Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN STASE PEDIATRI MANAJEMEN FISIOTERAPI

MENTAL RETARDATION ( MR ) ANAK L.H. DI RUMAH


SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA

Disusun Oleh :

ZARA YUNITA
20220607067

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS FISIOTERAPI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental adalah gangguan perkembangan otak yang
ditandai dengan penurunan fungsi kognitif dan adanya keterbatasan dalam
berperilaku berupa konseptual diri, sosial dan beradaptasi.1 Tingkat
retardasi mental menurut American Association of Mental Retardation
(AAMR) terbagi menjadi 4 yaitu retardasi mental ringan (IQ 50-70),
retardasi mental sedang (IQ 35-50), retardasi mental berat (20-35), dan
retardasi mental sangat berat (IQ <20). Retardasi mental juga merupakan
masalah kesehatan dan sosial bagi dunia dengan keterlibatan yang besar
terutama bagi negara berkembang termasuk indonesia yang bermanifestasi
sebelum umur 18 tahun. Pada anak yang mengalami retardasi mental
terdapat keterlambatan dan keterbatasan dalam semua aspek
perkembangan berupa kesulitan dalam berkomunikasi, mengurus diri
sendiri, kemampuan untuk mengambil keputusan, rekreasi, pekerjaan dan
keamanan dirinya sehingga ini menyulitkan bagi dirinya, keluarga dan
orang lain.

Prevalensi pada anak umur dibawah 18 tahun di negara maju


sebesar 0,5-2,5%, sementara di negara berkembang berkisar 4,6%. Angka
kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup
(WHO, 1998 dalam Caesaria, dkk., 2019). Berdasarkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012, tercatat jumlah penyandang
disabilitas di Indonesia sebesar 2,45% (6.515.500 jiwa) dari 244.919.000
estimasi jumlah penduduk Indonesia dan retardasi mental termasuk di
dalamnya. Terjadi peningkatan prevalensi disabilitas termasuk retardasi
mental pada tahun 2003 sampai 2006 yaitu dari 0,69 % menjadi 1,38 %,
kemudian tahun 2009 sampai 2012 yaitu dari 0,92% menjadi 2,45 % dari
total jumlah penduduk di Indonesia (Kemenkes RI, 2014 dalam Caesaria,
dkk., 2019).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


80 tahun 2013 Bab 1 pasal 1 ayat 2 tentang penyelenggaraan pekerjaan
dan praktif Fisioterapis. “Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan
yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan
mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi.” Pada dasarnya pemberian
intervensi atau penatalaksanaan fisioterapi pada kasus ini dapat dilakukan
dengan banyak cara, disesuaikan dengan gejala yang ditemukan dan
tentunya disesuaikan dengan keadaan pasien saat itu.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menjadikan kasus
MENTAL RETARDATION (MR ) sebagai laporan kasus pada stase
pediatri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud Mental Retardation (Mr )?
2. Bagaimana penanganan Mental Retardation (Mr ) dalam
fisioterapi ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus mengenai Mental Retardation
(MR ) ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Dengan Mental
Retardation (MR).
2. Untuk mengetahui cara penanganan Mental Retardation (MR).
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi
Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah
normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam rentang 65 sampai 75
atau kurang) disertai keterbatasanketerbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi
adaptif: berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan,
keterampilan sosial, penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan diri,
kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja . Retardasi
mental adalah disabilitas yang menyebabkan keterbatasan signifikan baik dalam fungsi
intelektual maupun dalam perilaku adaptif (keterampilan sosial dan praktis sehari-hari)
sebelum usia 18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017). Retardasi mental juga dikenal
dengan beberapa istilah, yaitu: disabilitas kognitif, disabilitas intelektual, disabilitas
belajar, gangguan mental, abuse (misal, moron, idiot, kretin, mongol), tunagrahita,
keterbelakangan mental (Utaminingsih, 2015), gangguan intelektual (Bernstein dan
Shelov, 2017).

B. Etiologi
Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut
dalam (Muhith, 2015).
a) Karena infeksi atau keracunan. Kelompok ini termasuk retardasi mental akibat
kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, serum, dan obat-obatan
beracun lainnya.
b) Karena tidak disengaja dan / atau alasan fisik lainnya. Gangguan sebelum lahir
dan trauma lain seperti sinar-X, kontrasepsi, dan upaya aborsi dapat
menyebabkan keterbelakangan mental.
c) Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau nutrisi. Semua retardasi
mental yang secara langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya
metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein), pertumbuhan atau nutrisi
termasuk dalam kelompok ini.
d) Karena penyakit otak (pascapartum). Dalam kelompok ini, termasuk
keterbelakangan mental karena tumor (tidak termasuk pertumbuhan sekunder
karena tidak disengaja atau peradangan) dan beberapa reaksi sel otak yang
jelas, tetapi penyebabnya tidak jelas (dicurigai turun-temurun).
e) Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam
jumlah atau dalam bentuknya. Menurut Sudiharto (2014), menyebutkan bahwa
penyebab dari retardasi mental dapat dibagi dalam fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Penyebab fase pranatal meliputi kelainan kromosom, Kelainan
genetik /herediter dan gangguan metabolic, fase perinatal meliputi
prematuritas, asfiksia, hipoglikemia dan pada fase postnatal meliputi Infeksi
(meningitis, ensefalitis), trauma dan kejang lama
C. Klasifikasi
Klasifikasi retardasi mental berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM IV) , dalam a Journey to child neurodevelopment: Application in daily
practice :
a. Retardasi mental ringan Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient
(IQ) 50–55 sampai 70.
b. Retardasi mental sedang Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient
( IQ) 35-40 sampai 50-55
c. Retardasi mental berat Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ)
20-25 sampai 35-40
d. Retardasi mental sangat berat Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence
Quotient ( IQ) dibawah 20 atau 25

Derajat American Association Mental World Health


Deficiancy Organization
Ringan 55- 69 50-70
Sedang 40-54 35-49
Berat 25-39 20-34
Sangat 0-24 0-20
Berat

a. Retardasi mental ringan


1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan Cara berjalan, makan
sendiri, dan berbicara lebih lambat dibandingkan anak normal.
2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan Mampu mempelajari
keterampilan, membaca serta mempelajari aritmatika sampai ke tingkat kelas
tiga-kelas enam dengan pendidikan khusus, dapat dibimbing kearah
penyesuaian sosial sampai usia mental 8- 12 tahun normal.
b. Retardasi mental sedang
1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan Keterlambatan dapat
dilihat pada perkembangan motorik, yaitu cara berbicara dan berespon tehadap
pelatihan dalam berbagai aktivitas menolong diri.
2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan Mampu mempelajari
komunikasi sederhaana, perilaku kesehtan dan keamanan tingkat dasar serta
keterampilan manual sederhana, tidak mengalami perkembangan dalam
membaca atau aritmatika secara fungsional, usia mental mencapai 3-7 tahun
usia mental normal.
c. Retardasi mental berat
1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan Keterampilan
komunikasi kurang atau tidak ada, mampu berespon terhadap pelatihan
mengenai perawatan dasar diri sendiri, misalnya makan sendiri
2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan Mempunyai sedikit
pemahaman terhadap percakapan dan sedikit merespon, mampu mengambil
manfaat dari latihan kebiasaan yang sistematik, usia mental mencapai usia
mental toddler normal.
d. Retardasi mental sangat berat
1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan Membutuhkan
perawatan total.
2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan Keterlambatan pada
semua area perkembangan, menunjukkan respon emosional dasar, mampi
berespon terhadap latihan keterampilan dalam menggunakan lengan, tangan,
dan rahang, membutuhkan supervise ketat, usia mental mecapai usia mental
bayi normal.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang mencakup pada retardasi mental meliputi Keterlambatan
bahasa, gangguan motorik halus dan gangguan penyesuaian (gangguan obsesif-
kompulsif, kemampuan bermain), keterlambatan perkembangan motorik secara
keseluruhan, gangguan perilaku termasuk agresi, menyakiti diri sendiri, penyimpangan
perilaku, kurang perhatian, hiperaktif, kecemasan, depresi, dan gangguan tidur (Sularyo
and Kadim, 2016).
Anak keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan fungsi intelektual
yang dibawah rata-rata yang berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih
ketrampilan adaptif seperti keterampilan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Anak
retardasi mental memerlukan bimbingan dari orang tua dalam pembelajaran yang
menyesuaikan pola pikir dan batas kemampuan yang dimiliki oleh anak retardasi
mental (Susy, Yunianti 2016).
E. PATOFISIOLOGI

Faktor Genetik Faktor Prenatal Faktor Perinatal Faktor Pascanatal

 Gizi  Proses  Infeksi


Kelainan jumlah
 Mekanis kelahiran  Trauma
dan bentuk lama
 Toksin kapitalis, tumor
kromoson  Endokrin  Posisi janin otak
 Radiasi abnormal  Kelainan tulang
 Infeksi  Kecelakaan tengkorak
 Stress pd waktum  Kelainan
 Imunitas lahir & endokrin &
 Anoreksia kegawatan metabolik,
embrio fatal keracunan otak

Kerusakan pada fungsi otak :


 Hemisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus
 Hemisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, social, dan kognitif

Penurunan fungsi intelektual secara umum


Gangguan perilaku adaptif social

Keluarga Hubungan social Perkembangan

Fungsi intelektual
1. Kecemasan keluarga 1. Gangguan
2. Kurang pengetahuan komunikasi verbal menurun
2 . Gangguan bermain
3. Isolasi social
4. Kerusakan interaksi 1. Resiko
sosial ketergantungan
2. Resiko cedera
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
1. Nama : An. L.H
2. Tempat/tgl lahir : 28 Juni 2015 (7 tahun)
3. MR : 051127
4. Alamat : Jakarta Barat
5. Jenis Kelamin : Laki-Laki
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
B. Keluhan Utama
Anak belum mampu menjaga kesimbangan nya dengan baik, dan anak belum dapat
berbicara dengan jelas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat anak berusia 7 bulan anak mengalami kejang, dan langsung di bawa ke rs Daan
mogot dan diberikan obat kejang , pada usia 1,5 tahun mengalami kejang lagi dan di
rawat selama 3 hari di rs atmajaya dan dilakukan pemeriksaan EEG setelah itu rutin
minum obat anti kejang. ibu menyadari perkembangan anak L.H sedikit terlambat
dibandingkan kakaknya, sehingga dibawa ke RS Atmajaya dan dirujuk ke RSJ Soeharto
Heerdjan pada bulan juni tahun 2021 dan Sudah melakukan terapi wicara dan terapi
sensori integrasi selama kurang lebih 1,5 tahun.saat ini anak belum mampu Menjaga
keseimbangannya, belum dapat berbicara dengan jelas
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
D. Riwayat Kehamilan
1. Pre-Natal : - Usia ibu saat hamil 30 tahun
- Kehamilan direncanakan
- Merupakan kehamilan kedua
- Rutin kontrol ke bidan sebulan sekali
- Konsumsi vitamin
- Tidak ada riwayat jatuh
- Tidak ada riwayat pendarahan

2. Natal : - Lahir pada usia 38 minggu


- Lahir secara normal ditolong oleh bidan
- Langsung menangis
- BBL : 3 kg
- PBL : 48 cm
- Biru : tidak ada
- Kuning : tidak ada

3. Post-natal : - Biru : tidak ada


- Riwayat bayi jatuh : tidak ada
- pernah mengalami kejang.
- Imunisasi lengkap
E. Riwayat Perkembangan

Aktivitas Kemampuan
Angkat kepala 2-3 bulan
Telungkup 4 bulan
Berguling 6 bulan
Duduk 6 bulan
Merangkak 7-8 bulan
Berdiri 18 bulan
Jalan 23 bulan

F. Riwayat Psikososial
- Anak diasuh oleh orang tuanya
- Tidak dapat mengonsumsi makanan dengan tekstur keras

G. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : Pasien datang biasa saja tidak menangis,
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Berat badan : 21 kg
4. Tinggi badan : 110 cm
5. Nilai IMT : 22,8 (Normal)
6. Lingkar kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Hr : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Rr : Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Suhu : Afebris (36 derajat)
H. Pemeriksaan Khusus
1. Kesan Awal
a. Atensi : Tidak fokus terhadap sesuatu
b. Motivasi : Hiperaktif
c. Emosi : stabil / tidak menangis saat mengikuti terapi
d. Komunikasi : Beberapa kali paham dengan instruksi
2. Inspeksi
a. Statis :
- Pada saat posisi berdiri kaki terlihat flat foot
- Berdiri bertumpu pada medial kaki
- Wide base of support
- Posisi duduk menggunakan pola W
- Trunk semi fleksi
- Postur cenderung membungkuk
b. Dinamis
- Pasien belum mampu menjaga keseimbangan pada saat berdiri di papan
titian dan berdiri satu kaki
3. Palpasi
a. Kurang adanya arkus pada kaki (flat foot)
b. Banyak gerakan menghindar
4. Kekuatan Otot
Regio Nilai XOTR
Neck X
Trunk X
Shoulder X
Elbow X
Wrist X
Hip X
Knee X
Ankle X

5. Pemeriksaan Sensorik
a. Taktil : Hiposensitif, banyak gerakan menghindar
b. Proprioseptif : Hiperekstensi pada elbow dan wrist
c. Vestibular : Tidak bisa bertahan dalam waktu lama di atas
papan balance
d. Visual : Dapat mengambil dan melempar barang
e. Auditory : Paham jika dipanggil
6. Pemeriksaan Perkembangan
Alat ukur : DENVER II

Usia kronologis : 84 bulan

Perkembangan Normal (Denver II) Pemeriksaan Perkembangan


Usia 7 tahun (Denver II)
Personal Sosial
- Tersenyum spontan Usia ability 6 bulan
- Mengamati tangannya
- Berusaha mencapai mainan
Adaptif- Motorik Halus
- Meraih Usia ability 10 bulan
- Memindahkan kubus
- Menggaruk manik-manik
Bahasa
- Berteriak Usia ability 7 bulan
- Tertawa
- Menoleh ke bunyi icik-icik
- Menoleh kea rah suara
Motorik Kasar
- Berdiri satu kaki 1 detik Usia ability 48 bulan
- Melempar bola tangan ke
atas
Kesimpulan: fungsi bermain tidak sesuai dengan usianya

7. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada
I. Problem Fisioterapi

Body Function Kode


Hiposensitif B298
Wide base of support B770
Duduk dengan posisi W B789
Gangguan keseimbangan B235
Kelemahan pada trunk control B730
Core musce lemah B7300
Fungsi bermain tidak sesuai dengan usianya B1649
Body Structure Kode
Knee Valgus S75011
Flat Foot S75028
Tumpuan saat berdiri di medial foot S75023

Activity Limitation Kode


Tidak mampu menjaga keseimbangan D2351
Berbicara D330
Berjalan optimal D450

Participation Restriction Kode


Belum mampu bermain dengan teman D750
seusianya
Keterbatasan dalam bersosialisasi seperti D910
melakukan hobby bersama teman- teman

J. Algoritma

MENTAL RETARDATION
(MR )

BODY ACTIVITY LIMITATION PARTISIPASI


FUNCTION/STRUCTURE Belum mampu menjaga RETRACTION
keseimbangan nya
Hiposensitif Bermain dengan teman
dengan baik karena seusianya
Knee valgus
Flat foot memiliki kaki yang flat Keterbatasan dalam
Tumpuan saat berdiri di medial foot bersosialisasi seperti
foot
Wide base of support
melakukan hobby
Duduk dengan posisi W bersama teman- teman
Gangguan keseimbangan
Kelemahan pada trunk control
Core musle lemah
berbicara
Fungsi bermain tidak sesuai
dengan usianya

ENVIROMENTAL FACTORS PERSONAL PACTORS


Dukungan dari orang tua dan keluarga Asupan gizi yang belum terpenuhi
Program latihan di rumah
Tidak memiliki awareness yang cukup
K. Diagnosa ICF berdasarkan ICD
Anak kesulitan untuk menjaga keseimbangan, duduk optimal dan berjalan
optimal karena hiposensitif, wide base of support, duduk dengan posisi W, gangguan
keseimbangan, knee valgus, flat foot dan tumpuan saat berdiri di medial foot,
sehingga terbatas dalam berinteraksi dengan teman usianya yang disebabkan oleh
mental retardation (MR )

L. Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi


1. Jangka Pendek
a. Menyiapkan motorik anak dalam menerima terapi wicara dan sensori
integrasi
b. Meningkatkan sensitivitas terhadap stimulus
c. Memperbaiki postur ke arah normal
d. Tumpuan saat berdiri di seluruh telapak kaki
e. Base of support selebar bahu
f. Meningkatkan taktil, proprioceptive dan balance
g. Fungsi bermain sesuai dengan usianya
2. Jangka Panjang
a. Berjalan optimal
b. Fungsi bermain sesuai dengan usianya
N. Metode Pemberian Fisioterapi

N JENIS METODA DOSIS


O
1. Terapi 1. Neuro Sensor Exercise Frekuensi :
Latihan A. Duduk di dalam kotak yang berisikan biji saga 1x/minggu
B. Massage I : 2 sampai 4
2. Perseptual motor exercise repetisi
A. Berjalan di titian T ; 30 menit
B. Naik turun tangga
C. Lempar bola
D. Loncat di trampolin
E. Berjalan di halang rintang sambil memindahkan bola
3. Motorik Halus
A. Meronce
B. Menyusun puzzle

M. Uraian Tindakan Fisioterapi


1. Neuro Sensor Exercise
A. Duduk di dalam kotak yang berisikan biji saga
Tujuan : Stimulasi taktil
Posisi OS : Duduk di dalam kotak yang berisikan biji saga
Posisi Fisioterapis: Di belakang OS
Prosedur : OS difasilitasi untuk duduk di dalam kotak yang berisikan biji
saga, sehingga OS dapat merasakan stimulus pada tubuhnya
B. Massage
Tujuan : Meningkatkan sensitivitas terhadap stimulus, stimulasi deep taktil
Posisi OS : terlentang
Posisi Fisioterapis: di depan OS
Prosedur : FTs menggunakan metode stroking pada bagian back, upper dan
lower extremity. Dapat dilakukan menggunakan oil
2. Perceptual Motor Exercise
A. Berjalan di titian
Tujuan : mengoptimalkan tumpuan saat berjalan, mengoptimalkan base of
support, meningkatkan balance.
Posisi OS : Berdiri
Posisi Fisioterapis: di belakang atau di samping OS
Prosedur : stimulasi OS untuk mengambil bola, lalu jalan di titian sambil
menyeimbangkan badan, lalu taruh bola
B. Naik turun tangga
Tujuan : penguatan core muscle
Posisi OS : berdiri
Posisi Fisioterapis: di belakang OS
Prosedur : OS berdiri di depan tangga, lalu stimulasi OS untuk naik turun
tangga dengan gerakan terkontrol
C. Lempar tangkap bola
Tujuan : meningkatkan kemampuan kontrrol gerakan dan fokus
Posisi OS : berdiri
Posisi Fisioterapis: di depan OS
Prosedur : persiapkan bola di ember, lalu OS berdiri di depan area
permainan bola, instruksikan OS untuk melempar dan menangkap bola
D. Loncat di trampolin
Tujuan : stimulasi taktil dan propioceptif
Posisi OS : berdiri
Posisi Fisioterapis: di samping OS
Prosedur : instruksikan OS untuk berdiri dan loncat di dalam trampoline,
sambal menghitung jumlah loncatan
E. Berjalan di halang rintang sambil memindahkan bola
Tujuan : meningkatkan balance dan fokus
Posisi OS : berdiri
Posisi Fisioterapis: di belakang OS
Prosedur : stimulasi OS untuk mengambil bola, lalu jalan di haling rintang,
lalu taruh bola dan lakukan berulang
3. Motorik halus
A. Meronce : anak mampu duduk dengan tenang dan menyelesaikan meronce
B. Menyusun puzzle : anak mampu menyusun puzzle dengan benar
N. Home Program
1. Program mandiri :
a. Melakukan stimulus sensoris dan motorik yang sudah diajarkan oleh
fisioterapis (melakukan massage pada area telapak kaki dan tangan).
b. Menghindari kebiasaan duduk dalam posisi W
c. Menghindari kebiasaan duduk membungkuk
2. Edukasi :
a. ibu memberikan nutrisi yang cukup untuk anak.
b. Meminta keluarganya untuk tenang (tidak teriak) saat anak sedang tantrum
c. Mengajak anak untuk bersosialisasi yang terarah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan studi kasus yang telah dijelaskan dalam
pembahasan sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. mental retardation (MR ) mempunyai empat klasifikasi, yaitu sedang, berat ,
ringan dan sangat berat.
2. MR (Mental Retardation) diakibatkan oleh Karena infeksi atau keracunan,
Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau nutrisi. Semua retardasi mental
yang secara langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme , Akibat kelainan
kromosom berikut diidentifikasi menjadi penyebab (MR ).Permasalahan tersebut
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, berbahasa, bermain dan berhubungan
dengan orang lain.
3. Fisioterapi sangat berperan untuk meningkatkan dan memulihkan gejala yang
terlihat pada pasien MR dengan memberikan stimulasi sensori motor dan
perceptual motor
B. Saran
Berdasarkan hasil laporan studi kasus yang telah dijelaskan sebelumnya maka
penulis memberikan beberapa saran, yaitu :
1. Melakukan evaluasi home program secara berkala untuk memastikan
program latihan di rumah diberikan sesuai dengan kondisi dan respon
anak
2. Durasi penanganan fisioterapi lebih baik disesuaikan dengan kondisi anak.
Daftar Pustaka
Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk Mahasiswa
Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC
Caesaria, D., Febriyana, N., Suryawan, A., Setiawati, Y. (2019). Gambaran Umum
Pola Asuh pada Anak Retardasi Mental di RSUD DR. Soetomo. Psychiatry
Nursing Journal (Jurnal Keperawatan Jiwa). 1(2). 57-63
Iswari, Mega & Nurhastuti. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar (Dasar-
dasar Ilmu Faal dan Saraf untuk PLS). Padang: UNP Press
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Situasi Penyandang Disabilitas. Vol. Semester 2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. “Situasi Disabilitas.” Pusat Data
Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 1–10.
Lisinus, Rafael & Pastiria Sembiring. 2020. Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus
(Sebuah Perspektif Bimbingan dan Konseling). Medan, Yayaysan Kita Menulis
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa( Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:
Andi.
Sari, S. P. (2017). Jempol Mahasiswa Rancangan Program Tingkatkan Motorik Halus
Anak Tunagrahita. 14 Desember 2017.
https://news.okezone.com/read/2017/08/25/65/1762937/jempol-
mahasiswarancang-program-tingkatkan-motorik-halus-anak-tunagrahita
Soetjiningsih, Ranuh Gde. 2016. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
Soetjiningsih, IG. N. Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2018, hlm. 2-18.
Sularyo, Titi Sunarwati, and Muzal Kadim. 2016. “Retardasi Mental.” Sari Pediatri
2(3):170
Susy, Yunianti, Dkk. 2016. “Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan
Retardasi Mental.” (January 2002):20050266.
Utaminingsih, W. R. 2015. Menjadi Dokter Bagi Anak Anda Mengenali & Mencegah
Sedini Mungkin Serangan Penyakit & Gangguan Kesehatan pada Anak.
Yogyakarta: Cakrawala ilmu
WHO. 2013. Disability In the South East Asian Region. Geneva: WHO

Anda mungkin juga menyukai