PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas merupakan bagian dari anak
Indonesia yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah, masyarakat, dan
keluarga. Upaya perlindungan bagi anak dengan disabilitas sama halnya dengan anak
lainnya, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak agar mereka dapat hidup, tumbuh,
dan berkembang secara optimal, serta berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi asah, asih dan asuh yang dapat diperoleh
melalui upaya di bidang kesehatan maupun pendidikan dan sosial (Suryani dan Badi’ah).
Anak dengan masalah retardasi mental mempunyai keterbatasan kognitif maupun
sosial. Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah normal (IQ
sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang)
disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif: berbicara
dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan
sumber-sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).
Berdasarkan data yang didapatkan dalam Journal of Maternal Child Health (2017)
Hampir 83 juta penduduk dunia diperkirakan mengalami keterbelakangan mental (World
Health Organization , 2013). Sekitar seperempat dari kasus disebabkan oleh kelainan
genetik dan 5% dari kasus diwarisi dari orang tua. Sekitar 95 juta orang mengalami
disabilitas di tahun 2013 yang penyebabnya tidak diketahui (Global Burden of Disease
Study 2013 collaborators, 2015).
Dampak retardasi mental pada anak dapat dilihat dalam keterampilan gerak dan fisik
yang kurang sehat kesulitan dalam komunikasi kemampuan menolong diri sendiri,
bersosialisasi, berinteraksi dengan teman, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
perawatan diri kurangnya perasaan dirinya terhadap situasi dan keadaan disekelilingnya
untuk memenuhi kelemahan hal kemampuan motorik halusnya (Yuemi dan Mundakir,
2015). Dampak retardasi mental terhadap reaksi orang tua dalam Kamian Na’imah, dkk
(2017) adalah perasaaan shock, mengalami goncangan batin, terkejut dan kurang menerima
keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan anak dan stigma yang
melekat pada anak. Berbagai masalah yang dialami orang tua yang memiliki anak
tunagrahita bisa menurunkan happiness dalam hidupnya. Keluarga yang mempunyai
anak dengan retardasi mental akan memberikan perlindungan yang berlebihan pada
anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan
pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin bertambahnya umur
anak retardasi mental maka para orangtua harus mengadakan penyesuaian terutama dalam
pemenuhan anak sehari- hari (Mutaqqin, 2008).
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan sangat
individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga memerlukan perawatan
seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh
kembangnya (Soetjiningsih, 2012). Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi
anak semaksimal mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi
senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Perawat memberi intervensi berdasarkan rencana asuhan keperawatan untuk
mengimplementasikan tindakan keperawatan yang meningkatkan, mempertahankan,
mengembalikan kesejahteraan, mencegah penyakit, dan memfasilitasi rehabilitasi (O’brien,
dkk, 2014). Pendekatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi yang dapat diberikan
kepada anak dengan retardasi mental dalam Kamian Parendrawati, dkk (2015) adalah
dengan terapi bermain, terapi ini dilakukan dengan cara memberikan palajaran berhitung,
sosiodrama ataupun bermain jual beli. Berdasarkan Kamian Yuemi dan Mundakir (2015)
intervensi keperawatan yang dilakukan pada anak dengan retardasi mental yaitu terapi
okupasi: Diorama gambar. Salah satu intervensi keperawatan dalam Kamian Wulandari
(2016) pada keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental adalah terapi
psikoedukasi keluarga.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menerapkan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Retardasi Mental
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan
retardasi mental.
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan masalah keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
retardasi mental.
D. Manfaat
1. Manfaat Pengembangan Keilmuan
a. Penulis
Penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan anak pada anak dengan retardasi mental.
b. Bagi Jurusan Keperawatan STIKES Maharani Malang diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh mahasiswa padapenulisan mkalah
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ditinjau dari segi neurologi, ada beberapa penggolongan retardasi mental, antara lain :
1. Kelompok retardasi mental genetik
Contoh anak yang mengalami retardasi mental genetik seperti berikut ini :
a. Sindrom down. Ciri-cirinya adalah mata sipit, mata lebar, lipatan kelopak mata
atas lebih dalam, lidah tebal dan menonjol keluar mulut, jari tangan pendek,
telapak tangan lebar dan tebal.
b. Sindrom Turner. Ciri khasnya : leher pendek, badan pendek, dahi sempit, alat
kelamin tidak berkembang normal.
c. Klinerfer Sindrom. Cirinya: Bentuk luarnya lelaki, tetapi alat kelaminnya tidak
sempurna, buah dada membesar
d. Anof Talmus. Cirinya: tidak mempunyai bola mata, celah mata kecil (mikro
cephalis)
e. Kriptof Talmus. Cirinya: bibir sumbing, tanpa celah mata, langit- langit
bercelah, dada gepeng, jari-jari kaki dan tangan melekat satu sama lain
f. Tuberous Sklerosis. Cirinya: banyak terjadi pada laki- laki, adanya tumor
kelenjar minyak kulit (adeno masebasa), wajah berwarna kuning.
g. Sindrom Stueger-Werbur Demitri. Cirinya: membesarnya bola mata satu sisi,
sehingga sukar ditutup, dahi banyak ditumbuhi rambut juga disertai kelumpuhan
separuh anggota tubuh yang berlainan
2. Retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage)
Retardasi mental akibat kerusakan otak disebabkan oleh sisa radang dari otak,
perdarahan otak terutama waktu melahirkan, kurang cukupnya pemeliharaan
oksigen dan glukosa pada otak terutama pada bayi yang lahir belum cukup umur,
dan keracunan.
3. Retardasi mental fungsional
Retardasimental fungsional adalah anak- anak terbelakang mental karena adanya
gangguan hubungan pergaulan, gangguan dalam cara mengasuh atau faktor budaya.
Menurut Shapiro BK (2007), gejala klinis yang menyertai retardasi mental berdasarkan
umur antara lain:
a. Newborn : sindrom dismorfik, mikrosefali, disfungsi system organ mayor
b. Early infancy ( 2- 4 bulan): gagal berinteraksi dengan lingkungan, gangguan
penglihatan atau pendengaran
c. Later infancy ( 6- 18 bulan): keterlambatan motorik kasar
d. Toddlers ( 2- 3 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara
e. Preschool ( 3- 5 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara, masalah perilaku
termasuk kemampuan bermain, keterlambatan perkembangan moptorik halus,
menggunting, mewarnai, menggambar
f. School age ( > 5 tahun): kemampuan akademik kurang, masalah perilaku
(perhatian, kecemasan, nakal )
4. Pemeriksaan penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi mental
:
a. Kromosomal kariotipe
b. Elektro Ensefalogram (EEG)
c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat darah
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
5. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal, perinatal,
dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom (trisomi 21
[sindrom down], sindrom Fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot Duchenne,
neurofibromatosis [tipe-1] , dan gangguan metabolisme bawaan (fenilketonuria).
Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio
plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah neonatal termasuk
meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi-
kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan
demielinisasi. Sindrom Fragile X, sindrom down, dan sindrom alkohol janin terjadi
pada sepertiga dari kasus retardasi mental. Munculnya masalah-masalah terkait,
seperti paralisis serebral, defisit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang
berhubungan dengan retardasi mental yang lebih berat. Diagnosis retardasi mental
ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak. Prognosis jangka panjang pada
akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu tersebut dapat berfungsi secara
mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup mandiri, keterampilan sosial) (Betz
dan Sowden, 2009).
WOC
Faktor Pranatal Faktor Perinatal Faktor Pascanatal
Infeksi Trauma
Kelainan kromosom Abrupsio plasenta Infeksi
Kelainan genetik dan kelainan Diabetes maternal Keracunan
metabolik yang diturunkan Kelahiran prematur Lingkungan
Keracunan Metabolik
Gizi
Apraksia(tidak
Sulit berkonsentrasi Menunjukkan
Tidak mampu mandi/ mampu melakukan
Bingung Kontak mata perilaku tidak
mengenakan pakaian/ gerakan yang telah
Gelisah kurang sesuai anjuran
makan/ ke toilet/ dipelajari)
Perilaku berlebihan Perilaku tidak Bergantung pada
berhias secara mandiri Disleksia (gangguan
Perilaku tidak Konsisten sesuai usia orang lain
Minat melakukan membaca)
Tidak mampu Kurang responsif Sulit
perawatan diri kurang Sulit menyusun
melakukan keterampilan atau tertarik memahami
kalimat
atau perilaku khas usia pada orang lain komunikasi
Sulit
Tidak mampu
mengungkapkan
Anak mempelajari
kata- kata keterampilan baru
Tidak mampu
Defisit Anak Keluarga melakukan
Perawatan
kemampuan yang
Diri Gangguan dipelajari
1.Ansietas komunikasi sebelumnya
2.Kurang verbal
Gangguan pengetahuan
Tumbuh 3.Koping
Kembang keluarga tak
efektif Gangguan interaksi
sosial
Isolasi sosial
Ketidakberdayaan
Risiko cidera
(Mutaqqin, 2008, Utaminingsih, 2015, Betz dan Sowden, 2009, SDKI, 2016 )
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan
sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga
memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan
monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012)
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus,
yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk
membantu anak berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).
Pengkajian Anak
1) Nama :
2) Umur : Umur untuk mengetahui dasar perkembangan anak.
3) Jenis kelamin
4) Anak ke
Jumlah anak yang banyak dalam keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi cukup, akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima. Belum ditambah lagi bila jarak
kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang lain teralu dekat
5) Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak- anak sedini
mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya
untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.
6) Penanggung jawab
a) Nama orang tua sebagai penanggung jawab.
b) Pendidikan Ayah/Ibu
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh
kembang anak karena dengan pendidikan yang lebih baik, maka
orangtua dapat menerima informasi tentang kesehatan anaknya
c) Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh
kembang anak karena orangtua dapat menyediakan segala
kebutuhan anak.
d) Alamat
Adanya alamat tempat tinggal akan memudahkan jika sewaktu-
waktu dibutuhkan untuk berbagai kepentingan. Maka dari itu,
oangtua sebaiknya mulai mengenalkan alamat tempat tingal mereka
kepada anak
7) Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu
Riwayat kesehatan anak masa lalu, berhubungan erat dengan riwayat
kesehatan ibu pada masa sebelum terjadinya kehamilan maupun saat
hamil. Dikarenakan, gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan
maupun sedang hamil
8) Riwayat Parental (Riwayat Kesehatan Ibu)
Riwayat Kesehatan Ibu berhubungan erat dengan terpenuhi atau
tidaknya gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang
hamil. Menghambat pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru
lahir, BBLR mudah terkena infeksi, abortus, dan lain-lain.
9) Riwayat Kelahiran
Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi, dari suhu sistem
yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya,
ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan
mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa
antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan,
merupakan masa awal dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya
tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat persalinan akan
berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat yang permanen.
10) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat
menularkan pada bayinya. Juga faktor genetik merupakan modal dasar
mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
11) Riwayat Tumbuh Kembang
Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang, dapat mendeteksi
berbagai hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga
dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, dan
sosial, juga menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh
kembang dan kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah
dan mencari penyebabnya
12) Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak terhindar dari penyakit-
penyakit tertentu yang bisa menyebabkan kecacatan dan kematian.
Dianjurkan anak sebelum umur 1 tahun sudah mendapat imunisasi
lengkap.
13) Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a) Nutrisi/Gizi
Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya seperti: protein, lemak, karbohidrat dan
mineral serta vitamin
b) Eliminasi BAB/BAK
Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. Usia
2,5- 3 tahun berhenti mengompol pada malam hari. Anak
perempuan lebih dulu berhenti mengompol , dicari penyebabnya.
Toilet training (latihan defekasi perlu dimulai, supaya evakuasi
sisa makanan dilakukan secara teratur, sehingga mempermudah
kelancaran pemberian makanan)
c) Istirahat dan tidur
Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahatnya.
Karena kegiatan fisiknya mulai meningkat, seperti bermain.
Namun kebutuhan tidur anak sebaiknya tetap dipenuhi antara 2
hingga 3 jam tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari
d) Olahraga dan Rekreasi
Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi dan mulai
perkembangan otot-otot
e) Personal Hygiene
Personal Hygiene menyangkut cara anak membersihkan diri.
Upaya ini dapat dilakukan anak dengan mandi 2x sehari, keramas
3x seminggu, potong kuku 1 kali seminggu, membersihkan mulut
dan gigi
f) Tanda-tanda vital
Tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan retardasi mental
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) , adalah sebagai
berikut:
a. Defisit perawatan diri
b. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan
fisik
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
d. Kesiapan peningkatan koping keluarga
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
f. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan
g. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
h. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi koqnitif
i. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial
j. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penurunan fungsi intelekual
3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Kaperawatan
1. Defisit a. Perawatan diri: a. Bantuan perawatan diri:
perawatan kebersihan Kebersihan
diri Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan 1. Pertimbangkan budaya
Definisi diharapkan perawatan anak saat mempromosikan
Ketiadaan atau diri: kebersihan secara aktivitas perawatan diri
kurangnya mandiri, dengan kriteria 2. Pertimbangkan usia anak
informasi hasil: saat mempromosikan
kognitif yang aktivitas perawatan diri
berkaitan 1. Mencuci tangan (5) 3. Tentukan jumlah dan tipe
dengan topik 2. Mempertahankan terkait dengan bantuan
tertentu kebersihan mulut (5) yang diperlukan
3. Memperhatikan kuku 4. Fasilitasi anak untuk
Gejala dan jari tangan (5) menggosok gigi dengan
Tanda Mayor 4. Memperhatikan kuku tepat
Objektif kaki (5) 5. Monitor kebersihan kuku,
1. Tidak mampu 5. Mempertahankan sesuai dengan kemampuan
mandi/ penampilan yang rapi merawat diri anak
mengenakan (5) 6. Monitor integritas kulit
pakaian/ 6. Mempertahankan anak
makan/ ke kebersihan tubuh (5) 8. Jaga ritual kebersihan
toilet/ berhias 7. Dukung orangtua/
secara mandiri Keterangan: keluarga berpartisipasi
2. Minat (5) : Tidak terganggu dalam ritual menjelang
melakukan tidur yang biasa dilakukan
perawatan diri c. Perawatan diri: dengan tepat
kurang makan 8. Berikan bantuan sampai
Setelah dilakukan anak benar- benar mampu
tindakan keperawatan merawat diri secara
diharapkan perawatan mandiri
diri:makan secara b. Bantuan perawatan diri:
mandiri, dengan kriteria pemberian makan
hasil: Tindakan keperawatan:
1. Posisikan anak dalam
1. Menggunakan alat posisi makan yang
makan (5) nyaman
2. Menaruh makanan 2. Dukung anak untuk makan
pada alat makan (5) di ruang makan
3. Menaruh makanan di 3. Berikan alat - alat yang
mulut (5) bisa memfasilitasi anak
4. Menghabiskan untuk makan sendiri
makanan (5) 4. Gunakan cangkir dengan
pegangan yang besar, jika
Keterangan: diperlukan
(5) : Tidak terganggu 5. Gunakan alat makan dan
gelas yang tidak mudah
pecah dan tidak berat,
sesuai kebutuhan
6. Berikan penanda sesering
mungkin dengan
pengawasan ketat, dengan
tepat.
A. Pengkajian
Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny N mengatakan An. M susah dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun
dengan kata-kata, sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan
senyuman, suka mengganggu adik adiknya, berbicara tidak jelas, An M tampak sering
tersenyum, susah berkatakata,msering ingin bermain, rambut tidak rapi, rongga mulut
kurang bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak panjang dan kotor,
kuku jari kaki tampak panjang dan kotor. An M mandi masih kurang bersih dan sering
bermain air ketika mandi. An M tidak menyadari akan keadaan bahaya. An. M memiliki
IQ : 50
Riwayat Kesehatan Dahulu
Ny N mengatakan melahirkan An M secara sectio caesaria, dikarenakan mengalami
plasenta previa. Ny N mengatakan An M tersenyum pertama kali pada usia 3 bulan,
berguling pada usia 5 bulan, duduk pada usia 1 tahun, merangkak pada usia1,5 tahun,
berdiri pada usia 2 tahun, bicara pertama kali pada usia 3 tahun dengan kata”mama, papa”,
berjalan pada umur 4 tahun, berpakaian tanpa bantuan 4 tahun. An M memiliki riwayat
jatuh pada umur 3 bulan. Setelah jatuh An. M menjadi kurang aktif dalam bergerak dan
mengalami keterlambatan perkembangan. Ny N membawa An. M pergi ke dokter
spesialis anak untuk diperiksa. An. M pada usia 2 tahun menjalani terapi motorik selama 5
bulan di RSUP Dr.M. Djamil. Selanjutnya terapi dilakukan di rumah selama 1 tahun. Pada
usia 5 tahun An M menjalani terapi bicara selama 2 bulan dan juga melakukan tes IQ,
didapatkan hasil tes IQ An M rendah. An M langsung dimasukkan ke SLB Kasih Ummi
pada tahun 2017 pada usia 7 tahun. An M mulai kembali aktif dan mencoba melakukan
personal hygiene secara mandiri ketika berada di kelas 3 yang berumur 9 tahun pada tahun
2020
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny N mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan perkembangan retardasi
mental seperti yang dialami An M
Lingkungan
Rumah Keluarga Bpk. A memiliki pagar rumah yang tidak terkunci, alat alat rumah tangga
tampak tidak rapi, peralatan belajar dan seragam sekolah An. M tampak berserakkan,
interaksi keluarga Bapak A dengan tetangga jarang dilakukan, Siswa SLB Kasih Ummi
tampak banyak yang berkuku panjang.
Pemeriksaan fisik
Cara berjalan An M tidak memiliki gangguan, rambut tampak tidak rapi, mata simetris,
Rongga mulut tidak bersih, terdapat karies, kuku jari tangan dan kuku jari kaki tampak
panjang dan kotor
Kebiasaan Sehari- hari
An. M mandi masih kurang bersih dan sering bermain air ketika mandi, An M bermain
bersama saudara di dalam rumah, sedangkan bermain bersama teman jika teman
berkunjung ke rumah An. M.
Status Sosial Ekonomi Keluarga
Bapak A merupakan Pegawai Negeri Sipil, dan ibu N merupakan Pegawai Negeri Sipil.
Pendapatan keluarga bapak A dalam sebulan ± Rp.10.000.000. Penghasilan
keluarga bapak A digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari
Harapan Keluarga
Keluarga Ny N mengharapkan An. M dapat merawat diri dan hidup secara mandiri
B. Diagnosa Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Resiko cidera berhubungan dengan 1. Mengidentifikasi kebutuhan
perubahan fungsi kognitif keamanan anak berdasarkan
fungsi fisik dan kognitif serta
riwayat perilaku di masa lalu,
mengidentifikasi hal- hal yang
membahayakan di lingkungan
anak
2. Mengidentifikasi kekurangan
baik kognitif atau fisik dari anak
yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh pada lingkungan
anak
3. Mengidentifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi risiko
jatuh
4. Mengkaji ulang riwayat jatuh
bersama dengan anak dan
keluarga
5. Mengidentifikasi karakteristik
dari lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh,
monitor gaya berjalan,
memonitor lingkungan terhadap
resiko terjadinya perubahan
status keselamatan anak M
6. Memberikan edukasi kepada Ny
N tentang lingkungan yang aman
bagi anak M, menjaga
lingkungan aman sekitar anak M,
memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan risiko cedera.
2 Defisit perawatan diri berhubngan 1. Mengidentifikasi defisit
dengan gangguan psikologis retardasi perawatan diri anak, memonitor
mental kebersihan kuku, sesuai
dengan kemampuan merawat
diri anak M
2. Mengkaji kemampuan
perawatan diri anak M,
menginformasikan kepada Ny
N untuk mendukung
kemandirian dengan membantu
hanya ketika anak M tak
mampu melakukan perawatan
diri
3. Memonitor kemampuan
perawatan diri secara mandiri
anak M
• memberikan pendidikan
kesehatan cuci tangan pakai
sabun dan 6 langkah cuci
tangan pakai sabun
• mendemonstrasikan 6 langkah
cuci tangan bersama Ny N dan
anak M
4. Menjelaskan pentingnya
menjaga kebersihan tubuh
(mandi, keramas, menggosok
gigi) secara mandiri kepada
anak M bersama Ny N
5. Bersama Ny N memfasilitasi
alat untuk mandi, keramas,
menyikat gigi, menjelaskan
kembali kepada anak alat alat
yang digunakan untuk mandi,
keramas, menyikat gigi
6. Menjelaskan peraturan yang
harus dipatuhi oleh anak M saat
mandi, keramas, menyikat
gigi, bersama anak M
melakukan perawatan diri
mandi, keramas, menyikat gigi
7. Memberikan pujian untuk
kemampuan anak dalam
melakukan perawatan diri
mandi/keramas, menyikat gigi
8. Mengevaluasi perasaan anak
setelah melakukan perawatan
diri mandi, keramas, menyikat
gigi
9. Mengevaluasi perawatan diri
mandi, keramas, menyikat gigi
10. Mengevaluasi perasaan anak
setelah melakukan tindakan
3 Kesiapan peningkatan koping keluarga 1. Membangun hubungan pribadi
dengan anak dan anggota
keluarga yang akan terlibat
dalam perawatan
2. Mengidentifikasi kemampuan
anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan anak M
3. Mengidentifikasi harapan
anggota keluarga untuk anak,
monitor struktur dan peran
keluarga
4. Mengidentifikasi persepsi
anggota keluarga mengenai
situasi, peristiwa yang tidak
diinginkan, perasaan dan
perilaku anak M
5. Mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuan anak dengan
anggota keluarga,
mendengarkan kekhawatiran,
perasaan dan pertanyaan dari
keluarga
6. Mengidentifikasi sifat dukungan
spiritual bagi keluarga,
menghargai dan mendukung
mekanisme koping adaptif yang
digunakan keluarga, melibatkan
anggota keluarga dan anak
dalam membuat keputusan
terkait perawatan
7. Memberikan pendidikan
kesehatan kepada orang tua
mengenai cara berinteraksi
dengan penyandang disabilitas
intelektual
8. Mendorong Ny N dan anak M
serta anggota keluarga untuk
bersikap asertif dalam
berinteraksi, sesuai dengan
kondisi anak M
4 Gangguan tumbuh kembang berhubungan 1. Membangun hubungan saling
dengan inkonsistensi respon percaya bersama keluarga Ny N
dan anak M, melakukan kontrak
waktu, mengkaji riwayat
tumbuh kembang anak,
mengidentifikasi faktor-faktor
personal yang berdampak pada
keberhasilan program
pendidikan, mengkaji dengan
keluarga dalam rangka
mendapatkan informasi
mengenai kondisi kognisi dasar
anak M, mengatur batasan
bersama anak M
2. Mengkaji tingkat Penerimaan
orangtua terkait dengan
perannya untuk menyediakan
perawatan, berinteraksi personal
dengan anak M, memberikan
pendidikan kesehatan kepada
orang tua mengenai “cara
berinteraksi dengan penyandang
disabilitas intelektual”
3. Memberikan pujian kepada
anak M atas hasil usahanya,
mengajarkan anak untuk
mencari bantuan dari orang
lain ketika sangat
membutuhkan
4. melakukan terapi bermain
assosiative play bernyanyi
bersama An. M, An. N dan An.
F
5. melakukan terapi bermain:
dramatic play (bermain peran)
6. Mendukung anak untuk
mengekspresikan diri,
membantu anak belajar
berhitung dengan menggunakan
lidi.
Pengkajian
Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang Kami temukan pada An. M susah
dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, sulit
berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan senyuman, suka
mengganggu adik adiknya, berbicara tidak jelas, mandi masih kurang bersih dan sering
bermain air ketika mandi, An M tidak menyadari akan keadaan bahaya. An. M
memiliki IQ : 50.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage).
Salah satu contoh retardasi mental kerusakan otak yaitu anak deteksio, dengan ciri-ciri
anak mengalami sukar untuk berbicara atau seseorang yang mampu berfikir tetapi tidak
mampu menuliskannya atau menyampaikan dengan kata- kata.
Menurut Solek dalam a journey to child neurodevelopment: Application in daily practice
(2010), klasifikasi retardasi mental sedang memiliki tingkat nilai kecerdasan atau IQ 35-
40 sampai 50-55.
Menurut Kami hasil pengkajian anak retardasi mental terhadap An. M sesuai dengan
teori. Anak retardasi mental memiliki gangguan kognitif, khususnya memiliki gangguan
perkembangan retardasi mental sedang, dengan memiliki IQ yang berkisar antara 35-40
sampai 50-55, serta memiliki keterbatasan lainnya seperti berbicara dan bahasa,
keterampilan merawat diri, keterampilan sosial.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu yang Kami temukan pada An. M mengalami
gangguan perkembangan setelah terjatuh pada usia 3 bulan sampai sekarang, Ny N telah
berusaha melakukan berbagai terapi pada anak M.
Kami berasumsi pada pengkajian kesehatan dahulu pada An M sesuai dengan teori,
yaitu mengalami retardasi mental kerusakan otak. Namun pada An M disebabkan oleh
riwayat jatuh yang dimiliki pada usia 3 bulan.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga An. M tidak memiliki riwayat keluarga
yang mengalami gangguan perkembangan.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu kelompok retardasi mental genetik. Retardasi
mental genetik adalah keterbelakangan mental akibat kelainan faktor keturunan.
Menurut Kami pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga yang ditemukan pada
keluarga An M tidak sesuai dengan teori yang ada, dikarenakan tidak ditemukannya
keturunan sebelumnya yang memiliki gangguan perkembangan. Serta pada data yang
ditemukan tidak adanya keturunan sebelumnya, gangguan kehamilan, dan perilaku
orang tua yang dapat menyebabkan resiko anak mengalami retardasi mental. bahwa
mulai mengalami gangguan perkembangan setelah memiliki riwayat jatuh pada usia 3
bulan.
Hasil pengkajian terhadap lingkungan sehari- hari pada An.M bertempat tinggal di
rumah memiliki pagar yang tidak terkunci, alat alat rumah tangga tampak tidak rapi,
peralatan belajar dan seragam sekolah An. M tampak berserakkan, interaksi keluarga
Bapak A dengan tetangga jarang dilakukan.
Menurut Padila (2012), kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima tugas
kesehatan keluarga, yaitu mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit,
menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat.
Berdasarkan hasil Kamian Wulandari, Nelvia dan Saputra (2020), anak retardasi mental
memiliki hambatan dalam kemampuan berfikir terkadang disertai dengan kelainan fisik.
Sehingga anak retardasi mental membutuhkan bantuan dari orang orang terdekatnya
untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri untuk berinteraksi dan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya maupun dengan teman temannya. Kemampuan sosialisasi
anak retardasi mental tidak hanya didapatkannya dalam lingkungan sekolah tetapi dalam
lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak. Dalam
lingkungan keluarga, orang tua perlu lebih banyak menggali informasi bagaimana dan
sejauh mana anak memiliki kemampuan sosialisasi.
Menurut Kami pada pengkajian lingkungan sehari- hari pada An M keluarga telah
berusaha untuk meningkatkan perkembangan anak dengan menfasilitasi kebutuhan yang
dimiliki oleh orang tua masing masing.
Pada An M terdapat lingkungan rumah yang dapat meningkatkan rasa aman bagi
keluarga dengan adanya pagar rumah, namun keluarga menunjang perkembangan anak
dengan adanya interaksi yang baik dengan tetangga sekitar rumah.
Hasil pemeriksaan fisik pada An. M tidak memiliki gangguan cara berjalan, rambut
tampak tidak rapi, Rongga mulut tidak bersih, terdapat karies, kuku jari tangan tampak
panjang dan kotor, kuku jari kaki tampak panjang dan kotor.
Berdasarkan hasil Kamian Wardani, Azza dan komarudin (2015), keterbatasan dalam
perawatan diri pada anak retardasi mental disebabkan keterbatasan pengembangan
motorik kasar dan motorik halus sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga
kebersihan diri dan kemampuan berhias diri secara mandiri.
Menurut Kami, hasil pemeriksaan fisik pada An.M terdapat ciri yang sesuai dengan
teori. Anak yang mengalami retardasi mental mengalami keterbatasan dalam perawatan
diri, sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga kebersihan diri dan kemampuan
berhias diri secara mandiri, seperti hasil pemeriksaan yang ditemukan pada An.M dan
An.W merupakan ciri ciri defisit perawatan diri.
Hasil pengkajian kebiasaaan sehari- hari pada An. M mandi masih kurang bersih den
sering bermain air ketika mandi, aktivitas bermain bersama saudara/ teman di dalam
rumah.
Berdasarkan hasil Kamian Muliana (2013), ada hubungan dukungan keluarga seperti
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional
terhadap kemandirian anak retardasi mental sedang yang mengalami keterbelakangan
intelegensi atau pikiran, yang mengakibatkan mereka memiliki kekurangan dalam
banyak hal yakni : kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan
menyesuaikan diri dengan masalah masalah dan situasi situasi kehidupan baru.
Hasil pengkajian status sosial ekonomi keluarga pada An. M termasuk kepada keluarga
yang mampu, pendapatan keluarga bapak A dalam sebulan ± Rp.6.500.000.
Menurut Suryani, pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan segala kebutuhan anak.
Menurut Liyana, Muhariati dan Rusilanti dalam jurnal kesejahteraan keluarga dan
pendidikan (2014), pola asuh belajar anak tunagrahita mampu didik berdasarkan status
ekonomi tinggi dan sedang memiliki tingkat komunikasi yang rendah terhadap anak,
sedangkan pola asuh belajar anak tunagrahita berdasarkan status ekonomi rendah
memiliki rasa kasih saying yang rendah terhadap anaknya.
Kami mengemukakan bahwa adanya pengaruh status ekonomi keluarga terhadap
perkembangan anak retardasi mental. Pada An. M dengan status ekonomi keluarga yang
tinggi, dimana keluarga selalu berupaya melakukan berbagai terapi untuk melakukan
stimulus perkembangan An.M.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang Kami temukan pada anak dengan retardasi mental pada
partisipan An. M 5 buah diagnosa Masalah keperawatan An. M
1) Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif,
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental,
3) Kesiapan peningkatan koping keluarga,
4) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon,
5) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial
Berdasarkan beberapa sumber buku Kami menemukan ada 5 diagnosa keperawatan
(Mutaqqin, 2008, Utaminingsih, 2015, Betz dan Sowden, 2009, SDKI, 2016) pada anak
yang mengalami retardasi mental, yaitu :
1) Defisit perawatan diri,
2) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik,
3)Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
4) Kesiapan peningkatan koping keluarga,
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif,
Analisa Kami terhadap diagnosa yang ditemukan pada An. M sama dengan teori yang
ada. Namun dalam diagnosa yang ada di teori, tidak semua diagnosa dapat ditegakkan.
Diagnosa yang diambil sesuai dengan data yang didapat.
Berdasarkan kasus yang Kami temukan, diagnosa utama yang Kami angkat untuk An.M
yaitu Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif pada An. M ditandai
dengan Ny N mengatakan An M sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka mengganggu
adik adiknya, An M tampak sering ingin bermain, ketika keluar rumah, tidak menyadari
akan keadaan bahaya.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Kami menemukan bahwa pada anak yang mengalami retardasi mental cendrung
memiliki resiko cidera. Pada kedua partisipan yang juga merupakan anak retardasi
mental, rentan mengalami resiko cedera dikarenakan, kurangnya kemampuan akan
keadaan bahaya bisa terjadi dikarenakan gangguan kognitif yang dimiliki oleh anak.
Sehingga perlu diawasi lingkungan dan aktivitas yang dilakukan anak setiap hari.
Diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi
mental pada An. M ditandai dengan Ny N mengatakan An M mandi masih kurang
bersih dan sering bermain air ketika mandi, An M tampak rambut tidak rapi, rongga
mulut kurang bersih, beberapa gigi mengalami karies, kuku jari tangan tampak panjang
dan kotor, kuku jari kaki tampak panjang dan kotor.
Berdasarkan hasil Kamian Wardani, Azza dan komarudin (2015), keterbatasan dalam
perawatan diri pada anak retardasi mental disebabkan keterbatasan pengembangan
motorik kasar dan motorik halus sehingga mengalami kesulitan dalam hal menjaga
kebersihan diri dan kemampuan berhias diri secara mandiri.
Analisa Kami, anak retardasi mental juga mempunyai keterbatasan kemampuan untuk
merawat diri.
Diagnosa Kesiapan peningkatan koping keluarga pada An. M ditandai dengan Ny N
berharap An M dapat merawat diri dan hidup secara mandiri seperti orang normal pada
umumnya, Nn N tampak antusias dalam melakukan asuhan keperawatan pada An M di
rumah.
Menurut Praptono (2017), Pengasuhan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan
masalah yang dialami anak, sangat membutuhkan peran dari orang tua, keluarga, guru
sekolah, dan perawat. Pengasuhan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan
perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Masalah pada anak berkebutuhan
khusus yang sering terjadi antara lain tunarungu, tunagrahita (Retardasi mental) ,
tunanetra, tunadaksa, autisme.
Berdasarkan analisa Kami, untuk menunjang perkembangan anak retardasi mental,
sangat perlu adanya dukungan dan keterlibatan dari orang terdekat seperti keluarga,
guru dan lingkungan agar anak dapat hidup mandiri dan bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan serta dapat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon Kami
angkat menjadi diagnosa utama untuk An. M ditandai dengan Ny. N mengatakan An M
mengalami keterlambatan perkembangan dan kurang aktif semenjak jatuh pada usia 3
bulan, An. M tampak susah dalam menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun
dengan kata- kata, sulit berkonsentrasi, suka bermain, suka menanggapi orang dengan
senyuman, berbicara tidak jelas, IQ An. M: 50.
Menurut Betz dan Sowden (2009), retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang
muncul pada masa kanak- kanak yang ditandai dengan fungsi intelektual dibawah
normal disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial,
penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Analisa Kami anak yang mengalami retardasi mental mengalami gangguan
perkembangan ditandai dengan keterbatasan kemampuan berfikir, kesulitan dalam
berbicara dan berbahasa, keterampilan sosial, keterbatasan dalam pengarahan diri, dan
keterbatasan dalam belajar secara akademik.
Diagnosa Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial pada An. M ditandai dengan Ny N mengatakan An. M susah dalam
menyampaikan pendapat baik dalam tulisan maupun dengan kata- kata, suka
menanggapi orang dengan senyuman, An M menanggapi pertanyaan dengan senyuman
dan hanya menjawab antara “iya” dan “tidak”.
Menurut Iswari dan Nurhastuti (2010) ditinjau dari segi neurologi salah satu
penggolongan retardasi mental yaitu retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage).
Salah satu contoh retardasi mental kerusakan otak yaitu anak deteksio, dengan ciri-ciri
anak mengalami sukar untuk berbicara atau seseorang yang mampu berfikir tetapi tidak
mampu menuliskannya atau menyampaikan dengan kata- kata.
Analisa Kami, ditemukan adanya gangguan komunikasi verbal pada anak retardasi
mental sesuai dengan data dari An. M. Menurut Kami An. M termasuk pada retardasi
mental kerusakan otak, ditandai sukar berbicara, menulis dan mengekspresikan
perasaan.
Rencana Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
BAB V PENUTUP
Berdasarkan hasil Kamian asuhan keperawatan pada partisipan 1 An.M dengan retardasi
mental dengan retardasi mental sedang di SLB Kasih Ummi, Kami dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian pada An.M didapatkan anak memiliki IQ 50, serta memiliki
keterbatasan lainnya seperti berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri,
keterampilan sosial .
2. Hasil pengkajian dan analisa data terdapat 5 diagnosa yang muncul pada An. M , yaitu:
Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif, Gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon, Kesiapan peningkatan koping
keluarga, Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam
hubungan sosial, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis
retardasi mental.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada
An.M yaitu bimbingan antisipatif, manajemen perilaku, dukungan pengasuhan,
peningkatan perkembangan: anak, latihan kontrol impuls, pendidikan orangtua: keluarga
yang membesarkan anak, peningkatan koping, peningkatan keterlibatan keluarga,
dukungan kelurga, mendengar aktif, latihan memori, bantuan perawatan diri,
manajemen lingkungan: keselamatan, pencegahan jatuh.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 28 Maret- 6 April 2020. Sebagian
besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada implementasi
keperawatan.
5. Evaluasi tindakkan keperawatan yang dilakukan selama sepuluh hari dalam bentuk
SOAP. Diagnosa keperawatan pada An.M yaitu Risiko cidera berhubungan dengan
perubahan fungsi kognitif teratasi sebagian pada hari ke sepuluh, Gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon teratasi sebagian pada hari ke
sepuluh, Kesiapan peningkatan koping keluarga teratasi pada hari ke sembilan,
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam hubungan
sosial, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan psikologis retardasi mental
teratasi sebagian pada hari ke sepuluh, Risiko cidera berhubungan dengan perubahan
fungsi kognitif teratasi sebagian pada hari ke sepuluh.
40
B. Saran
1. Bagi SLB Kasih Ummi
Saran Kami kepada pihak sekolah agar lebih menyediakan fasilitas dalam melakukan
terapi bermain pada anak dalam usaha meningkatkan fungsi kognitif dan adaptasi sosial
sesuai dengan perkembangan pada usia sekolah serta memperhatikan fasilitas untuk
mencegah terjadinya resiko cedera pada anak retardasi mental seperti kecelakaan saat
bermain dan kecelakaan lalu lintas di depan sekolah.
2. Keluarga
Saran Kami bagi keluarga agar lebih memperhatikan kebutuhan dalam meningkatkan
perkembangan anak seperti: alat permainan yang dapat meningkatkan kemampuan
personal sosial, motorik halus, motorik kasar, bahasa dan perlu adanya kerjasama antar
anggota keluarga serta menfasilitasi kegiatan dan lingkungan sekitar anak yang dapat
meningkatkan perkembangan anak, sehingga anak dapat hidup mandiri dan berperan di
masyarakat.
3. Mahasiswa selanjutnya
Saran untuk mahasiswa selanjutnya agar lebih dapat memperhatikan masalah yang
dialami anak dengan retardasi mental khususnya dalam perkembangannya meliputi
kemampuan personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, motorik kasar dan mampu
bekerja sama dengan baik dengan keluarga dan guru agar implementasi keperawatan
yang dijalankan dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA