Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
3-C
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada Kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah Kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul " Asuhan keperawatan pada anak dengan
berkebutahn khusus ( retardasi mental, autisme dan adhd) " dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak
II. Selain itu, Kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami
selaku mahasiswa dan para pembaca. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Gulam Ahmad, S.Kp., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Anak II.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang selalu menunjukkan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.Keterbatasan yang dimiliki
anak berkebutuhan khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya.
Lingkungan yang tepat untuk anak-anak serta pola asuh yang sesuai dengan
kondisi mereka. Banyak orang tua yang hanya berpikir agar anak-anaknya
cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan sehariharinya. Sehingga para
orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan pendidikan, serta
potensi yang mungkin bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik yang ada.
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM)
adalah suatu keadaan di mana keadaan dengan Intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah Intelegensi yang terbelakang. Retardasi
mental disebut juga oligofrenia (oligo kurang atau sedikit dan, fren jiwa) atau
tunamental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang
berada di bawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan
untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif.
Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi
beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui
pengalamannya. Anak-anak autis biasanya kurang dapat merasakan kontak
sosial. Anak cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang.
Orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat
berinteraksi dan berkomunikasi (Yuwono, 2012).
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian secara umum disebut
sebagai anak hiperaktif. Secara medis, gangguan ini dinamakan attention
1
deficit hyperactivity disorder (ADHD). Anak-anak yang memiliki gangguan
ini sulit untuk berkonsentrasi pada satu hal dan cenderung tidak bisa duduk
diam. Mereka bertindak secara impulsif, yakni melakukan hal sesuai dengan
keinginannya tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan. Hal tersebut bisa
menjadi masalah serius, apabila anak-anak melakukan hal yang berbahaya dan
melukai diri mereka sendiri. Beberapa anak dengan gangguan ini juga
kesulitan membuat hubungan pertemanan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, Rumusan Masalah Pada Makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Dasar Retardasi Mental dan Asuhan Keperawatan
Pada Anak dengan Gangguan Retardasi Mental ?
2. Bagaimana Konsep Dasar Autisme dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Gangguan Autisme ?
3. Bagaimana Konsep Dasar ADHD dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Gangguan ADHD ?
3. Tujuan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah Ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar Retardasi Mental dan
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Retardasi Mental
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar Autisme dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Autisme
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Dasar ADHD dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan ADHD
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR RETARDASI MENTAL
1. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan
întelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak
lahir atau masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi
yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo:
kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tunamental (W.F. Maramis,
2005-386)
Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada
fungsi intelek, kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang
secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada
dalam tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami
hambatan dalam penyesuaian diri.
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental
(RM) adalah suatu keadaan di mana keadaan dengan Intelegensia yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak
3
masa anak- anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah Intelegensi yang
terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo kurang
atau sedikit dan, fren jiwa) atau tunamental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata dan
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
atau berperilaku adaptif.
Retardasi mental sebenarnya bukan suatu penyakit walaupun
retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak
yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektualitas dan
fungsi adaptif Retardasi mental ini dapat terjadi dengan atau tap
gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya.
2. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya retardasi mental pada seseorang:
1. Akibat Infeksi dan/atan Intoksikasi.
Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, cedera hipoksia
(kekurangan oksigen), cedera pada bagian kepala yang cukup
berat, infeksi sitomegalovirus bawaan, ensefalitis, toksoplasmosis
kongenitalis, listeriosis, infeksi HIV, karena serum, obat atau zat
toksik lainnya.
2. Akibat Rudapaksa dan atau Sebab Fisik Lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan retardasi mental, pemakaian alkohol,
kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil, keracunan
metilmerkuri, keracunan timah hitam juga dapat mengakibatkan
retardasi mental.
3. Akibat Gangguan Metabolisme,
4
Pertumbuhan atau Gizi. Semua retardasi mental yang langsung
disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan
metabolisme lemak, karbohidrat dan protein), sindrom Reye,
dehidrasi hipernatremik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia
(diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik), pertumbuhan
atau gizi termasuk dalam kelompok ini hal-hal seperti
kwashiorkor, marasmus, malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi
mental.
4. Akibat Kelainan pada Kromosom
Kelainan ini bisa diartikan dengan kesalahan pada jumlah
kromosom (Sindrom Down), defek pada kromosom (sindrom X
yang rapuh, sindrom Angelman, sindrom Prader-Willi), dan
translokasi kromosom.
5. Akibat Kelainan Genetik dan Kelainan Metabolik
Diturunkan Seperti galaktosemia, penyakit Tay-Sachs,
fenilketonuria, sindrom Hunter, sindrom Hurler, sindrom
Sanfilippo, leukodistrofi metakromatik adrenoleukodistrofi,
sindrom Lesch-Nyhan, sindrom Rett, sklerosi tuberose.
6. Akibat Penyakit Otak yang Nyata (Postnatal)
peradangan) Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat
neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi
sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,
proliferatif, sklerotik atau reparatif.
7. Akibat Penyakit/Pengaruh Pranatal yang Tidak Jelas
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak
diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek
kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
8. Akibat Prematuritas dan Kehamilan Wanita di atas 40 Tahun
5
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan
keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500
gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu. Serta
berhubungan pula dengan kehamilan anak pertama pada wanita
adolesen dan di atas 40 tahun.
9. Akibat Gangguan Jiwa Berat
Untuk membuat diagnosis ini harus jelas telah terjadi gangguan
jiwa yang berat itu, dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
10. Akibat Deprivasi Psikososial dan Lingkungan
Retardasi Mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor biomedik
maupun sosiobudaya seperti kemiskinan, status ekonomi rendah,
sindrom deprivasi. Contohnya gangguan gizi yang tergolong berat
dan berlangsung lama di bawah dan sebelum umur 4 tahun sangat
mempengaruhiperkembangan otak dan dapat mengakibatkan
retardasi mental.
11. Faktor sebelum Lahir
Faktor ini antara lain:
Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang
mengandung menderita sakit atau mengalami kecelakaan
(jatuh), dan ibu yang sudah menopause (mati-haid) atau
berumur 40-an.
Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka, serta keracunan
sewaktubayi berada dalam kandungan.
Terjadi intoxication (intoksikasi atau keracunan) oleh janin,
dikarenakan ibu sedang mengandung muda, meminum obat-
obat penenang yang beracun, antara lain obat malidomide dan
obat kontraseptif anti-hamil yang sangat kuat mengandung
racun bagi janin (teratogenic).
Ketidaksesuaian dalam susunan darah Rh-nya antara ibu dan
janinnya. Namun, pencacaran, perawatan yang baik sebelum
6
kelahiran da transfusi darah begitu bayi lahir, dapat mencegah
kecacatan.
7
Pengalaman-pengalaman traumatik (luka-luka), yaitu luka
pada kepala atau di kepala bagian dalam, karena si anak
pernah jatuh, terpukul, terbentur benda keras, atau juga
pernah pingsan lama.
Keracunan timah, karena si anak mengunyah atau mengisap
benda-benda bercat yang catnya mengandung timah.
Kejang atau Stuip, disebabkan karena anak menderita sakit
dan panas badannya tinggi sekali. Atau menderita epilepsi
(penyakit ayan) terutama sekali bila kejang ayan seringkali
menyerang bayi atau anak.
Infeksi pada otak (encephalitis) atau pada selaput otak
(meningitis) oleh penyakit-penyakit cerebral meningitis,
gabak (mazelen campak), difteri, radang telinga yang
mengandung nanah.
Faktor psikologis, yaitu kurangnya pemberian rangsangan
atau dorongan mental pada anak, pembedaan dalam
pengasuhan, kurang mendapat perhatian, perlakuan yang
kejam terhadap orang sekitar.
3. Klasifikasi
Retardasi Mental dibagi menjadi dua golongan yaitu berdasarkan
mental dan berdasarkan secara klinis.
1. Berdasarkan mental
a. Retardasi Mental Ringan
IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85% dari orang yang
terkena retardasi mental. Pada umumnya anak-anak dengan
retardasi mental ringan ini tidak dapat dikenali sampai anak
tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua di sekolah.
b. Retardasi Mental Sedang
IQ sekitar 35-40 sampai 50-55
8
c. Retardasi Mental Berat
IQ sekitar 20-25 sampai 35-40
d. Retardasi Mental Sangat Berat
1Q di bawah 20 atau 25
2. Berdasarkan klinis
a. Idiocy (idiot)
IQ-nya kurang dari 25, karena cacat jasmani dan rohaninya
begitu berat, pada umumnya mereka tidak mampu menjaga diri
sendiri. Intelegensinya tidak bisa berkembang, tidak bisa
mengerti dan tidak bisa diajari apa-apa. Idiocy ini terbagi atas:
Idiocy Pardhal atau Incomplete (tidak total)
Beberapa dari mereka mempunyai fisik yang berbeda atau
aneh dan sering sakit-sakitan. Adakalanya dibarengi
dengan paralyze atau kelumpuhan total dan paresis atau
kelumpuhan sebagian pada anggota badannya. Di antara
mereka ini ada yang sangat rakus sekali dan tidak dapat
membedakan rasa apa-apa, sehingga mereka memakan apa
saja yang ada dalam jangkauannya. Sering defensiasi atau
perbedaan kelamin lelakidengan kelamin perempuannya
tidak jelas.
Idiocy Komplet (mutlak, absolut)
Tidak mempunyai kemampuan jiwa dan unsur
intelegensinya seperti anak umur 2,5 tahun. Tidak bisa
berbicara dan tidak bisa membedakan nalurinya. Ada
gerakan-gerakan muskuler otot, tetapi tanpa koordinasi.
Sama sekali tidak mempuny ata intersse terhadap
lingkungannya. Tidak dapat dilatih sesuatu p tidak bisa
menolong diri sendiri. Kebanyakan dari mereka hanya pun
telentang saja di tempat tidur, tidur melingkar di pojok
9
seperti dalam keadaan antenatal. Banyak dari idiocy ini
mati sanga muda.
b. Imbecillity (imbesil)
Memiliki 1Q 25-49. Seperti kanak-kanak yang berumur 3-
tahun. Ukuran tinggi dan bobot badannya kurang, sering
badannya cacat atau mengalami anomali (kelainan). Gerakan-
gerakannya tidak stabil dan lamban. Ekspresi mukanya kosong
dan tampak dungu. Kurang mempunyai daya tahan terhadap
penyakit, perkembang jasmaninya sangat lamban dan kurang
sambutannya jika diajak berbicara. Pada umumnya mereka
masih bisa mengerjakan tugas yang sederhana di bawah
pengawasan. Anak-anak imbesil juga banyak yang mati muda.
c. Debil
Mempunyai IQ 50-70. Seperti anak umur 7-16 tahun. Gejala
lemah ingatan sudah tampak sebelum tahun-tahun masa sekolah
Tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol diri,
mengadakan koordinasi dan adaptasi yang wajar. Pada penderita
memerlukan perlindungan khusus dalam masyarakat, karena
mereka kurang nalar dan kurang pikiran untuk bisa mengatur
dan mengurus dirinya sendiri.
Menurut pembagian secara klinis, ada 2 macam tipe debil:
Tipe Stabil
Berpembawaan tenang, mempunyai minat terhadap
lingkungannya serta rajin. Mentalnya seimbang, bertingkah laku
baik serta tidak menimbulkan banyak kesulitan bagi orang lain.
Tipe Instabil
4. Manifestasi Klinis
10
Manifestasi klinis retardasi mental antara lain:
Gangguan kognitif (pola, proses pikir)
Lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa
Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
Lingkar kepala di atas atau di bawah normal (kadang-kadang
lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal)
Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
Kemungkinan tonus otot abnormal (lebih sering tonus otot
lemah)
Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar
5. Patofisiologi
11
6. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya retardasi mental di antaranya:
1. Genetik: kelainan biologis yang memungkinkan terjadinya
retardasi mental seperti sindrom Down, sindrom Fragile-X
2. Sosioekonomik: pendidikan orang tua yang rendah ditambah
dengan buruknya nutrisi atau kemiskinan yang dapat berisiko
menyebabkan retardasi mental
3. Pengaruh lingkungan
4. Kelainan metabolic
5. Penyalahgunaan zat pada ibu
6. Trauma atau penyakit (illness)
7. Idiopatik, kurang lebih 40%.
8. Infeksi maternal seperti infeksi Rubela, Cytomegalovirus,
sifilis genital
7. Karakteristik
Bahwa orang yang menderita retardasi mental adalah orang yang:
a. Tingkat kecerdasannya berada di bawah rata-rata anak normal.
b. Disertai dengan adanya kesulitan dalam menyesuaikan diri
dalam bertingkah laku atau beradaptasi.
c. Terjadi pada masa perkembangan.
8. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R. (2002) komplikasi retardasi mental adalah:
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi/hiperaktif 5. Defisit komunikasi
5. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan,
kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan)
9. Pemeriksaan penunjang
12
a. Uji intelegensi standar (Stanford Binet, Weschler, Bayley Scales
of Infant Development)
b. Uji perkembangan seperti DDST II
c. Pengukuran fungsi adaptif (Vineland Adaptive Behavior Scales,
Woodcock-Johnson Scales of Independent Behavior. School
Edition of Adaptive Behavior Scales)
10. Penatalaksanaan
Medis
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan
Obat-obat psikotropika (tioridazin, mellari untuk remaja
dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri.
Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-
tanda gangguan konsentrasi/gangguan hiperaktif
Antidepresan (imipramine, totranil).
Karbamazepin (tegrevetol) dan propranolol (inderal).
Non medis
1. Terapi baca
Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah anak
tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang pada anak
menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan
orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk memberikan
edukasi secara dini kepada pasien.
2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untuk memilih
kebutuhanyang sesuai dengan minatnya)
Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien
menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.
3. Terapi perilaku
Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang
si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games, cara
pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini
13
bertujuan untuk mengubah perilaku yang cenderung
agresif dan menciptakan self injury.
4. Terapi bicara
Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik,
karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat
dalam mengucapkan sebuah kata-kata.
5. Terapi sosialisasi
Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang
lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain
atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi,
melakukan interaksi secara verbal sehingga di sini akan
menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh
lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap
survive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
6. Terapi bermain
Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesuatu hal
berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini
bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di
bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses
berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga di sini
pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah konstruksi
bangunan, kemudian dapat meningkatkan imajinasi dengan
cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal
yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreativitas,
yaitu dengan cara meningkatkan dan mengolah kreativitas
pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang berbeda-
beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam
jenis permainan atau hasil karya yang ditemui.
7. Terapi menulis
14
Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses
berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk
menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata.
Tujuan dari pada terapi ini adalah untuk melemaskan otot
atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh
pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi
respons atau stimulus yang berada di sampingnya.
8. Terapi okupasi
Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian
saraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan tangan,
kaki dan daerah tubuh lainnya Terapi ini dilakukan pada
saat pasien berusia muda, karena pada masa muda sendi-
sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat
menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang diberikan.
9. Terapi Musik
Ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat
mendengarkan dan memaknai sebuah alunan musik. Terapi
ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien
akan stimulus suara yang didengarkannya.
11. Pencegahan
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan Retardasi
Mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan
pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental
dapat dlakukan dengan:
a. pendidikan kesehatan pada Masyarakat
b. perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
c. konseling genetik,
d. Tindakan kedokteran, antara lain:
15
✓ perawatan prenatal dengan baik,
✓ pertolongan persalinan yang baik, dan
✓ pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu
tua.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak
dan gangguan lainnya.
12. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan gangguan Retardasi
Mental
a) Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai
kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan
keterampilan adaptif, komunikasi, perawatan diri, interaksi
sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan
diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, pembentukan keterampilan rekreasi dan
ketenangan dan bekerja
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien menunjukkan gangguan kognitif (pola,
proses pikir), lambatnya keterampilan ekspresi
dan resepsi bahasa, gagal melewati tahap
perkembangan yang utama, lingkar kepala di
atas atau di bawah normal (kadang-kadang lebih
besar atau lebih kecil dari ukuran normal).
lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal
(lebih sering tonus otot. lemah), ciri-ciri
16
dismorfik, dan terlambatnya perkembangan
motoris halus dan kasar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami
penyakit kromosom (trisomi 21 (sindrom
Down), sindrom Fragile X, gangguan sindrom
(distrofi otot Duchene), neurofibromatosis (tipe
1), gangguan metabolisme sejak lahir
(fenilketonuria), abrupsio plasenta, diabetes
maternal, kelahiran prematur, kondisi neonatal
termasuk meningitis dan perdarahan
intracraneal, cedera kepala, infeksi, gangguan
degeneratif.
c. Riwayat Kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah
mengalami penyakit yang serupa atau penyakit
yang dapat memicu terjadinya retardasi mental,
terutama dari ibu tersebut.
2) Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mikro makrosepali, plagiosepali (hentuk
kepala tidak simetris)
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tidak ada,
halus, mudah putus dan cepat berubah
Mata : Mikroftalmia, juling, nystagmus
Hidung : punggung hidung mendatar. ukuran kecil,
cuping melengkung ke atas,
Mulut : Bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas,
langit-langit
Gigi : Odontogenesis yang tidak normal
Telinga : Keduanya terletak rendah
17
Muka : Panjang filter yang bertambah, hipoplasia
Leher : Pendek: tidak mempunyai kemampuan
gerak sempurna
Tangan : Jari pendek dan tegap atau panjang kecil
meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil
Dada & Abdomen : Terdapat beberapa puting,
buncit
Genetalia : Mikropenis, testis tidak turun
Kaki : Jari kaki saling tumpang tindih, panjang &
tegap/panjang kecil meruncing di ujungnya, lebar,
besar, gemuk
b) Diagnose keperawatan
1) Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)
2) Gangguan Interaksi Social (D.0118)
3) Risiko Cedera (D.0136)
4) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
5) Gangguan Komuikasi Verbal (D.0119)
6) Gangguan Proses Keluarga (D.0120)
18
c) Intervensi keperawatan
19
Berikan sentuhan yang
bersifat gentle dan tidak
ragu-ragu
Minimalkan nyeri
Minimalkan kebisingan
ruangan
Pertahankan lingkungan
yang mendukung
perkembangan optimal
Motivasi anak berinteraksi
dengan anak lain
Sediakan aktivitas yang
memotivasi anak
berinteraksi dengan
anak lainnya
Fasilitasi anak berbagi dan
bergantian/bergilir
Dukung anak
mengekspresikan diri
melalui penghargaan
positif atau umpan balik
atas usahanya
Pertahankan kenyamanan
anak
Fasilitasi anak melatih
keterampilan
pemenuhan kebutuhan
secara mandiri (mis:
makan, sikat gigi, cuci
20
tangan, memakai baju)
Bernyanyi Bersama anak
lagu-lagu yang disukai
Bacakan cerita atau
dongeng
Dukung partisipasi anak
di sekolah,
ekstrakulikuler dan
aktivitas komunitas
Edukasi
21
Kolaborasi
22
kontak emosi luar lingkungan (mis:
jalan-jalan, ke toko
meningkat
buku)
5. Minat melakukan Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
kontak fisik
berkomunikasi dengan
meningkat orang lain
Diskusikan perencanaan
kegiatan di masa depan
Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan
Edukasi
Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap
Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan
23
menghormati hak orang
lain
Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis: kacamata
dan alat bantu dengar)
Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
Latih bermain peran untuk
meningkatkan
keterampilan
komunikasi
Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
Observasi
Identifikasi
kebutuhan
keselamatan (mis:
kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan Riwayat
perilaku)
Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
24
Terapeutik
Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis: fisik, biologi,
kimia), jika
memungkinkan
Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
(mis: commode chair
dan pegangan tangan)
Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik, rel
samping, pintu
terkunci, pagar)
Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah
komunitas (mis:
puskesmas, polisi,
damkar)
Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
Lakukan program skrining
bahaya lingkungan
(mis: timbal)
25
Edukasi
Ajarkan individu,
keluarga, dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan
Fasilitasiaktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis: tongkat,
26
kruk)
Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
27
Observasi
Monitor kecepatan,
tekanan, kuantitias,
volume, dan diksi
bicara
Monitor progress kognitif,
anatomis, dan fisiologis
yang berkaitan dengan
bicara (mis: memori,
pendengaran, dan
Bahasa)
Monitor frustasi, marah,
depresi, atau hal lain
yang mengganggu
bicara
Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
Gunakan metode
komunikasi alternatif
(mis: menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
28
isyarat tangan, dan
komputer)
Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukkan
satu gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambal
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien)
Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
Ulangi apa yang
disampaikan pasien
Berikan dukungan
psikologis
Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi
29
Anjurkan berbicara
perlahan
Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi
Observasi
Identifikasi respons
emosional terhadap
kondisi saat ini
Identifikasi beban
prognosis secara
psikologis
Identifikasi pemahaman
tentang keputusan
perawatan setelah
pulang
30
Identifikasikesesuaian
antara harapan pasien,
keluarga, dan tenaga
kesehatan
Terapeutik
Dengarkan masalah,
perasaan, dan
pertanyaan keluarga
Terima nilai-nilai
keluarga dengan cara
yang tidak menghakimi
Diskusikan rencana medis
dan perawatan
Fasilitasi pengungkapan
perasaan antara pasien
dan keluarga atau antar
anggota keluarga
Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencanakan
perawatan jangka
Panjang, jika perlu
Fasilitasi anggota
keluarga dalam
mengidentifikasi dan
menyelesaikan konflik
nilai
Fasilitasi pemenuhan
31
kebutuhan dasar
keluarga (mis: tempat
tinggal, makanan,
pakaian)
Fasilitasi anggota
keluarga melalui proses
kematian dan berduka,
jika perlu
Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, dan
peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan
keputusan perawatan
pasien
Bersikap sebagai
pengganti keluarga
untuk menenangkan
pasien dan/atau jika
keluarga tidak dapat
memberikan perawatan
Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang digunakan
Berikan kesempatan
berkunjung bagi
anggota keluarga
32
Edukasi
Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
Informasikan fasilitas
perawatan Kesehatan
yang tersedia
Kolaborasi
33
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana tindakan
tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan dan hasil yang di harapakan
e) Evaluasi Keperawatan
34
B. KONSEP DASAR AUTISME
1. Definisi
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan
kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak
terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996: 305). Autisme infantil
adalah gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan nonverbal,
aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi
sebelum usia 30 bulan (Behrman, 1999: 120).
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang
melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi
(umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan
bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif (Sacharin, R, M, 1996:
305). Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif
(DSM IV. Sadock dan Sadock, 2000)
Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme sulit
bertingkah laku seperti anak-anak lainnya. Bila anak- anak lain
menganggap senyuman seseorang adalah tanda keramah tamahan,
anak dengan gangguan ini belum tentu berpikiran demikian.
Umumnya, anak-anak yang memiliki gangguan spektrum autisme
mengalami kesulitan memahami emosi apa yang terlihat dan seperti
apa orang lain berpikir. Mereka mungkin bertindak dengan cara yang
tidak biasa, dan akan sulit untuk memahami mengapa mereka
melakukannya. Seorang anak dengan gangguan spektrum autisme
mungkin memiliki tanda-tanda sebagai berikut.
a. Mengalami kesulitan belajar arti kata
b. Melakukan hal yang sama berulang-ulang.
c. Menggerakkan anggota tubuhnya dengan cara yang tidak
biasa.
35
d. Mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan (misalnya memilih makanan baru, mainan baru,
atau berada di tempat baru).
2. Eiologi
Gangguan spektrum autisme disebabkan oleh kombinasi
makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat
beracun. Dua hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada usus besar
yang menyebabkan masalah dalam tingkah laku dan fisik. Secara lebih
terperinci, penyebab gangguan spektrum autisme adalah sebagai
berikut.
a. Faktor keturunan/genetik. Menurut penelitian 80% penderita
gangguan spektrum autisme adalah kembar monozigot dan
20% lainnya untuk kembar dizigot. Faktor ini terutama terjadi
pada keluarga anak austik (mengalami abnormalitas kognitif
dan kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau
fragile)
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cedera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif
retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor
psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur
cerebellum, lesi hipocampus otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi
dan gangguan sensoris serta kejang epilepsi.
f. Faktor lingkungan, terutama sikap orangtua dan kepribadian
anak.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemui pada penderita autisme:
36
1. Penarikan diri. Kemampuan komunikasi verbal (berbicara) dan
nonverbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli
karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta
kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual
kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan
ketidakmampuan berteman. Dalam tes nonverbal yang memiliki
kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak autis
mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang
dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain
sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat
yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap
pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat
dewasa di mana anak tercengang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap ( tidak menyukai perubahan), anak
menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat
diramalkan.
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan
benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran
dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respons
terhadap nyeri dan kurangnya respons terkejut terhadap suara keras
yang mendadak menunjukkan menurunnya sensitivitas pada
rangsangan lain.
37
8. Keterbatasan kognitif. pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak
pada emosional.
9. Menunjukkan ecolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara
tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronominal, berpuisi yang
tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk
menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur
yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam
retardasi secara fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakkan tangan dan
mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan
berjingkat-jingkat.
Ciri yang khas pada anak autis:
a. Defisit keteraturan
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berpikir (defisit pemahaman yang dirasakan
ataudipikirkan orang lain).
Menurut Baron dan Kohen 2002 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak
fleksibel dan tidak imajinatif.
4. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima
impluslistrik (dendrite). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang
berwarna kelabu (korteks). Akson di bungkus selaput bernama myelin
terletak dubagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu
sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga
sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pmbentukan sel saraf
38
berhenti dan di mulai pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir,
terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson,dendrite dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth
factor Sn proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas,
pembentukan akson, dendrite dan sinaps sangat tergantung pada
stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar
menunjukan pertambahan akson, dendrite dan sinaps, sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel.
berkurangnya akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis,
keracuanan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan gangguan proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. pada pemeriksaan
darah bayi bayi yang baru lahir diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu dari berlebihnya neurotropin dan neuroptida
otak yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk
mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan,
dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting
bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan nerukomia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autis
terjadi kondisi growth without guidance, dimana bagian bagian otak
tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian
otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua
penelitian melaporkan berkurangnya sel purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autism. Berkurangnya sel purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal
39
atau sebaliknya. Pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophiv factor
menyebabkan mematial sel purkinye.
Gangguan padal sel purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan factor genetic,ganggual sel
purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan. Degenerasi skunder terjadi bila sel purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan
kerusakan sel purkinye. Kerusakan terjadi jika dalama masa kehamilan
inu minum alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami naktivitas selama melakukan gerak motoric, belajar
sensori-motor, atensi. proses mengingat, serta kegiatan Bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebakan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overseletivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
Factor lingkungan menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat
besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam
folat. Adapun hal merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alcohol, keracunan timah hitam. aluminium serta
metilmerkuri infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan dan
radiasi.
40
5. Klasifikasi
1. Jenis persepsi
Autisme persepsi melupakan autisme yang timbul sebelum
lahir dengan gejala adanya rangsangan dari luar, baik kecil
maupun kuat dapat menimbulkan kecemasan.
2. Jenis reaksi
Autisme reaktif yaitu dengan gejala penderita membuat
gerakan- gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang disertai
kejang dan dapat diamati pada usia 6-7 tahun, memiliki sifat
rapuh, mudah terpengaruh oleh dunia luar.
41
3. Jenis autisme yang timbul kemudian
Jenis ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami
kesulitan dalam mengubah perilakunya karena sudah melekat
atau ditambah adanya pengalaman yang baru.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapa
adanya telah menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan
perkembangan. Bila te tes secara behavioral maupun komunikasi tidak
dapat mendeteksi autisme, maka beberapa instrumen screening yang
saat ini berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosis autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS)
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric
Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Als menggunakan skala hingga 15: anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh,
adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal.
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan
untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon
Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare
Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang
digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan
anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi..
7. Penatalaksanaan Medis
42
Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not
curable) namun bisa diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang
terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun ada gejala-gejala yang
dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya
dapat berbaur dengan anak-anak lain secara normal. Beberapa terapi
yang harus dijalankan antara lain:
1) Terapi Medikamentosa
Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan
memperbaiki komunikasi, memperbaiki respons terhadap
lingkungan,menghilangkan perilaku aneh serta diulang-
ulang. Obat-obat yang ada di Indonesia adalah dari jenis
antidepresan selective serotonin reuptake nhibitor (SSRI)
dan benzodiazepin, seperti fluoxetine prozac, sertralin
zoloft, dan risperidone rispedal.
2) Terapi Biomedis
Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh
melalui diet dan pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan
berdasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh, seperti
gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan
keracunan logam berat.
3) Terapi wicara
Umumnya, terapi ini menjadi keharusan bagi anak autis
karena mereka mengalami keterlambatan bicara dan
kesulitan berbahasa. Psikoterapi menggunakan teknik
bermain kreatif verbal dan nonverbal yang memungkinkan
orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak autisme dan
mengenal kondisi anak secara mendetail guna membantu
proses penyembuhan anak.
4) Psikoterapi
43
Terapi khusus bagi anak autisme yang dalam
pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif dari orang
tua. Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif
verbal dan nonverbal yang memungkinkan orang tua lebih
mendekatkan diri kepada anak autisme dan mengenal
kondisi anak secara mendetail guna membantu proses
penyembuhan anak..
5) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan membantu anak autisme yang
mempunyai perkembangan motorik kurang baik, antara
lain gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Terapi
okupasi akan menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan
keterampilan otot halus anak.
6) Terapi Musik
Terapi musik untuk anak-anak autisme ialah penggunaan
bunyi dan musik dalam memunculkan hubungan antara
penderita dengan individulain, sekaligus terapi untuk
mendukung serta menguatkan secara fisik yang mental,
sosial dan emosional. Penggunaan bunyi dan musik dapa
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bermain musik
bersama dengan improvisasi bebas. Hal ini sangat cocok
untuk anak-anak autisme notabene sulit dalam
berkomunikasi. Melalui musik, anak-anak autisme dapat
mengungkapkan perasaan mereka dengan segala cara, baik
menggunakan anggota tubuh, suara, maupun alat musik
yang disediakan.
7) Peran orang tua
Banyak peran yang bisa dan harus dilakukan orang tua
anak autis Pertama, memastikan diagnosis, sekaligus
mengetahui ada-tidaknya gangguan lain pada anak untuk
44
ikut diobati. Carilah dokter yang dapat memahami penyakit
anak dan jangan fanatik pada satu dokter karena tidak
selamanya seorang dokter benar secara mutlak. Hal yang
juga sangat membantu orang tua adalah bertemu dan
berbicara dengan sesama orang tua anak autis. Usahakan
bergabung dalam parents support group. Selain untuk
berbagi rasa, juga untuk berbagi pengalaman, informasi,
dan pengetahuan.
8. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan gangguan Autisme
a) Pengkajian
Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur,jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, jam masuk RS, diagnostik pasien, dan identitas
penanggung jawab.
1) Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
45
menempatkan barang tertentunpada tempatnya. Menggigit, menjilat, atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,menutup
telinga. Didaptakna IQ dibawa 70 dari 70 % penderita, dan dibawah 50 dari
50 %. Namun sekitar 5 % anak autism mempunyai IQ diatas 100.
3) Imunisasi
Tanyakan pada keluarga pasien apakah pasien sudah
mendapatkan imunisasi wajib
4) Riwayat Pertumbuhan
Tanyakan pada keluarga pasien bagimana pertumbuhan dari
pasien apakah ada gangguan atau tidak
46
5) Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan
perkembangan pada pasien sebelum di rawat inap
6) Riwayat Sosial
Bagaimana riwayat sosial pasien kepada keluarga maupun
orang-orang yang berada di lingkungan sekitarny
7) Riwayat Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta
apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan
atau memiliki penyakit keturunan dari keluarga pasien
8) Pola Kesehatan
a. Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang
menyebabkan anak absent dari sekolah, kebiasaan merokok
orang tua,praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar
popok),praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga,
menyimpan obat-obatan.
c. Aktivitas
47
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan
atau kurang keinginan untuk beraktifitas.
e. Eliminasi
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan,kebiasaan,ada darah
atau tidak), mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola
eliminasi urine (frekuensi ganti popok basah perhari, kekuatan
keluarnya urine,bau,warna)
f. Pola Hubungan
Kaji struktur keluarga,masalah/stressor keluarga, interaksi
antara anggota keluarga,respon anak/ bayi terhadap perpisahan,,
pola bermain anak apakah ketergantungan, dan penyusuaian
ketika berada
g. Koping
Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat
stress dan toleransinya, serta kaji cara penanganan masalah
48
pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
i. Konsep Diri
Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial, identitas personal: penjelasan
tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang
disukai dan tidak), harga diri: perasaan mengenai diri sendiri,
ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran), riwayat
berhubungan dengan masalah fisik dan ataupun psikologi, data
pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
tidak mau berinteraksi)
j. Seksual
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku
seksualitas yang aman,pelukan,sentuhan, dll),pengetahuan yang
berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi, efek terhadap
kesehatan, riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik
dana tau psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU,
genetalia, payudara, rectum)
k. Nilai
Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan
prilaku, komitmen, keyakinan akan kesehatan serta keyakinan
agam
9) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Kesadaran, postur tubuh gemuk
b. Tanda-Tanda Vital: TD, N, RR, S
c. Ukuran Anthropometri : TB,BB mengalami peningkatan,
LK, LiLa
49
d. Kulit : Kaji kebersihan, turgor, lesi,kelainan
e. Kepala : Kaji bentuk,lesi,kebersihan,edema
f. Mata :Kaji konjungtiva, sclera,kelainan mata
g. Telinga : Kaji fungsi pendengaran,kelainan,kebersihan
h. Hidung : Kaji kebersihan,kelainan
i. Mulut : Kaji kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
j. Leher : Kaji apakah ada pembesaran kelenjar
k. Dada : Kaji paru dan jantung dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi
l. Abdomen : Kaji abdomen dengan inspeksi,palpasi, perkusi
dan auskultasi
m. Genetalia : Kaji kebersihan,kateter, kelainan
n. Ekstremitas: Kaji adanya edema, infuse/transfuse,
kontraktor, kelinan
b) Diagnosa Keperawatan
1) Gangguam komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler (D.0119)
2) Gangguan interaksi social berhubungan dengan hambatan
perkembangan (D.0118)
3) Gangguan persepsi dan sensori berhubungan dengan gangguan
pengelihatan dan pendengaran (D.0085)
4) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pertumbuhan fisik
terganggu (D.0106)
50
c) Intervensi
51
5. Respon perilaku cukup Gunakan metode komunikasi
membaik alternative (mis. Menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan
6. Pemahaman komunikasi
gambar huruf iisyarat tangan dan
cukup membaik
komputer)
Edukasi
Anjurkan pasien berbicara perlahan
Kolaborasi
52
Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
53
emosi cukup meningkat keterampilan social
54
cukup meningkat Monitor isi halusinasi (mis.kekerasan
atau membahayakan diri)
3. Distorsi sensori cukup
eningkat Terapeutik
Pertahankan lingkungan yang aman
4. Perilaku halusinasi sedang
Lakukan tindakan keselamatan ketika
5. Respon sesuai stimulus
dapat mengontrol perilaku (mis.limit
cukup membaik
setting, pembatasan wilayah,
pengekangan fisik)
Edukasi
Anjurkan memonitor halusinasi
55
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan ansietas.
56
5. regresi menurun afek pemenuhan kebutuhan secara mandiri
membaik (mis. Makan, sikat gigi,cuci tangan,
memakai baju)
6. pola tidur membaik
motivasi anak berinteraksi dengan
orang lain
Edukasi
jelaskan orang tua/pengasuh tentang
meilestone perkembangan anak dan
perilaku anak
Kolaborasi
rujukan untuk konseling
57
d) Implementasi
e) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, untuk mengatasi suatu masalah
yang diharapi klien.
A. PENGERTIAN
ADHD adalah istilah popular, kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
(Attention Hiperactivity perhatian, Deficit berkurang hiperaktif dan Disorder = gangguan).
58
Diartikan dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif.
ADHD, juga dikenal sebagai gangguan perhatian defisit (ADD) atau gangguan
hyperkinetic, telah ada lebih lama daripada kebanyakan orang sadari. Bahkan, kondisi yang
muncul untuk menjadi serupa dengan ADHD digambarkan oleh Hippocrates, yang tinggal 460-
370 SM. Nama Perhatian Defisit Disorder pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 di DSM-
III, edisi ketiga dari "Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders". digunakan dalam
psikiatri. Pada tahun 1994 definisi telah diubah untuk memasukkan tiga kelompok dalam
ADHD: jenis dominan hiperaktif- impulsif, tipe didominasi inatentif, dan jenis gabungan. ADHD
biasanya muncul pada masa kanak-kanak tetapi dapat didiagnosis pada orang dewasa.
Hyperactive adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak
mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak
hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau
mainan yang disukai oleh anak-anak lain sesuai mereka, dikarenakan perhatian mereka sudah
beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Hyperactive adalah gangguan perilaku yang timbul
pada anak dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam, inattentive atau tidak dapat
memusatkan perhatian dan perilaku impulsif. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM) definisi gangguan telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai
dengan perubahan konsep tentang penyakit tersebut, dan sampai saat ini konsep yang tepat untuk
kondisi ini masih tetap menjadi perdebatan.
B. KARAKTERISTIK ADHD
59
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-
anak termasuk tipe ini. Anak dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut: kurang mampu
memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya mudah
terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan impulsif.
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk 'perhatian', ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk
hiperaktivitas impulsivitas.
Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai
adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut:
c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.
d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri.
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk perhatian' dan mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami
sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa hiperaktivitas/impulsivitas. Hal ini merupakan
salah satu alasan mengapa dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis dengan
garis ADHD. Dalam tipe ini, anak sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif
atau impuisif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan pada anak
perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada "di
awang-awang. Tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi karena perhatiannya terus
berpindah-pindah, pelupa dan kacau.
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar pada bagian
hiperaktif impulsivitas. Tipe ADHD kurang memerhatikan' ini mengacu pada anak-anak yang
mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor
60
perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali menyendiri secara sosial.
Anak-anak pada tipe ini menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa
memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-anak kecil. Anak dalam tipe ini
memiliki ciri-ciri berikut ini: terlalu energik, lari ke sana kemari, melompat seenaknya,
memanjat-manjat, banyak bicara, berisik.
1. Kurang Perhatian
d. Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan
sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja.
f. Sering kali kehilangan barang/benda yang penting untuk tugas-tugas dan kegiatan.
g. Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
membutuhkan usaha mental yang didukung.
2. Hiperaktivitas Impulsivitas.
Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsivitas berikutnya
bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak
dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas.
61
a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering menggeliat di kursi.
e. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat.
d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara
tenang.
Impulsivitas
5. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosial, akademik, atau
pekerjaan.
6. Gejala-gejala tidak terjadi selamanya berlaku PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik
lainnya dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
C. ETIOLOGI
2. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak
hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya
hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan
ekstra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibandingkan
kembar 2 telur.
3. Racun/toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk
membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah dalam serum darah anak
meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga
dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
• Pemanjaan
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk
makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya
sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
Anak kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang
dibatasi kurang dibatasi.
• Kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri
hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
5. Faktor neurotransmitter
63
Sampai saat ini dari beberapa hasil penelitian belum dapat dipastikan bahwa ADHD
secara primer disebabkan oleh gangguan pada neurokimiawi dalam otak, perubahan
neurotransmitter dan interaksinya timbul sebagai akibat perubahan tingkah laku. Namun, dari
hasil beberapa penelitian genetika molekuler terakhir didapatkan gen untuk reseptor dopamine
D4 (DRD 4) pada reseptor di celah pascasinaptik yang menimbulkan aktivasi dopamine.
D.MANIFESTASI KLINIS
Menurut Towsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada anak
dengan ADHD antara lain:
1. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya menggeliat-geliat
2. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan 3. Mudah bingung oleh dorongan-
dorongan tunggal
4. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau keadaan di dalam
suatu kelompok
8. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya
dikatakan padanya
E. PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada kasus hiperaktif ini tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan
diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang memiliki hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang- gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologis
atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG
yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak tersebut.
Selain itu ada instrumen Skala Penilaian Anak Hiperaktif (SPPAHI) untuk deteksi
ADHD pada anak berusia 6-13 tahun, yang dapat dipakai oleh orang tua, guru, dan dokter. Jika
fasilitas tersedia, sebelum dan sesudah pemberian terapi dilakukan pemeriksaan Cognitive
Related Potensial (ERP), Matching Familiar Test, dan Continuous Performance Test untuk
menilai kemampuan memusatkan perhatian dan tingkat kewaspadaan.
65
Menurut Doengoes et al. (2007) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain:
2. Tes neurologis (misalnya EEG, CT Sean) menentukan adanya gangguan otak organis.
3. Tes psikologis
H. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan pada anak dengan gangguan ini terdiri atas penggunaan
psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua
mungkin mengutarakan kekhawatiran tentang penggunaan obat. Risiko dan keuntungan obat
harus dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik, dan gangguan sosial yang terus
menerus karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Rating Scale Conners dapat digunakan
sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektivitas dari pengobatan.
Pada penatalaksanaan medis lebih difokuskan untuk penenang system neurologinya agar
bisa mengendalikan keaktifan dari anak tersebut. Pada penatalaksanaan medis diberikan berbagai
macam obat seperti :
1. Metilfedinat
Dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia masing- masing anak akan tetapi
berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis. Pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat
makan pagi serta makan siang. Jika tidak ada respons yang diberikan maka dosis dinaikkan
66
dengan 2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak dengan usia 8-9 tahun dosis yang
efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lanjut akan memerlukan dosis
sampai 40 mg/jam.
2. Magnesium pemolin
Dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikkan
dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan
keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi
hati, kegugupan serta kejutan otot yang meningkat.
3. Fenotiazin
Dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek samping:
perasaan mengantuk, iritabilitas serta dystonia.
4. Concerta
Indikasi
ADHD yang bekerja selama 12 jam dengan dosis 1 x I di pagi hari Kandungan:
metilfedinat HCL 18 mg, 36 mg, dosis max 1 hari 1 x 45 mg.
5. Prohiper 10
Dewasa 20-30 mg
Persediaan tablet
6. Ritalin/Ritalin SR/Ritalin LA
Kandungan metifenidat HCL 10 mg, 30 mg, 40 mg Dosis: tab dewasa sehari 2-3 tab
67
Anak-anak <6 thn, Awal 2x 1/2 tab dengan peningkatan ½-1 tab per minggu max
sehari 6 tab. Efek samping, secara umum efek samping dari pemakaian obat- obatan
tersebut di atas adalah anoreksia dan penurunan berat badan, nyeri perut bagian atas serta
sukar tidur, anak akan mudah menangis serta pela terhadap celaan ataupun hukuman,
detak jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian
maka pengurangan dosis atau penghentian penggunaan obat-obatan perlu dihentikan.
I. Penanganan
Terapi membaca juga merupakan salah satu pilihan pengobatan untuk ADHD.
Terapi ini menggunakan buku, artikel dan bahan bacaan lain untuk membantu pasien
mengatasi gejala ADHD. Terapi membaca ditujukan membuat seseorang memahami
masalah yang dihadapinya secara mendalam dengan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya perihal masalah tersebut. Membaca juga membantu pasien
untuk memfokuskan seluruh energi pada kegiatan tertentu dalam waktu lama yang
bermanfaat untuk menyalurkan energi secara konstruktif.
Terapi Bicara
68
Melalui terapi bicara, orang tua didorong untuk selalu berkomunikasi dengan
anak serta membicarakan apa yang dirasakan anak. Terapi bicara didasarkan pada
prinsip bahwa ADHD dapat disembuhkan, jika anggota keluarga menunjukkan
dukungan, cinta dan perhatian dengan memberikan waktu untuk mendengarkan anak
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan terapi bermain bagi
anak ADHD adalah:
1. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalahsensitivitas mereka
terhadap perubahan sehingga kita harusmembantu menciptakan sesuatu yang rutin
untuk mereka.
3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap pertama, dengan satu anak satu terapis
dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam
permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah
memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar.
4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi
tunggal. Mengingat bahwa gangguannya bergantian dengan sirkuit di dalam otak,
maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain,
yaitu terapi farmakologi.
5. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk
berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan
untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku.
69
1. Pelampung, anak ADHD memiliki banyak energi yang perlu di salurkan lewat
aktivitas fisik. Olahraga seperti berenang bisa jadi salah satu cara.
3. Krayon besar, memberi kesempatan anak ADHD melakukan sesuatu tanpa ada
yang mengatakan benar-salah.
K. KOMPLIKASI
3) Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif
L. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a) Apakah anak mengalami berat badan lahir rendah (BBLR), anoksia, asphyxia,
dan lain- lain.
b) Adakah faktor genetik yang diduga sebagai penyebab dari gangguan ini.
70
d) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau
bahkan perilaku yang membahayakan di rumah. Berada diluar kendali dan
mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku anak.
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
71
4) Proses dan isi pikir Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit
untuk mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan
a) Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.
c) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3
menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d) Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya
tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak
dapat berhenti memikirkan sesuati.
e) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas.
c) Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama
sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
72
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.
7) Konsep Diri
a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman,
dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya
merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh
a) Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial.
c) Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh
atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
73
9) Pertimbangan Fisiologi dan Perawatan Diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan
waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan.
Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang
terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada
riwayat cedera fisik
c) Lipatan-lipatan epikantus
74
b) Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention.
Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
75
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian
hiperaktivitas (D.0122)
INTERVENSI KEPERAWATAN
76
menerima/komunikasikan orang lain
perasaan meningkat
Terapeutik
3. Responsi pada orang lain
Motivasi meningkatkan
meningkat
keterlibatan dalam suatu
4. Perasaan tertarik pada hubungan
orang lain meningkat
Motivasi berpartisipasi
5. Minat melakukan kontak dalam aktivitas baru dan
emosi meningkat kegiatan kelompok
Edukasi
Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
77
Latih bermain peran untuk
meningkatan keterampilan
komunikasi
2. Kesiapan peningkatan menjadi Peran menjadi orang tua Promosi antisipasi keluarga
orang tua berhubungan dengan (L.13120) (I.1246)
anak dengan gangguan
Setelah dilakukan asuhan Observasi
pemusatan perhatian
keperawaatan selama 2x24 jam
hiperaktivitas (D.0122) Identifikasi kemampuan
diharapkan meningkat dengan
krisis situasi atau masalah
Kriteria Hasil :
perkembangan serta
1. Perilaku positif menjadi dampaknya pada kehidupan
orang tua (meningkat) pasien dan keluarga.
78
keluarga dalam upaya
antisipasi masalah kesehatan
Edukasi
Kolaborasi
79
meningkat fisik)
Edukasi
Edukasi
81
sekitar. Ajarkan sikap
kooperatif, bukan kompetisi
diantara anak
Kolaborasi
82
IMPLEMENTASI KEPERWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
2. Proses pikir
87
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan secara
menyeluruh yang mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi,
komunikasi, dan juga perilaku. Keterbelakangan mental adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang dibawah rata–rata disertai
dengan kekurangan kemampuannya untuk menyesuaikan diri (berprilaku adaptif)
B. Saran
Penyusun Berharap Para Pembaca Dapat Memahami Tentang Materi
Pengkajian Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Autisme, Retardasi Mental,
Hiperaktif)
Penyusun berharap dengan adanya penulisan makalah ini Petugas Pelayanan
kesehatan khususnya perawat dan petugas promsi kesehatan agar lebih dapat
memahami Pengkajian Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Autisme,
Retardasi Mental, Hiperaktif)
88
DAFTAR PUSTAKA
Priyani Dyna, & Cahyanti Yanti.2021. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Kebutuhan Khusus. Yogyakarta : Deepublish.
Suryani Eko & Ba'diah Atik.2018.Asuhan Keperawatan Anak Sehat Dan Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Silaahi Bernita.2021. Keperawatan Anak. Medan : Uimpress
89