OLEH : KELOMPOK 8
JURUSAN KEPERAWATAN
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Konsep Dan
Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus : Retardasi
Mental, Down Syndrom, Autism, ADHD, dan Child Abuse” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada dosen
mata kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas sehingga dapat
menambah wawasan serta pengetahuan dalam bidang studi yang ditekuni. Kami
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
pembimbing dan pihak yang telah berkontribusi sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun referensi bagi seluruh pembaca.
Denpasar, 19 Februari
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Retardasi Mental
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Retardasi Mental
3. Untuk mengetahui Konsep dasar Autisme
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Autisme"
5. Untuk mengetahui konsep dasar ADHD
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak ADHD "
BAB II
PEMBAHASAN
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun begitu terdapat beberapa factor yang potensial berperanan dalam terjadinya
retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992).
Terjadinya Reradasi mental dapat disebabkan oleh faktor genetik atau juga kelainan
dalam kromosom faktor ibu selama hamil terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit
pada ibu seperti rubella adanya virus lain dan juga faktor setelah lahir dimana dapat
terjadi kerusakan otak seperti karena meningitis ensefalitis dan lain-lain. Penyebab
retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal.
Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab
terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari
penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple,
Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria,
Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia.
Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan
lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu
galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan
kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus
keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan
kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan,
kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21.
Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan
down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada
kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
Infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan
penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental.
Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan
kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella kongenital juga
dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak
terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta
serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan
bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak,
sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
1) Ataksia-telengiektasia
2) Sindrom bloom
3) Neurofibromatosis
4) Tuberous selerosis
d. Kelainan rambut
1) Rambut rontok
Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopati
2) Rambut cepat memutih
a) Atrofi progresif serebral hemisfer
b) Ataksia telangiectasia
c) Sindrom malabsorpsi methionine
3) Rambut halus
a) Hipotiroid
b) Malnutrisi
e. Kepala
1) Mikrosefali
2) Makrosefali
a) Hidrosefalus
b) Mucopolisakaridase
c) Efusi subdural
f. Perawakan pendek
1) Kretin
antara lain :
a) Menyendiri
b) Agresif
c) Nakal
d) Hiperkinetik
e) Autisme
Retardation adalah:
a. Intermiten; Dukungan diperlukan secara periodik, atau pada jangka
pendek selama fase transisi atau krisis, jika diperlukan, dukungan tersebut
diberikan dalam intensitas tinggi atau rendah.
b. Terbatas: Dukungan intensitas rendah dalam waktu tertentu diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan tertentu, seperti pelatihan kerja atau transisi
sekolah.
c. Ekstensif: dukungan intensitas rendah yang kontinu dan teratur diperlukan
untuk mempertahankan fungsi yang adekuat di lingkungan rumah atau
kerja.
d. Pervasif: dukungan intensitas tinggi yang "kontinu diperlukan untuk
keamanan dan kesejahteraan.
5. Patofisiologi
6. Pohon Masalah
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Kromosom kariotipe
2) EEG (Elektro Ensefalogram)
3) CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
4) Titer virus untuk infeksi congenital
5) Serum asam urat (Uric acid serum)
6) Laktat dan piruvat
7) Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8) Serum seng (Zn)
9) Logam berat dalam darah
10) Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11) Serum asam amino atau asam organik
12) Plasma ammonia
13) Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
14) Urin mukopolisakarida
1) Farmakologi
2) Non Farmakologi
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang
tuanya. Untuk anakyang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual,
psikoterapi kelompok dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak
yang tidak menguntungkan bagi anak tersebut).Walaupun tak akan
dapatmenyembuhkan keterbelakangan mental, tetapi dengan psikoterapi dan
obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap" "tingkah laku, kemampuan
belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah adanyaketekunan, kesadaran dan
minat yang sungguh dari pihak terapis (yang mengobati).Terapis bertindak
sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi terhadaphubungan
yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan kesadaran
dalam merawatanak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan kepada
dokter bila dalam observasi terdapattingkah laku anak maupun orang tua yang
negatif, merugikan bagi anak tersebut maupun lingkungannya(teman-teman
disekitarnya).Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah untuk
melihat hubungan anak denganorang tua, saudara-saudaranya maupun dengan
masyarakat sekitarnya. Tugasnya utama mencari data-data anak dan orang tua
serta hubungan anak dengan orang-orang disekitarnya. Untuk ibu atau orangtua
anak dengan retardasi mental dapat diberikan family terapi (terapi keluarga)
untuk mengubah sikaporang tua atau saudaranya yang kurang baik terhadap
penderita. Dapat diberikan juga terapi kelompok dengan ibu-ibu.Anak retardasi
mental lainnya, seminggu sekali selama 12 kali. Tujuannya untuk mengurangi
sikaprendah diri, perasaan kecewa dari ibu tersebut karena ternyata banyak ibu
lain yangmengalami nasib serupa, mempunyai anak dengan retardasi mental.
Dengan demikian ibu dapatbersikap lebih realistik dan lebih dapat menerima
anaknya serta dapat merencanakan program yang baikbagi anaknya. Di luar
negeri social worker yang bertugas memberi terapi kelompok untuk ibu-ibu
tersebut di atas.
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. W
No. RM : 5470187
Tanggal Lahir : 12 Februari 2012
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Alamat : Br. Latusari, Abiansemal
Penanggung jawab : Ny. M
B. Keluhan Utama
Ny. M mengatakan dalam melakukan BAB/BAK An. W masih meminta
ditemani neneknya. Ny. M mengatakan kadang An. W berkemih
sembarangan jika tidak diawasi. Ny. M mengatakan An. W tidak mencuci
tangan dengan 6 langkah setelah BAB/BAK.
C. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
) Riwayat Kesehatan Anak Dahulu Ny. M mengatakan An. W lahir
dengan keadaan premature. An. W mendapatkan imunisasi lengkap.
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan dalam berkembang.
An. W berguling pada usia 6 bulan, duduk usia 12 bulan, merangkak
usia 17 bulan, berjalan usia 2,5 tahun, dapat berbicara dengan lambat
diusia 4 tahun
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan perkembangan
sejak bayi. An. W tidak jelas dalam berbicara, sulit berkata – kata, afek
datar, dapat berinteraksi dengan orang lain, belum bisa mengikuti
perkembangan sesuai dengan anak seumurannya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny. M mengatakan tidak ada penyakit menurun yang ada di
keluarganya dan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan An. W.
4) Riwayat Kelahiran
Ny. M mengatakan An. W lahir secara normal dengan kelahiran
premature
5) Riwayat Tumbuh Kembang
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan dalam berkembang.
An. W berguling pada usia 6 bulan, duduk usia 12 bulan, merangkak
usia 17 bulan, berjalan usia 2,5 tahun, dapat berbicara (ngoceh) diusia
4 tahun. An. W dapat berpakaian tanpa bantuan diusia 7 tahun,
berbicara yang berarti diusia 8 tahun. An. W belum bisa menulis diusia
11 tahun, An. W belum bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.
6) Riwayat Imunisasi
Ny. M mengatakan An. W mendapatkan imunsasi lengkap sesuai usia.
7) Riwayat Pembedahan
Ny. M mengatakan An. W belum pernah menjalani tindakan operasi.
8) Riwayat Psikososial
Dalam berinteraksi dengan orang lain An.W baik dan lancar. An. W
dapat bersosialisasi dengan anak – anak seumurannya untuk bermain
9) Alergi
Ny. M mengatakan An. W tidak mempunyai alergi apapun.
Genogram
D. Fisiologis
1) Makan dan Minum
Ny. M mengatakan An. W rutin makan buah dan sayur. Frekuensi
makan sehari 3 kali porsi sedang, minum kurang lebih 6-7 gelas
perhari Dalam melakukan kegiatan sehari – hari seperti makan dan
minum dapat melakukannya sendiri.
2) Eliminasi BAB/BAK
Ny. M mengatakan An. W dalam melakukan BAB/BAK di kamar
mandi masih membutukan bantuan untuk melakukannya. An. W
terkadang berkemih sembarangan jika tidak diawasi, An. W sudah bisa
merasakan ketika dirinya ingin BAB/BAK. An. W belum melakukan
cuci tangan dengan benar ketika sesudah BAB/BAK.
3) Istirahat dan Tidur
Ny. M mengatakan An. W kadang – kadang tidur siang. Frekuensi tidur
malam 8 jam dan kadang – kadang terbangun untuk BAK
4) Aktivitas
Ny. M mengatakan An. W sering bersepeda bersama teman –
temannya. An. W jarang berekreasi.
5) Kebersihan Diri
Ny. M mengatakan An. W mandi 2 kali sehari tanpa dibantu. An. W
sering mandi dikolam dan sungai. Dalam mengenakan baju An. W
dapat melakukannya sendiri. Dalam melakukan toileting anak W masih
membutuhkan bantuan ketika membersihkan dan menyiramnya. Anak
W masih belum tepat dalam melakukan cuci tangan dengan langkah 6
benar.
6) Ibadah
Ny. M mengatakan An. W beragama Hindu biasa melakukan
persembahyangan di Pura bersama keluarga dan biasanya melakukan
persembahyangan Tri Sandya dirumah setiap hari.\
7) Rekreasi
Ny. M mengatakan An. W melakukan rekreasi dengan cara bermain
bersama teman – temannya.
8) Rasa Aman
Ny. M mengatakan An. W tidak mengalami gangguan rasa aman
9) Rasa Nyaman N
Ny. M mengatakan An. W karena An. W terkadang berkemih
sembarangan jika tidak diawasi.
10) Kebutuhan Belajar
Ny. M mengatakan An. W masih mengikuti pendidikan SD dan Ny. M
mengatakan An. W tidak paham dengan penyakit yang dialaminya.
E. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut
Inspeksi : Rambut pasien lebat, tidak terdapat kerusakan pada rambut,
tidak terdapat ketombe pada rambut, tidak terdapat lesi, kepala simetris
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
2) Mata
Inspeksi : Mata bersih, tidak terdapat sekret pada kelopak mata, mata
simetris, tidak terdapat lesi, sklera ikterik, pupil anemia
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
3) Hidung
Inspeksi : Hidung tidak terdapat lesi, terdapat sekret pada hidung anak
dikarenakan sedang pilek, hidung simetris
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan
4) Mulut
Inspeksi : tidak terdapat adanya lesi, mulut tampak bersih, mulut tidak
terdapat stomatitis, gigi pasien tampak bersih, tidak terdapat
pembengkakan gusi, gusi tampak bersih
Palpasi : tidak teraba benjolan
5) Telinga
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak terdapat cairan pada telinga, telinga
tampak sedikit kotor, tidak ada gangguan gangguan pendengaran
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
6) Thorax
Inspeksi : tidak terdapat lesi, leher tampak bersih, tidak adanya
pembesaran pada leher
Palpasi : tidak adanya benjolan
7) Kulit
Inspeksi : tidak terdapat lesi, kulit tampak kering Palpasi : tidak teraba
adanya benjolan
8) Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat lesi, abdomen tampak bersih, tidak terdapat
pembengkakan abdomen
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan Auskultasi : bunyi bising usus 8
kali/menit Perkusi : tidak terdapat adanya perut kembung
9) Tangan dan Kaki
Inspeksi : tidak terdapat lesi pada tangan, terdapat lesi pada bangian
kaki
Palpasi : teraba terdapat adanya benjolan
10) Genetalia
Inspeksi : tidak terdapat lesi, genetalia tampak bersih
Palpasi : tidak teraba benjolan
Analisis Data
- Ny. M ↓
Defisit Perawatan Diri
mengatakan
kadang anak W
sering berkemih
sembarangan jika
tidak
diawasi
DO :
- Pasien belum
melakukan cuci
tangan dengan
benar ketika
sesudah BAK/BAB
- Minat melakukan
perawatan diri
kurang
2. Diagnosis Keperawatan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan Psikologis dan/ atau
psikotik dibuktikan dengan Ny. M mengatakan dalam hal melakukan kebersihan
diri toileting anak W masih membutukan bantuan ketika membersihkan dan
menyiramnya, Ny. M mengatakan kadang anak W sering berkemih sembarangan
jika tidak diawasi, pasien belum melakukan cuci tangan dengan benar ketika
sesudah BAK/BAB, minat melakukan perawatan diri kurang.
3. Rencana Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
6) Menganjurkan ke kamar
mandi/toilet
BAK/BAB
15.40 wita
Ds : Ny. M mengatakan
bahwa An. W belum paham
konsekuensi tidak
melaksanan tanggung jawab
Do : pasien tampak bingung
Ds : -
Do : pasien tampak tidak
2. 16/07/2022 1) Mendukung penggunaan mengikuti
Ds : Ny.anjuran perawat
M mengatakan
16.17 wita toiletsecara konsisten
bahwa An. W masih belum
paham tentang penggunaan
toilet secara rutin
Do : pasien tampak belum
paham penggunaan toilet
secara rutin
2) Menjaga privasi pasien
16.35 wita
Ds : -
selama eliminasi
Do : pasien tampak masih
belum menjaga privasi saat
17.40 wita 3) Memonitor pelaksanaan BAB/BAK
5) Diskusikan konsenkuensi
tidak melaksankan
tanggung jawab
Do : pasien tampak mencuci
tangan sehabis BAK/BAB Ds :
19.28 wita Ny. M mengatakan An. W
6) Menganjurkan ke kamar
tidak mengikuti anjuran
mandi/toilet
perawat
Do : pasien tampak masih
belum mengikuti anjuran
perawat
19.45 wita
Ds : Ny. M mengatakan bahwa
An. W belum paham
konsekuensi tidak
17/07/2022 1) Mendukung penggunaan Ds : Ny. M mengatakan
10.15 Wita
toilet secara konsisten bahwa An. W masih belum
paham tentang penggunaan
toilet secara rutin
2) Menjaga privasi Do : pasien tampak belum
10.25 WITA
pasien selama eliminasi paham penggunaan toilet
secara rutin
Ds : -
11.35 WITA 1) Memonitor pelaksanaan Do : pasien tampak sudah
tanggung jawab mau menjaga privasinya ssat
BAB/BAK
Ds : Ny. M mengatakan
bahwa An. W sudah
melakukan cuci tangan
sehabis BAK/BAB
Do : pasien tampak mencuci
tangan sehabis BAK/BAB
2) Menganjurkan Ds : Ny. M mengatakan An.
12.05 WITA
BAB/BAK secara rutin W sudah mau mengikuti
anjuran perawat
Do : pasien tampak
3) Diskusikan mengikuti anjuran perawat
konsenkuensi tidak Ds : Ny. M mengatakan
12.29 WITA melaksankan tanggung bahwa An. W sedikit paham
jawab konsekuensi tidak
melaksanan tanggung jawab
Do : pasien tampak bisa
menjawab sedikit pertanyaan
perawat
13. 15 WITA 4) Menganjurkan ke Ds : Ny. M mengatakan An.
W udah mengenal toilet
kamar mandi/toilet
namun kadang masih
berkemih sembarangan
Do : pasien tampak sedikit
kooperatif mengikuti anjuran
perawat untuk BAB/BAK di
toilet
5. Evaluasi Keperawatan
1. Definisi Autisme
2. Etiologi Autisme
3. Faktor Resiko
1) Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi
mengalami autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama
mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat
perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan
membedakan usiaanak. Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus
diwaspadai:
1) Usia 0-6 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu d.)
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering
tampak normal
2) Usia 6-12 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive
c. Sulit di gendong
1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.
6. Penatalaksanaan Autisme
1. Terapi wicara
44% syndrom down hidup sampai 60 th dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yg m'akibatkan
80% kematian. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada syndrom down adalah 15
kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yg lebih dini akan menurunkan UHH
setelah umur 44 tahun.
Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor
21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down syndrome
memiliki 47 kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan 1
kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi
akibat kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan
berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-
kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini
berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom
dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan
nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada
meiosis I. Pada sindrom down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa
ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang
dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Trisomi-21 menyebabkan fisik penderita
down syndrome tampak berbeda dengan orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada
wajah, mereka juga mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari pendek dan
kelingking bengkok.
Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi menjadi
3 jenis, yaitu:
1.) Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua
penderita Sindrom Down.
2.) Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14,
15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down.
Pada beberapa kasus, translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini
hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.Mosaik adalah
bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya beberapa sel saja
yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir dengan
Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan
yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down trisomi
21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4%
dari penderita Sindrom Down
Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom
manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga
berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga
(trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom. Hall menuliskan bahwa Sindrom
Down disebabkan oleh adanya kromosom ekstra pada pasangan kromosom ke 21,
yang dapat mengambil bentuk salah satu di antara 4 pola, antara lain:
1.) Trisomi 21 (47, XX, +21) merupakan bentuk Sindrom Down yang paling
umum, meliputi 95% dari semua kasus, yang disebabkan oleh kesalahan
dalam pembelahan sel sehingga terdapat 3 buah kromosom 21 pada seluruh sel
tubuh. Tipe ini sebenarnya tidak diwariskan walaupun peluang untuk
mendapat anak lain dengan Sindrom Down meningkat menjadi 1 banding 100
pada populasi umum
2.) Translokasi Robertsonian atau Sindrom Down familial, meliputi 3- 4% dari
seluruh kasus, di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada
kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX, t(14;21q)), atau pada
kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom (45, XX, t(21q,21q)). Pada
tipe ini salah satu dari orang tua akan membawa materi kromosom dengan
urutan yang tidak lazim sehingga diperlukan konseling genetic
3.) Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang di mana
hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat sel yang
mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel yang
terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan
4.) Duplikasi bagian dari kromosom 21 (46, XX, dup(21q))
merupakan bentuk yang sangat jarang. Duplikasi ini akan menyebabkan
bertambahnya gen pada kromosom 21
Anak yang mengalami sindrom down dapat mengalami komplikasi, antara lain:
1. Anak Sindrom Down lebih mudah terkena infeksi dibandingkan anak normal.
Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imunitas) berkaitan dengan Sindrom Down
dihubungkan dengan proses metabolik atau kekurangan nutrisi yang akan menjadi
faktor predisposisi pencetus infeksi. Faktor lain yang berpengaruh di antaranya
kelainan struktur anatomi (misalnya saluran telinga sempit) dan kembalinya isi perut
ke mulut dapat berperan dalam peningkatan kejadian infeksi saluran napas atas. Oleh
sebab itu, anak dengan Sindrom Down tetap memerlukan imunisasi tepat waktu
sesuai jadwal seperti anak pada umumnya untuk memperkuat sistem kekebalan di
dalam tubuh
2. Masalah jantung, seperti penyakit jantung bawaan sering ditemukan
3. Gangguan hormon tiroid adalah gangguan hormon yang paling sering dijumpai
pada Sindrom Down sehingga kejadian penyakit tiroid meningkat pada penderita anak
sindrom down. Anak dengan Sindrom Down memiliki angka kejadian tinggi untuk
mengalami kelainan perkembangan seksual dan keterlambatan pubertas di kedua
jenis kelamin. Pada perempuan, dilaporkan kelainan meliputi kekurangan gonad yang
ditandai dengan terlambatnya menstruasi pertama. Sedangkan ada laki-laki meliputi
genitalia ambigu, kriptorkismus (testis yang tidak turun), micropenis (ukuran
penis kecil testis kecil dan sperma hidup yang rendah serta pertumbuhan rambut
ketiak dan janggut yang sedikit
4. Masalah kelainan darah, seperti leukimia (penyakit dimana sel darah putih
melipat ganda tanpa terkendalikan). Leukemia yang lebih sering dijumpai pada anak
dengan sindrom down berusia kurang dari 3 tahun adalah tipe nonlimfositik (leukemia
mielositik akut/LMA).
5. Anak dengan Sindrom Down akan mengalami beberapa gejala saluran cerna dari
waktu ke waktu seperti muntah, diare, sulit buang air besar (konstipasi), nyeri perut,
dan ketidaknyamanan yang dapat hilang dengan intervensi minimal atau bahkan tanpa
terapi. Adanya penyempitan saluran cerna dan gangguan pembentukan sebagian
saluran cerna dapat menyebabkan sumbatan di usus. Salah satu kelainan saluran cerna
yang sering dijumpai pada anak Sindrom Down dibanding anak sehat adalah penyakit
Hirschsprung.
1) Terapi Fisik
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah perawatan dengan terapi
fisik termasuk aktivitas dan latihan. Terapi ini dapat membantu
membangun keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot, serta
memperbaiki postur dan keseimbangan anak sindrom Down.
2) Terapi Bicara
Terapi bahasa dapat membantu anak dengan sindrom Down meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa secara lebih efektif.
Terapi bahasa bicara dapat membantu anak sindrom down mengembangkan
keterampilan awal yang diperlukan untuk berkomunikasi, seperti meniru
suara.
3) Terapi Kerja
Ternyata, anak dengan gejala sindrom Down juga memiliki keterampilan dan
bisa mandiri. Nah, terapi kerja ini akan membantunya menemukan cara untuk
menyesuaikan tugas dan kondisi sehari-hari, sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Jenis terapi ini mengajarkan keterampilan perawatan diri,
seperti makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.
4) Terapi Okupasi
Terapi ini mungkin menawarkan alat khusus yang dapat membantu
memperbaiki fungsi sehari-hari, seperti pensil yang lebih mudah digenggam.
Terapi okupasi dapat membantu remaja mengidentifikasi pekerjaan karir, atau
keterampilan yang sesuai dengan minat dan kekuatan mereka.
2. Patofisiologi ADHD
Menurut Susanto & Fengkey, (2016) faktor-faktor yang mungkin berperan
dalam terjadinya ADHD, yaitu:
a. Cedera otak :
Telah lama diperkiraan bahwa anak yang terkena ADHD mendapat cedera
otak yang minimal dan samar-samar pada sistem safar pusatnya selama
periode janin dan perinatalnya
b. Faktor neurokimiawi :
Neurotransmitter dopamin (DA) dan norepinefrin (NE) terlibat dalam
patofisiologi ADHD; dopamin adalah neurotransmitter yang terlibat
dalam penghargaan, pengambilan risiko, impulsif, dan suasana hati;
norepinefrin memodulasi perhatian, gairah dan suasana hati.Studi otak
pada individu dengan ADHD menunjukkan adanya cacat pada gen
reseptor dopamin D4 (DRD4) dan ekspresi berlebih dari dopamin
transporter-1 (DAT1). Reseptor
c. DRD4 menggunakan DA dan NE untuk memodulasi perhatian dan
tanggapan terhadap lingkungan seseorang.Protein transporter DAT1 atau
dopamin membawa DA / NE ke terminal saraf prasinaps sehingga
mungkin tidak memiliki interaksi yang cukup dengan reseptor post-
sinaptik
d. Struktur anatomi : pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak
dengan ADHD menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna
pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum,
dan serebelum.
e. Faktor psikososial : Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan
memiliki rentan atensi rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya
pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika
faktor pencetus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di
rumah penitipan.
a. Dimensi Genetik
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hiperaktif yang menyertai ADHD
selalu diikuti dengan riwayat keluarga yang mengalami ADHD. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa hampir 1/3 dari ayah yang hiperaktif akan
memberikan kontribusi 2-8 kali lebih mudah terkena ADHD yang sama
diturunkan pada anaknya. Mereka akan memperlihatkan gangguan tingkah
laku, gangguan perasaan, emosi, dan substansi (Biederman, dkk, 1992;
Faraone, dkk, 2000; dan Faraone, 2003, dalam ). Salah satu penelitian yang
menambahkan penguatan pada pembentukan ADHD adalah faktor gen. Seperti
yang dikatakan oleh Sprick, dkk, (2000) bahwa gen-gen yang bertanggung
jawab pada pembentukan ADHD adalag gen yang berkaitan dengan unsur
kimiawi saraf (neurochemical), seperti dopamine, norepinefrin, dan serotonin.
b. Volume otak
Dari penelitian dan diagnostik pada otak (brain imaging) ditemukan bahwa
terdapat mekanisme otak yang menghasilkan defisit atensi (gangguan
pemusatan perhatian), impulsif, dan hiperaktif pada penderita ADHD. Salah
satu penelitian yang reliabel menunjukkan bahwa penderita ADHD memiliki
volume otak yang lebih kecil dan basal gaglia yang terletak lebih jauh dalam
otak dan cerebrallar vermis. Kecilnya volume otak sudah bisa dideteksi pada
awal-awal perkembangan otak yang mengalami kerusakan progresif umum.
Dipastikan mereka mengalami penurunan aliran darah pada korpus striatum
yang bisa menyebabkan defisit motivasi dan memicu sikap acuh (Pop-per,
dkk, 2003).
c. Kehamilan
Adaptif makanan, seperti zat pewarna, perencah dan zat pengawet makanan
diperkirakan turut bertanggung jawab pada pembentukan gangguan ADHD.
Seperti yang dikatakan oleh Linnet, dkk. (2003). Bahwa kebiasaan ibu
merokok saat hamil memberikan konstribusi besar pada pembentukan
gangguan ADHD. Ibu hamil yang merokok memiliki risiko tiga kali lebih
tinggi menghasilkan anak ADHD. Apalagi jika ibu melahirkan anak kembar
monozigot yang dianggap paling rentan terkena ADHD.
d. Dimensi psikologis dan sosial
Dimensi psikologis dan sosial dianggap turut bertanggug jawab dalam
pembentukan ADHD. Respons negatif dari orang tua, guru, dan teman-teman
sebaya sangat berpengaruh pada perilaku hiperaktif dan impulsif. Respons-
respons negatif berupa self-esteem yang rendah, citra diri yang negatif, dan
sikap penolakan terhadap anak ADHD.
Menurut DSM-IV dalam Susanto & Fengkey, (2016) tipe dan manifestasi klinik
ADHD, yaitu :
1) Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai.
2) Sering sulit menunggu giliran.
3) Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan hambatan
dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
c. Tipe Campuran
4. Komplikasi ADHD
Menurut Ballard, Kennedy, & O’Brien, (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada
Menurut Tanoyo, (2013), pemeriksaan penuujang yang dilakukan pada anak ADHD,
yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Liver Function Test
2) Complete blood cell counts
b. Pemeriksaan Imaging
1) MRI
2) PET (Positron Emission Tomography)
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. M
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Tanggal MRS : 1 Januari 2022
Tanggal Pengkajian : 1 Januari 2022
Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Hubungan dengan Klien : Ibu klien
B. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya tidak bisa duduk tenang. Ia sangat bawel, sulit
berkonsentrasi, agresif, suka mendominasi pergaulan, berlarian ke sana-
kemari dan sering mengganggu teman-temannya.
C. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit sama.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
bu mengatakan anaknya sering terjatuh karena sering berlarian tanpa
tujuan. Anak M lebih banyak berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan
sekolahnya. Ibunya mengakui bahwa Anak M berganti-ganti aktivitas dan
tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar pasang dan
selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada permainan yang lain.
Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. An. M juga
mengungkapkan bahwa dia malas mengerjakan PR yang susah dan dia
bilang tidak pernah mendapatkan nilai bagus. Anak M seringkali sulit
dikontrol. Dia sering mengabaikan apa yang Ibunya perintahkan
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan.
D. Riwayat Kehamilan
1) Masa Pre-natal
Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas
dan Dokter, mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama kehamilan
ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.
Ibu juga berkata saat kehamilannya suka makan makanan laut seperti
udang, kerang.
2) Masa Intra-natal
Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan,
dengan umur kehamilan 37 minggu.
3) Masa Post – Natal
Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB ± 3200 gram dalam
keadaan sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.
E. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunnisasi
a. BCG : 1 kali
b. DPT : 1 kali
c. Campak : 1 kali
d. Polio : 3 kali
e. Hepatitis B: 2 kali
G. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Penampilan : Klien tampak agak kusam.
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign:
TD : 120/80 mmHg RR: 25x/menit
Suhu : 37,4℃ Nadi: 110x/menit
BB : 18 kg TB: 110 cm
2) Kebersihan Anak
Klien kelihatan kusam karena sering bermain kesana kemari.
3) Suara Anak
Waktu Menangis Ketika klien mengangis terdengar suara yang kuat
4) Keadaan Gizi Anak
Keadaan gizi anak cukup baik ditandai dengan BB: 18 kg. (BB normal: 22
kg)
5) Aktivitas
Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah
posisi agar klien merasa nyaman.
6) Kepala dan Leher
Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat
menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan
kelenjar tyroid dan limfe.
7) Mata (Penglihatan)
Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi
penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada
peradangan dan pendarahan
8) Telinga (Pendengaran)
Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika
dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan
pendarahan
9) Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik tidak terdapat kotoran pada
hidung, tidak terdapat polip.
10) Mulut (Pengecapan)
Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan
baik, mukosa bibir kering
11) Dada (Pernafasan)
Bentuk dada simetris, tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak ada bunyi
tambahan dalam bernafas, dengan frekuensi nafas 25 x/menit.
12) Kulit
Terlihat sedikit kusam, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik
(dapat kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur
37,4 º C.
13) Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang
melekat pada kulit
14) Ekstremitas Atas dan Bawah
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan
bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra
karena terpasang infuse RL 20 tetes/menit.
15) Genetalia
Klien berjenis kelamin laki-laki dan tidak terpasang kateter.
I. Pola Eliminasi
Di rumah : Klien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat dan bau khas feses,
BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak
Di RS : Klien BAB 1x dalam 2 hari dengan konsistensi padat dan berbau khas
feses. Dan klien BAK 2-3x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas ditandai dengan anak tidak
bisa duduk tenang. Ia sangat bawel, sulit berkonsentrasi, agresif, suka
mendominasi pergaulan, berlarian ke sana-kemari dan sering mengganggu
teman-temannya, ibu klien mengatakan bahwa energy anaknya seperti tiada
habisnya dan agresif
3. Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Keselamatan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 Lingkungan (I.14513)
hiperaktivitas ditandai jam, tingkat cedera menurun Observasi
dengan anak tidak bisa dengan kriteria hasil: - Monitor perubahan status
duduk tenang. Ia sangat 1) Toleransi aktivitas keselamatan lingkungan
bawel, sulit meningkat Terapeutik
berkonsentrasi, agresif, 2) Kejadian cedera - Bantu pasien dan anggota
suka mendominasi menurun keluarga mengidentifikasi
pergaulan, berlarian ke 3) Perdarahan situasi dan bahaya yang dapat
sana-kemari dan sering menuirun mengakibatkan kecelakaan
mengganggu teman- Edukasi
temannya, ibu klien - Anjurkan pasien dan keluarga
mengatakan bahwa untuk mengadakan perbaikan
energy anaknya seperti dan menghilangkan
tiada habisnya dan kemungkinan keamanan dari
agresif bahaya.
- Beri dorongan kepada orang
dewasa untuk mendiskusikan
peraturan keamanan
- Rujuk pasien ke sumber-sumber
komunitas yang lebih tepat
4. Implementasi Keperawatan
No. Dx Hari/Pukul Implementasi Respon Paraf/Nama
Terang
D.0136 Sabtu, 2 Januari Membantu pasien dan DS : Ibu klien
2022/11.00 anggota keluarga mengatakan
WITA mengidentifikasi mengerti penjelasan
situasi dan bahaya perawat
yang dapat DO: Klien dan
mengakibatkan keluarga tampak
kecelakaan kooperatif
Sabtu, 2 Januari Menganjurkan pasien DS: -
2022/11.20 dan keluarga untuk DO: Klien dan
WITA mengadakan perbaikan keluarga kooperatif.
dan menghilangkan
kemungkinan
keamanan dari bahaya
Sabtu, 2 Januari Anjurkan pasien dan DS : Ibu klien
2022/12.30 keluarga untuk mengatakan
WITA mengadakan perbaikan mengerti penjelasan
dan menghilangkan perawat
kemungkinan DO: Klien dan
keamanan dari bahaya. keluarga tampak
kooperatif, namun
klien tetap berlari-
lari
Sabtu, 2 Januari Beri dorongan kepada DS : Ibu klien
2022/14.30 orang dewasa untuk mengatakan
WITA mendiskusikan mengerti penjelasan
peraturan keamanan perawat
DO: Klien dan
keluarga tampak
kooperatif, namun
klien tetap tidak bisa
tenang
5. Evaluasi Keperawatan