Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH KEPERAWATAN PARIWISATA

“KONSEP DAN PRAKTIK ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS : RETARDASI MENTAL, DOWN
SYNDROM, AUTISM, ADHD, DAN CHILD ABUSE”

Dosen Pengampu : Ns. Ida Erni Sipahutar, S.Kep., M.Kep

OLEH : KELOMPOK 8

Gangga Depryatna Putri (P07120121092 / 12)

Ni Kadek Dina Ayu Pramesti (P07120121100 / 20)

Ni Kadek Sri Mayasanti (P07120121101 / 21)

Ni Putu Chandra Puspaningsih (P07120121109 / 29)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Konsep Dan
Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus : Retardasi
Mental, Down Syndrom, Autism, ADHD, dan Child Abuse” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada dosen
mata kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas sehingga dapat
menambah wawasan serta pengetahuan dalam bidang studi yang ditekuni. Kami
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
pembimbing dan pihak yang telah berkontribusi sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami ingin
menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ns. Ida Erni Sipahutar, S.Kep., M.Kep selaku dosen pengampu


2. Serta teman-teman kami yang senantiasa memberikan doa serta dukungan
kepada kami.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun referensi bagi seluruh pembaca.

Denpasar, 19 Februari

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas merupakan bagian dari


anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah,
masyarakat, dan keluarga. Upaya perlindungan bagi anak dengan disabilitas sama
halnya dengan anak lainnya, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak agar
mereka dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal, serta berpartisipasi
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi
asah, asih dan asuh yang dapat diperoleh melalui upaya di bidang kesehatan maupun
pendidikan dan sosial (Suryani dan Badi’ah). Dampak retardasi mental pada anak
dapat dilihat dalam keterampilan gerak dan fisik yang kurang sehat kesulitan dalam
komunikasi kemampuan menolong diri sendiri, bersosialisasi, berinteraksi dengan
teman, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, perawatan diri kurangnya
perasaan dirinya terhadap situasi dan keadaan disekelilingnya untuk memenuhi
kelemahan hal kemampuan motorik halusnya (Yuemi dan Mundakir, 2015). Dampak
retardasi mental terhadap reaksi orang tua dalam penelitian Na’imah, dkk (2017)
adalah perasaaan shock, mengalami goncangan batin, terkejut dan kurang menerima
keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan anak dan stigma
yang melekat pada anak. Berbagai masalah yang dialami orang tua yang memiliki
anak tunagrahita bisa menurunkan happiness dalam hidupnya. Keluarga yang
mempunyai anak dengan retardasi mental akan memberikan perlindungan yang
berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk
mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin
bertambahnya umur anak retardasi mental maka para orangtua harus mengadakan
penyesuaian terutama dalam pemenuhan anak sehari- hari (Mutaqqin, 2008). Anak
berkebutuhan khusus salah satunya adalah anak autis .anak autisme juga, merupakan
salah satu pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan
maupun akademik. Autisme merupakan anak yang ,memiliki gangguan dindalam
dunianya sendiri. Oleh karena itu anak autus harus me ndapatkan perhatian khusus
demi perkembangannya.kebanyakan orang tidak menegetahui informasi apa itu anak
yang autis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Dasar Retardasi Mental ?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental ?
3. Bagaimana Konsep Dasar Autisme ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme?
5. Bagaimanan Konsep Dasar ADHD ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Retardasi Mental
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Retardasi Mental
3. Untuk mengetahui Konsep dasar Autisme
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Autisme"
5. Untuk mengetahui konsep dasar ADHD
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak ADHD "
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Retardasi Mental

1. Defenisi Retardasi Mental

Retardasi Mental ialah keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) sejak


masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak) (Maramis, 1999) atau
keadaan kekurangan intelegensi sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan
seseorang menjadi terganggu. Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara
klinis maupun sosial. Kelainan ini ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang
diakibatkan oleh gangguan yang bermakna dalam intelegensi terukur dan perilaku
penyesuaian diri (adaptif). Retradasi mental juga mencakup status sosial hal ini dapat
lebih menyebabkan kecacatan dari pada cacat khusus itu sendiri. karena batas batas
antara “normalitas” dan retraksi sering sulit digambarkan identifikasi pediatri evaluasi
dan perawatan anak dengan kesulitan kognitif serta keluarganya memerlukan tingkat
kecanggihan teknis maupun sensitifitas internasional yang besar. American
Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi mental yang
kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual
secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan
gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci dalam
definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa
perkembangan. Menurut American association of mental retardation (AAMR)
Retradasi Mental adalah disabilitas atau ketidakmampuan yang ditandai dengan fungsi
intelektual di bawah rata-rata dan rendahnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
(perilaku adaptif) (sularyo, 2000"

"Retardasi mental merupakan gangguan di mana terjadi gangguan dalam fungsi


intelektual yang subnormal adanya perilaku adaptif sosial dan timbul pada masa
perkembangan yaitu di bawah umur 18 tahun. terjadinya gangguan dalam fungsi
intelektual sub normal ini dapat dilakukan tes psikologis dengan tes angka taraf
kecerdasan (IQ) intelegence quotient dimana anak mempunyai IQ dibawah 70.
kemudian perilaku adaptif sosial pada anak dengan retardasi mental dapat dilihat
dengan cara kemampuan anak dalam melakukan tugas kemandirian atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Retardasi mental merupakan disabilitas
kognitif yang muncul pada masa kanak- kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai
dengan fungsi intelektual di bawah normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah
normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang) disertai keterbatasan keterbatasan
lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif: berbicara dan bahasa, keterampilan
merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan sumber- sumber
komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai
dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009). Retardasi mental adalah disabilitas yang
menyebabkan keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual maupun dalam
perilaku adaptif (keterampilan sosial dan praktis sehari-hari) sebelum usia 18 tahun
(Bernstein dan Shelov, 2017).

2. Etiologi Retardasi Mental

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun begitu terdapat beberapa factor yang potensial berperanan dalam terjadinya
retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992).
Terjadinya Reradasi mental dapat disebabkan oleh faktor genetik atau juga kelainan
dalam kromosom faktor ibu selama hamil terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit
pada ibu seperti rubella adanya virus lain dan juga faktor setelah lahir dimana dapat
terjadi kerusakan otak seperti karena meningitis ensefalitis dan lain-lain. Penyebab
retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal.
Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab
terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari
penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:

a. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat


b. Tampak sejak lahir atau usia dini
c. Secara fisis tampak berkelainan/aneh
d. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun
postnatal
e. Tidak berhubungan dengan kelas sosial

Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :

a. Biasanya merupakan retardasi mental ringan


b. Diketahui pada usia sekolah
c. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
d. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
e. Ada hubungan dengan kelas sosial"

Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:

a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple,
Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria,
Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia.
Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan
lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu
galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan
kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus
keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan
kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan,
kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21.
Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan
down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada
kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
Infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan
penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental.
Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan
kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella kongenital juga
dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak
terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta
serta penggunaan sitostatika selama hamil.

b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan
bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak,
sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

3. Gejala Klinis Retardasi Mental


Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital kemudian mengarah ke suatu
sindrom penyakit tertentu. Gejala klinis dan kelainan fisik yang disertai retardasi
mental:
a. Kelainan pada mata :
1) Katarak :
a) Sindrom Cockayne
b) Sindrom Lowe
c) Galactosemia
d) Sindrom Down
e) Kretin
f) Rubela prenatal
2) Bintik cherry- merah daerah macula
a) Mukolipidosis
b) Penyakit Niemann- pick
c) Penyakit Tay-sachs
3) Korioretinitis
a) Lues Kongenital
b) Penyakit stimegalo virus
c) Rubela prenatal
4) Kornea keruh
a) Lues kongenital
b) Sindrom hunter
c) Sindrom hurler
d) Sindrom Lowe
b. Kejang
1) Kejang umum tonik klonik
a) Defisiensi glikogen sinthease
b) Hiperlisinemia
c) Hipoglikemia, terutama yang disertai glycogen storage disease I, III,
IV dan VI
d) Phenyl ketonuria
e) Sindrom malabsorpsi methionine
2) Kejang masa neonatal
a) Arginosuccinic asiduria
b) Hiperammonemia I dan II
c) Laktik Asidosis "

c. Kelainan Kulit Bintik cafe-au-lait

1) Ataksia-telengiektasia
2) Sindrom bloom
3) Neurofibromatosis
4) Tuberous selerosis

d. Kelainan rambut

1) Rambut rontok
Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopati
2) Rambut cepat memutih
a) Atrofi progresif serebral hemisfer
b) Ataksia telangiectasia
c) Sindrom malabsorpsi methionine
3) Rambut halus
a) Hipotiroid
b) Malnutrisi

e. Kepala

1) Mikrosefali

2) Makrosefali

a) Hidrosefalus

b) Mucopolisakaridase

c) Efusi subdural

f. Perawakan pendek

1) Kretin

2) Sindrom prader- wili


g. Distonia 1

Sindrom Hallervorden- spaz

Gejala klinis retardasi mental berdasarkan tipe dan umur :

a. Retardasi mental ringan

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun :

Maturasi dan perkembangan Cara berjalan, makan sendiri, dan berbicara


lebih lambat dibandingkan anak normal.

2) Usia sekolah 6- 21 tahun :

Pelatihan dan pendidikan Mampu mempelajari keterampilan, membaca


serta mempelajari aritmatika sampai ke tingkat kelas tiga-kelas enam
dengan pendidikan khusus, dapat dibimbing kearah penyesuaian sosial
sampai usia mental 8- 12 tahun normal.

b. Retardasi mental sedang

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun :

Maturasi dan perkembangan Keterlambatan dapat dilihat pada


perkembangan motorik, yaitu cara berbicara dan berespon tehadap
pelatihan dalam berbagai aktivitas menolong diri

2) Usia sekolah 6- 21 tahun :

Pelatihan dan pendidikan Mampu mempelajari komunikasi sederhaana,


perilaku kesehtan dan keamanan tingkat dasar serta keterampilan manual
sederhana, tidak mengalami perkembangan dalam membaca atau
aritmatika secara fungsional, usia mental mencapai 3-7 tahun usia mental
normal.

c. Retardasi mental berat

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun :


Maturasi dan perkembangan Keterampilan komunikasi kurang atau tidak
ada, mampu berespon terhadap pelatihan mengenai perawatan dasar diri
sendiri, misalnya makan sendiri

2) Usia sekolah 6- 21 tahun :

Pelatihan dan pendidikan Mempunyai sedikit pemahaman terhadap


percakapan dan sedikit merespon, mampu mengambil manfaat dari
latihan kebiasaan yang sistematik, usia mental mencapai usia mental
toddler normal.

d. Retardasi mental sangat berat

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun :

Maturasi dan perkembangan Membutuhkan perawatan total.

2) Usia sekolah 6- 21 tahun :

Pelatihan dan pendidikan Keterlambatan pada semua area perkembangan,


menunjukkan respon emosional dasar, mampi berespon terhadap latihan
keterampilan dalam menggunakan lengan, tangan, dan rahang,
membutuhkan supervise ketat, usia mental mecapai usia mental bayi muda
normal. (Wong, D, dkk, 2009).

Menurut Shapiro BK (2007), gejala klinis yang menyertai retardasi mental


berdasarkan umur antara lain:

1) Newborn : sindrom dismorfik, mikrosefali, disfungsi system organ


mayor
2) Early infancy ( 2- 4 bulan): gagal berinteraksi dengan lingkungan,
gangguan penglihatan atau pendengaran
3) Later infancy ( 6- 18 bulan): keterlambatan motorik kasar
4) Toddlers ( 2- 3 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara
5) Preschool ( 3- 5 tahun) : keterlambatan atau kesulitan bicara, masalah
perilaku termasuk kemampuan bermain, keterlambatan perkembangan
moptorik halus, menggunting, mewarnai, menggambar
6) School age ( > 5 tahun): kemampuan akademik kurang, masalah
perilaku (perhatian, kecemasan, nakal )

4. Klasifikasi Retardasi Mental

Klasifikasi retardasi mental berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder (DSM IV) , dalam a Journey to child neurodevelopment:

Application in daily practice :

a. Retardasi mental ringan Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient


(IQ) 50–55 sampai 70.
b. Retardasi mental sedang Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient
( IQ) 35-40 sampai 50-55
c. Retardasi mental berat Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ)
20-25 sampai 35-40
d. Retardasi mental sangat berat Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence
Quotient ( IQ) dibawah 20 atau 25
e. Retardasi mental dengan keparahan tidak ditentukan Jika terdapat kecurigaan
kuat adanya retardasi mental. (Solek, 2010)

Ditinjau dari segi neurologi, ada beberapa penggolongan retardasi mental,

antara lain :

a. Kelompok retardasi mental genetik Adalah keterbelakangan mental akibat


kelainan faktor keturunan yang disebabkan oleh :
1) Perubahan jumlah kromosom pada hasil pertumbuhan yang disebut aborsi
2) Perubahan urutan rantai protein membentuk gen yang disebut mutasi
3) Kelainan bentuk pada protein yang membentuk gen disebut deformitas
4) Adanya kekeliruan penempatan dalam urutan protein pembentuk gen yang
disebut translokasi.
b. Retardasi mental kerusakan otak (Brain Damage) Retardasi mental akibat
kerusakan otak disebabkan oleh sisa radang dari otak, perdarahan otak
terutama waktu melahirkan, kurang cukupnya pemeliharaan oksigen dan
glukosa pada otak terutama pada bayi yang lahir belum cukup umur, dan
keracunan.
c. Retardasi mental fungsional Retardasimental fungsional adalah anak- anak
terbelakang mental karena adanya gangguan hubungan pergaulan, gangguan
dalam cara mengasuh atau faktor budaya. Sebab-sebab yang menimbulkan
retardasi mental fungsional antara lain berikut ini:
1) Faktor hereditas a
a. Bapak yang hiperaktif waktu masih kecil, menyebabkan anak juga
menjadi hiperaktif
b. Orang tua yang mudah tersinggung waktu masih kecil, maka anak yang
dilahirkan juga mudah tersinggung
c. Usia ibu waktu mengandung lebih dari 35 tahun dengan tekanan mental
d. Ibu merokok
e. Benturan- benturan mental waktu anak masih berumur 0- 3 tahun,
misalnya orang tua sering gaduh, broken home, dan lain- lain.
2) Fungsi otak, pada anak kelompok ini, menunjukkan kelainan/ ciri- ciri
kerusakan otak minimal.

3) Faktor perilaku. Golongan perilaku tertentu sering menghambat perkembangan


mental anak- anak sehingga meraka mengalami retardasi mental. Contoh:

a) Menyendiri

b) Agresif

c) Nakal

d) Hiperkinetik

e) Autisme

(Iswari dan Nurhastuti, 2010)

Klasifikasi retardasi mental menurut American Association of Mental

Retardation adalah:
a. Intermiten; Dukungan diperlukan secara periodik, atau pada jangka
pendek selama fase transisi atau krisis, jika diperlukan, dukungan tersebut
diberikan dalam intensitas tinggi atau rendah.
b. Terbatas: Dukungan intensitas rendah dalam waktu tertentu diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan tertentu, seperti pelatihan kerja atau transisi
sekolah.
c. Ekstensif: dukungan intensitas rendah yang kontinu dan teratur diperlukan
untuk mempertahankan fungsi yang adekuat di lingkungan rumah atau
kerja.
d. Pervasif: dukungan intensitas tinggi yang "kontinu diperlukan untuk
keamanan dan kesejahteraan.

5. Patofisiologi

Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.


Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan
berbahasa , kemampuan/ ketrampilan merawat diri, kerumah tanggaan, ketrampilan
sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan
keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental
bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi
mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.

6. Pohon Masalah
7. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita


retardasi mental,yaitu:

1) Kromosom kariotipe
2) EEG (Elektro Ensefalogram)
3) CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
4) Titer virus untuk infeksi congenital
5) Serum asam urat (Uric acid serum)
6) Laktat dan piruvat
7) Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8) Serum seng (Zn)
9) Logam berat dalam darah
10) Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11) Serum asam amino atau asam organik
12) Plasma ammonia
13) Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
14) Urin mukopolisakarida

8. Komplikasi Retardasi Mental


a. Paralisis serebral
b. Gangguan kejang
c. Masalah- masalah perilaku/psikiatrik
d. Defisit komunikasi
e. Konstipasi (akibat penurunan motilitas usus akibat obat- obatan antikonvulsi,
kurang mengosumsi makanan berserat dan cairan).
f. Kelainan kongenital yang berkaitan seperti malformasi esophagus, obstruksi
usus halus dan defek jantung.
g. Disfungsi tiroid
h. Gangguan sensoris
i. Masalah- msalah ortopedik, seperti deformitas kaki, scoliosis
j. Kesulitan makan

(Betz dan Sowden, 2009).

9. Penatalaksanaan Retardasi Mental

1) Farmakologi

Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik (selalu


bergerak, konsentrasi kurangdan perhatian mudah dibelokkan). Obat-obat yang
sering digunakan dalam bidang retardasi mentaladalah terutama untuk menekan
gejala-gejala hyperkinetik, misalnya :

a. Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari


b. Imipramin dosis ± 1,5 mg/kg/hariEfek sampingan kedua obat diatas dapat
menimbulkan convulsi
c. Valium, Nobrium, Haloperidol dsb. dapat juga menekan gejala hyperkinetik

Obat-obatan untuk konvulsi :


a. Dilantin dosis 5 - 7 mg/kg/hari (Dilantin dapat juga menurunkan gejala
hyperkinetik, gejalagangguan emosi dan menaikkan fungsi berfikir).
b. Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat menaikkan gejala
hyperkinetik).
c. Cofein : baik untuk convulsi dan menurunkan gejala hyperkinetik

Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar :

a. Pyrithioxine (Encephabol, Cerebron).


b. Glutamic acid.
c. Gamma amino butyric acid (Gammalon).
d. Pabenol.
e. Nootropil.
f. Amphetamin dsb.

2) Non Farmakologi

Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang
tuanya. Untuk anakyang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual,
psikoterapi kelompok dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak
yang tidak menguntungkan bagi anak tersebut).Walaupun tak akan
dapatmenyembuhkan keterbelakangan mental, tetapi dengan psikoterapi dan
obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap" "tingkah laku, kemampuan
belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah adanyaketekunan, kesadaran dan
minat yang sungguh dari pihak terapis (yang mengobati).Terapis bertindak
sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi terhadaphubungan
yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan kesadaran
dalam merawatanak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan kepada
dokter bila dalam observasi terdapattingkah laku anak maupun orang tua yang
negatif, merugikan bagi anak tersebut maupun lingkungannya(teman-teman
disekitarnya).Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah untuk
melihat hubungan anak denganorang tua, saudara-saudaranya maupun dengan
masyarakat sekitarnya. Tugasnya utama mencari data-data anak dan orang tua
serta hubungan anak dengan orang-orang disekitarnya. Untuk ibu atau orangtua
anak dengan retardasi mental dapat diberikan family terapi (terapi keluarga)
untuk mengubah sikaporang tua atau saudaranya yang kurang baik terhadap
penderita. Dapat diberikan juga terapi kelompok dengan ibu-ibu.Anak retardasi
mental lainnya, seminggu sekali selama 12 kali. Tujuannya untuk mengurangi
sikaprendah diri, perasaan kecewa dari ibu tersebut karena ternyata banyak ibu
lain yangmengalami nasib serupa, mempunyai anak dengan retardasi mental.
Dengan demikian ibu dapatbersikap lebih realistik dan lebih dapat menerima
anaknya serta dapat merencanakan program yang baikbagi anaknya. Di luar
negeri social worker yang bertugas memberi terapi kelompok untuk ibu-ibu
tersebut di atas.

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Retardasi Mental

1. Pengkajian

A. Identitas Klien
Nama : An. W
No. RM : 5470187
Tanggal Lahir : 12 Februari 2012
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Alamat : Br. Latusari, Abiansemal
Penanggung jawab : Ny. M
B. Keluhan Utama
Ny. M mengatakan dalam melakukan BAB/BAK An. W masih meminta
ditemani neneknya. Ny. M mengatakan kadang An. W berkemih
sembarangan jika tidak diawasi. Ny. M mengatakan An. W tidak mencuci
tangan dengan 6 langkah setelah BAB/BAK.
C. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
) Riwayat Kesehatan Anak Dahulu Ny. M mengatakan An. W lahir
dengan keadaan premature. An. W mendapatkan imunisasi lengkap.
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan dalam berkembang.
An. W berguling pada usia 6 bulan, duduk usia 12 bulan, merangkak
usia 17 bulan, berjalan usia 2,5 tahun, dapat berbicara dengan lambat
diusia 4 tahun
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan perkembangan
sejak bayi. An. W tidak jelas dalam berbicara, sulit berkata – kata, afek
datar, dapat berinteraksi dengan orang lain, belum bisa mengikuti
perkembangan sesuai dengan anak seumurannya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny. M mengatakan tidak ada penyakit menurun yang ada di
keluarganya dan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan An. W.
4) Riwayat Kelahiran
Ny. M mengatakan An. W lahir secara normal dengan kelahiran
premature
5) Riwayat Tumbuh Kembang
Ny. M mengatakan An. W mengalami perlambatan dalam berkembang.
An. W berguling pada usia 6 bulan, duduk usia 12 bulan, merangkak
usia 17 bulan, berjalan usia 2,5 tahun, dapat berbicara (ngoceh) diusia
4 tahun. An. W dapat berpakaian tanpa bantuan diusia 7 tahun,
berbicara yang berarti diusia 8 tahun. An. W belum bisa menulis diusia
11 tahun, An. W belum bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.
6) Riwayat Imunisasi
Ny. M mengatakan An. W mendapatkan imunsasi lengkap sesuai usia.
7) Riwayat Pembedahan
Ny. M mengatakan An. W belum pernah menjalani tindakan operasi.
8) Riwayat Psikososial
Dalam berinteraksi dengan orang lain An.W baik dan lancar. An. W
dapat bersosialisasi dengan anak – anak seumurannya untuk bermain
9) Alergi
Ny. M mengatakan An. W tidak mempunyai alergi apapun.
Genogram

D. Fisiologis
1) Makan dan Minum
Ny. M mengatakan An. W rutin makan buah dan sayur. Frekuensi
makan sehari 3 kali porsi sedang, minum kurang lebih 6-7 gelas
perhari Dalam melakukan kegiatan sehari – hari seperti makan dan
minum dapat melakukannya sendiri.
2) Eliminasi BAB/BAK
Ny. M mengatakan An. W dalam melakukan BAB/BAK di kamar
mandi masih membutukan bantuan untuk melakukannya. An. W
terkadang berkemih sembarangan jika tidak diawasi, An. W sudah bisa
merasakan ketika dirinya ingin BAB/BAK. An. W belum melakukan
cuci tangan dengan benar ketika sesudah BAB/BAK.
3) Istirahat dan Tidur
Ny. M mengatakan An. W kadang – kadang tidur siang. Frekuensi tidur
malam 8 jam dan kadang – kadang terbangun untuk BAK
4) Aktivitas
Ny. M mengatakan An. W sering bersepeda bersama teman –
temannya. An. W jarang berekreasi.
5) Kebersihan Diri
Ny. M mengatakan An. W mandi 2 kali sehari tanpa dibantu. An. W
sering mandi dikolam dan sungai. Dalam mengenakan baju An. W
dapat melakukannya sendiri. Dalam melakukan toileting anak W masih
membutuhkan bantuan ketika membersihkan dan menyiramnya. Anak
W masih belum tepat dalam melakukan cuci tangan dengan langkah 6
benar.
6) Ibadah
Ny. M mengatakan An. W beragama Hindu biasa melakukan
persembahyangan di Pura bersama keluarga dan biasanya melakukan
persembahyangan Tri Sandya dirumah setiap hari.\
7) Rekreasi
Ny. M mengatakan An. W melakukan rekreasi dengan cara bermain
bersama teman – temannya.
8) Rasa Aman
Ny. M mengatakan An. W tidak mengalami gangguan rasa aman
9) Rasa Nyaman N
Ny. M mengatakan An. W karena An. W terkadang berkemih
sembarangan jika tidak diawasi.
10) Kebutuhan Belajar
Ny. M mengatakan An. W masih mengikuti pendidikan SD dan Ny. M
mengatakan An. W tidak paham dengan penyakit yang dialaminya.
E. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut
Inspeksi : Rambut pasien lebat, tidak terdapat kerusakan pada rambut,
tidak terdapat ketombe pada rambut, tidak terdapat lesi, kepala simetris
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
2) Mata
Inspeksi : Mata bersih, tidak terdapat sekret pada kelopak mata, mata
simetris, tidak terdapat lesi, sklera ikterik, pupil anemia
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
3) Hidung
Inspeksi : Hidung tidak terdapat lesi, terdapat sekret pada hidung anak
dikarenakan sedang pilek, hidung simetris
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan
4) Mulut
Inspeksi : tidak terdapat adanya lesi, mulut tampak bersih, mulut tidak
terdapat stomatitis, gigi pasien tampak bersih, tidak terdapat
pembengkakan gusi, gusi tampak bersih
Palpasi : tidak teraba benjolan
5) Telinga
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak terdapat cairan pada telinga, telinga
tampak sedikit kotor, tidak ada gangguan gangguan pendengaran
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
6) Thorax
Inspeksi : tidak terdapat lesi, leher tampak bersih, tidak adanya
pembesaran pada leher
Palpasi : tidak adanya benjolan
7) Kulit
Inspeksi : tidak terdapat lesi, kulit tampak kering Palpasi : tidak teraba
adanya benjolan
8) Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat lesi, abdomen tampak bersih, tidak terdapat
pembengkakan abdomen
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan Auskultasi : bunyi bising usus 8
kali/menit Perkusi : tidak terdapat adanya perut kembung
9) Tangan dan Kaki
Inspeksi : tidak terdapat lesi pada tangan, terdapat lesi pada bangian
kaki
Palpasi : teraba terdapat adanya benjolan
10) Genetalia
Inspeksi : tidak terdapat lesi, genetalia tampak bersih
Palpasi : tidak teraba benjolan

Analisis Data

Data Keperawat an Analisis Masala h


DS : Kurang Kebersihan Diri Defisit Perawatan
- Ny. M ↓ Diri
mengatakan dalam Melakukan kebersihan
hal melakukan toileting An. W masih
kebersihan diri membutuhk an bantuan
toileting anak W ↓
masih membutukan An. W sering berkemih
bantuan ketika sembarangan
membersihkan dan ↓

menyiramnya Gangguan Psikologis

- Ny. M ↓
Defisit Perawatan Diri
mengatakan
kadang anak W
sering berkemih
sembarangan jika
tidak
diawasi
DO :
- Pasien belum
melakukan cuci
tangan dengan
benar ketika
sesudah BAK/BAB
- Minat melakukan
perawatan diri
kurang

2. Diagnosis Keperawatan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan Psikologis dan/ atau
psikotik dibuktikan dengan Ny. M mengatakan dalam hal melakukan kebersihan
diri toileting anak W masih membutukan bantuan ketika membersihkan dan
menyiramnya, Ny. M mengatakan kadang anak W sering berkemih sembarangan
jika tidak diawasi, pasien belum melakukan cuci tangan dengan benar ketika
sesudah BAK/BAB, minat melakukan perawatan diri kurang.

3. Rencana Keperawatan

Diagnosis Tujuan Intevensi Rasional


Keperawatan
Defisit Setelah melakukan Dukungan Dukungan
perawatan diri asuhan keperawatan Perawatan Perawatan
berhubungan selama 3x24 jam Diri: Diri:
dengan diharapakan BAB/BAK BAB/BAK
Gangguan toilengting pasien Observasi : Observasi :
Psikologis meningkat dengan Identifikasi Untuk
dan/ atau kriteria hasil : kebiasaan mengetahui
psikotik 1) Kemampuan ke BAB/BAK sesuai kebiasaan
dibuktikan toilet (BAK/BAB) usia BAB/BAK
dengan Ny. M meningkat Terapeutik : sesuai usia
mengatakan 2) Verbalisasi a. Dukung pasien
dalam hal keinginan penggunaan Terapeutik :
melakukan melakukan b. Jaga privasi a. Dengan
kebersihan perawatan diri : klien selama memberi
diri toileting toileting eliminasi dukungan
anak W masih meningkat c. Latih kepada pasien
membutukan 3) Memperatahankan BAB/BAK penggunaa n
bantuan ketika kebersihan tangan sesuai jadwal toilet secara
membersihkan sesudah Edukasi : konsisten,
dan BAK/BAB a. Anjurkan pasien akan
menyiramnya, meningkat BAB/BAK dilatih untuk
Ny. M secara rutin tidak berkemih
mengatakan sembarang an
b. Anjurkan
kadang anak b. Privasi sangat
ke kamar
W sering dibutuhkan
mandi/toile
berkemih oleh semua
sembarangan orang terutama
t
jika tidak dalam
diawasi, perawatan diri
pasien belum c. Melatihan
melakukan BAB/BA K
cuci tangan
dengan benar sesuai jadwal
ketika sesudah akan melatih
BAK/BAB, pasien unruk
minat tidak berkemih
melakukan sembarang an
perawatan diri Edukasi :
kurang. a. Mengatasi
terjainya
gangguan
BAB/BAK
pada pasien
b. Agar pasien
terlatih jika
ingin berkemih
pergi ke
kamar mandi
Dukungan
Tanggung Jawab
pada Diri Sendiri
Observasi :
a. Untuk
mengetahui
persepsi
masalah
kesehatan
pada pasien
b. Untuk
mengathui
pelaksanaan
tanggung
jawab pasien
terhadap diri
sendiri
Terapeutik :
a. Dengan
memberikan
kesempatan
pada pasien,
pasien akan
belajar untuk
memiliki rasa
tanggung
jawab
Tingkatkan
rasa tanggung
jawab pasien
dengan cara
mengajarkan
pasien untuk
mencuci
tangan untuk
menjaga
kebersihan
dirinya sendiri
c. Berdebat atau
tawar-
menawar tidak
akan membuat
pasien
mengerti akan
tanggung
jawab terhadap
dirinya sendiri
d. Dengan
memberikan
penguatan dan
hal positif
kepada pasien
akan menjadi
dukungan
yangsangat
tepat untuk
pasien
Edukasi :
a. Dengan
mendiskusika
n tanggung
jawab terhadap
profesi
pemberi
asuhan pasien
sedikit demi
sedikit akan
paham
b. Konsekuensi
jika tidak
melaksanaka n
tanggung
jawab tehadap
dirinya sendiri
akan
menimbulkan
masalah
kesehatan yang
tidak disadari
Pasien

4. Implementasi Keperawatan

No Tgl/Jam Implementasi Respon


1. 15/07/2022 1) Mendukung penggunaan Ds : Ny. M mengatakan
09.00 wita toiletsecara konsisten bahwa An. W belum paham
tentang penggunaan toilet
secara rutin
Do : pasien tampak tidak
paham penggunaan toilet
secara rutin
2) Menjaga privasi pasien Ds : -
10.15 wita selama eliminasi Do : pasien tampak tidak
menjaga privasinya selama
eliminasi
3) Memonitor pelaksanaan Ds : Ny. M mengatakan
12.02 wita tanggung jawab bahwa An. W tidak
melakukan cuci tangan
4) Menganjurkan BAB/BAK sehabis BAK/BAB
secara rutin Do : pasien tampak tidak
14.20 wita mencuci tangan sehabis
5) Diskusikan konsenkuensi
tidak melaksankan
14.30 wita tanggung jawab

6) Menganjurkan ke kamar
mandi/toilet

BAK/BAB
15.40 wita
Ds : Ny. M mengatakan
bahwa An. W belum paham
konsekuensi tidak
melaksanan tanggung jawab
Do : pasien tampak bingung
Ds : -
Do : pasien tampak tidak
2. 16/07/2022 1) Mendukung penggunaan mengikuti
Ds : Ny.anjuran perawat
M mengatakan
16.17 wita toiletsecara konsisten
bahwa An. W masih belum
paham tentang penggunaan
toilet secara rutin
Do : pasien tampak belum
paham penggunaan toilet
secara rutin
2) Menjaga privasi pasien
16.35 wita
Ds : -
selama eliminasi
Do : pasien tampak masih
belum menjaga privasi saat
17.40 wita 3) Memonitor pelaksanaan BAB/BAK

tanggung jawab Ds : Ny. M mengatakan bahwa


An. W sudah melakukan cuci
tangan sehabis BAK/BAB
4) Menganjurkan BAB/BAK
secara rutin

5) Diskusikan konsenkuensi
tidak melaksankan
tanggung jawab
Do : pasien tampak mencuci
tangan sehabis BAK/BAB Ds :
19.28 wita Ny. M mengatakan An. W
6) Menganjurkan ke kamar
tidak mengikuti anjuran
mandi/toilet
perawat
Do : pasien tampak masih
belum mengikuti anjuran
perawat
19.45 wita
Ds : Ny. M mengatakan bahwa
An. W belum paham
konsekuensi tidak
17/07/2022 1) Mendukung penggunaan Ds : Ny. M mengatakan
10.15 Wita
toilet secara konsisten bahwa An. W masih belum
paham tentang penggunaan
toilet secara rutin
2) Menjaga privasi Do : pasien tampak belum
10.25 WITA
pasien selama eliminasi paham penggunaan toilet
secara rutin
Ds : -
11.35 WITA 1) Memonitor pelaksanaan Do : pasien tampak sudah
tanggung jawab mau menjaga privasinya ssat
BAB/BAK
Ds : Ny. M mengatakan
bahwa An. W sudah
melakukan cuci tangan
sehabis BAK/BAB
Do : pasien tampak mencuci
tangan sehabis BAK/BAB
2) Menganjurkan Ds : Ny. M mengatakan An.
12.05 WITA
BAB/BAK secara rutin W sudah mau mengikuti
anjuran perawat
Do : pasien tampak
3) Diskusikan mengikuti anjuran perawat
konsenkuensi tidak Ds : Ny. M mengatakan
12.29 WITA melaksankan tanggung bahwa An. W sedikit paham
jawab konsekuensi tidak
melaksanan tanggung jawab
Do : pasien tampak bisa
menjawab sedikit pertanyaan
perawat
13. 15 WITA 4) Menganjurkan ke Ds : Ny. M mengatakan An.
W udah mengenal toilet
kamar mandi/toilet
namun kadang masih
berkemih sembarangan
Do : pasien tampak sedikit
kooperatif mengikuti anjuran
perawat untuk BAB/BAK di

toilet
5. Evaluasi Keperawatan

No Tgl/Jam Catatan Perkembangan Paraf


1. 18/07/2022 S:
19.20 wita - Ny. M mengatakan An. M
sudah mampu sedikit
melaksanakan BAB/BAK
secara mandiri
O:
- Pasien tampak melakukan
BAB/BAK secara rutin
- Pasien tampak mencuci
tangan sehabis BAB/BAK
- Pasien tampak menjaga
privasinya saat BAK/BAB
A :
- Tujuan teratasi sebagian,
masalah teratasi sebagian
P :
- Pertahankan kondisi pasien,
lanjutkan intervensi
A. Konsep Dasar Autisme

1. Definisi Autisme

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan


pada anak. Menurut Veskarisyanti (2008: 17) dalam bahasa Yunani dikenal
kata autis, “auto” berarti sendiri ditujukan pada seseorang ketika
menunjukkan gajala hidup dalam dunianya sendiri atau mempunyai dunia
sendiri.Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943.
Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan
penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya
aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan
keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam
lingkungannya.Autisme adalah gangguan perkembangan yang secara umum
tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak. Gangguan ini berpengaruh
pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap (Wright, 2007: 4).

2. Etiologi Autisme

Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui


dan hanyaterbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian
mengenai autismesemakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai
penyebab neurobiologistyang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini
dapat disebabkan oleh interaksifaktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan
pengaruh negatif selama masa perkembangan otak,antara lain; penyakit infeksi
yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunanlogam berat dan zat
kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan,
gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan
diusus (Suriviana, 2005).Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan
pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1) Genetis abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel-selsaraf dan sel otak.
2) Keracunan logam seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin
imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu hamil,
misalnya ikan dengankandungan logam berat yang tinggi sehingga para
peneliti membuktikan bahwadidalam tubuh anak atisme terkandung timah
hitam dan mercury dalam kadar yangrelative tinggi.
3) Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan
dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini terjadi karena
adanya jamur dalamlambung dan juga nutrisi tidak terpenuhi karena factor
ekonomi.
4) Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan
tubuhnya sendiri. imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri
penyakit, sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh
tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal terhadap zat-zat penting
dalam tubuh dan menghancurkannya.

3. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang jadi pemicu autisme adalah:

1) Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi
mengalami autisme dibandingkan dengan anak perempuan.

2) Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autisme berisiko memiliki


anak dengan kelainan yang sama.

3) Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping terhadap


minuman beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu
hamil) selama dalam kandungan.

4) Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot,


neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta
sindrom Rett.

5) Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa


kehamilan 26 minggu atau kurang.

4. Manifestasi Klinis Autisme

Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama
mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat
perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan
membedakan usiaanak. Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus
diwaspadai:
1) Usia 0-6 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu d.)
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering
tampak normal
2) Usia 6-12 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive

c. Sulit di gendong

d. Tidak ditemukan senyum social

e. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan

3) Usia 1-2 tahun


a. Kaku bila di gendong

b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)

c. Tidak mengeluarkan kata


d. Tidak tertarik pada boneka

e. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik


kasar dan halus
4) Usia 2-3 tahun

a. Tidak bias bicara

b. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)


c. Hiperaktif

d. Kontak mata kurang


5) Usia 3-5 tahun:
a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)

b. Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)

c. Marah bila rutinitas yang seharus berubah.


d. Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)

Gejala autisme digolongkan dalam dua kategori yaitu:


1. Kategori Pertama: Katergori ini merujuk pada penyandang autisme dengan
gangguan dalam melakukan interaksi sosial dan berkomunikasi. Gejala ini
dapat meliputi masalah kepekaan terhadap lingkungan sosial dan
gangguan penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal
2. Kategori Kedua: Penyandang austime dengan gangguan yang meliputi
pola pikir, minat, dan perilaku berulang yang kaku. Contoh gerakan
berulang, misalnya mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, serta merasa
kesal saat rutinitas tersebut terganggu.

5. Pemeriksaan Penunjang Autisme

1. Neutrologis

2. Test neupsikologis

3. Test pendengaran

4. MRI (Magnetic resonance imaging)

5. EEG (elektro encepalogram)

6. Pemeriksaan darah

7. Pemeriksaan urine.

6. Penatalaksanaan Autisme

1. Terapi wicara

Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantuanak


berbicara yang lebih baik.
2. Terapi okupasi
Untuk melatih motorik halus anak
3. Terapi perilaku
Anak autis sringkali merasa frustasi. Teman-temannya sringkalitidak
memahami mereka. mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka
tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilakuterlatih untuk
mencari latarbelakang dari perilaku negative tersebut dan mencarisolusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anaktersebut
untuk memperbaiki perilakunya.
4. Terapi Perilaku dan Komunikasi
Terapi ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pengajaran pada pengidap,
termasuk kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal.
5. Terapi Keluarga
Terapi ini ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme.
Tujuannya adalah agar keluarga bisa belajar bagaimana cara berinteraksi
dengan pengidap dan juga mengajarkan pengidap berbicara dan berperilaku
normal.

A. KONSEP DASAR SINDROM DOWN

1. Definisi Sindrom Down

Sindrom down merupakan cacat bawaan yg disebabkan adanya kelebihan kromosom


pada kromosom 21 sehingga menyebabkan perubahan perkembangan otak yang sudah
tertata sebelumnya, keterbelakangan mental (retardasi mental). Selain itu, kelainan
tersebut dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan
belajar, penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia. Sindrom down ini juga
disebut Trisomi 21, Mongolisme. Kelebihan kromosom ini terjadi akibat
kegagalan kromosom x yang tidak memisahkan diri selama pembelahan meiosis
sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom Down ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada th1866. Diperkirakan 20% anak dengan down
syndrome dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Down Syndrome adalah
suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan
adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat
kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan
(Wikipedia indonesia).

2. Prevalensi Sindrom Down

Insiden kejadian anak sindrom down diperkirakan 1 di antara 800-1000 kelahiran.


Frekuensi kejadian anak sindrom down di Indonesia adalah 1 dalam 600 kelahiran
hidup. Di seluruh dunia, prevalensi keseluruhan adalah 10 anak sindrom down per
10.000 kelahiran hidup, meskipun dalam tahun terakhir angka ini telah meningkat.
Usia ibu saat hamil memengaruhi risiko melahirkan anak dengan sindrom down.
Semakin meningkat usia ibu saat kehamilan, semakin besar risiko melahirkan anak
dengan sindrom down. Pada saat usia ibu 20-24 tahun, risiko kejadian sindrom down
yaitu 1:1490, usia 40 tahun sekitar 1:106, dan pada usia 49 tahun sekitar 1:11
kelahiran. Walaupun demikian, sekitar 80% anak dengan SD lahir dari ibu yang
berusia kurang dari 35 tahun karena usia tersebut merupakan kelompok usia subur
(Stewart KB, 2007).

3. Prognosis Sindrom Down

44% syndrom down hidup sampai 60 th dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yg m'akibatkan
80% kematian. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada syndrom down adalah 15
kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yg lebih dini akan menurunkan UHH
setelah umur 44 tahun.

4. Patofisiologi Sindrom Down

Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor
21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down syndrome
memiliki 47 kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan 1
kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi
akibat kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan
berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-
kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini
berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom
dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan
nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada
meiosis I. Pada sindrom down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa
ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang
dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Trisomi-21 menyebabkan fisik penderita
down syndrome tampak berbeda dengan orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada
wajah, mereka juga mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari pendek dan
kelingking bengkok.

5. Klasifikasi Sindrom Down

Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi menjadi
3 jenis, yaitu:
1.) Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua
penderita Sindrom Down.
2.) Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14,
15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down.
Pada beberapa kasus, translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini
hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.Mosaik adalah
bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya beberapa sel saja
yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir dengan
Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan
yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down trisomi
21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4%
dari penderita Sindrom Down

6. Etiologi Sindrom Down

Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom
manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga
berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga
(trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom. Hall menuliskan bahwa Sindrom
Down disebabkan oleh adanya kromosom ekstra pada pasangan kromosom ke 21,
yang dapat mengambil bentuk salah satu di antara 4 pola, antara lain:
1.) Trisomi 21 (47, XX, +21) merupakan bentuk Sindrom Down yang paling
umum, meliputi 95% dari semua kasus, yang disebabkan oleh kesalahan
dalam pembelahan sel sehingga terdapat 3 buah kromosom 21 pada seluruh sel
tubuh. Tipe ini sebenarnya tidak diwariskan walaupun peluang untuk
mendapat anak lain dengan Sindrom Down meningkat menjadi 1 banding 100
pada populasi umum
2.) Translokasi Robertsonian atau Sindrom Down familial, meliputi 3- 4% dari
seluruh kasus, di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada
kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX, t(14;21q)), atau pada
kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom (45, XX, t(21q,21q)). Pada
tipe ini salah satu dari orang tua akan membawa materi kromosom dengan
urutan yang tidak lazim sehingga diperlukan konseling genetic
3.) Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang di mana
hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat sel yang
mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel yang
terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan
4.) Duplikasi bagian dari kromosom 21 (46, XX, dup(21q))
merupakan bentuk yang sangat jarang. Duplikasi ini akan menyebabkan
bertambahnya gen pada kromosom 21

g. Faktor Resiko Sindrom Down


Pada Sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat meiosis pada
waktu pembentukan gamet, tetapi juga saat mitosis awal dalam perkembangan zigot.
Oosit primer yang perkembangannya terhenti pada saat profase meiosis I, tidak
berubah pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Di antara waktu tersebut, oosit
mengalami non- disjunction. Pada Sindrom Down, meiosis I menghasilkan ovum
yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang
membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Nondisjunction ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1.) Faktor Genetik
Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada
kelurga yang memiliki riwayat sindrom down akan terjadi peningkatan resiko
pada keturunannya.
2.) Infeksi virus.
Rubela merupakan salah satu jenis infeksi virus tersering pada prenatal yang
bersifat teratogen lingkungan yang dapat memengaruhi embriogenesis dan
mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur
kromosom.
3.) Radiasi
Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal pada Sindrom
Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down pernah
mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Kecelakaan
reaktor atom Chernobyl pada tahun 1986 dikatakan merupakan penyebab
beberapa kejadian Sindrom Down di Berlin.
4.) Faktor Lingkungan
Faktor risiko yang paling umum dan seringnya menyebabkan bayi lahir
dengan Sindrom Down adalah paparan bahan kimia, dan zat yang diterima
dari lingkungan sehari-hari selama masa kehamilan. Rokok merupakan zat
yang dapat memengaruhi pembentukan kromosom bayi sejak dalam
kandungan. Ibu yang merokok memiliki rantai kromosom yang lebih pendek
dari pada normalnya. Selain meningkatkan risiko mengandung bayi Sindrom
Down, merokok saat hamil juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan
kelainan jantung dan otak.
5.) Kekurangan Asam Folat
Kekurangan asam folat Beberapa ahli berpendapat bahwa Sindrom ini dapat
dipicu oleh kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal untuk memecah
asam folat. Penurunan metabolisme asam folat bisa berpengaruh terhadap
pengaturan epigenetik untuk membentuk kromosom
6.) Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang nerkaitan dengan tiroid.
Penelitian Fialkaw 1966, secara konsisten mendapatkan perbedaan
autoantibodi tiroid padaibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down
dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
7.) Penuaan sel telur.
Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Pada saat wanita
memasuki usia tua, kondisi sel telur tersebut terkadang menjadi kurang baik,
sehingga pada saat dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini mengalami
pembelahan yang salah. Proses selanjutnya disebabkan oleh keterlambatan
pembuahan akibat penurunan frekuensi bersenggama pada pasangan tua.
Faktor selanjutnya disebabkan oleh penuaan sel spermatozoa laki-laki dan
gangguan pematangan sel sperma itu sendiri di dalam epididimis yang akan
berefek pada gangguan motilitas sel sperma itu sendiri juga dapat berperan
dalam efek ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah.
8.) Usia ibu.
Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi
dengan Sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35
tahun). Angka kejadian Sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1
dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun,
sebesar kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin seperti
peningkatan sekresi androgen, penurunan kadar hidroepiandrosteron,
penurunan konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor
hormon, peningkatan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular
Stimulating Hormone) secara mendadak pada saat sebelum dan selama
menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction
9.) Usia ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus penambahan
kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan
faktor dari ibu. Selain nondisjunction, penyebab lain dari Sindrom Down
adalah anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk
bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel,
sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan selama
anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang.
Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis

7. Manifestasi Klinis Sindrom Down

Anak Sindrom Down dapat dikenali dari karakteristik fisiknya. Beberapa


karakteristik fisik khusus, meliputi:
a. memiliki wajah yang khas, yaitu anak yang satu sangat mirip dengan
yang lainnya.
b. Kemampuan berfikir dapat digolongkan idiot embicil.

c. Bibir tebal dan lidah besar, kasar bercelah-celah (Scrotal tongue).

d. Bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang


normal (microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk.

e. Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-


rata usia 2 tahun).
f. Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds).
g. Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia) sehingga
tampak menonjol keluar.
h. Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat
menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.
i. Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian
crease)

j. Penurunan tonus otot (hypotonia)


k. Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan
jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah
mengalami hidung buntu.

l. Tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Sindrom Down tidak


mencapai tinggi dewasa rata-rata.
m. Telapak tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis besar
melintang (simian crease).
n. Kelainan jantung bawaan sering ditemukan.

o. Dagu kecil (micrognatia)

p. Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan


yang tidak sebagaimana mestinya.
q. spot putih di iris mata (Brushfield spots)

8. Komplikasi Sindrom Down

Anak yang mengalami sindrom down dapat mengalami komplikasi, antara lain:
1. Anak Sindrom Down lebih mudah terkena infeksi dibandingkan anak normal.
Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imunitas) berkaitan dengan Sindrom Down
dihubungkan dengan proses metabolik atau kekurangan nutrisi yang akan menjadi
faktor predisposisi pencetus infeksi. Faktor lain yang berpengaruh di antaranya
kelainan struktur anatomi (misalnya saluran telinga sempit) dan kembalinya isi perut
ke mulut dapat berperan dalam peningkatan kejadian infeksi saluran napas atas. Oleh
sebab itu, anak dengan Sindrom Down tetap memerlukan imunisasi tepat waktu
sesuai jadwal seperti anak pada umumnya untuk memperkuat sistem kekebalan di
dalam tubuh
2. Masalah jantung, seperti penyakit jantung bawaan sering ditemukan
3. Gangguan hormon tiroid adalah gangguan hormon yang paling sering dijumpai
pada Sindrom Down sehingga kejadian penyakit tiroid meningkat pada penderita anak
sindrom down. Anak dengan Sindrom Down memiliki angka kejadian tinggi untuk
mengalami kelainan perkembangan seksual dan keterlambatan pubertas di kedua
jenis kelamin. Pada perempuan, dilaporkan kelainan meliputi kekurangan gonad yang
ditandai dengan terlambatnya menstruasi pertama. Sedangkan ada laki-laki meliputi
genitalia ambigu, kriptorkismus (testis yang tidak turun), micropenis (ukuran
penis kecil testis kecil dan sperma hidup yang rendah serta pertumbuhan rambut
ketiak dan janggut yang sedikit
4. Masalah kelainan darah, seperti leukimia (penyakit dimana sel darah putih
melipat ganda tanpa terkendalikan). Leukemia yang lebih sering dijumpai pada anak
dengan sindrom down berusia kurang dari 3 tahun adalah tipe nonlimfositik (leukemia
mielositik akut/LMA).
5. Anak dengan Sindrom Down akan mengalami beberapa gejala saluran cerna dari
waktu ke waktu seperti muntah, diare, sulit buang air besar (konstipasi), nyeri perut,
dan ketidaknyamanan yang dapat hilang dengan intervensi minimal atau bahkan tanpa
terapi. Adanya penyempitan saluran cerna dan gangguan pembentukan sebagian
saluran cerna dapat menyebabkan sumbatan di usus. Salah satu kelainan saluran cerna
yang sering dijumpai pada anak Sindrom Down dibanding anak sehat adalah penyakit
Hirschsprung.

9. Patofisiologi Sindrom Down


Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor 21
berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down syndrome memiliki 47
kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan 1 kromosom
(nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi akibat
kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan
berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-
kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini
berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom
0 0
dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan
nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada
meiosis I. Pada sindrom down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini,
satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang
dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Trisomi-21 menyebabkan fisik
penderita down syndrome tampak berbeda dengan orang-orang umumnya. Selain
ciri khas pada wajah, mereka juga mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari
pendek dan kelingking bengkok.

10. Penatalaksanaan Sindrom Down

1) Terapi Fisik
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah perawatan dengan terapi
fisik termasuk aktivitas dan latihan. Terapi ini dapat membantu
membangun keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot, serta
memperbaiki postur dan keseimbangan anak sindrom Down.

2) Terapi Bicara
Terapi bahasa dapat membantu anak dengan sindrom Down meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa secara lebih efektif.
Terapi bahasa bicara dapat membantu anak sindrom down mengembangkan
keterampilan awal yang diperlukan untuk berkomunikasi, seperti meniru
suara.
3) Terapi Kerja
Ternyata, anak dengan gejala sindrom Down juga memiliki keterampilan dan
bisa mandiri. Nah, terapi kerja ini akan membantunya menemukan cara untuk
menyesuaikan tugas dan kondisi sehari-hari, sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Jenis terapi ini mengajarkan keterampilan perawatan diri,
seperti makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.
4) Terapi Okupasi
Terapi ini mungkin menawarkan alat khusus yang dapat membantu
memperbaiki fungsi sehari-hari, seperti pensil yang lebih mudah digenggam.
Terapi okupasi dapat membantu remaja mengidentifikasi pekerjaan karir, atau
keterampilan yang sesuai dengan minat dan kekuatan mereka.

A. KONSEP DASAR ADHD


1. Definisi ADHD
Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s
Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan
yang menetap dari Inatensi dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih
sering frekuensinya dan lebih berat dibandingkan dengan individu lain yang
secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan yang sebanding (D.P, 2013).
Gambaran penting ADHD yaitu pola persisten tidak perhatian dan/atau
hiperaktivitas serta impulsivitas yang lebih sering daripada pada anak dengan
usia yang sama(Ballard, 2014). ADHD merupakan gangguan perkembangan
dalam peningkatan aktifitas motorik hingga menyebabkan aktifitas yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan. Hal tersebut ditandai dengan berbagai
keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang.
Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup,
aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan

2. Patofisiologi ADHD
Menurut Susanto & Fengkey, (2016) faktor-faktor yang mungkin berperan
dalam terjadinya ADHD, yaitu:
a. Cedera otak :
Telah lama diperkiraan bahwa anak yang terkena ADHD mendapat cedera
otak yang minimal dan samar-samar pada sistem safar pusatnya selama
periode janin dan perinatalnya
b. Faktor neurokimiawi :
Neurotransmitter dopamin (DA) dan norepinefrin (NE) terlibat dalam
patofisiologi ADHD; dopamin adalah neurotransmitter yang terlibat
dalam penghargaan, pengambilan risiko, impulsif, dan suasana hati;
norepinefrin memodulasi perhatian, gairah dan suasana hati.Studi otak
pada individu dengan ADHD menunjukkan adanya cacat pada gen
reseptor dopamin D4 (DRD4) dan ekspresi berlebih dari dopamin
transporter-1 (DAT1). Reseptor
c. DRD4 menggunakan DA dan NE untuk memodulasi perhatian dan
tanggapan terhadap lingkungan seseorang.Protein transporter DAT1 atau
dopamin membawa DA / NE ke terminal saraf prasinaps sehingga
mungkin tidak memiliki interaksi yang cukup dengan reseptor post-
sinaptik
d. Struktur anatomi : pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak
dengan ADHD menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna
pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum,
dan serebelum.
e. Faktor psikososial : Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan
memiliki rentan atensi rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya
pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika
faktor pencetus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di
rumah penitipan.

Sedangkan menurut (PIETER.H.Z.dkk, 2011) penyebab ADHD, yaitu

a. Dimensi Genetik
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hiperaktif yang menyertai ADHD
selalu diikuti dengan riwayat keluarga yang mengalami ADHD. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa hampir 1/3 dari ayah yang hiperaktif akan
memberikan kontribusi 2-8 kali lebih mudah terkena ADHD yang sama
diturunkan pada anaknya. Mereka akan memperlihatkan gangguan tingkah
laku, gangguan perasaan, emosi, dan substansi (Biederman, dkk, 1992;
Faraone, dkk, 2000; dan Faraone, 2003, dalam ). Salah satu penelitian yang
menambahkan penguatan pada pembentukan ADHD adalah faktor gen. Seperti
yang dikatakan oleh Sprick, dkk, (2000) bahwa gen-gen yang bertanggung
jawab pada pembentukan ADHD adalag gen yang berkaitan dengan unsur
kimiawi saraf (neurochemical), seperti dopamine, norepinefrin, dan serotonin.
b. Volume otak
Dari penelitian dan diagnostik pada otak (brain imaging) ditemukan bahwa
terdapat mekanisme otak yang menghasilkan defisit atensi (gangguan
pemusatan perhatian), impulsif, dan hiperaktif pada penderita ADHD. Salah
satu penelitian yang reliabel menunjukkan bahwa penderita ADHD memiliki
volume otak yang lebih kecil dan basal gaglia yang terletak lebih jauh dalam
otak dan cerebrallar vermis. Kecilnya volume otak sudah bisa dideteksi pada
awal-awal perkembangan otak yang mengalami kerusakan progresif umum.
Dipastikan mereka mengalami penurunan aliran darah pada korpus striatum
yang bisa menyebabkan defisit motivasi dan memicu sikap acuh (Pop-per,
dkk, 2003).
c. Kehamilan
Adaptif makanan, seperti zat pewarna, perencah dan zat pengawet makanan
diperkirakan turut bertanggung jawab pada pembentukan gangguan ADHD.
Seperti yang dikatakan oleh Linnet, dkk. (2003). Bahwa kebiasaan ibu
merokok saat hamil memberikan konstribusi besar pada pembentukan
gangguan ADHD. Ibu hamil yang merokok memiliki risiko tiga kali lebih
tinggi menghasilkan anak ADHD. Apalagi jika ibu melahirkan anak kembar
monozigot yang dianggap paling rentan terkena ADHD.
d. Dimensi psikologis dan sosial
Dimensi psikologis dan sosial dianggap turut bertanggug jawab dalam
pembentukan ADHD. Respons negatif dari orang tua, guru, dan teman-teman
sebaya sangat berpengaruh pada perilaku hiperaktif dan impulsif. Respons-
respons negatif berupa self-esteem yang rendah, citra diri yang negatif, dan
sikap penolakan terhadap anak ADHD.

3. Tipe ADHD dan Manifetasi Klinis

Menurut DSM-IV dalam Susanto & Fengkey, (2016) tipe dan manifestasi klinik

ADHD, yaitu :

a. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : terdapat lebih dari 6 gejala berikut


telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
1) Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti
dalam mengerjakan tugas atau aktivitas lainnya.
2) Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas
atau aktivitas bermain
3) Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.
4) Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,
pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan karena perilaku
menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
5) Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
6) Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang
memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan pekerjaan
rumah).
7) Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau
aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan).
8) Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar.
9) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
b. Hiperaktivitas-impulsivitas: terdapat lebih dari 6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas
berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat
yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Gejala Hiperaktivitas ialah sebagai berikut :
a) Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk.
b) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap duduk.
c) Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang.
d) Sering dalam keadaan “siap bergerak/pergi” (atau bertindak seperti
digerakkan oleh mesin).

Gejala impulsivitas ialah sebagai berikut :

1) Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai.
2) Sering sulit menunggu giliran.
3) Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan hambatan
dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

c. Tipe Campuran

Gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian (inatensi), hiperaktivitas, dan


impulsivitas Tanoyo, D. P. (2013). Menurut Pieter, H. Z. dkk.(2011), kondisi ini
mudah dilihat sehubungan dengan mereka kurang mampu memperhatikan aktivitas
permainan maupun tugas. Perhatiannya mudah terpecah dan sering kehilangan barang.
Faktor penyebabnya bermuara dari kelemahan daya ingatan. Selain itu, penderita
ADHD juga memiliki perilaku yang berubah-ubah, impulsif, selalu aktif dan tidak
bisa asik dalam kegiatan yang menghabiskan waktu, seperti membaca atau menyusun
puzzle.

4. Komplikasi ADHD

Menurut Ballard, Kennedy, & O’Brien, (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada

anak ADHD adalah:

a. Intelegensi dan kemampuan anak tidak sesuai dengan performa akademik


b. Dapat memiliki perilaku ingkar atau membangkang atau memiliki gangguan
perilaku/ psikiatrik lain (gangguan ansietas, gangguan alam perasaan seperti
depresi dan bipolar, gangguan belajar, gangguan komunikasi).
c. Komplikasi sekunder ADHD, seperti harga diri rendah dan penolakan oleh
teman sebaya, terus menimbulkan masalah yang serius bagi remaja.
Diperkirakan bahwa sedikitnya pada sepertiga anak, gejala akan berlangsung
hingga usia dewasa (Glod, 1997 dalamVidebeck, 2008).

5. Pemeriksaan Penunjang ADHD

Menurut Tanoyo, (2013), pemeriksaan penuujang yang dilakukan pada anak ADHD,
yaitu sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Liver Function Test
2) Complete blood cell counts
b. Pemeriksaan Imaging
1) MRI
2) PET (Positron Emission Tomography)

6. Penatalaksanaan pada ADHD


1. Penatalaksanaan Medis ADHD
Menurut Belleza (2017), penatalaksanaan medis ADHD sebagai beriku:
a. Stimulan. Obat stimulan, seperti methylphenidate (Ritalin, Concerta)
dan dextroamphetamine (Dexedrine), telah sering digunakan; ketika
diberikan dalam jumlah besar, obat-obatan ini dapat menekan nafsu
makan dan mempengaruhi pertumbuhan anak.
b. Atomoxetine. Atomoxetine (Strattera) telah menjadi lini kedua dan,
dalam beberapa kasus, pengobatan lini pertama pada anak-anak dan
orang dewasa dengan ADHD karena kemanjuran dan klasifikasi sebagai
nonstimulan.
c. Antidepresan trisiklik. Antidepresan trisiklik (imipramine, desipramine,
nortriptyline) telah ditemukan efektif dalam berbagai penelitian pada anak-
anak "dengan ADHD. Namun, karena efek samping potensial, mereka
jarang digunakan untuk tujuan ini.
d. Modafinil. Modafinil (Provigil) memiliki data terkontrol placebo yang
mendukung kemanjurannya pada anak-anak dengan ADHD; obat ini dapat
digunakan sebagai pengobatan lini ketiga atau keempat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ADHD

1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. M
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Tanggal MRS : 1 Januari 2022
Tanggal Pengkajian : 1 Januari 2022

Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Hubungan dengan Klien : Ibu klien

B. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya tidak bisa duduk tenang. Ia sangat bawel, sulit
berkonsentrasi, agresif, suka mendominasi pergaulan, berlarian ke sana-
kemari dan sering mengganggu teman-temannya.
C. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit sama.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
bu mengatakan anaknya sering terjatuh karena sering berlarian tanpa
tujuan. Anak M lebih banyak berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan
sekolahnya. Ibunya mengakui bahwa Anak M berganti-ganti aktivitas dan
tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar pasang dan
selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada permainan yang lain.
Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. An. M juga
mengungkapkan bahwa dia malas mengerjakan PR yang susah dan dia
bilang tidak pernah mendapatkan nilai bagus. Anak M seringkali sulit
dikontrol. Dia sering mengabaikan apa yang Ibunya perintahkan
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan.

D. Riwayat Kehamilan
1) Masa Pre-natal
Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas
dan Dokter, mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama kehamilan
ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.
Ibu juga berkata saat kehamilannya suka makan makanan laut seperti
udang, kerang.
2) Masa Intra-natal
Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan,
dengan umur kehamilan 37 minggu.
3) Masa Post – Natal
Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB ± 3200 gram dalam
keadaan sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.

E. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunnisasi
a. BCG : 1 kali
b. DPT : 1 kali
c. Campak : 1 kali
d. Polio : 3 kali
e. Hepatitis B: 2 kali

F. Pertumbuhan dan Perkembangan

Usia Pertumbuhan Perkembangan


7 tahun BB: 18 kg Sudah bisa belajar
PB: 110 cm berenang, berayun.
Tubuhnya telah mampu
melakukan aktivitas fisik
yang lebih kompleks.
Sudah bisa diajari
mambaca kalimat dan
mengerjakan hitungan
matematika sederhana

G. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Penampilan : Klien tampak agak kusam.
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign:
TD : 120/80 mmHg RR: 25x/menit
Suhu : 37,4℃ Nadi: 110x/menit
BB : 18 kg TB: 110 cm
2) Kebersihan Anak
Klien kelihatan kusam karena sering bermain kesana kemari.
3) Suara Anak
Waktu Menangis Ketika klien mengangis terdengar suara yang kuat
4) Keadaan Gizi Anak
Keadaan gizi anak cukup baik ditandai dengan BB: 18 kg. (BB normal: 22
kg)
5) Aktivitas
Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah
posisi agar klien merasa nyaman.
6) Kepala dan Leher
Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat
menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan
kelenjar tyroid dan limfe.
7) Mata (Penglihatan)
Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi
penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada
peradangan dan pendarahan
8) Telinga (Pendengaran)
Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika
dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan
pendarahan
9) Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik tidak terdapat kotoran pada
hidung, tidak terdapat polip.
10) Mulut (Pengecapan)
Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan
baik, mukosa bibir kering
11) Dada (Pernafasan)
Bentuk dada simetris, tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak ada bunyi
tambahan dalam bernafas, dengan frekuensi nafas 25 x/menit.
12) Kulit
Terlihat sedikit kusam, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik
(dapat kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur
37,4 º C.
13) Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang
melekat pada kulit
14) Ekstremitas Atas dan Bawah
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan
bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra
karena terpasang infuse RL 20 tetes/menit.
15) Genetalia
Klien berjenis kelamin laki-laki dan tidak terpasang kateter.

H. Pola Makan dan Minum


Di rumah : Klien makan 3x sehari dengan menu sayur sop dan klien suka
minum air putih dan susu.
Di RS : Klien mendapatkan bubur ayam 3x sehari dan tidak bisa
menghabiskannya, klien minum hanya ½ gelas dari 1 gelas.

I. Pola Eliminasi
Di rumah : Klien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat dan bau khas feses,
BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak
Di RS : Klien BAB 1x dalam 2 hari dengan konsistensi padat dan berbau khas
feses. Dan klien BAK 2-3x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak.

J. Terapi Yang Didapatkan di RS


1) Terapi obat Psikotimulan
2) Terapi obat Non Stimulan ( Anti depresi, Anti psikotik )
Analisis Data

Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Gangguan Risiko Cedera
- Ibu mengatakan neurotransmiter
bahwa energy (dopamin)
anaknya seperti tiada ↓
habisnya dan agresif. Gangguan
- Ibu mengatakan perkembangan di otak
anaknya sering ↓
terjatuh karena sering Hiperaktivitas
berlarian tanpa ↓
tujuan. Tidak bisa dinasehati,
- Ibu klien mengatakan tidak mau mendengarkan
anaknya tidak bisa ↓
duduk tenang. Ia Membangkan,
sangat bawel, sulit menentang, cenderung
berkonsentrasi, berperilaku destruktif
agresif, suka ↓
mendominasi Resiko Cedera
pergaulan, berlarian
ke sana-kemari dan
sering mengganggu
teman-temannya.
DO:
- Anak sering kali
terlihat berlarian dan
ditemukan banyak
luka atau parut bekas
terjatuh

2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas ditandai dengan anak tidak
bisa duduk tenang. Ia sangat bawel, sulit berkonsentrasi, agresif, suka
mendominasi pergaulan, berlarian ke sana-kemari dan sering mengganggu
teman-temannya, ibu klien mengatakan bahwa energy anaknya seperti tiada
habisnya dan agresif

3. Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Keselamatan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 Lingkungan (I.14513)
hiperaktivitas ditandai jam, tingkat cedera menurun Observasi
dengan anak tidak bisa dengan kriteria hasil: - Monitor perubahan status
duduk tenang. Ia sangat 1) Toleransi aktivitas keselamatan lingkungan
bawel, sulit meningkat Terapeutik
berkonsentrasi, agresif, 2) Kejadian cedera - Bantu pasien dan anggota
suka mendominasi menurun keluarga mengidentifikasi
pergaulan, berlarian ke 3) Perdarahan situasi dan bahaya yang dapat
sana-kemari dan sering menuirun mengakibatkan kecelakaan
mengganggu teman- Edukasi
temannya, ibu klien - Anjurkan pasien dan keluarga
mengatakan bahwa untuk mengadakan perbaikan
energy anaknya seperti dan menghilangkan
tiada habisnya dan kemungkinan keamanan dari
agresif bahaya.
- Beri dorongan kepada orang
dewasa untuk mendiskusikan
peraturan keamanan
- Rujuk pasien ke sumber-sumber
komunitas yang lebih tepat

4. Implementasi Keperawatan
No. Dx Hari/Pukul Implementasi Respon Paraf/Nama
Terang
D.0136 Sabtu, 2 Januari Membantu pasien dan DS : Ibu klien
2022/11.00 anggota keluarga mengatakan
WITA mengidentifikasi mengerti penjelasan
situasi dan bahaya perawat
yang dapat DO: Klien dan
mengakibatkan keluarga tampak
kecelakaan kooperatif
Sabtu, 2 Januari Menganjurkan pasien DS: -
2022/11.20 dan keluarga untuk DO: Klien dan
WITA mengadakan perbaikan keluarga kooperatif.
dan menghilangkan
kemungkinan
keamanan dari bahaya
Sabtu, 2 Januari Anjurkan pasien dan DS : Ibu klien
2022/12.30 keluarga untuk mengatakan
WITA mengadakan perbaikan mengerti penjelasan
dan menghilangkan perawat
kemungkinan DO: Klien dan
keamanan dari bahaya. keluarga tampak
kooperatif, namun
klien tetap berlari-
lari
Sabtu, 2 Januari Beri dorongan kepada DS : Ibu klien
2022/14.30 orang dewasa untuk mengatakan
WITA mendiskusikan mengerti penjelasan
peraturan keamanan perawat
DO: Klien dan
keluarga tampak
kooperatif, namun
klien tetap tidak bisa
tenang

5. Evaluasi Keperawatan

No. Dx Hari/Pukul Respon Paraf/Nama Terang


D.0136 Minggu, 3 Januari S: Orang tua
2022/09.00 mengatakan
sudah mengerti
akan pemahaman
keamanan
terhadap anaknya
agar tidak cedera.
O: Hiperaktivitas
klien sedikit
berkurang.
A: Masalah
teratasi sebagian
P: Lanjutkan
intervensi

Anda mungkin juga menyukai