitas [agar bisa
dilakukan]
19. Dukung [kemampuan
dalam] penerimaan
terhadap keterbatasan
orang lain
20. Kenali latar belakang
budaya/spiritual anak
21. Dukung penggunaan
sumber-sumber spiritual,
jika diinginkan
22. Eksplorasi pencapaian
anak sebelumnya
23. Eksplorasi alasan anak
mengkritik diri
24. Konfrontasi terhadap
perasaan ambivalen anak
(kemarahan atau ditekan)
25. Tumbuhkan cara
penyaluran kemarahan dan
permusuhan yang
kontruktif
26. Bantu anak dalam
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
27. Dukung identifikasi nilai
hidup yang spesifik
28. Eksplorasi bersama anak
mengenai metode
sebelumnya pada saat
menghadapi maslaah
kehidupan
29. Mengenalkan anak pada
seseorang (atau kelompok)
yang telah berhasil
melewati pengalaman
yang sama
30. Dukung penggunaan
mekanisme defensif yang
tepat
31. Dukung verbalisasi
perasaan, persepsi dan
rasa takut
BAB III

A. Pengkajian
Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny N mengatakan An. M susah dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun
dengan kata-kata, sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan
senyuman, suka mengganggu adik adiknya, berbicara tidak jelas, An M tampak sering
tersenyum, susah berkatakata,msering ingin bermain, rambut tidak rapi, rongga mulut
kurang bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak panjang dan kotor,
kuku jari kaki tampak panjang dan kotor. An M mandi masih kurang bersih dan sering
bermain air ketika mandi. An M tidak menyadari akan keadaan bahaya. An. M memiliki
IQ : 50
Riwayat Kesehatan Dahulu
Ny N mengatakan melahirkan An M secara sectio caesaria, dikarenakan mengalami
plasenta previa. Ny N mengatakan An M tersenyum pertama kali pada usia 3 bulan,
berguling pada usia 5 bulan, duduk pada usia 1 tahun, merangkak pada usia1,5 tahun,
berdiri pada usia 2 tahun, bicara pertama kali pada usia 3 tahun dengan kata”mama, papa”,
berjalan pada umur 4 tahun, berpakaian tanpa bantuan 4 tahun. An M memiliki riwayat
jatuh pada umur 3 bulan. Setelah jatuh An. M menjadi kurang aktif dalam bergerak dan
mengalami keterlambatan perkembangan. Ny N membawa An. M pergi ke dokter
spesialis anak untuk diperiksa. An. M pada usia 2 tahun menjalani terapi motorik selama 5
bulan di RSUP Dr.M. Djamil. Selanjutnya terapi dilakukan di rumah selama 1 tahun. Pada
usia 5 tahun An M menjalani terapi bicara selama 2 bulan dan juga melakukan tes IQ,
didapatkan hasil tes IQ An M rendah. An M langsung dimasukkan ke SLB Kasih Ummi
pada tahun 2017 pada usia 7 tahun. An M mulai kembali aktif dan mencoba melakukan
personal hygiene secara mandiri ketika berada di kelas 3 yang berumur 9 tahun pada tahun
2020
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny N mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan perkembangan retardasi
mental seperti yang dialami An M
Lingkungan
Rumah Keluarga Bpk. A memiliki pagar rumah yang tidak terkunci, alat alat rumah tangga
tampak tidak rapi, peralatan belajar dan seragam sekolah An. M tampak berserakkan,
interaksi keluarga Bapak A dengan tetangga jarang dilakukan, Siswa SLB Kasih Ummi
tampak banyak yang berkuku panjang.
Pemeriksaan fisik
Cara berjalan An M tidak memiliki gangguan, rambut tampak tidak rapi, mata simetris,
Rongga mulut tidak bersih, terdapat karies, kuku jari tangan dan kuku jari kaki tampak
panjang dan kotor
Kebiasaan Sehari- hari
An. M mandi masih kurang bersih dan sering bermain air ketika mandi, An M bermain
bersama saudara di dalam rumah, sedangkan bermain bersama teman jika teman
berkunjung ke rumah An. M.
Status Sosial Ekonomi Keluarga
Bapak A merupakan Pegawai Negeri Sipil, dan ibu N merupakan Pegawai Negeri Sipil.
Pendapatan keluarga bapak A dalam sebulan ± Rp.10.000.000. Penghasilan
keluarga bapak A digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari
Harapan Keluarga
Keluarga Ny N mengharapkan An. M dapat merawat diri dan hidup secara mandiri

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan berupa data


subjektif dan data objektif. Berikut ini merupakan diagnosa keperawatan yang
ditegakkan oleh perawat
1. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
ditandai dengan Ny N mengatakan An M sulit berkonsentrasi, An M tampak ketika
keluar rumah tidak menyadari akan keadaan bahaya, kuku jari tangan dan kuku jari
kaki tampak panjang, rumah keluarga Ny.N memiliki pagar rumah yang tidak
terkunci, alat alat rumah tangga tampak tidak rapi, peralatan belajar dan seragam
sekolah An. M tampak berserakkan, Siswa SLB Kasih Ummi Kota Padang tampak
banyak berkuku panjang.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental
ditandai dengan Ny N mengatakan An M mandi masih kurang bersih dan sering
bermain air ketika mandi, An M tampak rambut tidak rapi, rongga mulut kurang
bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak panjang dan kotor,
kuku jari kaki tampak panjang dan kotor.
3. Kesiapan peningkatan koping keluarga
ditandai dengan Ny N berharap An M dapat merawat diri dan hidup secara mandiri
seperti orang normal pada umumnya, Nn N tampak antusias dalam melakukan
asuhan keperawatan pada An M di rumah
4. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon
ditandai dengan Ny N mengatakan An M mengalami keterlambatan perkembangan
dan kurang aktif semenjak jatuh pada usia 3 bulan, An. M tampak susah dalam
menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, sulit
berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan senyuman, berbicara
tidak jelas, IQ An. M: 50
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial
ditandai dengan Ny N mengatakan An. M susah dalam menyampaikan pendapat
baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, suka menanggapi orang dengan
senyuman, An M menanggapi pertanyaan dengan senyuman dan hanya menjawab
antara “iya” dan “tidak”
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Intervensi
1 Resiko cidera berhubungan dengan 1. Manajeman lingkungan:
perubahan fungsi kognitif keselamatan
2. Pencegahan jatuh
Kriteria hasil:
• Surveilans area bermain outdoor
yang tepat
• Aktivitas yang sesuai untuk
tingkat usia perkembangan anak
• Strategi untuk mencegah jatuh,
strategi untuk mencegah
kecelakaan bermain
• Memilih mainan yang aman dan
sesuai dengan usia
• Memberikan pengawasan terkait
peralatan di area bermain
• Monitor penggunaan olahraga
dan alat rekreasi
2 defisit perawatan diri berhubngan dengan 1. Bantuan perawatan diri:
gangguan psikologis retardasi mental Kebersihan
2. Bantuan perawatan diri:
berdandan
3. Bantuan perawatan diri:
pemberian makan
Kriteria hasil :
Makan, mandi, kebersihan, kebersihan,
mulut
3 Kesiapan peningkatan koping keluarga 1. Bimbingan antisipatif
2. peningkatan koping
3. peningkatan keterlibatan
keluarga
4. dukungan keluarga
Kriteria hasil:
melibatkan anggota keluarga dalam
pengambilan keputusan,
mengungkapkan perasaan dan emosi
secara terbuka diantara anggota
keluarga, merawat anggota keluarga
yang memiliki ketergantungan,
mengatur perilaku anggota keluarga,
keanekaragaman diantara anggota
keluarga, anggota keluarga bisa saling
mendukung pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, perilaku
anak yang normal, kebutuhan
psikologi, kebutuhan emosi, kebutuhan
stimulasi, kebutuhan untuk
bersosialisasi, kebutuhan spiritual,
kebutuhan bimbingan moral, metode
disiplin yang sesuai untuk usia
perkembangan,strategi komunikasi
yang efektif

4 Gangguan tumbuh kembang berhubungan 1. Bimbingan antisipatif


dengan inkonsistensi respon 2. Manajemen perilaku
3. Dukungan pengasuhan
4. Peningkatan perkembangan
anak
5. Latihan kontrol impuls
6. Pendidikan orangtua: keluarga
yang membesarkan anak
Kriteria hasil: menunjukkan
kreatifitas, menunjukkan kemampuan
pada tingkat mampu sesuai usia

5 Gangguan komunikasi verbal 1. Mendengar aktif


berhubungan dengan hambatan individu 2. Latihan memori
dalam hubungan sosial Kriteria hasil: Mengidentifikasi diri
sendiri, mengidentifikasi tempat saat
ini, mengenali faktor resiko individu,
mengenali kemampuan untuk merubah
perilaku, memonitor faktor risiko
dilingkungan, memonitor faktor risiko
individu, mengembangkan strategi
yang efektif dalam mengontrol risiko

D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Resiko cidera berhubungan dengan 1. Mengidentifikasi kebutuhan
perubahan fungsi kognitif keamanan anak berdasarkan
fungsi fisik dan kognitif serta
riwayat perilaku di masa lalu,
mengidentifikasi hal- hal yang
membahayakan di lingkungan
anak
2. Mengidentifikasi kekurangan
baik kognitif atau fisik dari anak
yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh pada lingkungan
anak
3. Mengidentifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi risiko
jatuh
4. Mengkaji ulang riwayat jatuh
bersama dengan anak dan
keluarga
5. Mengidentifikasi karakteristik
dari lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh,
monitor gaya berjalan,
memonitor lingkungan terhadap
resiko terjadinya perubahan
status keselamatan anak M
6. Memberikan edukasi kepada Ny
N tentang lingkungan yang aman
bagi anak M, menjaga
lingkungan aman sekitar anak M,
memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan risiko cedera.
2 Defisit perawatan diri berhubngan 1. Mengidentifikasi defisit
dengan gangguan psikologis retardasi perawatan diri anak, memonitor
mental kebersihan kuku, sesuai
dengan kemampuan merawat
diri anak M
2. Mengkaji kemampuan
perawatan diri anak M,
menginformasikan kepada Ny
N untuk mendukung
kemandirian dengan membantu
hanya ketika anak M tak
mampu melakukan perawatan
diri
3. Memonitor kemampuan
perawatan diri secara mandiri
anak M
• memberikan pendidikan
kesehatan cuci tangan pakai
sabun dan 6 langkah cuci
tangan pakai sabun
• mendemonstrasikan 6 langkah
cuci tangan bersama Ny N dan
anak M
4. Menjelaskan pentingnya
menjaga kebersihan tubuh
(mandi, keramas, menggosok
gigi) secara mandiri kepada
anak M bersama Ny N
5. Bersama Ny N memfasilitasi
alat untuk mandi, keramas,
menyikat gigi, menjelaskan
kembali kepada anak alat alat
yang digunakan untuk mandi,
keramas, menyikat gigi
6. Menjelaskan peraturan yang
harus dipatuhi oleh anak M saat
mandi, keramas, menyikat
gigi, bersama anak M
melakukan perawatan diri
mandi, keramas, menyikat gigi
7. Memberikan pujian untuk
kemampuan anak dalam
melakukan perawatan diri
mandi/keramas, menyikat gigi
8. Mengevaluasi perasaan anak
setelah melakukan perawatan
diri mandi, keramas, menyikat
gigi
9. Mengevaluasi perawatan diri
mandi, keramas, menyikat gigi
10. Mengevaluasi perasaan anak
setelah melakukan tindakan
3 Kesiapan peningkatan koping keluarga 1. Membangun hubungan pribadi
dengan anak dan anggota
keluarga yang akan terlibat
dalam perawatan
2. Mengidentifikasi kemampuan
anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan anak M
3. Mengidentifikasi harapan
anggota keluarga untuk anak,
monitor struktur dan peran
keluarga
4. Mengidentifikasi persepsi
anggota keluarga mengenai
situasi, peristiwa yang tidak
diinginkan, perasaan dan
perilaku anak M
5. Mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuan anak dengan
anggota keluarga,
mendengarkan kekhawatiran,
perasaan dan pertanyaan dari
keluarga
6. Mengidentifikasi sifat dukungan
spiritual bagi keluarga,
menghargai dan mendukung
mekanisme koping adaptif yang
digunakan keluarga, melibatkan
anggota keluarga dan anak
dalam membuat keputusan
terkait perawatan
7. Memberikan pendidikan
kesehatan kepada orang tua
mengenai cara berinteraksi
dengan penyandang disabilitas
intelektual
8. Mendorong Ny N dan anak M
serta anggota keluarga untuk
bersikap asertif dalam
berinteraksi, sesuai dengan
kondisi anak M
4 Gangguan tumbuh kembang berhubungan 1. Membangun hubungan saling
dengan inkonsistensi respon percaya bersama keluarga Ny N
dan anak M, melakukan kontrak
waktu, mengkaji riwayat
tumbuh kembang anak,
mengidentifikasi faktor-faktor
personal yang berdampak pada
keberhasilan program
pendidikan, mengkaji dengan
keluarga dalam rangka
mendapatkan informasi
mengenai kondisi kognisi dasar
anak M, mengatur batasan
bersama anak M
2. Mengkaji tingkat Penerimaan
orangtua terkait dengan
perannya untuk menyediakan
perawatan, berinteraksi personal
dengan anak M, memberikan
pendidikan kesehatan kepada
orang tua mengenai “cara
berinteraksi dengan penyandang
disabilitas intelektual”
3. Memberikan pujian kepada
anak M atas hasil usahanya,
mengajarkan anak untuk
mencari bantuan dari orang
lain ketika sangat
membutuhkan
4. melakukan terapi bermain
assosiative play bernyanyi
bersama An. M, An. N dan An.
F
5. melakukan terapi bermain:
dramatic play (bermain peran)
6. Mendukung anak untuk
mengekspresikan diri,
membantu anak belajar
berhitung dengan menggunakan
lidi.

5 Gangguan komunikasi verbal 1. Menunjukkan ketertarikan pada


berhubungan dengan hambatan individu anak M, berinteraksi personal
dalam hubungan sosial dengan anak M, memonitor perilaku
anak M, mendorong anak untuk
mengekspresikan perasaan,
mendengarkan anak M,
mengekspresikan perasaan,
memberikan pendidikan kesehatan
dan demonstrasi tentang 6 langkah
cuci tangan
2. Mendorong anak untuk
mengekspresikan perasaan,
meminta anak M untuk
mendemonstrasikan 6 langkah cuci
tangan secara mandiri
3. Memberikan pujian atas
kemampuan anak M
4. Mendorong An. M untuk
mengekspresikan perasaan setelah
melakukan perawatan diri,
menggunakan perilaku non verbal
untuk memfasilitasi komunikasi,
menggunakan teknik diam dan
mendengarkan saat anak
mengekspresikan perasaan
5. melakukan terapi bermain
assosiative play bernyanyi
bersama An. M, An. N dan An.
F , melakukan terapi bermain
cooperative play bersama An. M,
An. W dan siswa kelas 4
6. memberikan latihan orientasi
mengenai, nama lengkap, nama
panggilan, tanggal, dan tempat,
mengidentifikasi dan mengkoreksi
kesalahan orientasi anak, meminta
Anak untuk mengulang kembali
orientasi yang disampaikan oleh
temannya, melatih anak membaca,
mengevaluasi latihan membaca,
melatih anak membaca.
BAB IV

Pengkajian

Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang Kami temukan pada An. M susah
dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, sulit
berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan senyuman, suka
mengganggu adik adiknya, berbicara tidak jelas, mandi masih kurang bersih dan sering
bermain air ketika mandi, An M tidak menyadari akan keadaan bahaya. An. M
memiliki IQ : 50.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage).
Salah satu contoh retardasi mental kerusakan otak yaitu anak deteksio, dengan ciri-ciri
anak mengalami sukar untuk berbicara atau seseorang yang mampu berfikir tetapi tidak
mampu menuliskannya atau menyampaikan dengan kata- kata.
Menurut Solek dalam a journey to child neurodevelopment: Application in daily practice
(2010), klasifikasi retardasi mental sedang memiliki tingkat nilai kecerdasan atau IQ 35-
40 sampai 50-55.
Menurut Kami hasil pengkajian anak retardasi mental terhadap An. M sesuai dengan
teori. Anak retardasi mental memiliki gangguan kognitif, khususnya memiliki gangguan
perkembangan retardasi mental sedang, dengan memiliki IQ yang berkisar antara 35-40
sampai 50-55, serta memiliki keterbatasan lainnya seperti berbicara dan bahasa,
keterampilan merawat diri, keterampilan sosial.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu yang Kami temukan pada An. M mengalami
gangguan perkembangan setelah terjatuh pada usia 3 bulan sampai sekarang, Ny N telah
berusaha melakukan berbagai terapi pada anak M.

Kami berasumsi pada pengkajian kesehatan dahulu pada An M sesuai dengan teori,
yaitu mengalami retardasi mental kerusakan otak. Namun pada An M disebabkan oleh
riwayat jatuh yang dimiliki pada usia 3 bulan.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga An. M tidak memiliki riwayat keluarga
yang mengalami gangguan perkembangan.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu kelompok retardasi mental genetik. Retardasi
mental genetik adalah keterbelakangan mental akibat kelainan faktor keturunan.
Menurut Kami pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga yang ditemukan pada
keluarga An M tidak sesuai dengan teori yang ada, dikarenakan tidak ditemukannya
keturunan sebelumnya yang memiliki gangguan perkembangan. Serta pada data yang
ditemukan tidak adanya keturunan sebelumnya, gangguan kehamilan, dan perilaku
orang tua yang dapat menyebabkan resiko anak mengalami retardasi mental. bahwa
mulai mengalami gangguan perkembangan setelah memiliki riwayat jatuh pada usia 3
bulan.
Hasil pengkajian terhadap lingkungan sehari- hari pada An.M bertempat tinggal di
rumah memiliki pagar yang tidak terkunci, alat alat rumah tangga tampak tidak rapi,
peralatan belajar dan seragam sekolah An. M tampak berserakkan, interaksi keluarga
Bapak A dengan tetangga jarang dilakukan.
Menurut Padila (2012), kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima tugas
kesehatan keluarga, yaitu mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit,
menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat.
Berdasarkan hasil Kamian Wulandari, Nelvia dan Saputra (2020), anak retardasi mental
memiliki hambatan dalam kemampuan berfikir terkadang disertai dengan kelainan fisik.
Sehingga anak retardasi mental membutuhkan bantuan dari orang orang terdekatnya
untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri untuk berinteraksi dan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya maupun dengan teman temannya. Kemampuan sosialisasi
anak retardasi mental tidak hanya didapatkannya dalam lingkungan sekolah tetapi dalam
lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak. Dalam
lingkungan keluarga, orang tua perlu lebih banyak menggali informasi bagaimana dan
sejauh mana anak memiliki kemampuan sosialisasi.
Menurut Kami pada pengkajian lingkungan sehari- hari pada An M keluarga telah
berusaha untuk meningkatkan perkembangan anak dengan menfasilitasi kebutuhan yang
dimiliki oleh orang tua masing masing.
Pada An M terdapat lingkungan rumah yang dapat meningkatkan rasa aman bagi
keluarga dengan adanya pagar rumah, namun keluarga menunjang perkembangan anak
dengan adanya interaksi yang baik dengan tetangga sekitar rumah.
Hasil pemeriksaan fisik pada An. M tidak memiliki gangguan cara berjalan, rambut
tampak tidak rapi, Rongga mulut tidak bersih, terdapat karies, kuku jari tangan tampak
panjang dan kotor, kuku jari kaki tampak panjang dan kotor.
Berdasarkan hasil Kamian Wardani, Azza dan komarudin (2015), keterbatasan dalam
perawatan diri pada anak retardasi mental disebabkan keterbatasan pengembangan
motorik kasar dan motorik halus sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga
kebersihan diri dan kemampuan berhias diri secara mandiri.
Menurut Kami, hasil pemeriksaan fisik pada An.M terdapat ciri yang sesuai dengan
teori. Anak yang mengalami retardasi mental mengalami keterbatasan dalam perawatan
diri, sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga kebersihan diri dan kemampuan
berhias diri secara mandiri, seperti hasil pemeriksaan yang ditemukan pada An.M dan
An.W merupakan ciri ciri defisit perawatan diri.
Hasil pengkajian kebiasaaan sehari- hari pada An. M mandi masih kurang bersih den
sering bermain air ketika mandi, aktivitas bermain bersama saudara/ teman di dalam
rumah.
Berdasarkan hasil Kamian Muliana (2013), ada hubungan dukungan keluarga seperti
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional
terhadap kemandirian anak retardasi mental sedang yang mengalami keterbelakangan
intelegensi atau pikiran, yang mengakibatkan mereka memiliki kekurangan dalam
banyak hal yakni : kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan
menyesuaikan diri dengan masalah masalah dan situasi situasi kehidupan baru.
Hasil pengkajian status sosial ekonomi keluarga pada An. M termasuk kepada keluarga
yang mampu, pendapatan keluarga bapak A dalam sebulan ± Rp.6.500.000.
Menurut Suryani, pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan segala kebutuhan anak.
Menurut Liyana, Muhariati dan Rusilanti dalam jurnal kesejahteraan keluarga dan
pendidikan (2014), pola asuh belajar anak tunagrahita mampu didik berdasarkan status
ekonomi tinggi dan sedang memiliki tingkat komunikasi yang rendah terhadap anak,
sedangkan pola asuh belajar anak tunagrahita berdasarkan status ekonomi rendah
memiliki rasa kasih saying yang rendah terhadap anaknya.
Kami mengemukakan bahwa adanya pengaruh status ekonomi keluarga terhadap
perkembangan anak retardasi mental. Pada An. M dengan status ekonomi keluarga yang
tinggi, dimana keluarga selalu berupaya melakukan berbagai terapi untuk melakukan
stimulus perkembangan An.M.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang Kami temukan pada anak dengan retardasi mental pada
partisipan An. M 5 buah diagnosa Masalah keperawatan An. M
1) Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif,
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental,
3) Kesiapan peningkatan koping keluarga,
4) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon,
5) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial
Berdasarkan beberapa sumber buku Kami menemukan ada 5 diagnosa keperawatan
(Mutaqqin, 2008, Utaminingsih, 2015, Betz dan Sowden, 2009, SDKI, 2016) pada anak
yang mengalami retardasi mental, yaitu :
1) Defisit perawatan diri,
2) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik,
3)Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
4) Kesiapan peningkatan koping keluarga,
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif,
Analisa Kami terhadap diagnosa yang ditemukan pada An. M sama dengan teori yang
ada. Namun dalam diagnosa yang ada di teori, tidak semua diagnosa dapat ditegakkan.
Diagnosa yang diambil sesuai dengan data yang didapat.
Berdasarkan kasus yang Kami temukan, diagnosa utama yang Kami angkat untuk An.M
yaitu Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif pada An. M ditandai
dengan Ny N mengatakan An M sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka mengganggu
adik adiknya, An M tampak sering ingin bermain, ketika keluar rumah, tidak menyadari
akan keadaan bahaya.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Kami menemukan bahwa pada anak yang mengalami retardasi mental cendrung
memiliki resiko cidera. Pada kedua partisipan yang juga merupakan anak retardasi
mental, rentan mengalami resiko cedera dikarenakan, kurangnya kemampuan akan
keadaan bahaya bisa terjadi dikarenakan gangguan kognitif yang dimiliki oleh anak.
Sehingga perlu diawasi lingkungan dan aktivitas yang dilakukan anak setiap hari.
Diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi
mental pada An. M ditandai dengan Ny N mengatakan An M mandi masih kurang
bersih dan sering bermain air ketika mandi, An M tampak rambut tidak rapi, rongga
mulut kurang bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak panjang
dan kotor, kuku jari kaki tampak panjang dan kotor.
Berdasarkan hasil Kamian Wardani, Azza dan komarudin (2015), keterbatasan dalam
perawatan diri pada anak retardasi mental disebabkan keterbatasan pengembangan
motorik kasar dan motorik halus sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga
kebersihan diri dan kemampuan berhias diri secara mandiri.
Analisa Kami, anak retardasi mental juga mempunyai keterbatasan kemampuan untuk
merawat diri.
Diagnosa Kesiapan peningkatan koping keluarga pada An. M ditandai dengan Ny N
berharap An M dapat merawat diri dan hidup secara mandiri seperti orang normal pada
umumnya, Nn N tampak antusias dalam melakukan asuhan keperawatan pada An M di
rumah.
Menurut Praptono (2017), Pengasuhan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan
masalah yang dialami anak, sangat membutuhkan peran dari orang tua, keluarga, guru
sekolah, dan perawat. Pengasuhan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan
perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Masalah pada anak berkebutuhan
khusus yang sering terjadi antara lain tunarungu, tunagrahita (Retardasi mental) ,
tunanetra, tunadaksa, autisme.
Berdasarkan analisa Kami, untuk menunjang perkembangan anak retardasi mental,
sangat perlu adanya dukungan dan keterlibatan dari orang terdekat seperti keluarga,
guru dan lingkungan agar anak dapat hidup mandiri dan bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan serta dapat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon Kami
angkat menjadi diagnosa utama untuk An. M ditandai dengan Ny. N mengatakan An M
mengalami keterlambatan perkembangan dan kurang aktif semenjak jatuh pada usia 3
bulan, An. M tampak susah dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun
dengan kata- kata, sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan
senyuman, berbicara tidak jelas, IQ An. M: 50.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Analisa Kami anak yang mengalami retardasi mental mengalami gangguan
perkembangan ditandai dengan keterbatasan kemampuan berfikir, kesulitan dalam
berbicara dan berbahasa, keterampilan sosial, keterbatasan dalam pengarahan diri, dan
keterbatasan dalam belajar secara akademik.
Diagnosa Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial pada An. M ditandai dengan Ny N mengatakan An. M susah dalam
menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, suka
menanggapi orang dengan senyuman, An M menanggapi pertanyaan dengan senyuman
dan hanya menjawab antara “iya” dan “tidak”.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage).
Salah satu contoh retardasi mental kerusakan otak yaitu anak deteksio, dengan ciri-ciri
anak mengalami sukar untuk berbicara atau seseorang yang mampu berfikir tetapi tidak
mampu menuliskannya atau menyampaikan dengan kata- kata.
Analisa Kami, ditemukan adanya gangguan komunikasi verbal pada anak retardasi
mental sesuai dengan data dari An. M. Menurut Kami An. M termasuk pada retardasi
mental kerusakan otak, ditandai sukar berbicara, menulis dan mengekspresikan
perasaan.

Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang ditemukan


pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari Nursing Intervention
Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classifications (NOC).
Intervensi untuk diagnosa Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
1) Manajeman lingkungan: keselamatan,
2) Pencegahan jatuh Intervensi untuk diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan
dengan gangguan psikologis retardasi mental
1) Bantuan perawatan diri: Kebersihan,
2) Bantuan perawatan diri: berdandan,
3) Bantuan perawatan diri: pemberian makan.
Intervensi untuk diagnosa Kesiapan peningkatan koping keluarga
1) Bimbingan antisipatif,
2) peningkatan koping,
3) peningkatan keterlibatan keluarga,
4) dukungan keluarga
Intervensi untuk diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
inkonsistensi respon pada An. M yaitu
1) Bimbingan antisipatif,
2) Manajemen perilaku,
3) Dukungan pengasuhan,
4) Peningkatan perkembangan anak,
5) Latihan kontrol impuls,
6) Pendidikan orangtua: keluarga yang membesarkan anak.

Intervensi untuk diagnosa Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan


individu dalam hubungan sosial
1) Mendengar aktif,
2) Latihan memori
Berdasarkan analisa Kami intervensi yang di terapkan pada anak retardasi mental sama
dengan teori. Intervensi pada anak retardasi mental menggunakan konsep dasar
stimulasi kognitif pada anak dan keterlibatan keluarga dan orang sekitar lingkungan
anak.

Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan keluarga yang


berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber yang
dimiliki keluarga. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan keluarga dan
sumber yang dimiliki oleh keluarga. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada An. M
dilaksanakan dalam waktu yang sama. Pada An. M asuhan atau pelaksanaan tindakan
keperawatan dilaksanakan mulai tanggal 28 Maret 2020 sampai dengan tanggal 6 April
2020.
Tindakan keperawatan untuk diagnosa Risiko cidera berhubungan dengan perubahan
fungsi kognitif yaitu mengidentifikasi kebutuhan keamanan anak berdasarkan fungsi
fisik dan kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu, mengidentifikasi hal- hal yang
membahayakan di lingkungan anak, mengidentifikasi kekurangan baik kognitif atau
fisik dari anak yang mungkin meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan anak,
mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh, mengkaji ulang
riwayat jatuh bersama dengan anak dan keluarga, mengidentifikasi karakteristik dari
lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi jatuh, monitor gaya berjalan,
memonitor lingkungan terhadap resiko terjadinya perubahan status keselamatan anak M,
memberikan edukasi kepada Ny N tentang lingkungan yang aman bagi anak M, menjaga
lingkungan aman sekitar anak M, memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
cedera.
Berdasarkan analisa Kami implementasi pada resiko cedera pada anak sesuai dengan
teori. Pada anak yang mengalami retardasi mental perlu selalu diperhatikan kegiatan dan
lingkungan sekitarnya. Dikarenakan pada anak retardasi mental selalu mempunyai
resiko cedera berkaitan dengan keadaan kognitifnya.
Tindakan keperawatan untuk diagnosa Kesiapan peningkatan koping keluarga
membangun hubungan pribadi dengan anak dan anggota keluarga yang akan terlibat
dalam perawatan, mengidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan anak M, mengidentifikasi harapan anggota keluarga untuk anak, monitor
struktur dan peran keluarga, mengidentifikasi persepsi anggota keluarga mengenai
situasi, peristiwa yang tidak diinginkan, perasaan dan perilaku anak M,
mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan anak dengan anggota keluarga,
mendengarkan kekhawatiran, perasaan dan pertanyaan dari keluarga, mengidentifikasi
sifat dukungan spiritual bagi keluarga, menghargai dan mendukung mekanisme koping
adaptif yang digunakan keluarga, melibatkan anggota keluarga dan anak dalam
membuat keputusan terkait perawatan, memberikan pendidikan kesehatan kepada orang
tua mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas intelektual , mendorong
Ny N dan anak M serta anggota keluarga untuk bersikap asertif dalam berinteraksi,
mndorong Ny N untuk fokus pada setiap aspek positif dari situasi anak M,
mendiskusikan bersama Ny N jenis perawatan dirumah yang sesuai dengan kondisi anak
M, melakukan kontrak waktu pertemuan selanjutnya, melakukan demonstrasi 6 langkah
cuci tangan bersama Ny N, anak M dan adik adiknya, evaluasi kemampuan anak M
bersama keluarga dalam mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan, memberikan pujian
kepada Anak M mengulang 6 langkah cuci tangan, memonitor keterlibatan anggota
keluarga dalam demonstrasi 6 langkah cuci tangan, mendiskusikan jenis perawatan di
rumah bersama Ny N dan An M, membantu keluarga untuk mendapatkan pengetahuan,
keterampilan dan alat yang diperlukan untuk mendukung keputusan terhadap perawatan
anak, bersama Ny N memfasilitasi perawatan An M di rumah, mengevaluasi
kemampuan An M dan perasaan setelah dilakukan perawatan diri bersama Ny N,
mengevaluasi kemampuan An M dan perasaan setelah dilakukan perawatan diri bersama
Ny N pada pertemuan sebelumnya, menyediakan Ny N dan An. M pilihan pilihan yang
raelistis mengenai aspek perawatan, memberi dukungan terhadap sikap anak M terkait
dengan harapan yang realistis sebagai upaya untuk mengatasi perassaan
ketidakberdayaan pada An.M bersama Ny N, menjadwalkan peninjauan kembali untuk
mengevaluasi keberhasilan atau kebutuhan penguatan pada keluarga.
Tindakan keperawatan untuk diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan
dengan inkonsistensi respon yaitu membangun hubungan saling percaya bersama
keluarga Ny N dan anak M, melakukan kontrak waktu, mengkaji riwayat tumbuh
kembang anak, mengidentifikasi faktor- faktor personal yang berdampak pada
keberhasilan program pendidikan, mengkaji dengan keluarga dalam rangka
mendapatkan informasi mengenai kondisi kognisi dasar anak M, mengatur batasan
bersama anak M, mengkaji tingkat Penerimaan orangtua terkait dengan perannya untuk
menyediakan perawatan, berinteraksi personal dengan anak M, memberikan pendidikan
kesehatan kepada orang tua mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas
intelektual, mendiskusikan strategi dalam mengelola perilaku anak, memotivasi orang
tua untuk mencoba strategi berbeda dalam mengasuh anak, memonitor interaksi
keluarga dengan anak M, menggunakan suara bicara yang lembut dan rendah,
menyediakan media dalam bentuk video untuk melakukan demonstrasi 6 langkah cuci
tangan, melakukan demonstrasi 6 langkah cuci tangan bersama Ny N dan anak M
beserta saudaranya sambil bernyanyi, meminta anak M untuk mendemonstrasikan 6
langkah cuci tangan secara mandiri sambil diiringi dengan bernyanyi, menyediakan
kertas bergambar beserta ilustrasi gambar dan pewarna bersama Ny N, membantu dan
mendorong anak M memilih pewarna yang di pakai untuk gambar sesuai dengan
ilustrasi secara mandiri, mengevaluasi hasil mewarnai anak M bersama Ny N,
memberikan pujian kepada anak M atas hasil usahanya, mengajarkan anak untuk
mencari bantuan dari orang lain ketika sangat membutuhkan, melakukan terapi
bermain assosiative play bernyanyi bersama An. M, An. N dan An. F, mengajari anak
untuk melakukan tindakan “berhenti dan berfikir” sebelum bertindak secara impulsif,
bantu anak memilih tindakan yang paling menguntungkan, membantu anak menulis
sebuah kalimat secara mandiri, membantu anak mengidentifikasi hasil yang diinginkan
dalam suatu hubungan interpersonal berteman, melakukan terapi bermain : dramatic
play (bermain peran), Mendukung anak untuk mengekspresikan diri, membantu anak
belajar berhitung dengan menggunakan lidi.
Menurut Soetjiningsih (2012) Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat
multi dimensional dan sangat individual.
Analisa Kami terhadap implementasi pada anak retardasi mental sama dengan teori.
Pada partisipan 1 terapi bermain yang dilakukan pada saat di rumah menggunakan .
Sedangkan pada partisipan 2 terapi bermain games.
Menurut Soetjiningsih (2012) Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat
multi dimensional dan sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental
juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan
monitoring terhadap tumbuh kembangnya .
Menurut Utaminingsih (2015), tujuan penatalaksanaan untuk anak dengan retardasi
mental adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin Sedini mungkin
diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan
kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Analisa Kami terhadap implementasi keperawatan yang dilakukan pada anak retardasi
mental sesuai dengan teori. Tujuan implementasi anak retardasi mental adalah
mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin supaya dapat membantu anak
berfungsi senormal mungkin serta dalam perawatan anak retardasi mental juga harus
dilakukan monitoring tumbuh kembangnya.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi keperawatan


dilaksanakan selama 10 hari melakasanakan asuhan keperawatan.
Hasil evaluasi dari diagnosa Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi
kognitif pada An. M setelah dilakukan tindakan keperawatan 10 hari ditandai: Ny N
meminta agar ikut membantu menutup dan mengunci pagar rumah jika ada anggota
keluarga keluar dan masuk rumah, Guru SLB meminta agar menutup pagar sekolah jika
ada yang keluar masuk, Guru SLB meminta mengawasi anak anak agar tidak bermain
dengan berlebihan, Pagar rumah Ny N tampak tidak terkunci, Pagar SLB tampak sering
terbuka,Siswa siswa di SLB tampak bermain dengan berlebihan.
Hasil evaluasi dari diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
psikologis retardasi mental pada An. M setelah dilakukan tindakan keperawatan 10 hari
ditandai, Ny N mengatakan anak M dapat melakukan dan menjadwalkan perawatan diri
mandi, keramas, menyikat gigi secara mandiri, Ny N mengatakan anak M dapat
menyisir rambut sendiri dengan rapi, Ny N mengatakan anak M dapat makan secara
mandiri, Anak M tampak bersih dan rapi, Anak M tampak bisa melakukan tatacara
makan dan minum.
Hasil evaluasi dari diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
inkonsistensi respon pada An. M setelah dilakukan tindakan keperawatan 10 hari pada
An. M ditandai Guru An M mengatakan kemampuan menulis dan berhitung masih harus
di latih, An. M tampak menulis secara mandiri An M tampak berhitung masih
menggunakan alat bantu dengan lidi.
Hasil evaluasi dari diagnosa Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
hambatan individu dalam hubungan sosial pada An. M setelah dilakukan tindakan
keperawatan 10 hari ditandai Guru mengatakan An M sulit belajar membaca IQRA’, An
M tampak kesulitan membaca dan mengingat huruf IQRA’.
Menurut Soetjiningsih (2012) Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat
multi dimensional dan sangat individual.
Menurut Utaminingsih (2015), tujuan penatalaksanaan untuk anak dengan retardasi
mental adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin Sedini mungkin
diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan
kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Berdasarkan analisa Kami evaluasi keperawatan pada anak retardasi mental yang
ditemukan An. M sama dengan teori. Pada An. M perlu diberikan terapi dan stimulasi
kognitf beserta latihan
secara mandiri terus menerus dengan sangat dibutuhkannya peran dari keluarga dan
lingkungan sekitar.
39

BAB V PENUTUP

Berdasarkan hasil Kamian asuhan keperawatan pada partisipan 1 An.M dengan retardasi
mental dengan retardasi mental sedang di SLB Kasih Ummi, Kami dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian pada An.M didapatkan anak memiliki IQ 50, serta memiliki
keterbatasan lainnya seperti berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri,
keterampilan sosial .
2. Hasil pengkajian dan analisa data terdapat 5 diagnosa yang muncul pada An. M , yaitu:
Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif, Gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon, Kesiapan peningkatan koping
keluarga, Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis
retardasi mental.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada
An.M yaitu bimbingan antisipatif, manajemen perilaku, dukungan pengasuhan,
peningkatan perkembangan: anak, latihan kontrol impuls, pendidikan orangtua: keluarga
yang membesarkan anak, peningkatan koping, peningkatan keterlibatan keluarga,
dukungan kelurga, mendengar aktif, latihan memori, bantuan perawatan diri,
manajemen lingkungan: keselamatan, pencegahan jatuh.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 28 Maret- 6 April 2020. Sebagian
besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada implementasi
keperawatan.
5. Evaluasi tindakkan keperawatan yang dilakukan selama sepuluh hari dalam bentuk
SOAP. Diagnosa keperawatan pada An.M yaitu Risiko cidera berhubungan dengan
perubahan fungsi kognitif teratasi sebagian pada hari ke sepuluh, Gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon teratasi sebagian pada hari ke
sepuluh, Kesiapan peningkatan koping keluarga teratasi pada hari ke sembilan,
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan
sosial, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental
teratasi sebagian pada hari ke sepuluh, Risiko cidera berhubungan dengan perubahan
fungsi kognitif teratasi sebagian pada hari ke sepuluh.
40
B. Saran
1. Bagi SLB Kasih Ummi
Saran Kami kepada pihak sekolah agar lebih menyediakan fasilitas dalam melakukan
terapi bermain pada anak dalam usaha meningkatkan fungsi kognitif dan adaptasi sosial
sesuai dengan perkembangan pada usia sekolah serta memperhatikan fasilitas untuk
mencegah terjadinya resiko cedera pada anak retardasi mental seperti kecelakaan saat
bermain dan kecelakaan lalu lintas di depan sekolah.

2. Keluarga
Saran Kami bagi keluarga agar lebih memperhatikan kebutuhan dalam meningkatkan
perkembangan anak seperti: alat permainan yang dapat meningkatkan kemampuan
personal sosial, motorik halus, motorik kasar, bahasa dan perlu adanya kerjasama antar
anggota keluarga serta menfasilitasi kegiatan dan lingkungan sekitar anak yang dapat
meningkatkan perkembangan anak, sehingga anak dapat hidup mandiri dan berperan di
masyarakat.

3. Mahasiswa selanjutnya
Saran untuk mahasiswa selanjutnya agar lebih dapat memperhatikan masalah yang
dialami anak dengan retardasi mental khususnya dalam perkembangannya meliputi
kemampuan personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, motorik kasar dan mampu
bekerja sama dengan baik dengan keluarga dan guru agar implementasi keperawatan
yang dijalankan dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. & Kliegman. R. M. 2010. Nelson Esiensi Pediatri Edisi 4.


Jakarta: EGC
Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.
Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC),
6th edition. United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. 2017. Jumlah Anak
Berkebutuhan Khusus Sumatera Barat Tahun 2017. Padang: Dinas
Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Jakarta: Salemba Medika.
Hull, David & Johnston, D. I. 2008. Dasar- Dasar Pediatri Edisi 3.
Jakarta: EGC
Iswari, Mega & Nurhastuti. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar
(Dasar- dasar Ilmu Faal dan Saraf untuk PLS). Padang: UNP Press
Liyana, Nina, Muhariati, Metty & Rusilanti. (2014). Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan. Perbandingan pola asuh belajar anak tunagrahita mampu
didik berdasarkan status ekonomi orang tua. 20 juni 2020.
http://scholar.google.com.pe/citations?user=GEdLYt4AAAAJ&hl=es
Moohead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.
United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
Muliana. (2013). Hubungan dukungan keluarga terhadap kemandirian anak
retardasi mental sedang di SLB Negeri tingkat Pembina Provinsi
Sulawesi Selatan Makasar. 20 juni 2020
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3172/1/mulianan.pdf&sa=U&ved
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Na’imah Tri, Nur’aeni & Septiningsih, Dyah Siti. (2017). Jurnal psikologi
undip. Orientasi happiness pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita
ringan. 22 Desember 2017 https://google.co.id/search/client=ucweb-b-
bookmark&q=Jurnal+dampak+retardasi+mental+2017&oq=jurnal+dampa
k+retardasi+mental+2017&aqs=mobile-gws-lite
Notoadmodjo, soekidjo. 2010. Metodologi Kamian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika
Padila. 2012. Buku ajar: keperawatan medikal bedah . Yogyakarta: Nuha Medika
Perendrawati, dkk. 2015. Pengaruh Terapi Sosiodrama Terhadap Keterampilan
Komunikasi Non Verbal Pada Anak Retardasi Mental Ringan Di SLB X
Kota Cirebon. 26 Desember 2017.
https://www.google.co.id/search?client=ucweb-b-bookmark&q=Jurnal+pen
atalaksanaan+keperawatan+retardasi+mental+2015&oq=Jurnal+penatalaks
a naan+keperawatan+retardasi+mental+2015&aqs=mobile-gws-lite
Perry & Potter 2009. Fundamental keperawatan. Jakarta: Selemba Medika
Praptono, dkk. 2017. Anak Berkebutuhan Khusus SPIRIT Edisi 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Journal of Maternal and Child Health. 2017. Factor Affecting the Occurrence of
Mental Disability in Ponorogo District, East Java. 3 Januari 2020
http://www.thejmch.com/index.php?journal=thejmch&page=article&op=do
wnload&path%5B%5D=62path%5B%5D=67
Sari, S. P. (2017). Jempol Mahasiswa Rancangan Program Tingkatkan Motorik
Halus Anak Tunagrahita. 14 Desember 2017.
https://news.okezone.com/read/2017/08/25/65/1762937/jempol-mahasiswa-
rancang-program-tingkatkan-motorik-halus-anak-tunagrahita
SDKI. 2016. Definisi dan indikator diagnostik 2016-2017 edisi 1 . Jakarta: Tim
Pokja SDKI DPP PPNI
Sekolah Luar Biasa Kasih Ummi Kota Padang. 2017. Data Siswa SLB Kasih
Ummi Kota Padang 2017. Padang: SLB Kasih Ummi
Soetjiningsih, Ranuh Gde. 2016. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2014. Metode Kamian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D .
Bandung: Alfabeta
Suryani, Eko & Badi’ah, Atik. Katalog Dalam Terbitan. Asuhan Keperawatan
Anak Sehat & Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016. Tentang Penyandang
Disabilitas.14 Desember 2017. http://www.kemendagri.go.id/media/docu
ments/2016/05/11/u/u/uu_nomor8_tahun_2016.pdf
Utaminingsih, W. R. 2015. Menjadi Dokter Bagi Anak Anda Mengenali &
Mencegah Sedini Mungkin Serangan Penyakit & Gangguan
Kesehatan pada Anak. Yogyakarta: Cakrawala ilmu
WHO. 2013. Disability In the South East Asian Region. Geneva: WHO.
Wong, D.L, dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Wardani, Retno Hamidah, Azza, Awatiful & Komarudin. (2015). Jurnal
Keperawatan Fikes Umj. Pengaruh terapi generalis defisit perawatan diri
terhadap kemandirian perawatan diri anak retardasi mental di SDLB-C TPA
Kabupaten Jember. 20 juni 2020.
http://digilib.unmuhjember.ac.id/download.php?id=3372
Wulandari, Dwi, Nelvia & Saputra, Dwi. (2020). Jurnal Keperawatan Silampari.
Pengaruh permainan puzzle terhadap kemampuan beradaptasi sosial siswa
retardasi mental. 20 juni 2020
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/download/80/56
Wulandari, Rany Agustin, Soeharto, Setyawati & Setyoadi. (2016). Jurnal ilmu
keperawatan. Pengaruh terapi psikoedukasi keluarga terhadap harga diri
rendah dan beban keluarga dengan anak retardasi mental. 26 Desember
2017
http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/download/97/130 .
Yuemi, Citra Praha, Mundakir.2015. Terapi Okupasi: Diorama Gambar Terhadap
Kemampuan Motorik Halus pada Anak Retardasi Mental Ringan.26
Desember 2017.
http://fik.um-surabaya.ac.id/sites/default/files/Artikel%209_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai