Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN PASIEN KEHILANGAN DAN PASIEN DENGAN KECEMASAN

Oleh :
SITI ROMADHONI (P 27220015 171)

3B D-IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN KECEMASAN

A. MASALAH UTAMA
Kecemasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dri seseorang.
Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorng tidak
nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jdi, cemas berkaitan dengan
persaan tiidak pasti dan tidak berdaya. (Kususmawati, 2010)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi (pendukung)
Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Peristiwa traumatic
2) Konflik emosional
3) Gangguan konsep diri
4) Frutasi
5) Gangguan fisik
6) Pola mekanisme koping keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan
8) Medikasi
b. Faktor Presipitasi
1) Ancaman terhadap integritas fisik
2) Ancaman terhadap harga diri
3. Jenis
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan
masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sediri.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respon takut dan distress.
d. Panik
Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena kehilangan
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
(Prabowo, 2014)
4. Rentang Respon
a. Kecemasan Ringan
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan ringan adalah sebagai
berikut :
1) Respon fisik dari kecemasan ringan adalah :
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin
2) Respon kogniif dari kecemasan ringan adalah :
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
3) Respon emosional dari kecemasan ringan adalah :
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas mandiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
b. Kecemasan Sedang
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang adalah
sebagai berikut :
1) Respon fisik dari kecemasan sedang adalah :
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri
punggung
2) Respon kognitif dari kecemasan sedang adalah :
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respon emosional dari kecemasan sedang adalah :
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
c. Kecemasan Berat
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan berat adalah:
1) Respon fisik kecemasan berat adalah:
a) Ketegangan otot berat
b) Hiperventilasi
c) Kontak mata buruk
d) Pengeluaran keringat meningkat
e) Bicara cepat, nada suara tinggi
f) Tindakan tanpa tuuan dan serampangan
g) Rahang menegang, mngertakan gigi
h) Mondar-mandir, berteriak
i) Meremas tangan, gemetar
2) Respon kognitif kecemasan berat adalah:
a) Lapang persepsi terbatas
b) Proses berpikir terpecah-pecah
c) Sulit berpikir
d) Penyelesaian masalah buruk
e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f) Hanya memperhatikan ancaman
g) Preokupasi dengan pikiran sendiri
h) Egosentris
3) Respon emosional kecemasan berat adalah:
a) Sangat cemas
b) Agitasi
c) Takut
d) Bingung
e) Merasa tidak adekuat
f) Menarik diri
g) Penyangkalan
h) Ingin beban
d. Panik
Menurut Videbeck (2008), respon dari panik adalah sebagai berikut:
1) Respon fisik dari panik adalah:
a) Fight, fight, atau freeze
b) Ketegangan otot sangat berat
c) Agitasi motorik kasar
d) Pupil dilatasi
e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f) Tidak dapat tidur
g) Hormon stress dan neurotransmitter berkurang
h) Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respon kognitif dari panik adalah:
a) Persepsi sangat sempit
b) Pikiran tidak logis, terganggu
c) Kepribadian kacau
d) Tidak dapat menyelesaikan masalah
e) Fokus pada pikiran sendiri
f) Tidak rasional
g) Sulit memahami stimulus eksternal
h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional dari panik adalah:
a) Merasa terbebani
b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c) Lepas kendali
d) Mengamuk, putus asa
e) Marah, sangat takut
f) Mengharapkan hasil yang buruk
g) Kaget, takut, lelah
5. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan
tersebut dapat berupa:
1) Peristiwa traumatik, yang daapt memicu terjadinya kecemasan
berkitan dengan krisis yang dilami individu baik krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan maupun situasional
2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan
dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4) Frusatasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau ola keluarga menangani
stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konfllik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena
benzodiazepin dapat menekan neurotransmitter gamma amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitas adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme
fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan
biologis normal (misalnya: hamil)
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan
nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internl dan eksternal
a) Sumber internal, kesulitan dalam hubungann interpersonal
di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran
baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik jug dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekrjaan, tekanan kelompok,
sosial budaya.
6. Tanda dan Gejala
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas,
antara lain sebagai berikut:
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3) Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5) Gangguan konsntrasi dan daya ingat.
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
7. Akibat
Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklsifikasikan dalam
dua jenis:
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk mlakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari
sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dpat menyebabkan gangguan
fisik (misal: infeksi virus, polusi udara). Sedangkan yang menjadi
sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misal:
sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan perubahan fisiologis
selama kehamilan).
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorag dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang
berasal dari sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti
(meninggl, perceraian, pindah kerja), dan ancaman yang berasal dari
suber internal berupa gangguan interpersonal di rumah, tempat kerja
atau menerima peran baru.
8. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat pasien berperilaku patologis atau tidak.
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat, dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a. Task Oriented Reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini dalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai
secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan
konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
b. Ego Oriented Reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini
tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menili penggunaan mekanisme
pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu dievalusi
hal-hal berikut:
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan pasien
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap
kemajuan kesehatan pasien
4) Alasan pasien menggunakan mekanisme pertahanan.
9. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik,
yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial atau
psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok
5) Tidak minum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone
HCl, meprobamate, dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala atau
akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat dibrikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yangbersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus
asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi
kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudan memperbaiki
kembali (re- konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihakn fungsu kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan
daya ingat.
5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbaga
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
10. Pohon Masalah
Kerusakan interaksi effect
social

Gangguan suasana Cor roblem


perasaan : cemas

causa
Koping individu inefektif
11. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
b. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping
individu inefektif
12. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan Umum :
Cemas berkurang atau hilang

Tujun khusus :
TUK 1 : 1. Jadilah pendengar yang hangat dan
Pasien dapat menjalin dan membina responsive
hubungan saing percaya 2. Beri waktu yang cukup pada pasien
unuk berespon
3. Beri dukungan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaannya
4. Identifikasi pola perilaku pasien
atau pendekatan yang dapat
menimbulkan perasaan negative
5. Bersama pasien mengenali
perilaku dan respon sehingga cepat
belajar dan berkembang

TUK 2 : 1. Bantu pasien untuk


Pasien dapat mengenali ansietasnya mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya
2. Hubungkan perilaku dan
perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan asumsi
terhadapa pasien
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang
mengancam ke hal yang berkaitan
dengan konflik
5. Gunakan konsultasi untuk
membantu pasien mengungkapkan
perasaannya

TUK 3 1. Bantu pasien menjelaskan situasi


Pasien dapat memperluas dan interaksi yag dapat segera
kesadarannya terhadap perkembangan menimbulkan ansietas
asietaas 2. Bersama pasien meninjau
kembali penilaian pasien terhadap
stressor yang drasakan mengacam
dan menimbulkan konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru
terjadi dengan pengalaman masa
lalu yang relevan

TUK 4 1. Gali cara pasien mengurangi


Pasien dapat menggunakan ansietas di masa lalu
mekanisme koping yang adaptif 2. Tunjukkan akibat mal adaptif dan
destruktif dari respon koping
yang digunakan
3. Dorong pasien utnuk
menggunakan respon koping adaptfi
yang dimilikinya
4. Bantu pasien untuk menyusun
kembali tujuan hidup, memodifikasi
tujuan menggunakan sumber dan
koping yang baru
5. Latih pasien dengan
menggunakan ansietas sedang
6. Beri aktivitas fisik untuk
menyalurkan energinya
7. Libatkan pihak yang
berkepentingan sebagai suber dan
dukungan sosial dalam membantu
pasien menggunakan loping adaptif
yang baru

TUK 5 1. .Ajarkan pasien teknik relaksasi


Pasien dapat menggunakan teknik untukmeningkatkan kontrol dan
relaksasi rasa percaya diri
2. Dorong pasien untuk
menggunakan relaksasi dalam
menurunkan tingkat ansietas
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN KEHILANGAN

A. MASALAH UTAMA
Kehilangan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
1) Faktor genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan
tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang
suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan (Hidayat, 2009 : 246)
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada
masa kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat,
2009 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang
tidak objektif terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 :
116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun
imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Jenis Kehilangan
a. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau
kehancuran akibat bencana alam).
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah
rumah, dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
(misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman
dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan
fungsi psikologis atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga,
teman dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
4. Rentang respon
Respons bseseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) :
a. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan
bahwa kehilangan benar – benar terjadi. Sebagai contoh orang
atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal
akan terus berupaya mencari informasi tambahan (Hidayat,
2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,
mulai, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam beberapa
menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 : 245).
b. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang
timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya
sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang
orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara
lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).
c. Tahap tawar – menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat
kesepakatan secara halus atau terang – terangan seolah – olah
kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya
untuk melakukan tawar – menawar dengan memohon kemurahan
tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang – kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa
muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan,
antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain – lain (Prabowo, 2014 : 115)
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan.
Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek
yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan
menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri
proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara
tuntas. Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan
memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 - 246).
5. Proses terjadinya masalah
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek
eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan, kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen, seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat
berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan
sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan,
kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga,
kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti:
kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan
kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo, 2014 : 116).
6. Tanda dan gejala
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan
diantaranya :
a. Perasaan sedih, menangis
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur,
tingkat aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117).
7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (Husnudzon) dan kompensasi yang positif
(konstruktur). Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan
berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu depresi
sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala
fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur,
letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain :
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan
dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal
dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang
menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan,
pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme
membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri,
terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar
dari cengkeramannya.
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau
“efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya.
Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak
berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga
membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo,
2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara
mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk
menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai
untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri
kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita
akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
(Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan
yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia
dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk
meninjau permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 :
118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan
cara berfikir mundur kembali ke ciri tahap
perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan
diputus atau diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan
proses-proses mental dipisahkan atau diasingkan dari
kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis,
afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi,
objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 :
118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari
represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi
yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak
pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang
lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya
terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan
sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya
(Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain
mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang
tidak baik. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa
proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri
tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-
pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak
pada kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
h. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka
jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
1) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu
jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada
otak dengan menggunakan 2 elektrode yang
ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall
yang berlangsung 25 – 30 detik dengan tujuan
terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak. Tujuan ECT adalah untuk
mengembalikan fungsi mental klien dan untuk
meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo,
2014 : 118).
2) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan
merupakan bagian penting dalam proses terapeutik,
upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa
adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
3) Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
pasrtisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas
atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga
diri seseorang. Tujuan terapi okupasi itu sendiri
adalah untuk mengembalikan fungsi penderita
semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal
yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental,
dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun
masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
9. Pohon Masalah
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Effect

Isolasi social : menarik Cor problem


diri

Coping individu inefektif causa

Kehilangan objek eksternal

Kehilangan lingkungan yang dikenal

Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti

Kehilangan suatu aspek diri

Kehiangan hidup
10. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi halusinasi
b. Isolasi sosial menarik diri (Prabowo,
2014 : 119).
11. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Isolasi social Menarik diri
TUJUAN INTERVENSI

Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang
lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUK 1: 1. Bina hubungan saling percaya
Klien dapat membina hubungan saling dengan menggunakan prinsip
percaya. komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah, baik
verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan. e.
Jujur dan tepati janji.
e. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
f. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan klien.
TUK 2 :
Klien dapat menyebutkan penyebab 1. Kaji pengetahuan klien tentang
menarik diri. perilaku menarik diri dan tanda –
tandanya.
2. Berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau
1 bergaul.
5 3. Diskusikan bersama klien tentang
perilaku menarik diri, tanda dan gejala.
4. Berikan pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan perasaannya.

TUK 3
Klien dapat menyebutkan keutungan 1. Kaji pengetahuan klien tentang
berhubungan dengan orang lain dan keuntungan dan manfaat bergaul
kerugian tidak berhubungan dengan dengan orang lain.
orang lain. 2. Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya tentang
keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan orang lain
4. Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain.
5. Diskusikan bersama klien tentang
kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
6. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.

TUK 4 :
Klien dapat melaksanakan hubungan 1. Kaji kemampuan klien membina
social secara bertahap hubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien dengan
orang lain.
3. Beri reinforcement terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
dirumah nanti.
4. Bantu klien mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang lain.
5. Dengarkan ungkapan klien
dengan empati
.
b. Perubahan sensori persepsi halusinasi
D

TUJUAN INTERVENSI i
s
Tujuan umum:
k
klien tidak menciderai diri
u
sendiri/orang lain/ lingkungan
s
i
k
a
n

j
Tujuan khusus 1 : 1. Bina hubungan saling percaya
klien dapat membina hubungan dengan menggunakan prinsip
saling percaya dengan perawat. komunikasi terapeutik:
a. Sapaklien dengan ramah dan
baik verbal mauppun non
verbal.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan
kesukaan klien.
d. Jelaskan maksud dan tujuan
interaksi.
e. Berikan perhatian pada
klien,perhatikan kebutuhan
dasrnya.
2. Beri kesempatan klien
mengungkapkan persaannya.
3. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang,sore dan
malam atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
4. Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (murah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengngkapkan perasaan.

Tujuan khusus 3: 1. Identifikasi bersama klien


klien dapat mengontrol halusinasinya tindakan yang biasa di lakukan
bila terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat dan cara
yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3. Diskusikan cara baik memutus
atau mengotrol timbulnya
halusinasi
a. Katakan saya tidak mau
dengar kamu
b. Temui orang lain (perawat
atau teman atau anggota
keluarga) untuk bercakap
atau mengatakan halusinasi
yang di dengar.
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari hari.
d. Meminta keluarga atau
teman atau perawat menyapa
klien jika tampak bicara
sendiri , melamun atau
kegiatan yang tidak terkontrol
4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian
jika berhasil.
6. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktifitas kelompok jenis orientasi
realita, atau stimulasi persepsi
Tujuan khusus 4 :
klien dapat dukungan dari 1. Anjurkan klien untuk memberi
keluarga dalam mengontrol tahu keluarga jika mengalami
halusinasinya halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada
saat keluarga berkunjung atau
kunjungan rumah)
a. Gejala halusinasi yang
dialami klien.
b. Cara yang dapat di lakukan
klien dan keluarga untuk
mengilangkan halusinasi
c. diskusikan dengan keluarga
dank lien tantang jenis, dosis,
frekuensi dan frekuensi dan
Tujuan khusus 5: manfaat obat.
klien dapat menggunakan obat dengan 1. Anjurkan klien bicara dengan
benar untuk mengendalikan halusinasinya dokter tentang manfaat dan efek
samping yang dirasakan.
2. Diskusikan akibat berhenti obat
tanpa yang dirasakan.
3. Bantu klien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha


Ilmu. Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah
Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba


Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Kususmawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai