Anda di halaman 1dari 49

KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK

 NAMA:MARTINO RONALDUS AMA


 NIM:PO530320311138
 TINGKAT:2B
 MATA AJARAN:KEPERAWATAN ANAK

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN 2021/2022
A. Konsep Dasar Keperawatan Anak

1) Pengertian anak
a) UU RI NO 23 TH 2002 (tentang perlindungan anak) pasal 1:Anak adalah seseorang
sebelum usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
b) WHO: Anak adalah sejak terjadinya konsepsi sampai usia 18 tahun
c) UU RI No 4 th 1979 (Kesejahteraan Anak) yaitu seseorang yang belum mencapai
usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batasan 21 th ditetapkan karena
berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan , sosial, kematangan pribadi dan
mental seorang anak dicapai pada usia itu

2) Sejarah keperawatan anak


a) Akhir abad ke-19 dikatakan sbg abad kegelapan utk kesehatan anak (the dark age of
paediatric)
b) Pertengahan tahun 1800 dimulai studi kes anak oleh Abraham Jacobi penyelidikan
penyakit pd anak khususnya pd tunawisma dan buruh. (1830-1919)
c) Lilian Wald : Perawat yang Tertarik dengan KesehatanAnak (USA)
d) Pelayanan keperawatan yang didirikan oleh Abraham Jacobi dan Lilian Wald adalah
bentuk kegiatan sosial dan pendidikan khusus utk org tua dalam hal perawatan anak
sakit. oleh karena itu Tumbuh upaya kes anak sekolah(UKS) dan kursus2 kes sekolah.
e) Awal tahun 1900 perawatan isolasi berkembang sejak ditemukannya penyakit
menular
f) Orang tua dilarang utk mengunjungi anak dan membawa barang/mainan dr rumah
kerumah sakit
g) Tahun 1940 : efek psikologis dr tindakan isolasi yaitu anak menjadi stres selama
berada di rumah sakit
h) Orientasi pelayanan keprwtn anak rooming in (orang tua boleh tinggal bersama
anaknya di rumah sakit selama 24 jam)
3) Keperawatan Anak

a) Pengertian Keperawatan Anak : yaitu suatu praktek keperawatan yang menekankan


pada status kesehatan anak (bayi-remaja)
b) Tujuan keperawatan anak : membantu anak sehat/sakit untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal sesuai tingkat perkembangan yang berorientasi pada tindakan
promotif dan preventifyang berfokus pada : pendekatan anak dan keluarga, pemberian
asuhan keperawatan

1. Filosofi Keperawatan Anak

Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki


perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada
keluarga (family centered care),dan pencegahan terhadap trauma (atraumatic care).
a. Perawatan Berfokus Pada Keluarga/Family centered care (FCC)
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak
bagian dari keluarga. Dalam Pemberian Askep diperlukan keterlibatan
keluarga karena anak selalu membutuhkan orang tua di Rumah Sakit
seperti aktivitas bermain atau program perawatan lainnya. Pentingnya
keterlibatan keluarga ini dapat mempengaruhi proses kesembuhan anak.
Program terapi yang telah direncanakan untuk anak bisa saja tidak
terlaksana jika perawat selalu membatasi keluarga dalam memberikan
dukungan terhadap anak yang dirawat, hal ini hanya akan meningkatkan
stress dan ketidaknyamanan pada anak. Perawat dengan menfasilitasi
keluarga dapat membantu proses penyembuhan anak yang sakit selama
dirawat. Kebutuhan keamanan dan kenyamanan bagi orang tua pada
anaknya selama perawatan merupakan bagian yang penting dalam
mengurangi dampak psikologis anak sehingga rencana keperawatan
dengan berprinsip pada aspek kesejahteraan anak akan tercapai.
b. Antraumatic care
Antrumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan
keluarga. Atraumatik care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan kepada
anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang
diberikan., seperti memperhatikan dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang
diberikan dengan melihat prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak
adanya trauma untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan
oleh perawat antara lain:
 Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga akan menyebabkan kecemasan pada anak sehingga
menghambat proses penyembuhan dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
 Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.
Kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak dapat meningkatkan
kemandirian anak dan anak akan bersikap waspada dalam segala hal.
 Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak psikologis).
Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat
dikurangi melalui berbagai tenik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary. Apabila
tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada
anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
 Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam
kehidupan anak, yang dapat menghambat proses kematangan dan tumbuh kembang anak.
 Modifikasi lingkungan
Melalui modifikasi lingkungan yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan dan
nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman
dilingkungan.
2. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan landasar berfikir dalam penerapan ilmu


keperawatan anak, dimana landasar berfikir tersebut terdiri atas empat komponen.
Komponen paradigma keperawatan anak :

Manusia (anak )

Sehat –sakit lingkungan

Keperawatan

a) Manusia (anak)
Manusia sebagai klien dlm kep anak adl individu yang berusia antara 0-18 tahun, yg sedang
dlm proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yg spesifik (fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang berbeda dgn orang dewasa.
Anak membutuhkan pembelaan dari orang dewasa untuk mempertahankan dan
meningkatkan serta memperbaiki kesehatan → Hak anak mendapat pembelaan dan
dilindungi
b) Sehat sakit
Sehat dalam kep anak adalah sehat dalam rentang sehat-sakit
Sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus
dicapai sepanjang kehidupan anak dlm rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yg optimal sesuai dgn usianya
Sehat-sakit berada dalam suatu rentang mulai dari sehat optimal pd suatu kutub dan
meninggal pada kutub lainnya.

Sehat optimal Sakit berat Meninggal

c) Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma kep anak yang dimaksud adalah lingkungan eksternal
maupun internal yg berperan dlm perubahan status kes anak
Lingkungan internal seperti genetik, kematangan biologis, jenis kelamin, intelektual,
emosi dan adanya predisposisi terhadap penyakit
Lingkungan eksternal seperti status nutrisi, ortu, sibling, masyarakat, budaya, iklim,
status sosial-ekonomi
d) Keperawatan
Fokus utama dlm pelaksanaan pelayanan keprwtn : peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit, dgn falsafah utama yaitu askep yg berpusat pada keluarga dan
perawatan terapeutik.
Bentuk intervensi utama yang diperlukan anak dan keluarganya : pemberian dukungan,
pemberian penkes, dan upaya peningkatan kesehatan.

3. Prinsip – Prinsip Keperawatan Anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman
dalam memahami filosofi keperawatan anak. Prinsip dalam asuhan keperawatan anak
adalah:
a) Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, dimana tidak
boleh memandang anak dari ukuran fisik saja melainkan anak sebagai individu yang
unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan.
b)  Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan yang sesuai dengan
tahap perkembangan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis (seperti nutrisi,
dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain), kebutuhan psikologis,
sosial dan spritual.
c) Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan dan peningkatan derjat
kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit.
d) Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan
anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan
asuhan keperawatan anak. Anak dikatakan sejahtera jika anak tidak merasakan
ganggguan psikologis, seperti rasa cemas, takut atau lainnya, dimana upaya ini tidak
terlepas juga dari peran keluarga.
e) Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan
menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek
hukum (legal). Sebagai bagian dai keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan
keperawatan, dalam hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim
kesehatan.
f) Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau
kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan
spritual dalam kontek keluarga dan masyarakat.
g).Pada masa yang akan datang kecendrungan perawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh
kembang, sebab ilmu tumbuh kembang ini akan mempelajari aspek kehidupan anak.

