RETARDASI MENTAL
Anggota Kelompok 7 :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan kelemahan jiwa dengan intelegensi yang
kurang dari masa perkembangan sejak lahir atau masa anak-anak (Choiriyyah,
Nugraha, dan Nugraheni, 2011). Retardasi mental juga memiliki kecerdasan
dibawah rata-rata anak normal pada umumnya dan memiliki hambatan dalam
bidang penyesuaian diri maupun interaksi sosial (Novitasari, 2012).
Anak yang mengalami retardasi mental membutuhkan perhatian khusus
dari orang tua berupa membantu anak retardasi mental agar timbul sikap percaya
diri untuk berkomunikasi kepada orang tua maupun orang lain, serta dapat
mandiri terhadap perawatan dirinya. Kepercayaan diri orang tua juga sangat
penting untuk membantu atau merawat anaknya yang mengalami retardasi
mental, faktor-faktor yang dapat membangkitkan rasa kepercayaan diri orang tua
anak retardasi mental adalah faktor lingkungan, faktor harga diri, dan faktor
sikap (Listiyaningsih & Dewayani, 2009).
Gangguan perkembangan paling umum terjadi adalah retardasi mental.
Angka kejadian retardasi mental diberbagai negara berkembang secara umum
berkisar 1-3% setiap populasi (Risnawati dkk, 2010). Retardasi mental di
Amerika berjumlah 9,1/1000 orang (Ndraha,2014) dan di negara China sebanyak
9,3/1000 orang (Maulik, 2013).
Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penyandang cacat di
Indonesia adalah sebesar 2.126.785 jiwa. Retardasi mental sendiri berjumlah
345.815 jiwa atau berkisar 0,016%. Provinsi Sumatera Utara sendiri terdapat
jumlah penyandang cacat pada tahun 2010 adalah 118.603 jiwa dan retardasi
mental berjumlah 19.284 jiwa (Novitasari, 2010). Hasil sensus penduduk
Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah anak retardasi mental sebesar
22,07% dari 439 ribu anak cacat yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten di
Indonesia (Data Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2011). Jumlah populasi
anak retardasi mental menempati paling besar yaitu 66.610 anak di banding
jumlah anak dengan kecacatan lainnya. Penelitian terbaru Riskesdas, di Indonesia
retardasi mental pada usia 24-59 bulan di Indonesia merupakan persentase
tertinggi ketiga yaitu 0,14% menurut angka kecacatannya dan hasil ini masih
tercatat dari tahun 2010-2013 (Riskesdas, 2013).
Tingginya angka kejadian retardasi mental tentu tidak bisa dibiarkan
begitu saja, anak-anak retardasi mental harus mendapatkan pendidikan yang baik
terutama dari keluarga sehingga mereka lebih mandiri minimal untuk aktivitas
sehari-hari. Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat menerima
kondisi kelainan yang dialami anaknya (Benny dkk., 2014). Anak retardasi
mental inilah salah satu yang dapat menimbulkan kecemasan pada keluarga.
Keluarga dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan
akibat keberadaan anak tersebut, terutama seorang ibu dapat mengalami
kecemasan dan perilaku penolakan terhadap anaknya yang mengalami retardasi
mental (Benny dkk., 2014).
B. Tujuan
1. Diharapkan dapat memahami asuhan keperawatan retardasi mental
2. Diharapkan dapat mengetahu konsep teori dari retardasi mental
3. Diharapkan dapat mengetahui pohon masalah dari retardasi mental
4. Diharapkan dapat melakukan terapi dari retardasi mental
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Retardasi mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7, yang
muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku adaptif, serta kemampuan
beradaptasi dengan kehidupan social sesuai tingkat perkembangan dan budaya.
Menurut Maslim (2004), RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik,
dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat kecerdasan
yang rendah (Soetjiningsih, 1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan
lingkungan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat
kecerdasan di bawah normal dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi.
Faktor lain adalah kecenderungan mereka diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya.
Anak sering tidak diakui secara penuh sebagai individu dan hal tersebut
memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak akan berkembang menjadi
individu dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah,
keluarga, masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri.
D. ETIOLOGI
Menurut Maramis (2010), faktor penyebab retardasi mental yaitu sebagai berikut:
1. Faktor genetic
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental
adalah Sindrom Down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau
kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke-21, sehingga mengakibatkan
jumlah kromosom menjadi Sindrom Fragile X, yang merupakan tipe umum
dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi
gen pada kromosom X. Gen yang rusak berada pada area kromosom yang
tampak rapuh, sehingga disebut Sindrom Fragile X. Sindrom ini
menyebabkan retardasi mental pada 1.000–1.500 pria dan hambatan mental
pada setiap 2.000–2.500 perempuan. Efek dari Sindrom Fragile X berkisar
antara gangguan belajar ringan sampai retardasi parah yang dapat
menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat. Phenylketonuria
(PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu di antara 10.000
kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya,
phenilalanin dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh,
serta menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan
retardasi mental dan gangguan emosional.
2. Faktor prenatal
Penyebab retardasi mental saat prenatal adalah infeksi dan penyalahgunaan
obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah rubella,
yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat
menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, herpes genital, hipertensi,
diabetes melitus, anemia, tuberkulosis paru. Narkotik, alkohol, dan rokok
yang berlebihan serta keadaan gizi dan emosi pada ibu hamil juga sangat
berpengaruh pada terjadinya retardasi mental.
3. Faktor perinatal
Retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat
kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak napas (asfiksia), dan
lahir prematur, serta proses kelahiran yang lama.
4. Faktor pascanatal
Banyak sekali faktor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan
mengakibatkan terjadinya retardasi mental. Termasuk di antaranya adalah
infeksi(meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi pada bagian
tubuh lain yang menahun), trauma kapitis, tumor otak, kelainan tulang
tengkorak, dan keracunan pada otak. Kesehatan ibu yang buruk dan terlalu
sering melahirkan merupakan penyebab berbagai macam komplikasi
kelahiran seperti bayi lahir prematur, perdarahan postpartum, dan lain
sebagainya.
5. Rudapaksa (trauma) dan/atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan
dengan RM. Rudapaksasetelah lahir tidak begitu sering mengakibatkan
retardasi mental.
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan
protein), serta pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun
sangat memengaruhi perkembangan otak serta dapat mengakibatkan retardasi
mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki sebelum umur 6
tahun. Sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi,
intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
7. Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran).
Kelompok ini termasuk retardasi mental akibat tumor/kanker (tidak termasuk
pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa
reaksi selsel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya
(diduga turunan).
B. Terapi Behaviour
1. Pengertian
Terapi behaviour dikenal juga dengan modifikasi perilaku, yang dapat
diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.
Menurut Wolpe, modifikasi perilaku yaitu prinsip-prinsip belajar yang telah
teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif.
Contohnya anak SD yang tidak mau sekolah dan menangis, lalu kemudian
diberi pengertian bahwa sekolah itu penting untuk belajar dan mencapai
cita-cita, akhirnya anak SD itu mau ke sekolah dan tidak menangis yang
kemudian ana tersebut diberi hadiah ketika sudah mau berangkat sekolah
dan tidak menangis lagi.
Terdapat beberapa model tingkah laku yang dipengaruhi oleh teori-teori
psikologi, yaitu :
a. Model psikodinamika
Tingkah laku ditentukan oleh kehidupan dinamika intra-psikis individu
b. Model biofisik
Tingkah lau ditentukan oleh organisasi neurologi, belajar perseptual
motor, kesiapan fisiologis, integrasi dan perkembangan sensori
c. Model lingkungan
Tingkah laku ditentukan oleh interaksi antara individu dan lingkungan
d. Model tingkah laku
Tingkah lau adalah konsekuensi dari prinsip0prinsip penguatan dan
dapat diobservasi serta dapat diukur
4. Tahap-tahap terapi
a. Melakukan assement
Bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh klien pada saat
ini. Ada beberapa informasi yang dapat digali dalam assement yaitu :
1) Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami klien saat ini
2) Analisis situasi yang di dalamnya terdapat permasalahan klien
3) Analisis motivasional dengan melihat motivasi apa yang
mendasari klien seperti itu
4) Analisis self control
5) Analisi hubungan sosial
6) Analisis lingkungan fisik-sosial budaya
Dalam kegiatan assement, konselor melakukan nalisi yang disebut
dengan analisis ABC, yaitu :
A : antecedent (pencetus perilau, sikap seseorang ataupun tingkah
laku)
B : Behaviour (perilau yang dipermasalahkan)
C : Consequence (konsekuensi akibat perilaku tersebut, reaksi emosial
seseorang)
b. Menetapkan tujuan
Disusun atas 3 langkah, yaitu :
1) Membanu klien memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan
yang diinginkan
2) Memperhatikan tujuan klien berdasarkan kemungkinan hambatan-
hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat
diukur
3) Memecahkan tujuan kedalam sub-tujuan dan menyusun tujuan
menjadi susuna yang berurutan
c. Implementasi teknik
Terapis dan klien mengimplementasikan teknik-teknik terapi sesuai
dengan masalah yang dialami oleh terapis
d. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkesinambungan. Tingkah laku klien
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas terapis dan
efektivitas dari teknik yang digunakan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulis ekstern dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa terjadi pada setiap individu / manusia karena
adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada
penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi
yang besar.
B. Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan anaknya
seperti memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan.
Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan perlu melakukan langkah
preventif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan
anak dan remaja caranya yaitu dengan enegakkan penyuluhan tentang retardasi
mental kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Benny, dkk. 2011. Penerimaan Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mentaldi SLB
YPAC Padang. Jurnal Lesehatan Andalas. Diunduh pada 5 September 2019 dari
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Dalami, Ernawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : Trans Media
Yusuf, Rizky Fitryasari dan Hanik, Endang Nihayati. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Kartika, Indah Cahyani. 2016. Terapi Behaviour Terhadap Anak Retardasi Mental di
SD Ainul Yakin Yogyakarta Perspektif Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta : State
Islamic University Sunan Kalijaga.