Anda di halaman 1dari 88

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN


KHUSUS ( RETARDASI MENTAL, AUTISME DAN ADHD)

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Gulam Ahmad, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:

KELOMPOK 7

Adinda Yassinta Mauludya ( C1AA21006)

Khoirina Azka Putri (C1AA21060)

Mutiara Dewi Safitri (C1AA21090)

Reza indrawan (C1AA21117)

Siti Hana Mariam ( C1AA21156)

Sehan Aditya Daffa (C1AA21141)

Wafa Nurfauziah Gunawan ( C1AA21171)

3-C

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada Kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah Kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul " Asuhan keperawatan pada anak dengan

berkebutahn khusus ( retardasi mental, autisme dan adhd) " dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak
II. Selain itu, Kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami
selaku mahasiswa dan para pembaca. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Gulam Ahmad, S.Kp., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Anak II.

Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 22 Oktober 2023

Penulis

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang selalu menunjukkan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.Keterbatasan yang dimiliki
anak berkebutuhan khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya.
Lingkungan yang tepat untuk anak-anak serta pola asuh yang sesuai dengan
kondisi mereka. Banyak orang tua yang hanya berpikir agar anak-anaknya
cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan sehariharinya. Sehingga para
orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan pendidikan, serta
potensi yang mungkin bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik yang ada.
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM)
adalah suatu keadaan di mana keadaan dengan Intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah Intelegensi yang terbelakang. Retardasi
mental disebut juga oligofrenia (oligo kurang atau sedikit dan, fren jiwa) atau
tunamental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang
berada di bawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan
untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif.
Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi
beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui
pengalamannya. Anak-anak autis biasanya kurang dapat merasakan kontak
sosial. Anak cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang.
Orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat
berinteraksi dan berkomunikasi (Yuwono, 2012).
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian secara umum disebut
sebagai anak hiperaktif. Secara medis, gangguan ini dinamakan attention

1
deficit hyperactivity disorder (ADHD). Anak-anak yang memiliki gangguan
ini sulit untuk berkonsentrasi pada satu hal dan cenderung tidak bisa duduk
diam. Mereka bertindak secara impulsif, yakni melakukan hal sesuai dengan
keinginannya tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan. Hal tersebut bisa
menjadi masalah serius, apabila anak-anak melakukan hal yang berbahaya dan
melukai diri mereka sendiri. Beberapa anak dengan gangguan ini juga
kesulitan membuat hubungan pertemanan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, Rumusan Masalah Pada Makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Dasar Retardasi Mental dan Asuhan Keperawatan
Pada Anak dengan Gangguan Retardasi Mental ?
2. Bagaimana Konsep Dasar Autisme dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Gangguan Autisme ?
3. Bagaimana Konsep Dasar ADHD dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Gangguan ADHD ?
3. Tujuan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah Ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar Retardasi Mental dan
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Retardasi Mental
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar Autisme dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Autisme
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar ADHD dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan ADHD

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR RETARDASI MENTAL
1. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan
întelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak
lahir atau masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi
yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo:
kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tunamental (W.F. Maramis,
2005-386)
Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada
fungsi intelek, kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang
secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada
dalam tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami
hambatan dalam penyesuaian diri.
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental
(RM) adalah suatu keadaan di mana keadaan dengan Intelegensia yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak

3
masa anak- anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah Intelegensi yang
terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo kurang
atau sedikit dan, fren jiwa) atau tunamental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata dan
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
atau berperilaku adaptif.
Retardasi mental sebenarnya bukan suatu penyakit walaupun
retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak
yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektualitas dan
fungsi adaptif Retardasi mental ini dapat terjadi dengan atau tap
gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya.
2. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya retardasi mental pada seseorang:
1. Akibat Infeksi dan/atan Intoksikasi.
Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, cedera hipoksia
(kekurangan oksigen), cedera pada bagian kepala yang cukup
berat, infeksi sitomegalovirus bawaan, ensefalitis, toksoplasmosis
kongenitalis, listeriosis, infeksi HIV, karena serum, obat atau zat
toksik lainnya.
2. Akibat Rudapaksa dan atau Sebab Fisik Lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan retardasi mental, pemakaian alkohol,
kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil, keracunan
metilmerkuri, keracunan timah hitam juga dapat mengakibatkan
retardasi mental.
3. Akibat Gangguan Metabolisme,

4
Pertumbuhan atau Gizi. Semua retardasi mental yang langsung
disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan
metabolisme lemak, karbohidrat dan protein), sindrom Reye,
dehidrasi hipernatremik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia
(diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik), pertumbuhan
atau gizi termasuk dalam kelompok ini hal-hal seperti
kwashiorkor, marasmus, malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi
mental.
4. Akibat Kelainan pada Kromosom
Kelainan ini bisa diartikan dengan kesalahan pada jumlah
kromosom (Sindrom Down), defek pada kromosom (sindrom X
yang rapuh, sindrom Angelman, sindrom Prader-Willi), dan
translokasi kromosom.
5. Akibat Kelainan Genetik dan Kelainan Metabolik
Diturunkan Seperti galaktosemia, penyakit Tay-Sachs,
fenilketonuria, sindrom Hunter, sindrom Hurler, sindrom
Sanfilippo, leukodistrofi metakromatik adrenoleukodistrofi,
sindrom Lesch-Nyhan, sindrom Rett, sklerosi tuberose.
6. Akibat Penyakit Otak yang Nyata (Postnatal)
peradangan) Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat
neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi
sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,
proliferatif, sklerotik atau reparatif.
7. Akibat Penyakit/Pengaruh Pranatal yang Tidak Jelas
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak
diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek
kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
8. Akibat Prematuritas dan Kehamilan Wanita di atas 40 Tahun

5
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan
keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500
gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu. Serta
berhubungan pula dengan kehamilan anak pertama pada wanita
adolesen dan di atas 40 tahun.
9. Akibat Gangguan Jiwa Berat
Untuk membuat diagnosis ini harus jelas telah terjadi gangguan
jiwa yang berat itu, dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
10. Akibat Deprivasi Psikososial dan Lingkungan
Retardasi Mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor biomedik
maupun sosiobudaya seperti kemiskinan, status ekonomi rendah,
sindrom deprivasi. Contohnya gangguan gizi yang tergolong berat
dan berlangsung lama di bawah dan sebelum umur 4 tahun sangat
mempengaruhiperkembangan otak dan dapat mengakibatkan
retardasi mental.
11. Faktor sebelum Lahir
Faktor ini antara lain:
 Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang
mengandung menderita sakit atau mengalami kecelakaan
(jatuh), dan ibu yang sudah menopause (mati-haid) atau
berumur 40-an.
 Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka, serta keracunan
sewaktubayi berada dalam kandungan.
 Terjadi intoxication (intoksikasi atau keracunan) oleh janin,
dikarenakan ibu sedang mengandung muda, meminum obat-
obat penenang yang beracun, antara lain obat malidomide dan
obat kontraseptif anti-hamil yang sangat kuat mengandung
racun bagi janin (teratogenic).
 Ketidaksesuaian dalam susunan darah Rh-nya antara ibu dan
janinnya. Namun, pencacaran, perawatan yang baik sebelum

6
kelahiran da transfusi darah begitu bayi lahir, dapat mencegah
kecacatan.

12. Faktor ketika Lahir


Banyak risikonya saat ibu melahirkan anaknya. Risiko tersebut
dapat mengenai ibu maupun bayinya sendiri.Tekanan-tekanan
tersebut dapat menyebabkan pendarahan pada bagian dalam kepala
si bayi.
Tekanan tersebut dapat disebabkan oleh:
 Kelahiran dengan bantuan tang (fangverlossing) yang sulit.
Bayi yang lahir dengan cara tersebut sebagian mengalami
retardasi mental
 Asphixia, yaitu lahir tanpa napas, bayi seolah-olah tercekik.
Disebabkan adanya lendir dalam alat pernapasan bayi, atau
ada cairan di dalam paru-parunya, dapat pula disebabkan oleh
karena sang ibu mendapat anestesi (zat pembius terlalu
banyak).
 Prematurity, bayi yang dilahirkan sebelum waktunya sering
pertumbuhan jasmani dan jiwanya mengalami
retardasi(perlambatan).
 Primogeniture, yaitu kelahiran pertama yang memungkinkan
bayi menderita defek mental. Salah satu penyebab defek
mental adalah sang ibu mendapat sinar radium atau sinar-X
terlalu banyak sehingga bayi yang dikandung menderita
hiper-radiasi dan kelak bisa mengalami Amentia.
13. Faktor sesudah Bayi Lahir
Gangguan-gangguan dan kecelakaan-kecelakaan tersebut
terutama sekali sering terjadi pada tahun-tahun pertama. Adapun
sebab-sebabnya antara lain:

7
 Pengalaman-pengalaman traumatik (luka-luka), yaitu luka
pada kepala atau di kepala bagian dalam, karena si anak
pernah jatuh, terpukul, terbentur benda keras, atau juga
pernah pingsan lama.
 Keracunan timah, karena si anak mengunyah atau mengisap
benda-benda bercat yang catnya mengandung timah.
 Kejang atau Stuip, disebabkan karena anak menderita sakit
dan panas badannya tinggi sekali. Atau menderita epilepsi
(penyakit ayan) terutama sekali bila kejang ayan seringkali
menyerang bayi atau anak.
 Infeksi pada otak (encephalitis) atau pada selaput otak
(meningitis) oleh penyakit-penyakit cerebral meningitis,
gabak (mazelen campak), difteri, radang telinga yang
mengandung nanah.
 Faktor psikologis, yaitu kurangnya pemberian rangsangan
atau dorongan mental pada anak, pembedaan dalam
pengasuhan, kurang mendapat perhatian, perlakuan yang
kejam terhadap orang sekitar.

3. Klasifikasi
Retardasi Mental dibagi menjadi dua golongan yaitu berdasarkan
mental dan berdasarkan secara klinis.
1. Berdasarkan mental
a. Retardasi Mental Ringan
IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85% dari orang yang
terkena retardasi mental. Pada umumnya anak-anak dengan
retardasi mental ringan ini tidak dapat dikenali sampai anak
tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua di sekolah.
b. Retardasi Mental Sedang
IQ sekitar 35-40 sampai 50-55

8
c. Retardasi Mental Berat
IQ sekitar 20-25 sampai 35-40
d. Retardasi Mental Sangat Berat
1Q di bawah 20 atau 25
2. Berdasarkan klinis
a. Idiocy (idiot)
IQ-nya kurang dari 25, karena cacat jasmani dan rohaninya
begitu berat, pada umumnya mereka tidak mampu menjaga diri
sendiri. Intelegensinya tidak bisa berkembang, tidak bisa
mengerti dan tidak bisa diajari apa-apa. Idiocy ini terbagi atas:
 Idiocy Pardhal atau Incomplete (tidak total)
Beberapa dari mereka mempunyai fisik yang berbeda atau
aneh dan sering sakit-sakitan. Adakalanya dibarengi
dengan paralyze atau kelumpuhan total dan paresis atau
kelumpuhan sebagian pada anggota badannya. Di antara
mereka ini ada yang sangat rakus sekali dan tidak dapat
membedakan rasa apa-apa, sehingga mereka memakan apa
saja yang ada dalam jangkauannya. Sering defensiasi atau
perbedaan kelamin lelakidengan kelamin perempuannya
tidak jelas.
 Idiocy Komplet (mutlak, absolut)
Tidak mempunyai kemampuan jiwa dan unsur
intelegensinya seperti anak umur 2,5 tahun. Tidak bisa
berbicara dan tidak bisa membedakan nalurinya. Ada
gerakan-gerakan muskuler otot, tetapi tanpa koordinasi.
Sama sekali tidak mempuny ata intersse terhadap
lingkungannya. Tidak dapat dilatih sesuatu p tidak bisa
menolong diri sendiri. Kebanyakan dari mereka hanya pun
telentang saja di tempat tidur, tidur melingkar di pojok

9
seperti dalam keadaan antenatal. Banyak dari idiocy ini
mati sanga muda.
b. Imbecillity (imbesil)
Memiliki 1Q 25-49. Seperti kanak-kanak yang berumur 3-
tahun. Ukuran tinggi dan bobot badannya kurang, sering
badannya cacat atau mengalami anomali (kelainan). Gerakan-
gerakannya tidak stabil dan lamban. Ekspresi mukanya kosong
dan tampak dungu. Kurang mempunyai daya tahan terhadap
penyakit, perkembang jasmaninya sangat lamban dan kurang
sambutannya jika diajak berbicara. Pada umumnya mereka
masih bisa mengerjakan tugas yang sederhana di bawah
pengawasan. Anak-anak imbesil juga banyak yang mati muda.
c. Debil
Mempunyai IQ 50-70. Seperti anak umur 7-16 tahun. Gejala
lemah ingatan sudah tampak sebelum tahun-tahun masa sekolah
Tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol diri,
mengadakan koordinasi dan adaptasi yang wajar. Pada penderita
memerlukan perlindungan khusus dalam masyarakat, karena
mereka kurang nalar dan kurang pikiran untuk bisa mengatur
dan mengurus dirinya sendiri.
Menurut pembagian secara klinis, ada 2 macam tipe debil:
 Tipe Stabil
Berpembawaan tenang, mempunyai minat terhadap
lingkungannya serta rajin. Mentalnya seimbang, bertingkah laku
baik serta tidak menimbulkan banyak kesulitan bagi orang lain.
 Tipe Instabil

Sangat ribut, kurang pengontrolan diri, selalu gelisah dan selalu


bergerak aktif dan tanpa koordinasi.

4. Manifestasi Klinis

10
Manifestasi klinis retardasi mental antara lain:
 Gangguan kognitif (pola, proses pikir)
 Lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa
 Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
 Lingkar kepala di atas atau di bawah normal (kadang-kadang
lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal)
 Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
 Kemungkinan tonus otot abnormal (lebih sering tonus otot
lemah)
 Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
 Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar
5. Patofisiologi

11
6. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya retardasi mental di antaranya:
1. Genetik: kelainan biologis yang memungkinkan terjadinya
retardasi mental seperti sindrom Down, sindrom Fragile-X
2. Sosioekonomik: pendidikan orang tua yang rendah ditambah
dengan buruknya nutrisi atau kemiskinan yang dapat berisiko
menyebabkan retardasi mental
3. Pengaruh lingkungan
4. Kelainan metabolic
5. Penyalahgunaan zat pada ibu
6. Trauma atau penyakit (illness)
7. Idiopatik, kurang lebih 40%.
8. Infeksi maternal seperti infeksi Rubela, Cytomegalovirus,
sifilis genital
7. Karakteristik
Bahwa orang yang menderita retardasi mental adalah orang yang:
a. Tingkat kecerdasannya berada di bawah rata-rata anak normal.
b. Disertai dengan adanya kesulitan dalam menyesuaikan diri
dalam bertingkah laku atau beradaptasi.
c. Terjadi pada masa perkembangan.
8. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R. (2002) komplikasi retardasi mental adalah:
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi/hiperaktif 5. Defisit komunikasi
5. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan,
kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan)
9. Pemeriksaan penunjang

12
a. Uji intelegensi standar (Stanford Binet, Weschler, Bayley Scales
of Infant Development)
b. Uji perkembangan seperti DDST II
c. Pengukuran fungsi adaptif (Vineland Adaptive Behavior Scales,
Woodcock-Johnson Scales of Independent Behavior. School
Edition of Adaptive Behavior Scales)
10. Penatalaksanaan
 Medis
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan
 Obat-obat psikotropika (tioridazin, mellari untuk remaja
dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri.
 Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-
tanda gangguan konsentrasi/gangguan hiperaktif
 Antidepresan (imipramine, totranil).
 Karbamazepin (tegrevetol) dan propranolol (inderal).
 Non medis
1. Terapi baca
Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah anak
tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang pada anak
menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan
orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk memberikan
edukasi secara dini kepada pasien.
2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untuk memilih
kebutuhanyang sesuai dengan minatnya)
Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien
menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.
3. Terapi perilaku
Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang
si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games, cara
pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini

13
bertujuan untuk mengubah perilaku yang cenderung
agresif dan menciptakan self injury.
4. Terapi bicara
Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik,
karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat
dalam mengucapkan sebuah kata-kata.
5. Terapi sosialisasi
Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang
lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain
atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi,
melakukan interaksi secara verbal sehingga di sini akan
menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh
lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap
survive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
6. Terapi bermain
Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesuatu hal
berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini
bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di
bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses
berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga di sini
pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah konstruksi
bangunan, kemudian dapat meningkatkan imajinasi dengan
cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal
yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreativitas,
yaitu dengan cara meningkatkan dan mengolah kreativitas
pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang berbeda-
beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam
jenis permainan atau hasil karya yang ditemui.
7. Terapi menulis

14
Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses
berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk
menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata.
Tujuan dari pada terapi ini adalah untuk melemaskan otot
atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh
pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi
respons atau stimulus yang berada di sampingnya.
8. Terapi okupasi
Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian
saraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan tangan,
kaki dan daerah tubuh lainnya Terapi ini dilakukan pada
saat pasien berusia muda, karena pada masa muda sendi-
sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat
menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang diberikan.
9. Terapi Musik
Ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat
mendengarkan dan memaknai sebuah alunan musik. Terapi
ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien
akan stimulus suara yang didengarkannya.
11. Pencegahan
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan Retardasi
Mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan
pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental
dapat dlakukan dengan:
a. pendidikan kesehatan pada Masyarakat
b. perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
c. konseling genetik,
d. Tindakan kedokteran, antara lain:

15
✓ perawatan prenatal dengan baik,
✓ pertolongan persalinan yang baik, dan
✓ pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu
tua.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak
dan gangguan lainnya.
12. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan gangguan Retardasi
Mental
a) Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai
kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan
keterampilan adaptif, komunikasi, perawatan diri, interaksi
sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan
diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, pembentukan keterampilan rekreasi dan
ketenangan dan bekerja
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien menunjukkan gangguan kognitif (pola,
proses pikir), lambatnya keterampilan ekspresi
dan resepsi bahasa, gagal melewati tahap
perkembangan yang utama, lingkar kepala di
atas atau di bawah normal (kadang-kadang lebih
besar atau lebih kecil dari ukuran normal).
lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal
(lebih sering tonus otot. lemah), ciri-ciri

16
dismorfik, dan terlambatnya perkembangan
motoris halus dan kasar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami
penyakit kromosom (trisomi 21 (sindrom
Down), sindrom Fragile X, gangguan sindrom
(distrofi otot Duchene), neurofibromatosis (tipe
1), gangguan metabolisme sejak lahir
(fenilketonuria), abrupsio plasenta, diabetes
maternal, kelahiran prematur, kondisi neonatal
termasuk meningitis dan perdarahan
intracraneal, cedera kepala, infeksi, gangguan
degeneratif.
c. Riwayat Kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah
mengalami penyakit yang serupa atau penyakit
yang dapat memicu terjadinya retardasi mental,
terutama dari ibu tersebut.
2) Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Mikro makrosepali, plagiosepali (hentuk
kepala tidak simetris)
 Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tidak ada,
halus, mudah putus dan cepat berubah
 Mata : Mikroftalmia, juling, nystagmus
 Hidung : punggung hidung mendatar. ukuran kecil,
cuping melengkung ke atas,
 Mulut : Bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas,
langit-langit
 Gigi : Odontogenesis yang tidak normal
 Telinga : Keduanya terletak rendah

17
 Muka : Panjang filter yang bertambah, hipoplasia
 Leher : Pendek: tidak mempunyai kemampuan
gerak sempurna
 Tangan : Jari pendek dan tegap atau panjang kecil
meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil
 Dada & Abdomen : Terdapat beberapa puting,
buncit
 Genetalia : Mikropenis, testis tidak turun
 Kaki : Jari kaki saling tumpang tindih, panjang &
tegap/panjang kecil meruncing di ujungnya, lebar,
besar, gemuk

b) Diagnose keperawatan
1) Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)
2) Gangguan Interaksi Social (D.0118)
3) Risiko Cedera (D.0136)
4) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
5) Gangguan Komuikasi Verbal (D.0119)
6) Gangguan Proses Keluarga (D.0120)

18
c) Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Kriteria dan Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Tumbuh Status Perkembangan Perawatan perkembangan
Kembang (D.0106) (L. 10101) (I.10339)

Setelah dilakukan Tindakan


Observasi
2X24 jam Diharapkan status
 Identifikasi pencapaian
perkembangan membaik
tugas perkembangan
dengan kriteria hasil: anak
 Identifikasi isyarat
perilaku dan fisiologis
1. Keterampilan/perilaku yang ditunjukkan bayi
(mis: lapar, tidak
sesuai usia meningkat
nyaman)
2. Kemampuan
Terapeutik
melakukan perawatan
 Pertahankan sentuhan
diri meningkat seminimal mungkin
pada bayi premature

19
 Berikan sentuhan yang
bersifat gentle dan tidak
ragu-ragu
 Minimalkan nyeri
 Minimalkan kebisingan
ruangan
 Pertahankan lingkungan
yang mendukung
perkembangan optimal
 Motivasi anak berinteraksi
dengan anak lain
 Sediakan aktivitas yang
memotivasi anak
berinteraksi dengan
anak lainnya
 Fasilitasi anak berbagi dan
bergantian/bergilir
 Dukung anak
mengekspresikan diri
melalui penghargaan
positif atau umpan balik
atas usahanya
 Pertahankan kenyamanan
anak
 Fasilitasi anak melatih
keterampilan
pemenuhan kebutuhan
secara mandiri (mis:
makan, sikat gigi, cuci

20
tangan, memakai baju)
 Bernyanyi Bersama anak
lagu-lagu yang disukai
 Bacakan cerita atau
dongeng
 Dukung partisipasi anak
di sekolah,
ekstrakulikuler dan
aktivitas komunitas
Edukasi

 Jelaskan orang tua


dan/atau pengasuh
tentang milestone
perkembangan anak
dan perilaku anak
 Anjurkan orang tua
menyentuh dan
menggendong bayinya
 Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
 Ajarkan anak
keterampilan
berinteraksi
 Ajarkan anak teknik
asertif

21
Kolaborasi

 Rujuk untuk konseling,


jika perlu

2. Gangguan Interaksi Social Interaksi Social (L.13115) Promosi Sosialisasi (I.13498)


(D.0118)
Setelah dilakukan Tindakan
Observasi
2X24 jam Diharapkan
 Identifikasi kemampuan
sinteraksi social meningkat
melakukan interaksi
dengan kriteria hasil: dengan orang lain
 Identifikasi hambatan
1. Perasaan nyaman
melakukan interaksi
dengan situasi sosial dengan orang lain
meningkat Terapeutik
2. Perasaan mudah  Motivasi meningkatkan
menerima atau keterlibatan dalam
suatu hubungan
mengkomunikasikan  Motivasi kesabaran dalam
perasaan meningkat mengembangkan suatu
hubungan
3. Responsif pada orang  Motivasi berpartisipasi
lain meningkat dalam aktivitas baru
dan kegiatan kelompok
4. Minat melakukan  Motivasi berinteraksi di

22
kontak emosi luar lingkungan (mis:
jalan-jalan, ke toko
meningkat
buku)
5. Minat melakukan  Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
kontak fisik
berkomunikasi dengan
meningkat orang lain
 Diskusikan perencanaan
kegiatan di masa depan
 Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
 Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan
Edukasi

 Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap
 Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
 Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
 Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan

23
menghormati hak orang
lain
 Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis: kacamata
dan alat bantu dengar)
 Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
 Latih bermain peran untuk
meningkatkan
keterampilan
komunikasi
 Latih mengekspresikan
marah dengan tepat

3. Risiko Cedera (D.0136) Manajemen Keselamatan


Lingkungan ((I.14513)

Observasi

 Identifikasi
kebutuhan
keselamatan (mis:
kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan Riwayat
perilaku)
 Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan

24
Terapeutik

 Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis: fisik, biologi,
kimia), jika
memungkinkan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
 Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
(mis: commode chair
dan pegangan tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik, rel
samping, pintu
terkunci, pagar)
 Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah
komunitas (mis:
puskesmas, polisi,
damkar)
 Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
 Lakukan program skrining
bahaya lingkungan
(mis: timbal)

25
Edukasi

 Ajarkan individu,
keluarga, dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan

4. Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi (I.06171)


(D.0054)
Observasi

 Identifikasi adanya nyeri


atau keluhan fisik
lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah
sebelum memulai
ambulasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan
ambulasi
Terapeutik

 Fasilitasiaktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis: tongkat,

26
kruk)
 Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

5. Gangguan Komuikasi Promosi Komunikasi Defisit


Verbal (D.0119) Bicara (I.13492)

27
Observasi

 Monitor kecepatan,
tekanan, kuantitias,
volume, dan diksi
bicara
 Monitor progress kognitif,
anatomis, dan fisiologis
yang berkaitan dengan
bicara (mis: memori,
pendengaran, dan
Bahasa)
 Monitor frustasi, marah,
depresi, atau hal lain
yang mengganggu
bicara
 Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik

 Gunakan metode
komunikasi alternatif
(mis: menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,

28
isyarat tangan, dan
komputer)
 Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukkan
satu gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambal
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien)
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
 Ulangi apa yang
disampaikan pasien
 Berikan dukungan
psikologis
 Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi

29
 Anjurkan berbicara
perlahan
 Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi

 Rujuk ke ahli patologi


bicara atau terapis

6. Gangguan Proses Keluarga Dukungan Koping Keluarga


(D.0120) (I.09260)

Observasi

 Identifikasi respons
emosional terhadap
kondisi saat ini
 Identifikasi beban
prognosis secara
psikologis
 Identifikasi pemahaman
tentang keputusan
perawatan setelah
pulang

30
 Identifikasikesesuaian
antara harapan pasien,
keluarga, dan tenaga
kesehatan
Terapeutik

 Dengarkan masalah,
perasaan, dan
pertanyaan keluarga
 Terima nilai-nilai
keluarga dengan cara
yang tidak menghakimi
 Diskusikan rencana medis
dan perawatan
 Fasilitasi pengungkapan
perasaan antara pasien
dan keluarga atau antar
anggota keluarga
 Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencanakan
perawatan jangka
Panjang, jika perlu
 Fasilitasi anggota
keluarga dalam
mengidentifikasi dan
menyelesaikan konflik
nilai
 Fasilitasi pemenuhan

31
kebutuhan dasar
keluarga (mis: tempat
tinggal, makanan,
pakaian)
 Fasilitasi anggota
keluarga melalui proses
kematian dan berduka,
jika perlu
 Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, dan
peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan
keputusan perawatan
pasien
 Bersikap sebagai
pengganti keluarga
untuk menenangkan
pasien dan/atau jika
keluarga tidak dapat
memberikan perawatan
 Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang digunakan
 Berikan kesempatan
berkunjung bagi
anggota keluarga

32
Edukasi

 Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
 Informasikan fasilitas
perawatan Kesehatan
yang tersedia
Kolaborasi

 Rujuk untuk terapi


keluarga, jika perlu

33
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana tindakan
tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan dan hasil yang di harapakan
e) Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap


evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif
dan data objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan
sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan
masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai
kembali.

34
B. KONSEP DASAR AUTISME
1. Definisi
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan
kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak
terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996: 305). Autisme infantil
adalah gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan nonverbal,
aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi
sebelum usia 30 bulan (Behrman, 1999: 120).
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang
melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi
(umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan
bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif (Sacharin, R, M, 1996:
305). Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif
(DSM IV. Sadock dan Sadock, 2000)
Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme sulit
bertingkah laku seperti anak-anak lainnya. Bila anak- anak lain
menganggap senyuman seseorang adalah tanda keramah tamahan,
anak dengan gangguan ini belum tentu berpikiran demikian.
Umumnya, anak-anak yang memiliki gangguan spektrum autisme
mengalami kesulitan memahami emosi apa yang terlihat dan seperti
apa orang lain berpikir. Mereka mungkin bertindak dengan cara yang
tidak biasa, dan akan sulit untuk memahami mengapa mereka
melakukannya. Seorang anak dengan gangguan spektrum autisme
mungkin memiliki tanda-tanda sebagai berikut.
a. Mengalami kesulitan belajar arti kata
b. Melakukan hal yang sama berulang-ulang.
c. Menggerakkan anggota tubuhnya dengan cara yang tidak
biasa.

35
d. Mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan (misalnya memilih makanan baru, mainan baru,
atau berada di tempat baru).

2. Eiologi
Gangguan spektrum autisme disebabkan oleh kombinasi
makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat
beracun. Dua hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada usus besar
yang menyebabkan masalah dalam tingkah laku dan fisik. Secara lebih
terperinci, penyebab gangguan spektrum autisme adalah sebagai
berikut.
a. Faktor keturunan/genetik. Menurut penelitian 80% penderita
gangguan spektrum autisme adalah kembar monozigot dan
20% lainnya untuk kembar dizigot. Faktor ini terutama terjadi
pada keluarga anak austik (mengalami abnormalitas kognitif
dan kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau
fragile)
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cedera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif
retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor
psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur
cerebellum, lesi hipocampus otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi
dan gangguan sensoris serta kejang epilepsi.
f. Faktor lingkungan, terutama sikap orangtua dan kepribadian
anak.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemui pada penderita autisme:

36
1. Penarikan diri. Kemampuan komunikasi verbal (berbicara) dan
nonverbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli
karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta
kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual
kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan
ketidakmampuan berteman. Dalam tes nonverbal yang memiliki
kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak autis
mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang
dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain
sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat
yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap
pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat
dewasa di mana anak tercengang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap ( tidak menyukai perubahan), anak
menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat
diramalkan.
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan
benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran
dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respons
terhadap nyeri dan kurangnya respons terkejut terhadap suara keras
yang mendadak menunjukkan menurunnya sensitivitas pada
rangsangan lain.

37
8. Keterbatasan kognitif. pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak
pada emosional.
9. Menunjukkan ecolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara
tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronominal, berpuisi yang
tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk
menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur
yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam
retardasi secara fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakkan tangan dan
mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan
berjingkat-jingkat.
Ciri yang khas pada anak autis:
a. Defisit keteraturan
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berpikir (defisit pemahaman yang dirasakan
ataudipikirkan orang lain).
Menurut Baron dan Kohen 2002 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak
fleksibel dan tidak imajinatif.
4. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima
impluslistrik (dendrite). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang
berwarna kelabu (korteks). Akson di bungkus selaput bernama myelin
terletak dubagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu
sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga
sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pmbentukan sel saraf

38
berhenti dan di mulai pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir,
terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson,dendrite dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth
factor Sn proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas,
pembentukan akson, dendrite dan sinaps sangat tergantung pada
stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar
menunjukan pertambahan akson, dendrite dan sinaps, sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel.
berkurangnya akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis,
keracuanan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan gangguan proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. pada pemeriksaan
darah bayi bayi yang baru lahir diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu dari berlebihnya neurotropin dan neuroptida
otak yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk
mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan,
dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting
bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan nerukomia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autis
terjadi kondisi growth without guidance, dimana bagian bagian otak
tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian
otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua
penelitian melaporkan berkurangnya sel purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autism. Berkurangnya sel purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal

39
atau sebaliknya. Pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophiv factor
menyebabkan mematial sel purkinye.
Gangguan padal sel purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan factor genetic,ganggual sel
purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan. Degenerasi skunder terjadi bila sel purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan
kerusakan sel purkinye. Kerusakan terjadi jika dalama masa kehamilan
inu minum alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami naktivitas selama melakukan gerak motoric, belajar
sensori-motor, atensi. proses mengingat, serta kegiatan Bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebakan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overseletivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
Factor lingkungan menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat
besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam
folat. Adapun hal merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alcohol, keracunan timah hitam. aluminium serta
metilmerkuri infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan dan
radiasi.

40
5. Klasifikasi
1. Jenis persepsi
Autisme persepsi melupakan autisme yang timbul sebelum
lahir dengan gejala adanya rangsangan dari luar, baik kecil
maupun kuat dapat menimbulkan kecemasan.
2. Jenis reaksi
Autisme reaktif yaitu dengan gejala penderita membuat
gerakan- gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang disertai
kejang dan dapat diamati pada usia 6-7 tahun, memiliki sifat
rapuh, mudah terpengaruh oleh dunia luar.

41
3. Jenis autisme yang timbul kemudian
Jenis ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami
kesulitan dalam mengubah perilakunya karena sudah melekat
atau ditambah adanya pengalaman yang baru.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapa
adanya telah menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan
perkembangan. Bila te tes secara behavioral maupun komunikasi tidak
dapat mendeteksi autisme, maka beberapa instrumen screening yang
saat ini berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosis autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS)
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric
Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Als menggunakan skala hingga 15: anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh,
adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal.
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan
untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon
Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare
Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang
digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan
anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi..
7. Penatalaksanaan Medis

42
Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not
curable) namun bisa diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang
terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun ada gejala-gejala yang
dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya
dapat berbaur dengan anak-anak lain secara normal. Beberapa terapi
yang harus dijalankan antara lain:
1) Terapi Medikamentosa
Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan
memperbaiki komunikasi, memperbaiki respons terhadap
lingkungan,menghilangkan perilaku aneh serta diulang-
ulang. Obat-obat yang ada di Indonesia adalah dari jenis
antidepresan selective serotonin reuptake nhibitor (SSRI)
dan benzodiazepin, seperti fluoxetine prozac, sertralin
zoloft, dan risperidone rispedal.
2) Terapi Biomedis
Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh
melalui diet dan pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan
berdasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh, seperti
gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan
keracunan logam berat.
3) Terapi wicara
Umumnya, terapi ini menjadi keharusan bagi anak autis
karena mereka mengalami keterlambatan bicara dan
kesulitan berbahasa. Psikoterapi menggunakan teknik
bermain kreatif verbal dan nonverbal yang memungkinkan
orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak autisme dan
mengenal kondisi anak secara mendetail guna membantu
proses penyembuhan anak.
4) Psikoterapi

43
Terapi khusus bagi anak autisme yang dalam
pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif dari orang
tua. Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif
verbal dan nonverbal yang memungkinkan orang tua lebih
mendekatkan diri kepada anak autisme dan mengenal
kondisi anak secara mendetail guna membantu proses
penyembuhan anak..
5) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan membantu anak autisme yang
mempunyai perkembangan motorik kurang baik, antara
lain gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Terapi
okupasi akan menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan
keterampilan otot halus anak.
6) Terapi Musik
Terapi musik untuk anak-anak autisme ialah penggunaan
bunyi dan musik dalam memunculkan hubungan antara
penderita dengan individulain, sekaligus terapi untuk
mendukung serta menguatkan secara fisik yang mental,
sosial dan emosional. Penggunaan bunyi dan musik dapa
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bermain musik
bersama dengan improvisasi bebas. Hal ini sangat cocok
untuk anak-anak autisme notabene sulit dalam
berkomunikasi. Melalui musik, anak-anak autisme dapat
mengungkapkan perasaan mereka dengan segala cara, baik
menggunakan anggota tubuh, suara, maupun alat musik
yang disediakan.
7) Peran orang tua
Banyak peran yang bisa dan harus dilakukan orang tua
anak autis Pertama, memastikan diagnosis, sekaligus
mengetahui ada-tidaknya gangguan lain pada anak untuk

44
ikut diobati. Carilah dokter yang dapat memahami penyakit
anak dan jangan fanatik pada satu dokter karena tidak
selamanya seorang dokter benar secara mutlak. Hal yang
juga sangat membantu orang tua adalah bertemu dan
berbicara dengan sesama orang tua anak autis. Usahakan
bergabung dalam parents support group. Selain untuk
berbagi rasa, juga untuk berbagi pengalaman, informasi,
dan pengetahuan.
8. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan gangguan Autisme

a) Pengkajian
 Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur,jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, jam masuk RS, diagnostik pasien, dan identitas
penanggung jawab.

1) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.

 Riwayat Kesehatan Saat Ini


Perlu ditanyakan pada keluarga mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut. Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan
berbahasa keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan Bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dengan
waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati
menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu seprti kertas, gambar, kartu
atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapihan harus

45
menempatkan barang tertentunpada tempatnya. Menggigit, menjilat, atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,menutup
telinga. Didaptakna IQ dibawa 70 dari 70 % penderita, dan dibawah 50 dari
50 %. Namun sekitar 5 % anak autism mempunyai IQ diatas 100.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Prenatal
 Ibu merokok : (Ya/Tidak)
 Ibu minum-minuman keras : (Ya/Tidak)
2) Intra Natal
 Lama Persalinan
 Saat Persalinan
 Komplikasi Persalinan
 Terapi yang diberikan
 Cara melahirkan
 Tempat Melahirkan
3) Post Natal
 Kebutuhan resusitasi
 Apgar skor
2) Penyakit Yang Pernah Diderita
Tanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
penyakit yang diderita oleh klien

3) Imunisasi
Tanyakan pada keluarga pasien apakah pasien sudah
mendapatkan imunisasi wajib

4) Riwayat Pertumbuhan
Tanyakan pada keluarga pasien bagimana pertumbuhan dari
pasien apakah ada gangguan atau tidak

46
5) Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan
perkembangan pada pasien sebelum di rawat inap

6) Riwayat Sosial
Bagaimana riwayat sosial pasien kepada keluarga maupun
orang-orang yang berada di lingkungan sekitarny

7) Riwayat Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta
apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan
atau memiliki penyakit keturunan dari keluarga pasien

8) Pola Kesehatan
a. Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang
menyebabkan anak absent dari sekolah, kebiasaan merokok
orang tua,praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar
popok),praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga,
menyimpan obat-obatan.

b. Nutrisi (Makanan dan Cairan)


Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian
ASI/PASI, jumlah minum, kekuatan menghisap, jumlah
makanan dan kudapan, jenis dan jumlah (makanan dan
minuman) adakah tambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir
atau 24 jam terakhir,porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB
lahir dan BB saat ini serta status nutrisi orang tua, apakah ada
masalah atau tidak

c. Aktivitas

47
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan
atau kurang keinginan untuk beraktifitas.

d. Tidur dan Istirahat


Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah
waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang
tidur,lingkungan tidur,tingkat kesegaran). Data pemeriksaan
fisik (lesu, kantung mata,keadaan umum, mengantuk).

e. Eliminasi
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan,kebiasaan,ada darah
atau tidak), mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola
eliminasi urine (frekuensi ganti popok basah perhari, kekuatan
keluarnya urine,bau,warna)

f. Pola Hubungan
Kaji struktur keluarga,masalah/stressor keluarga, interaksi
antara anggota keluarga,respon anak/ bayi terhadap perpisahan,,
pola bermain anak apakah ketergantungan, dan penyusuaian
ketika berada

g. Koping
Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat
stress dan toleransinya, serta kaji cara penanganan masalah

h. Kognitif dan Persepsi


Kaji pasien mengenai gambaran tentang indra khusus
(penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba),
penggunaan alat bantu indra, persepsi ketidaknyamanan nyeri
(pengkajian nyeri secara komprehensif), keyakinan budaya
terhadap nyeri, tingkat pengetahuan terhadap nyeri dan
pengetahuan untuk mengontrol dan mengatasi nyeri, data

48
pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)

i. Konsep Diri
Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial, identitas personal: penjelasan
tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang
disukai dan tidak), harga diri: perasaan mengenai diri sendiri,
ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran), riwayat
berhubungan dengan masalah fisik dan ataupun psikologi, data
pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
tidak mau berinteraksi)

j. Seksual
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku
seksualitas yang aman,pelukan,sentuhan, dll),pengetahuan yang
berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi, efek terhadap
kesehatan, riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik
dana tau psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU,
genetalia, payudara, rectum)

k. Nilai
Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan
prilaku, komitmen, keyakinan akan kesehatan serta keyakinan
agam

9) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Kesadaran, postur tubuh gemuk
b. Tanda-Tanda Vital: TD, N, RR, S
c. Ukuran Anthropometri : TB,BB mengalami peningkatan,
LK, LiLa

49
d. Kulit : Kaji kebersihan, turgor, lesi,kelainan
e. Kepala : Kaji bentuk,lesi,kebersihan,edema
f. Mata :Kaji konjungtiva, sclera,kelainan mata
g. Telinga : Kaji fungsi pendengaran,kelainan,kebersihan
h. Hidung : Kaji kebersihan,kelainan
i. Mulut : Kaji kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
j. Leher : Kaji apakah ada pembesaran kelenjar
k. Dada : Kaji paru dan jantung dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi
l. Abdomen : Kaji abdomen dengan inspeksi,palpasi, perkusi
dan auskultasi
m. Genetalia : Kaji kebersihan,kateter, kelainan
n. Ekstremitas: Kaji adanya edema, infuse/transfuse,
kontraktor, kelinan
b) Diagnosa Keperawatan
1) Gangguam komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler (D.0119)
2) Gangguan interaksi social berhubungan dengan hambatan
perkembangan (D.0118)
3) Gangguan persepsi dan sensori berhubungan dengan gangguan
pengelihatan dan pendengaran (D.0085)
4) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pertumbuhan fisik
terganggu (D.0106)

50
c) Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Gangguam komunikasi ( L.13118) Komunikasi Verbal (I.13492) Promosi Komunikasi : Defisit
verbal berhubungan Setelah dilakukan Tindakan 2X24 Bicara
dengan gangguan jam Diharapkan komunikasi verbal Obervasi
neuromuskuler dengan kriteria hasil:  Monitor kecepatan, tekanan,
(D.0119) 1. Kemampuan berbicara cukup kuantitas, volume, dan diksi bicara
meningkat
 Monitor proses kognitif, anatomis,
2. Kemampuan mendengar dan fisologis yang berkaitan dengan
cukup meningkat bicara (mis. memori, pendengaran,
dan bahasa)
3. Kesesuaian ekspresi wajah
/tubuh cukup meningkat  Identifikasi perilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
4. Kontak mata cukup
meningkat Terapeutik

51
5. Respon perilaku cukup  Gunakan metode komunikasi
membaik alternative (mis. Menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan
6. Pemahaman komunikasi
gambar huruf iisyarat tangan dan
cukup membaik
komputer)

 Modifikasi lingkungan untuk


meminimalkan bantuan

 Ulangi apa yang disampaikan pasien

 Berikan dukungan psikologis

Edukasi
 Anjurkan pasien berbicara perlahan

 Ajarkan pasien dan keluarga proses


kognitif,anatomis,dan fisilogis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara

Kolaborasi

52
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis

2. Gangguan interaksi (L.13115) Interaksi Sosial (L.113484) Modifikasi Perilaku


social berhubungan Setelah dilakukan tindakan 2X24jam Keterampilan Social
dengan hambatan diharapkan interaksi sosial Obervasi
perkembangan meningkat dengan kriteria hasil:  identifikasi penyebab kurangnya
(D.0118) 1. perasaan nyaman dengan keterampilan Social
situasi social cukup
 identifikasi focus pelatihan
meningkat
keterampilan social
2. Perasaan mudah menerima
Terapeutik
atau mengkomunikasikan
 motivasi untuk berlatih keterampilan
perasaan cukup meningkat
social
3. responsif pada orang lain
 beri umpan balik positif (mis.pujian
cukup meningkat
atau penghargaan) terhadap
4. perasaan tertarik pada orang kemampuan sosialisasi
lain meningkat
 libatkan keluarga selama latihan
5. minat melakukan kontak

53
emosi cukup meningkat keterampilan social

6. kooperatif dalam bermain Edukasi


dengan teman sebaya cukup  jelaskan respons dan konsekuensi
meningkat keterampilan social

 anjurkan mengevaluasi pencapaian


setiap interaksi

 edukasi keluarga untuk dukungan


ketrampilan social

 latih ketrampilan social secara


bertahap

3. Gangguan persepsi dan (L.09083) Presepsi Sensori (I.09288) Manajemen halusinasi


sensori berhubungan Setelah dilakukan tindakan 2X24jam Obervasi
dengan gangguan diharapkan presepsi sensori dengan  Monitor perilaku yang mengindikasi
pengelihatan dan kriteria hasil: halusinasi
pendengaran (D.0085) 1. Verbalisasi mendengarkan
 Monitor dan sesuaikan tingkat
bisikan cukup meningkat
aktivitas dalam stimulasi lingkungan
2. Veralisasi melihat bayangan

54
cukup meningkat  Monitor isi halusinasi (mis.kekerasan
atau membahayakan diri)
3. Distorsi sensori cukup
eningkat Terapeutik
 Pertahankan lingkungan yang aman
4. Perilaku halusinasi sedang
 Lakukan tindakan keselamatan ketika
5. Respon sesuai stimulus
dapat mengontrol perilaku (mis.limit
cukup membaik
setting, pembatasan wilayah,
pengekangan fisik)

 Hindari perdebatan tentang validitas


halusinasi

Edukasi
 Anjurkan memonitor halusinasi

 Anjurkan bicara pada orang yang


percaya untuk memberi dukungan dan
umpan balik korektif terhadap
halusinasi)

 Ajarkan pasien dan keluarga cara

55
mengontrol halusinasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan ansietas.

4. Gangguan tumbuh ( L.10101) Status Perkembangan (I.10339) Perawatan Perkembangan


kembang berhubungan Setelah dilakukan Tindakan 2X24 Observasi
dengan pertumbuhan jam Diharapkan status  identifikasi pencapian tugas
fisik terganggu perkembangan membaik dengan perkembangan anak
(D.0106) kriteria hasil:
 identifikasi isyarat perilaku dan
1. ketrampilan/prilaku sesuai
fisiologis yang ditunjukan bayi (mis.
usia cukup meningkat
Lapar, tidak nyaman)
2. kemampuan melakukan
Terapeutik
perawatan diri cukup
 pertahankan lingkungan yang
meningkat
mendukung perkembangan optimal
3. respon social cukup
 pertahankan sentuhan seminimal
meningkat
mungkin pada bayi premature
4. kemarahan menurun
 fasilitasi anak melatih keterampilan

56
5. regresi menurun afek pemenuhan kebutuhan secara mandiri
membaik (mis. Makan, sikat gigi,cuci tangan,
memakai baju)
6. pola tidur membaik
 motivasi anak berinteraksi dengan
orang lain

Edukasi
 jelaskan orang tua/pengasuh tentang
meilestone perkembangan anak dan
perilaku anak

 anjurkan orang tua berinteraksi


dengan anaknya

 ajarkan keterampilan berinteraksi

 ajarkan anak asertif

Kolaborasi
 rujukan untuk konseling

57
d) Implementasi

Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter implementasi merupakan


pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ditemukan, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik
dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat
bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis.

Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.


Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah,
dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana
bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi
keperawatan

e) Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, untuk mengatasi suatu masalah
yang diharapi klien.

C. KONSEP DASAR ADHD

A. PENGERTIAN

ADHD adalah istilah popular, kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
(Attention Hiperactivity perhatian, Deficit berkurang hiperaktif dan Disorder = gangguan).

58
Diartikan dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif adalah gangguan


perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas
anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. ADHD sekitar tiga kali lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

ADHD, juga dikenal sebagai gangguan perhatian defisit (ADD) atau gangguan
hyperkinetic, telah ada lebih lama daripada kebanyakan orang sadari. Bahkan, kondisi yang
muncul untuk menjadi serupa dengan ADHD digambarkan oleh Hippocrates, yang tinggal 460-
370 SM. Nama Perhatian Defisit Disorder pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 di DSM-
III, edisi ketiga dari "Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders". digunakan dalam
psikiatri. Pada tahun 1994 definisi telah diubah untuk memasukkan tiga kelompok dalam
ADHD: jenis dominan hiperaktif- impulsif, tipe didominasi inatentif, dan jenis gabungan. ADHD
biasanya muncul pada masa kanak-kanak tetapi dapat didiagnosis pada orang dewasa.

Hyperactive adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak
mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak
hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau
mainan yang disukai oleh anak-anak lain sesuai mereka, dikarenakan perhatian mereka sudah
beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Hyperactive adalah gangguan perilaku yang timbul
pada anak dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam, inattentive atau tidak dapat
memusatkan perhatian dan perilaku impulsif. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM) definisi gangguan telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai
dengan perubahan konsep tentang penyakit tersebut, dan sampai saat ini konsep yang tepat untuk
kondisi ini masih tetap menjadi perdebatan.

B. KARAKTERISTIK ADHD

Anak dengan ADGD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Tipe ADHD gabungan

59
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-
anak termasuk tipe ini. Anak dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut: kurang mampu
memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya mudah
terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan impulsif.

Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk 'perhatian', ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk
hiperaktivitas impulsivitas.

Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai
adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut:

a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.

b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua tempat yang berbeda.

c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.

d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri.

2. Tipe ADHD kurang memerhatikan

Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk perhatian' dan mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami
sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa hiperaktivitas/impulsivitas. Hal ini merupakan
salah satu alasan mengapa dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis dengan
garis ADHD. Dalam tipe ini, anak sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif
atau impuisif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan pada anak
perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada "di
awang-awang. Tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi karena perhatiannya terus
berpindah-pindah, pelupa dan kacau.

3. Tipe ADHD hiperaktif dan impulsif

Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar pada bagian
hiperaktif impulsivitas. Tipe ADHD kurang memerhatikan' ini mengacu pada anak-anak yang
mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor

60
perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali menyendiri secara sosial.
Anak-anak pada tipe ini menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa
memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-anak kecil. Anak dalam tipe ini
memiliki ciri-ciri berikut ini: terlalu energik, lari ke sana kemari, melompat seenaknya,
memanjat-manjat, banyak bicara, berisik.

C. Kriteria ADHD dari DSM IV ( 1994)

Berikut ini kriteria ADHD berdasarkan Diagnostic Statistical Manual.

1. Kurang Perhatian

a. Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail

b. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau


kegiatan bermain.

e. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara langsung

d. Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan
sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja.

e. Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.

f. Sering kali kehilangan barang/benda yang penting untuk tugas-tugas dan kegiatan.

g. Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
membutuhkan usaha mental yang didukung.

h. Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar.

i. Seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

2. Hiperaktivitas Impulsivitas.

Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsivitas berikutnya
bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak
dengan tingkat perkembangan.

Hiperaktivitas.

61
a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering menggeliat di kursi.

b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas

e. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat.

d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara
tenang.

e. Sering 'bergerak’ atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor.

f. Sering berbicara berlebihan.

Impulsivitas

a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.

b. Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.

c. Mereka sering menginterupsi orang lain.

3. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsivitas atau kurang perhatian yang menyebabkan


gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.

4. Ada sesuatu di dua atau lebih setting/situasi.

5. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosial, akademik, atau
pekerjaan.

6. Gejala-gejala tidak terjadi selamanya berlaku PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik
lainnya dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.

C. ETIOLOGI

Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat mengenai asal-usul, gambaran-gambaran,


bahkan mengenai realitas daripada gangguan ini. masih berbeda-beda serta dipertentangkan satu
sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin timbul akibat
dari:

1. Gangguan neurofisiologi susunan saraf pusat


62
Insiden hiperaktif yang tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah
prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep,
toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan persalinan normal.

2. Faktor genetik

Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak
hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya
hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan
ekstra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibandingkan
kembar 2 telur.

3. Racun/toksik

Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk
membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah dalam serum darah anak
meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga
dapat melahirkan calon anak hiperaktif.

4. Faktor kultural dan psikososial

• Pemanjaan

Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk
makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya
sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.

• Kurang disiplin dalam pengawasan

Anak kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang
dibatasi kurang dibatasi.

• Kesenangan

Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri
hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

5. Faktor neurotransmitter
63
Sampai saat ini dari beberapa hasil penelitian belum dapat dipastikan bahwa ADHD
secara primer disebabkan oleh gangguan pada neurokimiawi dalam otak, perubahan
neurotransmitter dan interaksinya timbul sebagai akibat perubahan tingkah laku. Namun, dari
hasil beberapa penelitian genetika molekuler terakhir didapatkan gen untuk reseptor dopamine
D4 (DRD 4) pada reseptor di celah pascasinaptik yang menimbulkan aktivasi dopamine.

D.MANIFESTASI KLINIS

Menurut Towsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada anak
dengan ADHD antara lain:

1. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya menggeliat-geliat

2. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan 3. Mudah bingung oleh dorongan-
dorongan tunggal

4. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau keadaan di dalam
suatu kelompok

5. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan

terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan

6. Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain.

7. Mengalami kesulitan untuk memperhatikan tugas-tuga atau aktivitas-aktivitas bermain

8. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya

9. Sering berbicara secara berlebihan

10. Sering menyela atau mengganggu orang lain

11. Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang

dikatakan padanya

12. Aktivitas fisik yang berlebihan

13. Aktivitas yang kurang bertujuan

14. Perhatian terhadap sesuatu yang pendek


64
15. Toleransi rendah

16. Labil dan mudah terangsang

E. PATOFISIOLOGI

Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat


impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak dapat bukti yang meyakinkan karena sesuatu mekanisme
patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak peria yang hiperaktif, yang berusia antara 6-9
tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik
terhadap pengobatan-pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah di
dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum pengobatan dilaksanakan, elektrosefalografi,
potensial-potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini
mempunyai skor untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian
mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, Maka
angka-angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh
para guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang baik.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada kasus hiperaktif ini tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan
diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang memiliki hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang- gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologis
atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG
yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak tersebut.

Selain itu ada instrumen Skala Penilaian Anak Hiperaktif (SPPAHI) untuk deteksi
ADHD pada anak berusia 6-13 tahun, yang dapat dipakai oleh orang tua, guru, dan dokter. Jika
fasilitas tersedia, sebelum dan sesudah pemberian terapi dilakukan pemeriksaan Cognitive
Related Potensial (ERP), Matching Familiar Test, dan Continuous Performance Test untuk
menilai kemampuan memusatkan perhatian dan tingkat kewaspadaan.

65
Menurut Doengoes et al. (2007) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain:

1. pemeriksaan tiroid dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang


memperberat masalah.

2. Tes neurologis (misalnya EEG, CT Sean) menentukan adanya gangguan otak organis.

3. Tes psikologis

Sesuai indikasi menyingkirkan adanya gangguan asietas, mengidentifikasi bawaan,


retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji reponsivitas social.

H. Penatalaksanaan Medis

Rencana pengobatan pada anak dengan gangguan ini terdiri atas penggunaan
psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua
mungkin mengutarakan kekhawatiran tentang penggunaan obat. Risiko dan keuntungan obat
harus dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik, dan gangguan sosial yang terus
menerus karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Rating Scale Conners dapat digunakan
sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektivitas dari pengobatan.

Psikostimulan metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Benzedrine), dan


Dekstroamfetamin sulfat (Dexedrine) dapat memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak
dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak dan sebagian orang dewasa yang
menderita gangguan ini.

Pada penatalaksanaan medis lebih difokuskan untuk penenang system neurologinya agar
bisa mengendalikan keaktifan dari anak tersebut. Pada penatalaksanaan medis diberikan berbagai
macam obat seperti :

1. Metilfedinat

Dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia masing- masing anak akan tetapi
berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis. Pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat
makan pagi serta makan siang. Jika tidak ada respons yang diberikan maka dosis dinaikkan

66
dengan 2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak dengan usia 8-9 tahun dosis yang
efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lanjut akan memerlukan dosis
sampai 40 mg/jam.

2. Magnesium pemolin

Dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikkan
dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan
keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi
hati, kegugupan serta kejutan otot yang meningkat.

3. Fenotiazin

Dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek samping:
perasaan mengantuk, iritabilitas serta dystonia.

4. Concerta

Indikasi

ADHD yang bekerja selama 12 jam dengan dosis 1 x I di pagi hari Kandungan:
metilfedinat HCL 18 mg, 36 mg, dosis max 1 hari 1 x 45 mg.

5. Prohiper 10

Kandungan: metilfedinat HCL 10 mg, 30 mg, 40 mg.

Dosis: tab dewasa sehari 2-3 tab

Anak-anak <6 thn: 2 x 5 mg

Dewasa 20-30 mg

Persediaan tablet

6. Ritalin/Ritalin SR/Ritalin LA

Kandungan metifenidat HCL 10 mg, 30 mg, 40 mg Dosis: tab dewasa sehari 2-3 tab

67
Anak-anak <6 thn, Awal 2x 1/2 tab dengan peningkatan ½-1 tab per minggu max
sehari 6 tab. Efek samping, secara umum efek samping dari pemakaian obat- obatan
tersebut di atas adalah anoreksia dan penurunan berat badan, nyeri perut bagian atas serta
sukar tidur, anak akan mudah menangis serta pela terhadap celaan ataupun hukuman,
detak jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian
maka pengurangan dosis atau penghentian penggunaan obat-obatan perlu dihentikan.

I. Penanganan

 Terapi Perilaku (Behavioral Therapy)

Anak dengan ADHD mungkin menunjukkan reaksi berlebihan terhadap situasi


tertentu. Anak mungkin juga menunjukkan perilaku lebih agresif dibandingkan
dengan teman-temannya. Pada kasus ini, terapi perilaku membantu anak untuk lebih
bisa mengontrol perilaku dan mengendalikan tindakan mereka. Dan perilaku
menyasar perubahan cara berpikir serta perilaku anak.

 Terapi Kognitif (Cognitive Therapy)

Terapi perilaku kognitif ditujukan untuk membantu seseorang mengendalikan


pikiran dan emosi yang akan mewujud pada perilaku yang lebih positif. Terapi ini
akan melatih anak dengan ADHD untuk berpikir terlebih dahulu sebelum
bertindak. Terapi kognitif sering digunakan bersama dengan terapi perilaku.

 Terapi membaca (Literary Therapy)

Terapi membaca juga merupakan salah satu pilihan pengobatan untuk ADHD.
Terapi ini menggunakan buku, artikel dan bahan bacaan lain untuk membantu pasien
mengatasi gejala ADHD. Terapi membaca ditujukan membuat seseorang memahami
masalah yang dihadapinya secara mendalam dengan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya perihal masalah tersebut. Membaca juga membantu pasien
untuk memfokuskan seluruh energi pada kegiatan tertentu dalam waktu lama yang
bermanfaat untuk menyalurkan energi secara konstruktif.

 Terapi Bicara

68
Melalui terapi bicara, orang tua didorong untuk selalu berkomunikasi dengan
anak serta membicarakan apa yang dirasakan anak. Terapi bicara didasarkan pada
prinsip bahwa ADHD dapat disembuhkan, jika anggota keluarga menunjukkan
dukungan, cinta dan perhatian dengan memberikan waktu untuk mendengarkan anak

J. Terapi bermain untuk ADHD

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan terapi bermain bagi
anak ADHD adalah:

1. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalahsensitivitas mereka
terhadap perubahan sehingga kita harusmembantu menciptakan sesuatu yang rutin
untuk mereka.

2. Permainan yang digunakan harus dipecah pecah menjadi komponen- komponen


kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama.

3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap pertama, dengan satu anak satu terapis
dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam
permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah
memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar.

4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi
tunggal. Mengingat bahwa gangguannya bergantian dengan sirkuit di dalam otak,
maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain,
yaitu terapi farmakologi.

5. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk
berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan
untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku.

6. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditunjukkan untuk


meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan
menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat.

Contoh terapi bermain

69
1. Pelampung, anak ADHD memiliki banyak energi yang perlu di salurkan lewat
aktivitas fisik. Olahraga seperti berenang bisa jadi salah satu cara.

2. Mencocokkan balon yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat sehingga


membangkitkan kepercayaan diri anak ADHD yang bermasalah dalam menyelesaikan
tugas yang perlu waktu lama.

3. Krayon besar, memberi kesempatan anak ADHD melakukan sesuatu tanpa ada
yang mengatakan benar-salah.

K. KOMPLIKASI

1) Diagnosis sekunder sampai gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.

2) Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengejakan


aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)

3) Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif

dan kata-kata yang diungkapkan)

L. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention

Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain:

1) Pengkajian riwayat penyakit

a) Apakah anak mengalami berat badan lahir rendah (BBLR), anoksia, asphyxia,
dan lain- lain.

b) Adakah faktor genetik yang diduga sebagai penyebab dari gangguan ini.

c) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami


masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak
berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.

70
d) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau
bahkan perilaku yang membahayakan di rumah. Berada diluar kendali dan
mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku anak.

e) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan


anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil.

2) Penampilan Umum Dan Perilku Motorik

a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.

b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.

c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan


suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.

d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik


yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat Tingkat
perkembangannya

3) Mood dan Afek

a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.

b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.

c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.

d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan


dan kemarahan.

71
4) Proses dan isi pikir Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit
untuk mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan

5) Sensorium dan Proses Intelektual

a) Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.

b) Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi


tergangguan secara nyata.

c) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3
menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.

d) Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya
tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak
dapat berhenti memikirkan sesuati.

e) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas.

6) Penilaian dan Daya Tilik Diri

a) Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk


dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak.

b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif,


seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.

c) Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil.

d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika


dibandingkan dengan anak seusianya.

e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama
sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.

72
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.

7) Konsep Diri

a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.

b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman,
dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya
merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.

c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh

8) Peran dan Hubungan

a) Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial.

b) Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan


perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.

c) Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.

d) Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan


yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik,
bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.

e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.

f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh
atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang meningkatkan penolakan anak.

73
9) Pertimbangan Fisiologi dan Perawatan Diri

Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan
waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan.
Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang
terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada
riwayat cedera fisik

10) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan


hiperaktif mencakup :

a) Rambut yang halus

b) Telinga yang salah bentuk

c) Lipatan-lipatan epikantus

d) Langit-langit yang melengkung tinggi serta

e) Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja

f) Terdapatgangguankeseimbangan,astereognosis, disdiadokhokinesis serta

permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.

11) Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis


gangguan hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat
membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada
anak.

Alat-alat berikut ini dapat mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.

a) Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)

74
b) Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention.
Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)

c) Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering


digunakan, sering terlihat kesulitan meniru rancangan.

75
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Hambatan perkembangan (D.0118)

2. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian
hiperaktivitas (D.0122)

3. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif (D.0136)

4. Risiko gangguan perkembangan berhubungan dengan ketidakmampuan belajar/Kelainan genetik kongenital


(D.0107)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Gangguan interaksi sosial Interaksi Sosial (L.13155) Promosi sosialisasi (I.13498)


berhubungan dengan Hambatan
Setelah dilakukan asuhan Observasi
perkembangan (D.0118)
keperawatan selama 2x24 jam di
 Identifikasi kemampuan
harapkan interaksi sosial
melakukan interaksi dengan
membaik dengan Kriteria hasil :
orang lain
1. Perasaan nyaman dengan
 Identifikasi hambatan
situasi sosial meningkat
melakukan interaksi dengan
2. Perasaan mudah

76
menerima/komunikasikan orang lain
perasaan meningkat
Terapeutik
3. Responsi pada orang lain
 Motivasi meningkatkan
meningkat
keterlibatan dalam suatu
4. Perasaan tertarik pada hubungan
orang lain meningkat
 Motivasi berpartisipasi
5. Minat melakukan kontak dalam aktivitas baru dan
emosi meningkat kegiatan kelompok

 Motivasi berinteraksi diluar


lingkungan (mis.jalan jaln)

 Berikan umpan balik positif


dalam perawatan diri

Edukasi

 Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap

 Anjurkan ikut serta kegiatan


sosial dan kemasyarakatan

77
 Latih bermain peran untuk
meningkatan keterampilan
komunikasi

2. Kesiapan peningkatan menjadi Peran menjadi orang tua Promosi antisipasi keluarga
orang tua berhubungan dengan (L.13120) (I.1246)
anak dengan gangguan
Setelah dilakukan asuhan Observasi
pemusatan perhatian
keperawaatan selama 2x24 jam
hiperaktivitas (D.0122)  Identifikasi kemampuan
diharapkan meningkat dengan
krisis situasi atau masalah
Kriteria Hasil :
perkembangan serta
1. Perilaku positif menjadi dampaknya pada kehidupan
orang tua (meningkat) pasien dan keluarga.

2. Memberi pengertian pada  Identifikasi metode


anak/ anggota keluarga pemecahan masalah yang
(meningkat) sering digunakan keluarga

3. Kebutuhan emosi Terapeutik


anak/anggota keluarga
 Fasilitasi dalam memutuskan
terpenuhi (meningkat)
strategi pemecahan masalah
4. Keinginan meningkatkan yang dihadapi keluarga
peran menjadi orang tua
 Libatkan seluruh anggota

78
keluarga dalam upaya
antisipasi masalah kesehatan

 Buat jadwal aktivitas


bersama keluarga terkait
masalah kesehatan yang
dihadapi

Edukasi

 Jelaskan perkembangan dan


perilaku yang normal kepada
keluarga

Kolaborasi

 Kerjasama dengan tenaga


kesehatan terkain lainnya.

3. Risiko cedera berhubungan Tingkat Cedera (L.09094) Manajemen keselataman


dengan perubahan fungsi lingkungan (I.08237)
Setelah dilakukan asuhan
kognitif (D.0136)
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
diharapkan tingkat cedera
 Identifikasi kebutuhan
menurun denggan Kriteria hasil :
keselamatan (mis. Kondisi
1. Toleransi aktivitas

79
meningkat fisik)

2. Toleransi makanan  Monitor perubahan status


meningkat keselamatan lingkungan

3. Kejadian cedera menurun Terapeutik

4. Luka/lecet menurun  Hilangkan bahaya


keselamatan lingkungan
5. Ketegangan otot menurun
(mis. Fisik, biologis, dan
6. Fraktur menurun kimia)

7. Perdarahan menurun  Modifikasi lingkungan untuk


meminimalkan bahaya dan
8. Gangguan mobilitas
risiko
menurun
 Sediakan alat bantu
keamanan

Edukasi

 Ajarkan individu, keluarga


dan kelompok risiko bahaya
lingkungan

4. Risiko gangguan Status Perkembangan Promosi perkembangan anak


perkembangan berhubungan
80
dengan ketidakmampuan (L.10101) (I.10340)
belajar/Kelainan genetik
Setelah dilakukan asuhan Observasi
kongenital (D.0107)
keperawatan selama 2x24 jam
 Identifikasi kebutuhan
diharapkan status perkembangan
khusus anak dan
meningkat dengan kriteria Hasil :
kemampuan adaptasi anak
1. Keterampilan/perilaku
Terapeutik
sesuai usia (meningkat)
 Fasilitasi hubungan anak
2. Kemampuan melakukan
dengan teman sebaya
perawatan diri
(meningkat)  Dukung anak berinteraksi
dengan anak lain
3. Respon sosial
(meningkat)  Dukung anak
mengekspresikan perasaanya
secara positif

 Sediakan mainan mainan


berupa puzzle, maze

Edukasi

 Jelaskan nama-nama benda


objek yang ada dilingkungan

81
sekitar. Ajarkan sikap
kooperatif, bukan kompetisi
diantara anak

 Ajarkan anak cara meminta


bantuan dari anak lain.

Kolaborasi

 Rujuk untuk konseling, jika


perlu

82
IMPLEMENTASI KEPERWATAN

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling
ketergantungan/kolaborasi,dan tindakan rujukan/ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan

EVALUASI KEPERAWATAN

1. Kemampuan interaksi sosial

2. Proses pikir

3. Fokus terhadap sesuatu

4. Respon terhadap stimulus

5. Harapan peran orang tua

6. Mengungkapkan dengan kata sifat positif

7. Gaya hidup untuk mengurangi resiko

87
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan secara
menyeluruh yang mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi,
komunikasi, dan juga perilaku. Keterbelakangan mental adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang dibawah rata–rata disertai
dengan kekurangan kemampuannya untuk menyesuaikan diri (berprilaku adaptif)
B. Saran
Penyusun Berharap Para Pembaca Dapat Memahami Tentang Materi
Pengkajian Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Autisme, Retardasi Mental,
Hiperaktif)
Penyusun berharap dengan adanya penulisan makalah ini Petugas Pelayanan
kesehatan khususnya perawat dan petugas promsi kesehatan agar lebih dapat
memahami Pengkajian Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Autisme,
Retardasi Mental, Hiperaktif)

88
DAFTAR PUSTAKA
Priyani Dyna, & Cahyanti Yanti.2021. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Kebutuhan Khusus. Yogyakarta : Deepublish.
Suryani Eko & Ba'diah Atik.2018.Asuhan Keperawatan Anak Sehat Dan Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Silaahi Bernita.2021. Keperawatan Anak. Medan : Uimpress

89

Anda mungkin juga menyukai