B. PERAN PERAWAT DALAM KEPERAWATAN ANAK

Peran Dan fungsi perawat anak:


1. Pemberi Perawatan ( peran utama, untuk memenuhi kebutuhan dasar anak seperti asah,
asih, asuh)
2. Sebagai Advocat Keluarga (sebagai pembela keluarga dalam menentukan haknya pasien)
Perawat membantu anak dan keluarga dlm menentukan berbagai pilihan yg
diberitahukan dan bertindak dlm memberikan yg terbaik kepada anak.
3. Pencegahan penyakit /Promosi Kesehatan
Tren pelayanan kesehatan masa depan berfokus pd pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan, bukan perawatan penyakit atau ketidakmampuan
Setiap bentuk pelayanan mengutamakan tindakan pencegahan timbulnya masalah baru
sebagai dampak penyakit yang diderita)
4. Pendidikan (dalam asuhan keperawatan mampu sebagai pendidik, untuk merubah perilaku
pada anak dan keluarga)
5. Konseling (memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah anak maupun
keluarga)
6. Kolaborasi (bekerjasama dengan TIM kesehatan lain, mengingat anak merupakan individu
yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan)
7. Pengambil keputusan etik (mengingat perawat selalu berhubungan dengan anak kurang
lebih 24 jam, peran perawat dalam pengambil keputusan etik dalam tindakan pelayanan
keperawatan)
8. Peneliti (melakukan kajian-kajian keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk
perkembangan teknologi keperawatan, untuk meningkatkan mutu pelayanan anak)

C.SISTEM PERLINDUNGAN ANAK

1.Anak Dalam Aspek Hukum

Kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia perlu diperkuat untuk mencegah dan menangani
kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak. Pemerintah pusat dan daerah
memerlukan keselarasan peraturan maka langkah terakhir yang dilakukan pemerintah pusat
adalah mengembangkan pedoman. Perda yang mengacu pada pendekatan berbasis sistem
terhadap perlindungan anak merupakan sebuah langkah yang positif.
Perlindungan anak melalui pendekatan berbasis sistem meliputi :
(1) Sistem perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk kekerasan,
perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran,
(2) Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan adanya komponen-komponen yang
saling terkait,
(3) Rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari layanan
pencegahan primer dan sekunder sampai pelayanan tersier (Unicef Indonesia, 2012).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, dimana pada Pasal 73a
menyatakan bahwa:
(1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan anak harus melakukan koordinasi
lintas sektoral dengan lembaga terkait,
(2) Koordinasi dilakukan melalui pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pada pasal 74 menyatakan bahwa :
(1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak,
dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat
independen,
(2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak
Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan
perlindungan anak di daerah. Berikut ini cara melindungi anak dari kekerasan fisik dan kejahatan
seksual dimana banyak pelaku kekerasan fisik dan seksual banyak dilakukan oleh orang yang
dikenal oleh anak. Cara melindunginya yaitu dimulai dengan:
1. Bangun komunikasi dengan anak.
 Dengarkan cerita anak dengan penuh perhatian.
 Hargai pendapat dan seleranya walaupun orang tua tidak setuju.
 Jika anak bercerita sesuatu hal yang sekiranya membahayakan, tanyakan anak bagaimana
mereka menghindari bahaya tersebut.
 Orang tua belajar untuk melihat dari sudut pandang anak. Jangan cepat mengkritik atau
mencela cerita anak.

2. Cara yang dilakukan jika mengira anak menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan
seksual:
 Beri lingkungan yang aman dan nyaman agar dia dapat berbicara kepada Anda atau orang
dewasa yang dapat dipercaya.
 Yakinkan anak bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan apapun yang salah. Yang
bersalah adalah orang yang melakukan hal tersebut kepadanya.
 Cari bantuan untuk menolong kesehatan mental dan fisik.
 Konsultasi dengan aparat negara yang dapat dipercaya bagaimana menolong anak tersebut.
 Laporkan kejadian ini kepada Komisi Anak Nasional.
 Jaga rahasia: kejadian dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang akan menjadi
beban dan penderitaan mental anak. Dalam undang-undang hak anak: anak yang menjadi
korban kejahatan seksual berhak untuk dirahasiakan namanya.

1. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. Definisi Tumbuh Kembang


Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Dalam pertumbuhan manusia terdapat
peristiwa percepatan dan perlambatan. Peristiwa ini merupakan kejadian yang ada dalam
setiap organ tubuh.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara
bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami
peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual (Supartini,
2000).
Perkembangan (development) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan dan meluasnya kapasitas seseorang
melalui pertumbuhan, kematangan atau kedewasaan (maturation), dan pembelajaran
(learning). Perkembangan manusia berjalan secara progresif, sistematis dan
berkesinambungan dengan perkembangan di waktu yang lalu. Perkembangan terjadi
perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan organ mulai dari aspek fisik, intelektual, dan
emosional. Perkembangan secara fisik yang terjadi adalah dengan bertambahnya sempurna
fungsi organ. Perkembangan intelektual ditunjukan dengan kemampuan secara simbol
maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung. Perkembangan emosional dapat dilihat
dari perilaku sosial lingkungan anak.
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh
yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui kematangan dan belajar (Wong,
2000).
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development)
adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan.(Soetjiningsih. 1998 ).
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang
bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah bertambah
sempurnanya fungsi dari alat tubuh ( Depkes RI ).
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik,
sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Walaupun
demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron paada setiap individu.

B. Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan


Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip dalam
prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola dari pertumbuhan dan
perkembangan setiap anak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah sebagi berikut  :
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek kematangan
susunan syaraf pada manusia, di mana semakin sempurna atau kompleks kematangan
saraf maka semakin sempurna pula proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
dari proses konsepsi sampai dengan dewasa.
2. Proses perkembangan dan pertumbuhan setiap individu adalah sama, yaitu mencapai
proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan
yang sama antara individu yang satu dengan yang lain.
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat terjadi mulai dari
kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga mulai dari kemampuan yang sederhana
hingga mencapai kemampuan yang lebih kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari
tahap pertumbuhan dan perkembangan (Narendra, 2002).

C. Indikator Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


1. Pertumbuhan pada anak
a. Berat Badan
Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua yaitu usia 0-6
bulan dan usia 0-12 bulan. Untuk usia 0-6 bulan berat badan akan mengalami
penambahan setiap seminggu sekitar 140 -200 gram dan berat badannya akan menjadi
dua kali berat badan lahir pada akhir bulan ke 6. Sedang kan pada usia 6-12 bulan
terjadi penambahan setiap seminggu sekitar 40 gram dan pada akhir bulan ke 12 akan
menjadi penambahan 3 kali lipat berat badan lahir.
Pada masa bermain, terjadi penambahan berat badan sekitar 4 kali lipat dari
berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta penambahan berat badan
setiap tahunnya adalah 2-3 kilogram. Pada masa pra sekolah dan sekolah akan terjadi
penambahan berat badan setiap tahunya kurang lebih 2-3 kilogram.
b. Tinggi badan
Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan sekitar 2,5
cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan akan mengalami penambahan tinggi badan
hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya.pada akhir tahun pertama akan meningkat kira-
kira 50% dari tinggi badan waktu lahir. Pada masa bermain penambahan selama
tahun ke 2 kurang lebih 12 cm sedangkan penambahan tahun ketiga rata-rata  4-6 cm.
Pada masa pra sekolah, khususnya diakhir usia 4 tahun, terjadi penambahan rata-rata
2 kali lipat dari tinggi badan waktu lahir dan mengalami penambahan setiap tahunya
kurang lebih 6-8 cm. Pada masa sekolah akan mengalami penambahan setiap
tahunnya.setelah usia 6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm, kemudian pada
usia 13 tahun bertambah lagi menjadi rata-rata 3 kali lipat dari tinggi badan waktu
lahir.
c. Lingkar Kepala
Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat sekitar 6 bulan
pertama, yaitu dari 35 -43 cm. Pada usia-usia selanjutnya pertumbuhan lingkar kepala
mengalami perlambatan. Pada usia 1 tahun hanya mengalami pertumbuhan kurang
lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm,
kemudian akan bertambah 1 cm sampai dengan usia tahun ke tiga bertambah lagi
kurang lebih 5 cm sampai dengan usia remaja.
d. Gigi
Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami perubahan
mulai dari pertumbuhan sampai penanggalan. Pertumbuhan gigi menjadi 2 bagian
yaitu bagaian rahang atas dan bagian rahang bawah.
a) Pertumbuhan gigi bagian rahang atas
 Gigi insisi sentral pada usia 8-12 bulan
 Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan
 Gigi taring atau kakinus paa usia 16-22 bulan
 Molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan
 Molar pertama anak perempuan pada usia 14-18 bulan, sedangkan molar
kedua pada usia 25-33 bulan
b) Pertumbuhan gigi bagian rahang bawah
 Gigi insisi sentral pada usia 6-1 bulan
 Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan
 Gigi taring atau kakinus paa usia 17-23 bulan
 Molar pertama anak laki-laki pada usia 14-18 bulan
 Molar pertama anak perempuan pada usia 23-30-18 bulan
 molar kedua pada usia 29-31 bulan
e. Organ Penglihatan
Perkembangan organ penglihatan dapat dimuali pada saat lahir. Pada usia 1
bulan bayi memiliki perkembangan, yaitu adanya kemampuan melihat untuk
mengikuti gerakan dalam rentang 90 derajat, dapat melihat orang secara terus
menerus, dan kelenjar air mata sudah mulai berfungsi. Pada usia 2-3 bulan memiliki
penglihatan perifer hingga 180 derajat. Pada usia 4-5 bulan kemampuan bayi untuk
memfiksasi sudah mulai pada hambatan 1,25 cm, dapat mengenali botol susu, melihat
tangan saat duduk atau berbaring, melihat bayangan di cermin, dan mampu
mengakomodasi objek. Usia 5-7 bulan dapat menyesuaikan postur untuk melihat
objek, mampu mengembangkan warna kesukaan kuning dan merah, menyukai
rangsangan visual kompleks, serta mengembangkan koordinasi mata dan tangan.
Pada usia 7-11 bulan mampu memfiksasi objek yang sangat kecil. Pada usia 11-12
bulan ketajaman penglihatan mendekati 20/20, dapat mengikuti objek yang dapat
bergerak. Pada usia 12-14 bulan mampu mengidentifikasi bentuk geometrik. Pada
usia 18-24 bulan mampu berakamodasi dengan baik.
f. Organ Pendengaran
Setelah lahir, bayi sudah dapat berespons terhadap bunyi yang keras dan refleks.
Pada usia 2-3 bulan mampu memalingkan kepala ke smping bila bunyi setinggi
telinga. Pada usia 3-4 bulan anak memiliki kemampuan dalam melokalisasi bunyi
dengan makin kuat dan mulai mampu membuat bunyi tiruan. Pada usia 6-8 bulan
mampu berespons pada nama sendiri. Pada usia 10-12 bulan mampu mengenal
beberapa kata dan artinya. Pada usia 18 bulan mulai dapat membedakan bunyi. Pada
usia 36 bulan mampu membedakan bunyi yang halus dalam bicara. Pada usia 48
bulan mulai membedakan bunyi yang serupa dan mampu mendengarkan yang lebih
halus.
2. Perkembangan Pada Anak
1) Perkembangan Motorik Halus
a. Masa neonatus (0-28 hari)
Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan adanya
kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons
terhadap gerakan jari atau tangan.
b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)
 Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-
hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi ke sisi,
mencoba memegang dan memasukan benda kedalam mulut, memegang
benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda
dengan kedua tangan, serta menahan benda ditangan walaupun hanya
sebentar.
 Usia 4-8 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah sudah mulai
mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang,
mengekplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil objek dengan
tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara
simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta
memindahkan objek dari satu tangan ketangan yang lain.
 Usia 8-12 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau merainh
benda kecil; bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil,
memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, serta
meletakkan benda atau kubus ke tempatnya.
c. Masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan motorik halus pada usia ini dapat ditunjukan dengan
adanya kemampuan dalam mencoba, menyusun, atau membuat menara pada
kubus.
d. Masa Prasekolah
Perkembangan motorik halus dapat dilihat pada anak, yaitu mulai
memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga
bagian, memilih garis yang lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek
dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan, menggunakan
tanggannya untuk bermain, menempatkan objek kedalam wadah, makan sendiri,
minum dari cangkir dengan bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan,
makan dengan jari, serta membuat coretan diatas kertas(wong,2000)
2) Perkembangan Motorik Kasar
a. Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali
dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala.
b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)
 Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan
mengangkat kepala saat tegkurap, mencoba duduk sebentar dengan
ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk dipangkuan
ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat
kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari terlentang ke miring,
kesisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.
 Usia 4-8 bulan

Usia perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada
pertumbuhan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas dan sudah
mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua
tangannya. Pada bulan ke empat sudah mampu memalingkan kepala ke
kanan dan kiri, duduk dengan kepala tegak, membalikan badan, bangkit
dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun
kedepan dan kebelakang, berguling dari terlentang dan tengkurap, serta
duduk dengan bantuan dalam waktu yang singkat.

 Usia 8-12 bulan


Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa
pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik dan
berdiri sendiri.
c. Masa Anak (1-2 tahun)
Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik kasar
secara signifikan. Pada masa ini anak sudah mampu melangkah dan berjalan
dengan tegak. Sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara 1
tangan dipegang. Pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari-lari kecil,
menendang bola, dan mulai mencoba melompat.
d. Masa Prasekolah
Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat diawali dengan
kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama satu sampai lima detik,
melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah,
membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan (wong, 2000).
3) Perkembangan Bahasa
a. Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukan dengan adanya
kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi terhadap suara atau bel.
b. Masa Bayi (28 hari- 1 tahun)
 Usia 1-4 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya


kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berceloteh,
mengucapkan kata “oh/ah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta
bereaksi dengan mengoceh.

 Usia 4-8 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan bunyi atau
kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi, tertawa, menjerit,
menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta menggunakan kata yang
terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang
bersamaan seperi “ba-ba”.

 Usia 8-12 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu mengucapkan kata


“papa” dan “mama” yang belom spesifik, mengoceh hingga mengatakannya
secara spesifik, serta dapat mengucapkan satu samapai dua kata.

c. Masa Anak (1-2 tahun)


Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya kemampuan
bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak mampu memiliki sepuluh
perbendaharaan kata; tingginyakemampuan meniru, mengenal, dan responsip
terhadap orang lain; mampu menujukan dua gambar; mampu mengkombinasikan
kata-kata; seta mulai mampu menunjukan lambaian anggota badan.
d. Masa Prasekolah

Perkembangan bahasa diawali dengan adanya kemampuan menyebutkan


hingga empat gambar; menyebutkan satu hingga dua warna; menyebutkan
kegunaan benda; mengitung; mengartikan dua kata; mengerti empat kata depan;
mengerti beberapa kata sifat dan jenis kata lainnya; menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas; menirukan berbagaibuny kata;
memahami arti larangan; serta merespons panggilan orang dan anggota keluarga
dekat.

4) Perkembangan Prilaku atau adaptasi sosial


a. Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan adaptasi sosial atau prilaku masa neonatus ini dapat


ditunjukan dengan adanyab tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap muka
untuk menegnali seseorang.

b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)


 Usia 1-4 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan mengamati
tangannya: tersenyum spontan dan membalas senyum bila di ajak tersenyum; mengenali
ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak; tersenyum pda wajah
manusia; waktu tidur dalam sehari lebih sedikit dari pada waktu terjaga; membentuk
siklus tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu yang aneh; membedakan wajah-wajah
yang dikenal dan tidak dikenal; senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya; serta
terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing).
 Usia 4-8 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini antara lain anak merasa takut dan terganggu
dengan keberadaan orang asing, mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta
memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.
 Usia 8-12 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dimulai dengan kemampuan bertepuk tangan,
menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang,
bermain bola atau lainnya dengan orang lain.
c. Masa Anak (1-2 tahun)

Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukan dengan adanya kemampuan
membantu kegiatan dirumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba
mengenakan baju sendiri.
d. Masa Prasekolah

Perkembangan adaptasi sosial pada masa prasekolah adalah adanya kemampuan bermain
dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta
mengenali anggota keluarga (wong, 2000).

D. Tahap Pencapaian/Periode Tumbuh Kembang Anak


Perkembangan anak secara umum terdiri atas tahapan prenatal, neonatus, periode bayi,
prasekolah, pra remaja dan remaja.
1. Masa neonatus (0-28 hari)
Pada masa neonatus (0-28 hari) adalah awal dari pertumbuhan dan perkembangan
setelah lahir, masa ini merupakan masa terjadi kehidupan yang baru dalam ekstra uteri
dengan terjadi proses adaptasi semua sistem organ tubuh. Proses adaptasi dari organ
tersebut dimulai dari akrivitas pernapasan yang disertai pertukaran gas dengan frekuensi
pernapasan antara 35-50 x/menit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160x/menit
dengan ukuran jantung lebih besar apabila dibandingkan dengan rongga dada, terjadi
aktivitas bayi yang mulai meningkat. Selanjutnya diikuti perkembangan fungsi organ-
organ tubuh lainnya.
2. Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
3. Masa todler (1-3 tahun)
4. Masa pra sekolah (3-6 tahun)
5. Masa sekolah (6 -12 tahun)
6. Masa remaja ( 12-18/20 tahun)

E. Cara Mendeteksi Perkembangan Pada Anak


1. DDST (Denver development screnning test)
DDST adalah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak,
test ini bukanlah test diagnostik atau test IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang
diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit),
dapat diandalkam dan menunjukan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang
pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-
100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan,
dan pada “follow up” selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal
mengalami kegagalan disekolah 5-6 tahun kemudian.
2. KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan )
KPSP merupakan suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan pada orang tua
dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan untuk
perkembangan anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Daftar pertanyaan tersebut berjumlah
10 nomor yang harus dijawab oleh orang tuaatau pengasuh yang mengetahui keadaan
perkembangan anak.
Pertanyaan dalam KPSP dikelompokan sesuai usia anak saat dilakukan
pemeriksaan, mulai kelompok usia 3 bulan, 3-6 bulan,dst sampai kelompok 5-6 tahun.
Untuk usia ditetapkan menurut tahun dan bulan dengan kelebihan 16 hri dibulatkan
menjadi 1 bulan.
Pertanyaan dalam KPSP harus dijawab dengan ’ya’ atau ’tidak’ oleh orang tua.
Setelah semua pertanyaan dijawab, selanjutnya hasil KPSP dinilai.
a. Apabila jawaban ’ya’ berjumlah 9-10, berarti anak tersebut normal (perkembangan
baik).
b. Apabila jawaban ’ya’ kurang dari 9,maka perlu diteliti lebih lanjut mengenai
 Apakah cara menghitung usia dan kelompok pertanyaannya sudah sesuai
 Kesesuaian jawaban orang tua dengan maksud pertanyaan. Apabila ada kesalahan,
maka pemeriksaan harus diulang
 Apabila setelah diteliti jawaban ’ya’ berjumlah 7-8, berarti hasilnya meragukan
dan perlu diperiksa ulang1 minggu kemudian
 Apabila jawaban ’ya’ berjumlah 6 atau kurang, berarti hasilnya kurang atau positif
untuk perlu dirujuk guna pemeriksaan lebih lanjut

3. KPAP ( Kuesioner Perilaku Anak Pra Sekolah


KPAP adalah sekumpulan perilaku yang digunakan sebagai alat untuk mendeteksi
secara dini kelainan-kelainan perilaku pada anak prasekolah (usia 3-6) tahun. Kuesioner
ini berisi 30 perilaku yang perlu ditanyakan satu per satu pada orang tua. Setiap perilaku
perlu ditanyakan apakah ‘sering terdapat’, ‘ kadang-kadang terdapat’, atau ‘ tidak
terdapat’. Apabila jawaban yang diperoleh adalah ‘sering terdapat’ , maka jawaban
tersebut dinilai 2, ‘kadang-kadang terdapat’ diberi nilai 1 dan ‘tidak terdapat’ diberi
nilai 0. Apabila jumlah nilai keseluruhan kurang dari 11, maka anak perlu di rujuk,
sedangkan jika jumlah nilai 11 atau lebih maka anak tidak perlu dirujuk.
4. Tes Daya Lihat dan tes Kesehataan Mata Anak Pra Sekolah
Tes ini untuk memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata pada anak
berusia 3- 6 tahun. Tes ini juga digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan daya lihat
pada anak usia prasekolah secara dini, sehingga jika ada penyimpangan dapat segera
ditangani.
Untuk melakukan tes daya lihat diperlukan ruangan dengan penyinaran yang baik
dan alat ’kartu E’ yang digantungkan setinggi anak duduk. Kartu E berisi 4 baris. Baris
pertama huruf E berukuran paling besar kemudian berasngsur-angsur mengecil pada
baris keempat. Apabila pada baris ketiga , anak tidak dapat melihat maka perlu di rujuk.
Selain tes daya lihat, anak juga perlu diperiksakan kesehatan matanya. Perlu
ditanyakan :
a) Keluhan seperti mata gatal, panas, penglihatan kabur atau pusing
b) Perilaku seperti sering menggosok mata, membaca terlalu dekat, sering mengkedip-
kedipkan mata
c) Kelainan mata seperti bercak bitot, juling, mata merah dan keluar air

Apabila ditemukan satu kelainan atau lebih pada mata naka, maka anak tersebut
perlu dirujuk.

5. Tes Daya Dengar Anak (TTD)


Tes daya dengar berupa pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan denga usia anak,
yaitu kelompok 0-6 bulan, > 16 bulan, > 9 bulan, > 11 bulan, > 12 bulan, > 24 bulan dan
> 36 bulan. Setiap pertanyaan perlu dijawab ’ya’ atau ’tidak’. Apabila jawabannya
adalah tidak maka pendengaran anak tidak normal sehingga perlu pemeriksaan lebih
lanjut.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang
anak antara lain:
a. Faktor Dalam (Internal)
a. Ras/etnik atau bangsa : Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memilki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga: Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c. Umur : Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama
kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin : fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat
daripada laki-laki.. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki
akan lebih cepat.
e. Genetik : adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada
beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti
kerdil.
f. Kelainan kromosom : Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhanseperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.

b. Faktor Luar (Eksternal)


1) Faktor prenatal :
a. Gizi : Nutrisi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
b. Mekanis : Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kongenital seperti club foot.
c. Toksi/zat kimia :beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital.
d. Radiasi Paparan radium dan sinar rontgen dapat kelainan pada janin seperti deformitas
anggota gerak.
e. Infeksi : Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh virus TORCH dapat menyebabkan
kalainan pada janin, katarak, bisu tuli, retasdasi mental dam kelainan jantung.
f. Kelainan imunologi : Adanya perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu
membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk
dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya
mengakibatkan kerusakan jaringan otak.
g. Psikologi ibu : Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakukan salah/kekerasan mental pada
ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan
keruskaan jaringan otak.
3) Faktor Pascasalin
a. Gizi : untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b. Penyakit kronis/kelainan kongenital : tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan
mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c. Lingkukan fisis dan kimia : Lingkungan sebagai tempat anak hidup berfungsi sebagai
penyedia kebutuhan dasar anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu mempunya dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki
oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertetkan, akan mengalami hambatan
di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Sosio-Ekonomi
Kemisikinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang
6) Lingkungan Pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak .
7) Stimulasi
Pertumbuhan memerlukan rangsang/stimulasi khususnya dalam keluarga,
misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.
8) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghamba pertumbuhan, demikian
halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.

2.KONSEP BERMAIN

A. Pengertian
Bemain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social, dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta
suara(Wong,2000).
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara
yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak.(Champbell dan Glaser,1995).
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang
dewasa yang dapat menurunkan stress anak, media yang baik bagi anak untuk belajar
berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, belajar
mengenal dunia sekitar kehidupannya dan penting untuk meningkatkan kesejahteraan mental
serta social anak.

B. Fungsi Bermain Pada Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan
merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih.
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995). Untuk lebih jelasnya
di bawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak diantaranya:
1. Membantu perkembangan sensorik dan motorik
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang sensorik dan motorik
terutama pada bayi. Rangsangan bisa berupa taktil, audio dan visual. Anak yang sejak
lahir telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka di kemudian hari kemampuan
visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu yang baru
dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan atau dirangsang
melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari lebih cepat berkembang
dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.
2. Membantu perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat
pada saat anak sedang bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan
bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu
membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran
dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan. Dengan demikian maka
fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif
selanjutnya.
3. Meningkatkan sosialisasi anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan. Sebagai contoh pada usia bayi
ia akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman
yang dunianya sama. Pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya
dan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain. Pada usia toddler anak
biasanya sering bermain peran seperti berpura-pura menjadi seorang guru, menjadi
seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu dan lain-lain. Kemudian
pada usia prasekolah ia sudah mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga
anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.
4. Meningkatkan kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak mulai
belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek
yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model
permainan ini, seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
5. Meningkatkan kesadaran diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
mengekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar akan orang lain yang merupakan
bagian dari individu yang saling berhubungan. Anak belajar mengatur perilaku dan
membandingkan perilakunya dengan perilaku orang lain.
6. Mempunyai nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga stress dan
ketegangan dapat dihindarkan. Dengan demikian bermain dapat menghibur diri anak
terhadap dunianya.
7. Mempunyai nilai moral pada anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak. Pada
permainan tertentu seperti sepak bola, anak belajar benar atau salah karena dalam
permainan tersebut ada aturan-aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar.
Apabila melanggar, maka konsekuensinya akan mendapat sanksi. Anak juga belajar
benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan
temannya.

C. Jenis-jenis Permainan

Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, di antaranya bersifat aktif
dan bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda.
Dikatakan bermain aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu
memberikan rangsangan dan melaksanakannya. Sedangkan bermain pasif terjadi jika anak
memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan lingkungan yang memberikan
respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari
permainan di antaranya (Nursalam, 2005):
1. Berdasarkan isinya
a. Bermain afektif sosial (Social affective play)
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dengan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang
lain. Contoh: bermain “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/tertawa, atau sekedar
memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya.
b. Bermain bersenang-senang (Sense of pleasure play)
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya: dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dangan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin
asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan.
c. Bermain keterampilan (skill play)
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan keterampilan anak,
khususnya motorik kasar dan motorik halus. Misalnya: memindahkan benda dari
satu tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.
d. Games atau permainan
Games dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
dengan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh
anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari
yang sifatnya tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle.
e. Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekitarnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan.
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sabagai
orang lain melalui permainanya. Anak berceloteh sambil berpakainan meniru orang
dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin
ia tahu. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses
identifikasi anak terhadap peran tertentu.

2. Berdasarkan karakteristik sosial:


a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak
tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang
sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan
tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerja
sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainanya.

c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama tetapi
antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga
antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya
permainan ini dilakukan oleh anak toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini
juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur
dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak
bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak
dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama yaitu memenangkan permainan
dengan memasukan bola ke gawang lawan mainnya.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain Pada Anak


Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi bermain, yaitu:
1. Tahap perkembangan anak
Aktifitas bermain yang dilakukan anak harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan
dan perkembangannya. Artinya, permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, begitupun sebaliknya. Permainan
adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga jenis dan alat
permainannya pun harus sesuai dengan karakteristik anak untuk tiap-tiap tahap usianya.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktifitas bermain diperlukan energi. Walaupun demikian, bukan
berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak
sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang terpenting pada saat
kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit,
orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak
sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitanya dengan
permainan anak. Permainan adalah salah satu alat untuk membantu mengenal identitas
diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk
digunakan oleh anak laki-laki.
4. Lingkungan
Terselanggaranya aktifitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah
satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas
bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan
yang dapat menstimulus imajinasi dan kreatifitas anak, bahkan sering kali mainan
tradisonal yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan
anak lebih merangsang anak untuk kreatifitas.
5. Alat dan jenis permainan
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih
yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan
harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai
dengan usia anak. Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi
harus diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua
harus membantu anak memilihkan mainan yang aman.

E. Pedoman untuk Keamanan Bermain


Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka
diperlukan hal-hal seperti:
1. Ekstra energy
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
2. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang
diberikan dapat optimal.
3. Alat permainan
Untuk bermain, alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat
tidur.
5. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan
anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut.
6. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan
membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama
dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab.

F. Alat Permainan Edukatif (APE)


Alat permainan edukatif merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi
permainan secara optimal dan perkembangan anak, dimana melalui alat permainan ini anak
akan selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan kognitifnya
dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal, maka alat
permainan ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik,
sederhana dan tidak mudah rusak. Pada kenyataannya masyarakat kadang kurang memahami
penggunaan alat permainan edukatif ini. Banyak orang tua membeli mainan tanpa
memperdulikan kegunaannya sehingga terkadang harganya mahal tetapi tidak sesuai dengan
umur anak.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, di bawah ini beberapa contoh alat
permainan yang bersifat edukatif seperti:
1. Permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong. Jenis ini
mempunyai fungsi pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar.
2. Untuk mengembangkan motorik halus alat-alat permainan dapat berupa gunting, pensil,
bola, balok, lilin dan sebagainya.
3. Buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio dan lain-lain dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak.
4. Alat permainan seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televisi dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa.
5. Alat permainan seperti gelas plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki dapat digunakan
dalam mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri.
6. Alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan untuk mengembangkan
tingkah laku sosial.

Selain penggunaan alat permainan secara edukatif, peran orang tua atau pembimbing
dalam bermain sangat penting. Orang tua harus memahami dan memiliki kemampuan
tentang jenis alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan,
mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai
serta memberikan kesempatan untuk mandiri. Peran orang tua lainnya dalam kegiatan
bermain anak adalah:
1. Memotivasi
Dengan memberikan motivasi, anak akan semakin percaya diri dan yakin akan
kemampuan yang ia miliki.
2. Mengawasi
Pengawasan dalam bermain juga mutlak diperlukan apapun jenis permainannya,
hal ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti jatuh saat
bermain.
3. Mitra
Peran orang tua sebagai mitra bermain akan memunculkan rasa kekompakan dan
melatih anak untuk bisa bekerja sama saat bermain.

G. Bermain di Rumah Sakit


Bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan. Dengan bermain maka pertumbuhan
dan perkembangan anak akan terstimulasi. Saat anak dalam keadaan sakit dan harus dirawat
di rumah sakit, maka kebutuhan bermain harus tetap difasilitasi. Walaupun demikian tentu
ada perbedaan antara bermain di rumah dan bermain di rumah sakit, karena selain untuk
mendukung fase tumbuh kembang, bermain di rumah sakit juga dapat berfungsi sebagai
terapi. Untuk mendukung proses pengobatan, maka bermain di rumah sakit harus memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan, di antaranya ialah:
1. Anak tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat untuk
menghindari kelelahan. Alat permainan yang digunakan bersifat sederhana. Contoh
permainannya: menyusun balok, membuat kerajinan tangan dan menonton televisi.
2. Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
3. Sesuai dengan kelompok usia, untuk rumah sakit yang mempunyai tempat bermain,
hendaknya waktu bermain perlu dijadwalkan dan dikelompokkan sesuai dengan usia
karena kebutuhan bermain berbeda antara masing-masing tahap usia.
4. Tidak bertentangan dengan terapi, Apabila program terapi mengharuskan anak untuk
beristirahat, maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan di tempat tidur. Anak tidak
diperbolehkan turun dari tempat tidur, meskipun ia kelihatannya mampu.

Keuntungan bermain di rumah sakit bagi anak:


1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat.
2. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.
3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang dan nyeri.
4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.

3.KOMUNIKASI PADA ANAK

2.1 Definisi
Komunikasi adalah kontak atau hubungan atau penyampaian berita atau
penerimaan berita yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memungkinkan pesan
atau berita itu bias diterima atau dipahami. (Kamus penerbit Gita Media Press. Kenangan
dari TIM PRIMA PENA). Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal
perawat-klien (anak) merupakan proses belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. ( Stuart G. W. 1998). Secara umum komunikasi kesehatan
merupakan upaya sistematis yang secara positif mempengarui praktek-praktek kesehatan
populasi besar. Sasaran utama komunikasi kesehatan adalah melakukan perbaikan
kesehatan yang berkaitan dengan praktek dan pada gilirannya status kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang efektif merupakan suatu kombinasi antara seni dan ilmu.
Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari disiplin ilmu meliputi
pemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, periklanan, komunikasi pendidikan, serta
ilmu-ilmu sosial yang lain. Hal ini saling melengkapi, saling tukar menukar prinsip dan
tehnik umum satu sama lain sehingga masing-masing memberikan sumbangan yang unik
bagi metodelogi komunikasi kesehatan.
2.2 Prinsip-prinsip komunikasi pada anak
Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan khusus sehingga
perawat dapat mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan anak maupun dengan
keluarga. Perawat banyak menerima informasi dari orang tua, karena kontak antara orang
tua dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan orang tua dapat diasumsikan dan
diandalkan dengan baik.
Perawat memberikan perhatian periodik kepada bayi dan anak ketika mereka
bermain untuk membuat mereka berpartisipasi. Anak yang lebih besar dapat secara aktif
terlibat dalam komunikasi. Anak-anak umumnya responsive terhadap pesan non
verbal,gerakan yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka takut. Perawat
memasuki ruang dengan senyum yang lebar dan gerakan tangane tertentu akan
menghalangi terbentuknya hubungan. Perawat harus tetap anggun dan tenang, membirkan
anak terlebih dahulu bertindak dalam hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang,
bersahabat dan yakin adalah yang terbaik.
Anak tidak suka dipandangi. Ketika berkomunikasi, perawat harus melakukan
kontak mata. Anak kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-apa terutama dalam
situasi yang meliputi interaksi dengan personal perawatan kesehatan(W haley dan Wong,
1995)
Ketika diperlukan penjelasan atau petunjuk, perwat menggunakan bahasa yang
langsung dan sederhana, harus jujur, membohongi anak dengan mengatakan bahwa
prosedut yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat mereka marah. Untuk
meminimalkan ketakutan dan kecemasan perawat harus selalu dengan segera mengatakan
pada mereka apa yang akan terjadi. Menggambar dan bemain adalah cara yang efektif
untuk berkomunikasi dengan anak. Hal ini memberikan kesempatan bagi anak untuk
berkomunikasi secara non-verbal [membuat gambar] dan secara verbal [menjelaskan
gambar]. Perawat dapat menggunakan gambar tersebut sebagai dasar untuk memulai
komunikasi.

2.3 strategi / tehnik komunikasi pada anak.


Tehnik berkomunikasi dengan anak kecil sangat bervariasi, bergantung pada umur
dari anak tersebut.
1. bayi [0-1 tahun].
-bayi umumnya berkomunikasi hanya secara non verbal [mis. Menangis] karena bayi
tidak dapat menggunakan kata-kata.
-bayi merespon tingkahlaku non verbal pemberian perawatan. Mereka akan tenang
dengan kontak fisik yang dekat.
-bayi akan mendapatkan kenyamanan dari suara yang lembut meskipun kata-katanya
tidak dimengerti
-suara yng keras dan kasar akan membuat bayi ketakutan .
-bayi yang agak besar [6 bulan] menahgalami kecemasan karena berpisah; karena itu
orang tua harus mengawasi ketika bayi di gendong oleh orang asing.
2. toddler [1-3 tahun] /anak-anaki pra sekolah [3-5 tahun].
-anak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal.
-anak bersifat egosentris dan hanya memahami hal-hal yanug berhubungan dengan
dirinnya. Anak tidak dapat membedakan fantasi dan kenyataan.
-anak memahami anologi secara literal [mis. Anak harus di izinkan untuk melakukan
eksplorasi pada lingkungan].
-anak harus di izinkan menjelajahi lingkungan.
-anak memahami kalimat yang pemdek dan sederhana, kata-kata yang dipahami dan
penjelasan yang konkrit.

3.anak usia sekolah [5-12 tahun]


-anak mencapai alas an dan penjelasan atas segala sesuatu namun tidak membutuhkan
pengesahan.
-anak tertarik dalam aspek fungsional objek dan kegiatan (apa yang akan terjadi, kenapa
hal ini terjadi.
-anak memperhatikan intergritas tubuh.
-anak harus diijinkan untuk memanipulasi perlengkapan(missal;memegang palu perkusi)
-anak memahami penjelasan sederhana dan mendemonstrasikannya.
Anak harus diijinkan untuk mengekspresikan rasa takut dan keheranan.
Tehnik dan alat untuk meningkatkan komunikasi.
1.papan komunikasi dengan kata - kata, huruf/gambar yang menunjukan kebutuhan dasar
(toilet, air)
2.kertas dan pensil untuk menunjukan ekspresi dari kebutuhan / pikiran.
3.melibatkan keluarga dan teman dalam pengiriman perawatan jiwa.
4.penggunaan sikap non verbal seperti kedipan mata /gerakan jari untuk merespon.
5.menggunakan kata yang dapat dipahami anak, menghindari terminology medis.
2.4. hambatan komunikasi pada anak.
Dalam berkomunikasi dengan anak perawat akan menemui beberapa hambatan
dalam proses komunikasi tersebut hal ini meliputi:
1.keterbatasan dalam perkembangan bahasa, konsep dan pengalaman.
2.keterbatasan dalam memahami konsep abstrak.
3.kadangkala kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.
4.ucapan kata tidak jelas.

4.KONSEP ANTICIPATORY GUIDANCE

A. Pengertian Anticipatory Guidance


Telah dikemukakan bahwa perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu
orang tua memahami tumbuh kembang anak dan melakukan berbagai upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan anak. Bimbingan antisipasi atau anticipatory
guidance adalah bantuan perawat terhadap orang tua dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan nutrisi yang adekuat, pencegahan
kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Anak mempunyai karakteristik yang khas yang
memerlukan kecermatan orang tua untuk mengenalinya sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan yang potensial dialami anak (Yupi, 2004).

Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan
perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi
kebutuhan sesuai dengan usia anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya
kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik
perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mengancam keamanan anak (Yupi, 2004).

Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah
yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada
petunjuk-petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Dengan demikian, orang tua dapat
membantu untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan
dengan cara yang benar dan wajar (Nursalam dkk, 2008).

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kecelakaan


Fakor pertama yang menyebabkan kecelakaan pada anak adalah jenis kelamin, biasanya
lebih banyak pada laki-laki karena lebih aktif di rumah. Faktor kedua yaitu usia, pada
kemampuan fisik dan kognitif, semakin besar akan semakin tahu mana yang berbahaya.
Faktor ketiga adalah lingkungan, adanya penjaga atau pengasuh cenderung dapat
mengurangi angka kejadian kecelakaan pada anak (Yupi, 2004).

C. Panduan Antisipasi
H. Bayi (Nursalam dkk, 2008)
Jenis kecelakaan: Aspirasi benda, jatuh, luka bakar, keracunan, kurang oksigen.
Pencegahan
5. Aspirasi: posisikan kepala bayi lebih tinggi saat menyusui
6. Kurang oksigen: ibu jangan menyusui bayi dengan posisi tidur, sebaiknya saat
menyusui posisi ibu duduk
7. Jatuh: tempat tidur ditutup, pengaman (restrain), jangan meletakkan bayi di kursi
atau tempat yang terlalu tinggi
8. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai
9. Keracunan: simpan bahan beracun dilemari atau jauh dari jangkauan.
Antisipasi 6 Bulan Pertama
f. Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal dalam memenuhi kebutuhan bayi
g. Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasi dari
lingkungan
h. Support kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan
bayinya misalnya respon tertawa
i. Menyiapkan orang tua untuk kebutuhan keamanan bayi
j. Menyiapkan orang tua untuk imunisasi bayi
k. Menyiapkan orang tua untuk mulai memberi makanan padat pada bayi.

Antisipasi 6 Bulan Kedua


a. Menyiapkan orang tua akan adanya “Stranger Anxiety”
b. Menganjurkan orang tua agar anak dekat kepadanya hindari perpisahan yang lama
c. Membimbing orang tua agar menerapkan disiplin sehubungan dengan
meningkatnya mobilitas bayi
d. Menganjurkan orang tua menggunakan “kontak mata” dari pada hukuman badan
sebagai suatu disiplin
e. Menganjurkan orang tua untuk lebih banyak memberikan perhatian ketika bayi
berkelakuan baik daripada ketika ia menangis.

5. Balita (1-3 Tahun)


Pada usia balita atau masa prasekolah awal, ada dua masalah penting yang terjadi yaitu
“latihan pipis dan buang air besar (toilet training)” dan “persaingan dengan saudara
kandung (sibling rivalry)”. Oleh karena itu, sebeblum membahas mengenai petunjuk
bimbingan yang diperlukan, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai toilet training
dan sibling rivalry agar dapat membantu orang tua memahami permasalahan anaknya
mengenai fungsi eliminasi (Nursalam dkk, 2008).
a. Toilet Training
Toilet Training adalah latihan atau upaya yang harus dicapai oleh anak dalam
mengenali dorongan untuk melepaskan atau menahan BAB dan BAK, serta
mampu mengkomunikasikan kepada ibunya. Pada waktu ini, anak sudah
menguasai kemampuan motorik utama yaitu berkomunikasi dengan jelas,
memiliki lebih sedikit konflik antara tuntutan diri sendiri dengan negativisik, dan
menyadari kemampuannya untuk mengendalikan diri (Nursalam dkk, 2008).
b. Sibling Rivalry
Sibling Rivalry atau persaingan dengan saudara kandung adalah perasaan
cemburu yang biasanya dialami oleh seorang anak terhadap kehadiran saudara
kandungnya. Perasaan tersebut timbul bukan karena benci terhadap saudara
barunya, akan tetapi lebih pada perubahan situasi dan kondisi. Anak harus
berpisah dengan ibu semenjak masa kehamilan ibu, oleh karena itu orang tua
harus menjelaskan kepada anak tentang hadirnya saudara baru serta
mengikutsertakan anak dalam memenuhi keperluan saudaranya yang akan segera
lahir (Nursalam dkk, 2008).

Bimbingan kepada orang tua selama balita dikelompokkan berdasarkan kelompok usia
sebagai berikut (Nursalam dkk, 2008):
a. Umur 12-18 Bulan (1-1,5 Tahun)
1) Mengkaji kebiasaan makan serta meningkatkan pemasukan makanan padat
2) Menyediakan makanan kecil antara 2 waktu makan dengan rasa yang
disukai, serta adanya jadwal makan yang rutin
3) Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum malam memakai
botol yang merupakan penyebab utama gigi berlubang
4) Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya potensial yang terjadi
dirumah seperti jatuh
5) Mendiskusikan mainan baru yang dapat mengembangkan motorik halus,
motorik kasar, bahasa, pengetahuan, dan keterampilan sosial.
b. Umur 18-24 Bulan (1,5 - 2 Tahun)
1) Menggali kebutuhan untuk menyiapkan saudara kandung dan menekankan
pentingnya persiapan anak terhadap kehadiran bayi baru
2) Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap gigi, serta kebiasaan
makan yang menyebabkan gigi berlubang
3) Mendiskusikan tanda-tanda kesiapan toilet training
4) Mendiskusikan berkembangnya rasa takut, seperti saat gelap dan saat timbul
suara keras
5) Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah sesaat dengan mudah dari orang
tuanya di bawah asuhan keluarga

c. Umur 24-36 Bulan (2-3 Tahun)


1) Mendiskusikan pentingnya kebutuhan anak dalam meniru dan dilibatkan
dalam kegiatan
2) Mendiskusikan kegiatan yang dilakukan dalam toilet training, dan sikap
orang tua dalam menghadapi keadaan-keadaan seperti mengompol atau
buang air besar di celana
3) Menekankan keunikan proses berpikir balita, terutama bahasa yang
digunakan, serta pemahaman terhadap waktu
4) Menekankan disiplin dengn tetap terstruktur secara benar dan nyata, ajukan
alasan yang rasional, serta hindari kebingungan dan salah pengertian
5) Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau pusat penitipan anak pada
siang hari (play group)

6. Prasekolah (3-6 Tahun)


Kecelakaan pada anak usia prasekolah sering kali mengakibatkan kondisi yang fatal
pada anak, yaitu kematian. Kondisi yang dimaksud, diantaranya tertabrak motor atau
mobil, luka bakar, keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi tersebut sebenarnya tidak
perlu terjadi apabila orang tua memahami tingkat pertumbuhan dan perkembangan
anak, khususnya usia prasekolah. Pemahaman tentang tingkat perkembangan anak
tentunya perlu diikuti dengan pemahaman tentang pentingya antisipasi terhadap bahaya
yang dapat muncul karena aktivitas gerak yang khas dari anak usia prasekolah, yaitu
tidak bisa diam dan bergerak terus (Yupi, 2004).

Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang bahaya yang dapat terjadi
pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun perlu diberikan pemahaman tentang cara
melindungi diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab akibat dari perbuatan berisiko
untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara penyampaian informasi harus menggunakan
bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti anak. Kecenderungan terjadi kecelakaan
pada anak usia prasekolah dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004):
g. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik kasarnya
yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga, pagar,
atau mainan, serta sepedanya.
h. Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik halus ketika
mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela, dan pintu, serta
genggaman dan melempar benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba
terus kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus
kemampuan motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya,
sementara mereka belum mengetahui bahaya yang mengancam akibat
mengeksplorasi benda disekelilingnya.
i. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding dengan anak
pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum
dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu hal-hal yang
membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu mencoba.
j. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan daripada anak
perempuan karena lebih ektif bergerak.
k. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang bekerja, sibuk
dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada orang lain yang telah
menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk mengalami kecelakaan.
l. Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah karena pada
saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak merasa lemah atau lesu.
m. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya karena tidak
mengenalnya dengan baik.
n. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya melindungi diri dari
bahaya kecelakaan.
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan tumbuh kembang anak.
Seperti disebutkan di atas, anak yang lebih kecil belum tahu dan kurang berpengalaman
dalam melindungi dirinya darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi yang tidur ditinggal
sendirian di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat membaca dan tidak
mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya dalam kemasan botol atau
bentuk lainnya (Yupi, 2004).

Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah adalah sebagai berikut:
a. Anak Usia 3 Tahun (Yupi, 2004)
1) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat disimpan di dalam laci yang
dapat dikunci sehingga tidak dapat dibuka anak.
2) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum, mainan kecil, alat
tulis seperti penghapus, harus disimpan dalam laci yang tertutup rapat dan
terkunci.
3) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan pembersih lantai, pestisida,
lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk obat-
obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditempel di dinding yang tidak dapat
dijangkau anak.
4) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada, gunakan jenis
kompor yang cukup tinggu dengan penutup. Akan tetapi, apabila
menggunakan kompor minyak tanah dan desain dapur cukup tinggi, berikan
pengaman pada sekeliling kompor dengan bahan yang terbuat dari kayu atau
ditembok sekelilingnya dengan ketinggian yang cukup bagi orang dewasa.
5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai baru atau
sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau cairan lain tumpah.
6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga dan jaga
anak apabila akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk naik tangga
tidak dianjurkan karena anak harus belajar menaikinya, yang terpenting ada
yang menjaga dibelakang anak.
7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu panjang
sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau anak.
8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan papan atau
disemen.
9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya memiliki pintu
pagar yang harus selalu dikunci rapat.
10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali, buat
selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi yang tidak dapat
dibuka anak.
11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa dipasang
pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila ditidurkan di tempat tidur orang
dewasa, bayi harus dalam pengawasan.
12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan
yang luas
13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan.
14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan ketegangan/
tension).
15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternative-
alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
16) Perlunya perhatian ekstra.
b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)
6. Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
7. Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual.
8. Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah lakunya.
9. Mendiskusikan tentang kedisiplinan
10. Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, di
mana anak mengikuti kata hatinya, dan kemahiran anak dalam permainan
yang membutuhkan imajinasi.
c. Usia 5 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah.
2) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode tenang pada anak
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
4. Usia Sekolah (Nursalam dkk, 2008)
Bimbingan pada orang tua pada usia sekolah:
a. Usia 6 tahun
8. Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan mendorong anak berinteraksi
dengan temannya.
9. Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda.
10. Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan keluar rumah. Dorong
orang tua untuk peduli terhadap kebutuhan anak akan privasi dan
menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b. Usia 7 - 10 tahun
7. Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.
8. Interes beraktivitas di luar rumah.
9. Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita memasuki pra pubertas.
7. Usia 11 – 12 tahun
1) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh saat
pubertas.
2) Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
3) Sex education yang adekuat dan informasi yang akurat.

3. Remaja (Yupi, 2004)


Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka pada kepala.
Kecelakaan karena olah raga.
a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya ada negosiasi
antara orang tua dengan remaja.
b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai.
c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah raga.

4.IMUNISASI

1. Konsep Dasar Imunisasi


1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, yaitu kebal atau resisten. Bayi di imunisasikan

berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu (Hidayat, 2008).

Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam

menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan mencegah penyakit seperti Hepatitis

B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Campak (Lia Dewi, 2010)

Imunisasi adalah Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu

(Mahdiana, 2010).

2.Tujuan Imunisasi

Tujuan dalam pemberian imunisasi (Hidayat, 2008) antara lain :

a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit

tertentu didunia.

b. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi

dan anak.

c. Anak menjadi kebal dan terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas

dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.

d. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi suatu

penyakit.

e. Menurunkan angka penderitaan suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan

bahkan bias menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa yang dapat dihindari

dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B,

gondongan, cacar air dan TBC.

f. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.


2. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi menurut Marimbi (2010), yaitu :

a) Bagi anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan kecactan atau

kematian.

b) Bagi keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong

pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa

kanak-kanak yang nyaman.

c) Bagi Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan keluarga.

4. Jenis-jenis Imunisasi

Imunisasi terbagi dalam dua bagian yaitu pasif dan aktif. Aktif adalah bila tubuh

anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah bila tubuh

anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja (Notoadmodjo,

2003).

1. Imunisasi aktif

Imunisasi aktif adalah pemberian satu atau lebih antigen yang infeksiusn pada

seorang individu untuk merangsang system imun untuk merangsang antibody yang akan

mencegah infeksi. Imunisasi aktif terhadap penyakit infeksi dihasilkan dengan cara
inokulasi antigen bakteri, virus, dan parasit, baik dalam bentuk kuman hidup yang

dilemahkan atau produk dari organism tersebut.

Vaksin diberikan dengan cara disuntikan atau peroral/ melalui mulut. Terhadap

pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat zat-zat anti terhadap penyakit

bersangkutan, kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah.

Pemberian vaksin dengan cara menyuntikan kuman atau antigen murni akan

menyebabkan benar-benar menjadi sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan dalam bentuk

vaksin, yaitu kuman yang telah dilemahkan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh

untuk membentuk antibody.

Dalam Imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam

setiap vaksinnya, yaitu :

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagi zat atau mikroba guna

terjadinya semacam infeksi buatan.

b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.

c. Preservatif, stabilizer dan antibiotika yang berguna untuk menghindar tumbuhnya

mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.

Ada lima (5) jenis imunisasi pada anak dibawah 5 (lima) tahun yang harus dilakukan,

yaiti :

(a) BCG (Bacillus Calmette Geurin)

(b) DPT (difteri, pertusis, tetanus)

(c) Polio

(d) Campak

(e) Hepatitis B
2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah perpindahan antibody yang telah dibentuk yang dihasilkan

host lain. Antibody ini dapat timbul secara alami atau sengaja diberikan. Imunisasi pasif

diberikan dalam bentuk Gama globulin intravena (IVIG) atau serum binatang,

menghasilkan proteksi untuk sementara waktu terhadap infeksi atau penyakit.

Imunisasi pasif terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Imunisasi pasif bawaan

Imunisasi bawaan merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya berasal dari

ibunya selama dalam kandungan, yaitu berupa zat antibody yang melalui jalan darah

menebus plasenta. Namun, zat anti tersebut lambat laun akan menghilang/ lenyap dari

tubuh bayi. Dengan demikian, sampai umur 5 bulan bayi dapat terhindar dari

beberapa oenyakit infeksi, seperti campak, difteri dan lain-lain

b. Imunisasi pasif didapat

Imunisasi didapat merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari

luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat

anti ini didapat oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu

karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak, misalnya

pemberian serum anti tetanus terhadap penyakit tetanus (Anik maryuni, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Yuliastati dan arnis Amelia.2016.Keperawatan Anak (Modul bahan ajar cetak


keperawatan.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta.
Hidayat.A.A.2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika : Jakarta
American Academy of Paediatric. (2003). Family Centered Care and The Pediatrician’s Role.
Pediatrics. Vol. 112 (3);
Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI.
Supartini (2004). Buku ajar: Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta. Undang-
undang Perlindungan Anak RI. Nomor 35 tahun 2015.
Wong, D.L, et all. (2009). Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatric. (6th ed.). Missouri;
Mosby.

Buku-buku:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian
Perlindungan Anak Universitas Indonesia dan Bank Dunia. (2011). Membangun Sistem
Perlindungan Anak di Indonesia, Sebuah Kajian Pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial
RI dan Kontribusinya terhadap Sistem Perlindungan Anak.
Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Pada Tgl 05
Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan Finalisasi Pedoman Analsis Kebijakan
Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS, Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Sosial RI.

Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For The Twenty-First
Century. A Handbook of Practices, Policies, and Program. Columbia University Press.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-


UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta;
Salemba Mesika. Hal : 8-23

Rukiyah, Ai Yeyeh.2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta; Trans Info
Media. Hal : 106-123

Soetjiningsing, dr. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta; EGC. Hal:  1-13

Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Yuliasti. Arnis, Amelia. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Graeff, AJudith, dkk. 1996 . Komunikasi dalam kesehatan dan perubahan perilaku.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Saifulloh . (tidak ada tahun). Mencerdaskan anak . Jombang : Lintas Media.
Nursalam dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta: Salemba Medika

Shonkoff, Jack P dan Samuels J Meisels. 2003. Handbook of Early Childhood Intervention.
USA: Cambridge University

Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai