TAHUN 2021/2022
A. Konsep Dasar Keperawatan Anak
1) Pengertian anak
a) UU RI NO 23 TH 2002 (tentang perlindungan anak) pasal 1:Anak adalah seseorang
sebelum usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
b) WHO: Anak adalah sejak terjadinya konsepsi sampai usia 18 tahun
c) UU RI No 4 th 1979 (Kesejahteraan Anak) yaitu seseorang yang belum mencapai
usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batasan 21 th ditetapkan karena
berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan , sosial, kematangan pribadi dan
mental seorang anak dicapai pada usia itu
Manusia (anak )
Keperawatan
a) Manusia (anak)
Manusia sebagai klien dlm kep anak adl individu yang berusia antara 0-18 tahun, yg sedang
dlm proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yg spesifik (fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang berbeda dgn orang dewasa.
Anak membutuhkan pembelaan dari orang dewasa untuk mempertahankan dan
meningkatkan serta memperbaiki kesehatan → Hak anak mendapat pembelaan dan
dilindungi
b) Sehat sakit
Sehat dalam kep anak adalah sehat dalam rentang sehat-sakit
Sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus
dicapai sepanjang kehidupan anak dlm rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yg optimal sesuai dgn usianya
Sehat-sakit berada dalam suatu rentang mulai dari sehat optimal pd suatu kutub dan
meninggal pada kutub lainnya.
c) Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma kep anak yang dimaksud adalah lingkungan eksternal
maupun internal yg berperan dlm perubahan status kes anak
Lingkungan internal seperti genetik, kematangan biologis, jenis kelamin, intelektual,
emosi dan adanya predisposisi terhadap penyakit
Lingkungan eksternal seperti status nutrisi, ortu, sibling, masyarakat, budaya, iklim,
status sosial-ekonomi
d) Keperawatan
Fokus utama dlm pelaksanaan pelayanan keprwtn : peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit, dgn falsafah utama yaitu askep yg berpusat pada keluarga dan
perawatan terapeutik.
Bentuk intervensi utama yang diperlukan anak dan keluarganya : pemberian dukungan,
pemberian penkes, dan upaya peningkatan kesehatan.
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman
dalam memahami filosofi keperawatan anak. Prinsip dalam asuhan keperawatan anak
adalah:
a) Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, dimana tidak
boleh memandang anak dari ukuran fisik saja melainkan anak sebagai individu yang
unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan.
b) Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan yang sesuai dengan
tahap perkembangan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis (seperti nutrisi,
dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain), kebutuhan psikologis,
sosial dan spritual.
c) Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan dan peningkatan derjat
kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit.
d) Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan
anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan
asuhan keperawatan anak. Anak dikatakan sejahtera jika anak tidak merasakan
ganggguan psikologis, seperti rasa cemas, takut atau lainnya, dimana upaya ini tidak
terlepas juga dari peran keluarga.
e) Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan
menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek
hukum (legal). Sebagai bagian dai keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan
keperawatan, dalam hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim
kesehatan.
f) Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau
kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan
spritual dalam kontek keluarga dan masyarakat.
g).Pada masa yang akan datang kecendrungan perawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh
kembang, sebab ilmu tumbuh kembang ini akan mempelajari aspek kehidupan anak.
Kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia perlu diperkuat untuk mencegah dan menangani
kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak. Pemerintah pusat dan daerah
memerlukan keselarasan peraturan maka langkah terakhir yang dilakukan pemerintah pusat
adalah mengembangkan pedoman. Perda yang mengacu pada pendekatan berbasis sistem
terhadap perlindungan anak merupakan sebuah langkah yang positif.
Perlindungan anak melalui pendekatan berbasis sistem meliputi :
(1) Sistem perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk kekerasan,
perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran,
(2) Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan adanya komponen-komponen yang
saling terkait,
(3) Rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari layanan
pencegahan primer dan sekunder sampai pelayanan tersier (Unicef Indonesia, 2012).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, dimana pada Pasal 73a
menyatakan bahwa:
(1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan anak harus melakukan koordinasi
lintas sektoral dengan lembaga terkait,
(2) Koordinasi dilakukan melalui pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pada pasal 74 menyatakan bahwa :
(1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak,
dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat
independen,
(2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak
Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan
perlindungan anak di daerah. Berikut ini cara melindungi anak dari kekerasan fisik dan kejahatan
seksual dimana banyak pelaku kekerasan fisik dan seksual banyak dilakukan oleh orang yang
dikenal oleh anak. Cara melindunginya yaitu dimulai dengan:
1. Bangun komunikasi dengan anak.
Dengarkan cerita anak dengan penuh perhatian.
Hargai pendapat dan seleranya walaupun orang tua tidak setuju.
Jika anak bercerita sesuatu hal yang sekiranya membahayakan, tanyakan anak bagaimana
mereka menghindari bahaya tersebut.
Orang tua belajar untuk melihat dari sudut pandang anak. Jangan cepat mengkritik atau
mencela cerita anak.
2. Cara yang dilakukan jika mengira anak menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan
seksual:
Beri lingkungan yang aman dan nyaman agar dia dapat berbicara kepada Anda atau orang
dewasa yang dapat dipercaya.
Yakinkan anak bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan apapun yang salah. Yang
bersalah adalah orang yang melakukan hal tersebut kepadanya.
Cari bantuan untuk menolong kesehatan mental dan fisik.
Konsultasi dengan aparat negara yang dapat dipercaya bagaimana menolong anak tersebut.
Laporkan kejadian ini kepada Komisi Anak Nasional.
Jaga rahasia: kejadian dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang akan menjadi
beban dan penderitaan mental anak. Dalam undang-undang hak anak: anak yang menjadi
korban kejahatan seksual berhak untuk dirahasiakan namanya.
Usia perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada
pertumbuhan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas dan sudah
mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua
tangannya. Pada bulan ke empat sudah mampu memalingkan kepala ke
kanan dan kiri, duduk dengan kepala tegak, membalikan badan, bangkit
dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun
kedepan dan kebelakang, berguling dari terlentang dan tengkurap, serta
duduk dengan bantuan dalam waktu yang singkat.
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan bunyi atau
kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi, tertawa, menjerit,
menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta menggunakan kata yang
terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang
bersamaan seperi “ba-ba”.
Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukan dengan adanya kemampuan
membantu kegiatan dirumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba
mengenakan baju sendiri.
d. Masa Prasekolah
Perkembangan adaptasi sosial pada masa prasekolah adalah adanya kemampuan bermain
dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta
mengenali anggota keluarga (wong, 2000).
Apabila ditemukan satu kelainan atau lebih pada mata naka, maka anak tersebut
perlu dirujuk.
2.KONSEP BERMAIN
A. Pengertian
Bemain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social, dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta
suara(Wong,2000).
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara
yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak.(Champbell dan Glaser,1995).
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang
dewasa yang dapat menurunkan stress anak, media yang baik bagi anak untuk belajar
berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, belajar
mengenal dunia sekitar kehidupannya dan penting untuk meningkatkan kesejahteraan mental
serta social anak.
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan
merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih.
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995). Untuk lebih jelasnya
di bawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak diantaranya:
1. Membantu perkembangan sensorik dan motorik
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang sensorik dan motorik
terutama pada bayi. Rangsangan bisa berupa taktil, audio dan visual. Anak yang sejak
lahir telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka di kemudian hari kemampuan
visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu yang baru
dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan atau dirangsang
melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari lebih cepat berkembang
dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.
2. Membantu perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat
pada saat anak sedang bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan
bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu
membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran
dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan. Dengan demikian maka
fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif
selanjutnya.
3. Meningkatkan sosialisasi anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan. Sebagai contoh pada usia bayi
ia akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman
yang dunianya sama. Pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya
dan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain. Pada usia toddler anak
biasanya sering bermain peran seperti berpura-pura menjadi seorang guru, menjadi
seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu dan lain-lain. Kemudian
pada usia prasekolah ia sudah mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga
anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.
4. Meningkatkan kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak mulai
belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek
yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model
permainan ini, seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
5. Meningkatkan kesadaran diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
mengekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar akan orang lain yang merupakan
bagian dari individu yang saling berhubungan. Anak belajar mengatur perilaku dan
membandingkan perilakunya dengan perilaku orang lain.
6. Mempunyai nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga stress dan
ketegangan dapat dihindarkan. Dengan demikian bermain dapat menghibur diri anak
terhadap dunianya.
7. Mempunyai nilai moral pada anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak. Pada
permainan tertentu seperti sepak bola, anak belajar benar atau salah karena dalam
permainan tersebut ada aturan-aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar.
Apabila melanggar, maka konsekuensinya akan mendapat sanksi. Anak juga belajar
benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan
temannya.
C. Jenis-jenis Permainan
Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, di antaranya bersifat aktif
dan bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda.
Dikatakan bermain aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu
memberikan rangsangan dan melaksanakannya. Sedangkan bermain pasif terjadi jika anak
memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan lingkungan yang memberikan
respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari
permainan di antaranya (Nursalam, 2005):
1. Berdasarkan isinya
a. Bermain afektif sosial (Social affective play)
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dengan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang
lain. Contoh: bermain “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/tertawa, atau sekedar
memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya.
b. Bermain bersenang-senang (Sense of pleasure play)
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya: dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dangan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin
asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan.
c. Bermain keterampilan (skill play)
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan keterampilan anak,
khususnya motorik kasar dan motorik halus. Misalnya: memindahkan benda dari
satu tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.
d. Games atau permainan
Games dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
dengan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh
anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari
yang sifatnya tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle.
e. Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekitarnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan.
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sabagai
orang lain melalui permainanya. Anak berceloteh sambil berpakainan meniru orang
dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin
ia tahu. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses
identifikasi anak terhadap peran tertentu.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama tetapi
antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga
antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya
permainan ini dilakukan oleh anak toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini
juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur
dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak
bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak
dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama yaitu memenangkan permainan
dengan memasukan bola ke gawang lawan mainnya.
Selain penggunaan alat permainan secara edukatif, peran orang tua atau pembimbing
dalam bermain sangat penting. Orang tua harus memahami dan memiliki kemampuan
tentang jenis alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan,
mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai
serta memberikan kesempatan untuk mandiri. Peran orang tua lainnya dalam kegiatan
bermain anak adalah:
1. Memotivasi
Dengan memberikan motivasi, anak akan semakin percaya diri dan yakin akan
kemampuan yang ia miliki.
2. Mengawasi
Pengawasan dalam bermain juga mutlak diperlukan apapun jenis permainannya,
hal ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti jatuh saat
bermain.
3. Mitra
Peran orang tua sebagai mitra bermain akan memunculkan rasa kekompakan dan
melatih anak untuk bisa bekerja sama saat bermain.
2.1 Definisi
Komunikasi adalah kontak atau hubungan atau penyampaian berita atau
penerimaan berita yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memungkinkan pesan
atau berita itu bias diterima atau dipahami. (Kamus penerbit Gita Media Press. Kenangan
dari TIM PRIMA PENA). Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal
perawat-klien (anak) merupakan proses belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. ( Stuart G. W. 1998). Secara umum komunikasi kesehatan
merupakan upaya sistematis yang secara positif mempengarui praktek-praktek kesehatan
populasi besar. Sasaran utama komunikasi kesehatan adalah melakukan perbaikan
kesehatan yang berkaitan dengan praktek dan pada gilirannya status kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang efektif merupakan suatu kombinasi antara seni dan ilmu.
Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari disiplin ilmu meliputi
pemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, periklanan, komunikasi pendidikan, serta
ilmu-ilmu sosial yang lain. Hal ini saling melengkapi, saling tukar menukar prinsip dan
tehnik umum satu sama lain sehingga masing-masing memberikan sumbangan yang unik
bagi metodelogi komunikasi kesehatan.
2.2 Prinsip-prinsip komunikasi pada anak
Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan khusus sehingga
perawat dapat mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan anak maupun dengan
keluarga. Perawat banyak menerima informasi dari orang tua, karena kontak antara orang
tua dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan orang tua dapat diasumsikan dan
diandalkan dengan baik.
Perawat memberikan perhatian periodik kepada bayi dan anak ketika mereka
bermain untuk membuat mereka berpartisipasi. Anak yang lebih besar dapat secara aktif
terlibat dalam komunikasi. Anak-anak umumnya responsive terhadap pesan non
verbal,gerakan yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka takut. Perawat
memasuki ruang dengan senyum yang lebar dan gerakan tangane tertentu akan
menghalangi terbentuknya hubungan. Perawat harus tetap anggun dan tenang, membirkan
anak terlebih dahulu bertindak dalam hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang,
bersahabat dan yakin adalah yang terbaik.
Anak tidak suka dipandangi. Ketika berkomunikasi, perawat harus melakukan
kontak mata. Anak kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-apa terutama dalam
situasi yang meliputi interaksi dengan personal perawatan kesehatan(W haley dan Wong,
1995)
Ketika diperlukan penjelasan atau petunjuk, perwat menggunakan bahasa yang
langsung dan sederhana, harus jujur, membohongi anak dengan mengatakan bahwa
prosedut yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat mereka marah. Untuk
meminimalkan ketakutan dan kecemasan perawat harus selalu dengan segera mengatakan
pada mereka apa yang akan terjadi. Menggambar dan bemain adalah cara yang efektif
untuk berkomunikasi dengan anak. Hal ini memberikan kesempatan bagi anak untuk
berkomunikasi secara non-verbal [membuat gambar] dan secara verbal [menjelaskan
gambar]. Perawat dapat menggunakan gambar tersebut sebagai dasar untuk memulai
komunikasi.
Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan
perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi
kebutuhan sesuai dengan usia anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya
kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik
perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mengancam keamanan anak (Yupi, 2004).
Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah
yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada
petunjuk-petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Dengan demikian, orang tua dapat
membantu untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan
dengan cara yang benar dan wajar (Nursalam dkk, 2008).
C. Panduan Antisipasi
H. Bayi (Nursalam dkk, 2008)
Jenis kecelakaan: Aspirasi benda, jatuh, luka bakar, keracunan, kurang oksigen.
Pencegahan
5. Aspirasi: posisikan kepala bayi lebih tinggi saat menyusui
6. Kurang oksigen: ibu jangan menyusui bayi dengan posisi tidur, sebaiknya saat
menyusui posisi ibu duduk
7. Jatuh: tempat tidur ditutup, pengaman (restrain), jangan meletakkan bayi di kursi
atau tempat yang terlalu tinggi
8. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai
9. Keracunan: simpan bahan beracun dilemari atau jauh dari jangkauan.
Antisipasi 6 Bulan Pertama
f. Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal dalam memenuhi kebutuhan bayi
g. Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasi dari
lingkungan
h. Support kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan
bayinya misalnya respon tertawa
i. Menyiapkan orang tua untuk kebutuhan keamanan bayi
j. Menyiapkan orang tua untuk imunisasi bayi
k. Menyiapkan orang tua untuk mulai memberi makanan padat pada bayi.
Bimbingan kepada orang tua selama balita dikelompokkan berdasarkan kelompok usia
sebagai berikut (Nursalam dkk, 2008):
a. Umur 12-18 Bulan (1-1,5 Tahun)
1) Mengkaji kebiasaan makan serta meningkatkan pemasukan makanan padat
2) Menyediakan makanan kecil antara 2 waktu makan dengan rasa yang
disukai, serta adanya jadwal makan yang rutin
3) Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum malam memakai
botol yang merupakan penyebab utama gigi berlubang
4) Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya potensial yang terjadi
dirumah seperti jatuh
5) Mendiskusikan mainan baru yang dapat mengembangkan motorik halus,
motorik kasar, bahasa, pengetahuan, dan keterampilan sosial.
b. Umur 18-24 Bulan (1,5 - 2 Tahun)
1) Menggali kebutuhan untuk menyiapkan saudara kandung dan menekankan
pentingnya persiapan anak terhadap kehadiran bayi baru
2) Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap gigi, serta kebiasaan
makan yang menyebabkan gigi berlubang
3) Mendiskusikan tanda-tanda kesiapan toilet training
4) Mendiskusikan berkembangnya rasa takut, seperti saat gelap dan saat timbul
suara keras
5) Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah sesaat dengan mudah dari orang
tuanya di bawah asuhan keluarga
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang bahaya yang dapat terjadi
pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun perlu diberikan pemahaman tentang cara
melindungi diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab akibat dari perbuatan berisiko
untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara penyampaian informasi harus menggunakan
bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti anak. Kecenderungan terjadi kecelakaan
pada anak usia prasekolah dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004):
g. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik kasarnya
yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga, pagar,
atau mainan, serta sepedanya.
h. Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik halus ketika
mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela, dan pintu, serta
genggaman dan melempar benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba
terus kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus
kemampuan motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya,
sementara mereka belum mengetahui bahaya yang mengancam akibat
mengeksplorasi benda disekelilingnya.
i. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding dengan anak
pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum
dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu hal-hal yang
membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu mencoba.
j. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan daripada anak
perempuan karena lebih ektif bergerak.
k. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang bekerja, sibuk
dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada orang lain yang telah
menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk mengalami kecelakaan.
l. Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah karena pada
saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak merasa lemah atau lesu.
m. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya karena tidak
mengenalnya dengan baik.
n. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya melindungi diri dari
bahaya kecelakaan.
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan tumbuh kembang anak.
Seperti disebutkan di atas, anak yang lebih kecil belum tahu dan kurang berpengalaman
dalam melindungi dirinya darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi yang tidur ditinggal
sendirian di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat membaca dan tidak
mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya dalam kemasan botol atau
bentuk lainnya (Yupi, 2004).
Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah adalah sebagai berikut:
a. Anak Usia 3 Tahun (Yupi, 2004)
1) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat disimpan di dalam laci yang
dapat dikunci sehingga tidak dapat dibuka anak.
2) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum, mainan kecil, alat
tulis seperti penghapus, harus disimpan dalam laci yang tertutup rapat dan
terkunci.
3) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan pembersih lantai, pestisida,
lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk obat-
obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditempel di dinding yang tidak dapat
dijangkau anak.
4) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada, gunakan jenis
kompor yang cukup tinggu dengan penutup. Akan tetapi, apabila
menggunakan kompor minyak tanah dan desain dapur cukup tinggi, berikan
pengaman pada sekeliling kompor dengan bahan yang terbuat dari kayu atau
ditembok sekelilingnya dengan ketinggian yang cukup bagi orang dewasa.
5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai baru atau
sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau cairan lain tumpah.
6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga dan jaga
anak apabila akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk naik tangga
tidak dianjurkan karena anak harus belajar menaikinya, yang terpenting ada
yang menjaga dibelakang anak.
7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu panjang
sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau anak.
8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan papan atau
disemen.
9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya memiliki pintu
pagar yang harus selalu dikunci rapat.
10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali, buat
selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi yang tidak dapat
dibuka anak.
11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa dipasang
pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila ditidurkan di tempat tidur orang
dewasa, bayi harus dalam pengawasan.
12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan
yang luas
13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan.
14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan ketegangan/
tension).
15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternative-
alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
16) Perlunya perhatian ekstra.
b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)
6. Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
7. Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual.
8. Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah lakunya.
9. Mendiskusikan tentang kedisiplinan
10. Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, di
mana anak mengikuti kata hatinya, dan kemahiran anak dalam permainan
yang membutuhkan imajinasi.
c. Usia 5 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah.
2) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode tenang pada anak
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
4. Usia Sekolah (Nursalam dkk, 2008)
Bimbingan pada orang tua pada usia sekolah:
a. Usia 6 tahun
8. Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan mendorong anak berinteraksi
dengan temannya.
9. Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda.
10. Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan keluar rumah. Dorong
orang tua untuk peduli terhadap kebutuhan anak akan privasi dan
menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b. Usia 7 - 10 tahun
7. Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.
8. Interes beraktivitas di luar rumah.
9. Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita memasuki pra pubertas.
7. Usia 11 – 12 tahun
1) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh saat
pubertas.
2) Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
3) Sex education yang adekuat dan informasi yang akurat.
4.IMUNISASI
Imunisasi berasal dari kata imun, yaitu kebal atau resisten. Bayi di imunisasikan
menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan mencegah penyakit seperti Hepatitis
B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Campak (Lia Dewi, 2010)
(Mahdiana, 2010).
2.Tujuan Imunisasi
tertentu didunia.
b. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi
dan anak.
c. Anak menjadi kebal dan terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas
d. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi suatu
penyakit.
bahkan bias menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa yang dapat dihindari
dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B,
a) Bagi anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan kecactan atau
kematian.
b) Bagi keluarga
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
c) Bagi Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
4. Jenis-jenis Imunisasi
Imunisasi terbagi dalam dua bagian yaitu pasif dan aktif. Aktif adalah bila tubuh
anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah bila tubuh
anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja (Notoadmodjo,
2003).
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian satu atau lebih antigen yang infeksiusn pada
seorang individu untuk merangsang system imun untuk merangsang antibody yang akan
mencegah infeksi. Imunisasi aktif terhadap penyakit infeksi dihasilkan dengan cara
inokulasi antigen bakteri, virus, dan parasit, baik dalam bentuk kuman hidup yang
Vaksin diberikan dengan cara disuntikan atau peroral/ melalui mulut. Terhadap
pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat zat-zat anti terhadap penyakit
Pemberian vaksin dengan cara menyuntikan kuman atau antigen murni akan
menyebabkan benar-benar menjadi sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan dalam bentuk
vaksin, yaitu kuman yang telah dilemahkan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh
Dalam Imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagi zat atau mikroba guna
b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
Ada lima (5) jenis imunisasi pada anak dibawah 5 (lima) tahun yang harus dilakukan,
yaiti :
(c) Polio
(d) Campak
(e) Hepatitis B
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah perpindahan antibody yang telah dibentuk yang dihasilkan
host lain. Antibody ini dapat timbul secara alami atau sengaja diberikan. Imunisasi pasif
diberikan dalam bentuk Gama globulin intravena (IVIG) atau serum binatang,
Imunisasi bawaan merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya berasal dari
ibunya selama dalam kandungan, yaitu berupa zat antibody yang melalui jalan darah
menebus plasenta. Namun, zat anti tersebut lambat laun akan menghilang/ lenyap dari
tubuh bayi. Dengan demikian, sampai umur 5 bulan bayi dapat terhindar dari
Imunisasi didapat merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari
luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat
anti ini didapat oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu
karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak, misalnya
pemberian serum anti tetanus terhadap penyakit tetanus (Anik maryuni, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian
Perlindungan Anak Universitas Indonesia dan Bank Dunia. (2011). Membangun Sistem
Perlindungan Anak di Indonesia, Sebuah Kajian Pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial
RI dan Kontribusinya terhadap Sistem Perlindungan Anak.
Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Pada Tgl 05
Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan Finalisasi Pedoman Analsis Kebijakan
Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.
Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS, Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Sosial RI.
Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For The Twenty-First
Century. A Handbook of Practices, Policies, and Program. Columbia University Press.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Rukiyah, Ai Yeyeh.2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta; Trans Info
Media. Hal : 106-123
Soetjiningsing, dr. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta; EGC. Hal: 1-13
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Yuliasti. Arnis, Amelia. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Graeff, AJudith, dkk. 1996 . Komunikasi dalam kesehatan dan perubahan perilaku.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Saifulloh . (tidak ada tahun). Mencerdaskan anak . Jombang : Lintas Media.
Nursalam dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta: Salemba Medika
Shonkoff, Jack P dan Samuels J Meisels. 2003. Handbook of Early Childhood Intervention.
USA: Cambridge University
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto