Anda di halaman 1dari 14

MATERI RM DAN ADHD

KEPERAWATAN ANAK SAKIT KRONIS DAN TERMINAL

Dosen Pembimbing : Ns. Indah Permatasari, M.Kep.,

KELAS B

Disusun oleh :

Zahra Deswita Mufti 2110711065

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2023
Materi Retardasi Mental

1. Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental adalah gangguan intelektual yang umumnya ditandai dengan
kemampuan mental atau inteligensi yang berada di bawah rata-rata. Kondisi ini juga kerap
disebut disabilitas intelektual dan ia bisa memengaruhi kapasitas seseorang untuk belajar
dan menyimpan informasi baru. Bahkan kondisi ini juga bisa memengaruhi perilaku sehari-
hari seperti keterampilan sosial dan rutinitas kebersihan. Tingkat keparahan retardasi mental
cukup bervariasi, mulai dari ringan hingga sangat berat. Umumnya, kemampuan inteligensi
seseorang akan diukur dengan menggunakan skor IQ. Seseorang dikatakan mengalami
kondisi ini apabila mendapatkan skor IQ di bawah 70.

Anak-anak dengan retardasi mental ringan dapat menjalani kehidupan seperti orang
normal dengan dukungan yang tepat. Namun, anak-anak dengan kondisi yang yang parah
membutuhkan dukungan yang lebih banyak dan konstan. Kondisi ini biasanya disebut
keterbelakangan mental, yang berkonotasi negatif di masyarakat. Oleh karena itu, frasa ini
digantikan dengan disabilitas intelektual. Istilah ini kurang ofensif dan tidak mengjelaskan
tingkat keparahan kondisi.

Retardasi mental dapat terjadi kapan saja, bahkan sebelum anak lahir. Namun, gejala
gangguan ini biasanya baru terlihat ketika anak memasuki masa perkembangan, yaitu di
usia kurang dari 18 tahun. Penderita retardasi mental biasanya mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan kondisinya sendiri. Akibatnya, penderita butuh banyak waktu dan
keterlibatan banyak pihak agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal.

2. Klasifikasi Retardasi Mental

a. Individu dengan retardasi mental ringan (Mampu Didik) : IQ 50-70

Disebut dengan istilah mild mental retardation, umumnya tidak terlihat berbeda
dengan orang normal, biasanya mengalami keterlambatan perkembangan dalam
tingkat ringan sampai sedang, kecuali dalam bidang akademik, tidak teridentifikasi
sampai mereka memasuki usia sekolah, dimana kapasitas kognitif mereka mulai
terlihat, masih bisa mengikuti kelas di sekolah biasa meskipun lambat, di usia
dewasa, mereka dapat bekerja, banyak diantaranya yang menikah, memiliki anak,
dan tidak berbeda secara nyata dengan orang normal lainnya. Bagi yang secara
total mampu memaksimalkan potensi kecerdasannya, label sebagai penyandang
retardasi mental akan hilang dengan sendirinya.
b. Individu dengan retardasi mental sedang (Mampu Latih): IQ 35-40 sampai 50-55
Disebut dengan istilah moderate mental retardation, biasanya mengalami Down
Syndrome, terlihat berbeda secara nyata dengan orang normal lainnya,
mengalami keterlambatan perkembangan yang signifikan, berperilaku seperti bayi
atau anak-anak, menerima pendidikan khusus selama tahun-tahun prasekolah.
Meskipun ada beberapa individu dengan retardasi mental sedang yang bersekolah
di sekolah umum, namun lebih banyak individu yang disekolahkan di sekolah
khusus, tempat mereka belajar keterampilan menolong diri sendiri. Sebagai
orang dewasa, mereka tidak mampu berfungsi secara maksimal, lebih banyak
bergantung pada bantuan orang lain, dapat berhasil pada situasi kompetitif
tertentu (situasi pekerjaan yang telah disesuaikan dengan keadaan mereka).
Meskipun demikian, mereka lebih banyak bekerja pada situasi yang suportif dan
tidak ada kompetisi di dalamnya.
c. Individu dengan retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai 35-40

Disebut dengan istilah severe mental retardation, bergantung pada orang lain
sepanjang hidupnya, mengalami berbagai macam gangguan, khususnya pada aspek
mobilitas (motorik) dan komunikasi, banyak di antaranya yang menggunakan kursi
roda dan berkomunikasi dalam bentuk yang berbeda dengan orang normal,
ketidakmampuan dalam berkomunikasi ini menimbulkan kesulitan dalam
mengukur kapasitas intelektualnya. Dalam setting pendidikan, individu dengan
retardasi mental berat ditempatkan bersama individu dengan retardasi mental
sedang atau berat lainnya, atau ditempatkan di kelas khusus tersendiri.
d. Individu dengan retardasi mental sangat berat : IQ dibawah 20-25

Disebut dengan istilah profound mental retardation, umumnya memperlihatkan


kerusakan pada otak serta kelainan fisik seperti hydrocephalus, bergantung pada
orang lain sepanjang hidupnya, sebagian besar sangat terbatas dalam bergerak,
bahkan ada yang tidak dapat bergerak sama sekali sehingga membutuhkan
perawatan seumur hidup dirumah sakit, kemampuan berbahasa dan berbicara
sangat terbatas. Sebagian besar hanya mampu melakukan komunikasi non verbal.
3. Etiologi Retardasi Mental

Retardasi mental terjadi akibat gangguan pada perkembangan otak. Akan tetapi,
pada kasus tertentu, penyebab terjadinya retardasi mental tidak diketahui secara pasti. Apa
pun yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak dapat menyebabkan kondisi
ini. Nah, berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi penyebab yang paling sering
terjadi:

 Kelainan Genetik. Kelainan seperti sindrom down dan sindrom fragile X yang
diduga memiliki keterkaitan dengan kelainan genetik yang kemudian bisa
menyebabkan kondisi ini.

 Masalah selama Kehamilan. Beberapa kondisi yang terjadi selama kehamilan


nyatanya bisa menyebabkan gangguan perkembangan otak janin. Ini termasuk
penggunaan alkohol, konsumsi obat-obatan terlarang, gizi buruk, infeksi, dan
preeklamsia.

 Masalah selama Masa Bayi. Retardasi mental juga bisa terjadi akibat gangguan
selama masa kelahiran. Seperti misalnya akibat bayi tidak mendapatkan asupan
oksigen yang cukup, atau bayi lahir dalam kondisi yang sangat prematur sehingga
paru-paru belum matang secara sempurna.

 Cedera atau Penyakit Lainnya. Infeksi seperti meningitis, atau campak juga bisa
menyebabkan anak mengalami penyakit ini. Cedera kepala berat, keadaan hampir
tenggelam, malnutrisi ekstrem, infeksi otak juga merupakan conton hal-hal yang
bisa memicu retardasi mental.

4. Tanda dan Gejala Retardasi Mental

Gejala retardasi mental pada tiap penderita dapat berbeda-beda, mulai dari ringan
hingga berat. Gejala tersebut antara lain:

 Kesulitan berbicara
 Kemampuan untuk duduk, merangkak, atau berjalan sendiri yang lebih lambat
dicapai bila dibandingkan dengan anak-anak lain
 Kesulitan dalam mempelajari kegiatan sehari-hari, seperti berpakaian atau makan
 Kesulitan dalam mengendalikan emosi, seperti mudah marah
 Ketidakmampuan memahami konsekuensi atas tindakan yang diambil
 Penalaran yang buruk dan sulit memecahkan suatu masalah
 Daya ingat yang buruk
Gejala lain juga dapat timbul pada penderita retardasi mental yang berat,
seperti kejang, gangguan penglihatan, gangguan pengendalian gerak tubuh, atau gangguan
pendengaran. Selain itu, nilai IQ penderita juga dapat menunjukkan tingkat keparahan
kondisi yang diderita. Berikut tingkat keparahan retardasi mental berdasarkan nilai IQ
penderita:

 Ringan, dengan nilai IQ sekitar 50–69


 Sedang, dengan nilai IQ sekitar 35–49
 Berat, dengan nilai IQ sekitar 20–34
 Sangat berat, dengan nilai IQ di bawah 20

5. Komplikasi Retardasi Mental

Jika tidak ditangani, retardasi mental dapat mengganggu aktivitas sehari-hari


penderita. Hal ini dapat memengaruhi kualitas hidupnya dan menimbulkan beberapa
komplikasi, seperti:

 Gangguan kecemasan
 Frustasi
 Depresi
 Perilaku yang tidak kooperatif, seperti mudah marah, suka menentang, atau
menyakiti diri sendiri
 Perilaku mengulang gerakan, suara, atau kata-kata

6. Pemeriksaan Penunjang Retardasi Mental

a. Kromosom kariotipe

b. EEG (Elektro Ensefalogram)

c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)

d. Titer virus untuk infeksi congenital

e. Serum asam urat (Uric acid serum)

f. Laktat dan piruvat

g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang

h. Serum seng (Zn)


i. Logam berat dalam darah

j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin

k. Serum asam amino atau asam organik

l. Plasma ammonia

m. Analisis enzim lisozom pada leukosit atau biopsy kulit

n. Urin mukopolisakarida\
7. Pencegahan Retardasi Mental

Pencegahan retardasi mental dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut ini:

a. Pencegahan Primer

Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan


sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan
prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita
adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak pada anak-
anak. Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).
b. Pencegahan Sekunder

Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan subdural,


kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat di buka dengan
kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak menolong.
c. Pencegahan Tersier

Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya disekolah luar biasa
(SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah hiperaktif atau destruktif.
Amfetamine dan kadang-kadang juga anti histamine berguna juga pada hiperkinesa

berbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradokal dengan menambah


kegelisahan dan ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan yang memperbaiki
mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn makanan dari darah ke sel
otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki metabolism sel-sel otak, akan
tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat.
Materi Attention Deficit Hyperactivity Disorder

1. Definisi ADHD

ADHD merupakan singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Hal


ini biasanya digunakan untuk menggambarkan anak- anak yang memiliki tiga jenis
masalah utama yaitu: perilaku terlalu aktif (hiperaktif), perilaku impulsif, dan kesulitan
memperhatikan/ konsentrasi. Karena mereka terlalu aktif dan impulsif, anak-anak dengan
ADHD sering merasa sulit untuk diterima di sekolah. Seringkali mereka juga bermasalah
dalam bergaul dengan anak-anak lain. Kesulitan-kesulitan ini bisa berlanjut ketika
mereka tumbuh dewasa, apabila mereka tidak mendapatkan bantuan sesuai kebutuhan.
Beberapa anak yang memiliki masalah konsentrasi atau perhatian tidak selalu terlalu aktif
atau impulsif. Anak-anak jenis ini digambarkan memiliki Attention Defisit Disorder
(ADD). ADD dapat dengan mudah ditangani daripada ADHD karena anak ADD
cenderung pendiam dan melamun tidak mengganggu.
Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan
secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan
dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang
perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan. Jika hal ini terjadi pada seorang anak
dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial,
dan kesulitan-kesulitan lain yang kait-mengait. Baihaqi dan Sugiarmin (2008) ADHD
didefinisikan sebagai:
a. Gangguan perilaku neurobiologis yang ditandai dengan tingkat inatensi yang
berkembang tidak sesuai dan bersifat kronis dan dalam beberapa kasus disertai
hiperaktivitas.
b. Gangguan biokimia kronis dan perkembangan neurologis yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk mengatur dan mencegah perilaku serta
mempertahankan perhatian pada suatu tugas .
c. Inefisiensi neurologis pada area otak yang mengontrol impuls dan pada pusat
pengambilan keputusan (regulasi dan manajemen diri)
2. Klasifikasi ADHD

a. Tipe Hiperaktivitas-impulsif
Anak dengan tipe ini menunjukkan kelakuan yang agresif, perilaku yang aneh, tanpa
rasa bersalah atau tidak disukai, dan berprestasi buruk di sekolah. Mereka akan
menunjukkan pengendalian diri yang lemah dan impulsifvitas yang lebih besar. Anak
hiperaktif lebih berisik, kacau, berantakan, tidak tanggung jawab, dan tidak matang.
b. Kurang Memperhatikan, Mudah Mengalami Gangguan

Anak-anak yang kurang perhatian yang dominan tidak acuh cenderung cemas, malu,
menarik diri dari pergaulan, agak kurang disukai, buruk dalam olahraga, dan memiliki
prestasi akademik buruk. Anak dengan tipe ini digambarkan seorang yang pemalas
dan sering tenggelam dalam pikirannya sendiri, apatis dan lesu. Ia kurang agresif,
impulsif dan hiperaktif di rumah maupun di sekolah dan lebih sedikit memiliki
masalah dalam pergaulan.
c. Kombinasi

Anak pada tipe ini memiliki sebagian besar manifestasi perilaku tidak acuh, seperti
kegagalan untuk fokus dalam hal-hal detail, kesalahan-kesalahan yang ceroboh, dan
mudah terganggu oleh stimulus-stimulus luar. Selain itu anak suka menggerakkan
tangan dan kaki, tidak tahan duduk berlama-lama dan selalu sibuk, mengganggu
orang lain serta tidak sabar menunggu giliran. Perilaku-perilaku tersebut diatas sering
terjadi di lingkungan sekolah, tempat ibadah dan tempat berbelanja seperti halnya di
rumah.
3. Etiologi ADHD
Penyebab ADHD

Penyebab pasti ADHD belum ada yang tahu dengan pasti sampai saat ini. Namun, kondisi
ini bisa muncul akibat ada ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam
otak.

Namun ada beberapa dugaan penyebab ADHD menurut para ahli:

1. Genetika

ADHD cenderung menurun dalam keluarga. Dalam banyak kasus, ada dugaan bahwa
dugaan bawah gen yang seseorang warisi dari orang tua merupakan faktor penting dalam
berkembangnya ADHD. Penelitian
2. Fungsi dan struktur otak

Mengutip National Health Service UK, penelitian telah mengidentifikasi beberapa


kemungkinan perbedaan dalam otak orang dengan berkembangnya ADHD dari mereka
yang tidak memiliki kondisi tersebut. Penelitian tersebut melibatkan pemindaian otak yang
hasilnya menunjukkan bahwa area otak tertentu mungkin lebih kecil pada orang dengan
ADHD, sedangkan airea lainnya mungkin lebih besar.

Studi lain menunjukkan bahwa orang dengan ADHD mungkin memiliki


ketidakseimbangan dalam tingkat neurotransmitter di otak. Selain itu, bahan kimia tersebut
mungkin tidak berfungsi dengan baik.

3. Paparan neurotoksin selama kehamilan

Banyak pula peneliti yang meyakini bahwa mungkin ADHD berhubungan dengan bahan
kimia neurotoksin tertentu, seperti timbal dan beberapa pestisida. Paparan timbal pada
anak-anak dapat memengaruhi tingkat pendidikan yang mereka capai. Hal tersebut
berkaitan dengan kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif.

Paparan pestisida organofosfat juga berkaitan dengan ADHD. Pestisida ini adalah bahan
kimia yang disemprotkan pada rumput dan produk pertanian. Sebuah penelitian pada tahun
2016 menemukan bahwa bahan kimia organofosfat berpotensi memiliki efek buruk pada
perkembangan saraf anak.

4. Merokok dan penggunaan alkohol selama kehamilan

Mengutip Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat,


paparan rokok selama kehamilan juga berkaitan dengan perilaku anak-anak dengan
ADHD. Anak-anak yang terpapar alkohol dan obat-obatan saat dalam kandungan juga
lebih mungkin mengalami ADHD.

4. Faktor Risiko ADHD


Selain itu, ada beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan kondisi ini, seperti:

 Faktor lingkungan. Khususnya berkaitan dengan paparan timah yang banyak


ditemukan dalam cat.

 Kelahiran prematur, yaitu kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, atau bayi
dengan berat badan lahir rendah.
 Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, atau merokok
selama masa kehamilan.

 Kerusakan atau cedera otak yang dapat terjadi selama masa kehamilan atau pada
usia dini.

 Ketidakseimbangan senyawa otak (neurotransmitter) dalam otak atau gangguan


dalam kinerja otak

5. Tanda dan Gejala ADHD


Gejala utama ADHD yaitu kurangnya perhatian, hiperaktif-impulsif, atau kombinasi
keduanya. Anak dengan ADHD mungkin mengalami:

 Kesulitan untuk memperhatikan dan tetap teratur.

 Memiliki kegelisahan yang berlebihan.

 Memiliki masalah dengan pengendalian diri atau perilaku impulsif.

Gejala ADHD pada anak mungkin terlihat seperti:

 Kesulitan fokus pada aktivitas dan menjadi mudah terganggu.

 Rentang perhatian rendah saat bermain atau mengerjakan tugas sekolah.

 Gelisah, menggeliat, atau kesulitan duduk diam.

 Selalu membutuhkan gerakan atau sering berlarian.

 Berbicara berlebihan dan menyela orang lain.

6. Patofisiologi ADHD

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek frontal,
seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan area
utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD. Mekanisme
inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD
dapat mempengaruhi satu atau lebih seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil yang
berbeda dari ADHD (Tanoyo D.P, 2015). Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus
frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang
terfokus, membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat
apa yang telah kita pelajari, serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat.
Mekanisme inhibisi di kortek berfungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif,
berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat
dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain
(Tanoyo DP, 2015). Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-inhibitor
disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk,
hiperaktif, dan lain-lain. Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan
seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang memiliki
mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu
menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem
limbik yang normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal,
rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik
mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut (Tanoyo D.P, 2015). Beberapa data
mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal mesial kanan penderita
ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan
respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga
menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan
kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal
adalah katekolamin (Tanoyo D.P, 2015).
7. Komplikasi ADHD

Penderita ADHD yang tidak tertangani dapat mengalami kondisi seperti:

a. Kesulitan untuk fokus belajar di kelas sehingga prestasi akademiknya menurun

b. Masalah dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya dan lingkungan sekitarnya

c. Risiko mengonsumsi minuman beralkohol dan menyalahgunakan NAPZA saat


beranjak dewasa
d. Risiko cidera saat melakukan aktivitas sehari hari

e. Perasaan rendah diri


Penderita ADHD juga berisiko mengalami gangguan mental lainnya seperti:
a. Depresi

b. Gangguan kecemasan

c. Gangguan bipolar
d. Oppositional Defiant Disorder (ODD)

e. Sindrom Tourette
8. Pemeriksaan Penunjang ADHD

Diagnosa ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari wawancara dengan
pasien dan orang tua serta informasi dari guru. Wawancara dengan orang tua tentang
gejala yang tampak, usia timbulnya gejala, riwayat perkembangan anak (sejak dalam
kandungan), riwayat medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat pengobatan,
riwayat alergi, adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada perkembangan
anak, riwayat di sekolah, hubungannya dengan teman, masalah dalam keluarga misalnya
perselisihan dalam keluarga, perceraian, anak kurang kasih sayang yang mungkin
berperan dalam menimbulkan ADHD.
Kemudian untuk memastikan diagnosa ADHD, dokter akan melakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu:
a. Hitung darah lengkap

b. Tes Fungsi hati

c. Tes fungsi tiroid

d. MRI otak

9. Penatalaksanaan ADHD

Terapi umum pada anak ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan non farmakologi
seperti konseling, terapi perilaku dan stimulasi senam otak (brain gym) yang berguna
untuk meringankan efek gejala ADHD (Tanoyo D.P, 2015).
1. Farmakologi

Obat-obat yang paling umum digunakan untuk terapi ADHD di Indonesia yaitu
Methilphenidate dan Dekstroamfetamin. Obat ini bersifat psikostimulan yang dapat
memperbaiki gejalagejala inti. Namun obat ini hanya bekerja dengan waktu terbatas.
Jika penggunaan jangka panjang dapat berfungsi 6-12 jam dan jangka pendek hanya 4
jam. Karena fungsi obat bertahan dalam jangka pendek, maka obat ini bersifat
ketergantungan dalam penggunaannya.
2. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi adalah terapi yang digunakan untuk menangani anak ADHD
tanpa menggunakan obat-obatan. Berikut ini beberapa terapi non farmakologi pada
anak ADHD menurut Tanoyo D.P (2015):
a. Terapi Konseling

Terapi konseling atau yang biasa disebut psikoterapi adalah terapi yang dilakukan
oleh seorang dokter spesialis, psikiater maupun tenaga ahli di bidangnya. Terapi
ini

sangat bermanfaat karena dapat mengurangi perilaku negatif pada anak tersebut.
Namun terapi ini sangat membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena ditangani
oleh tenaga ahli dibidangnya secara langsung.
b. Terapi Perilaku

Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak serta
mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi ini dilakukan oleh orang tua dan dapat
melibatkan psikolog atau dokter spesialis tumbuh kembang anak, dan pekerja
sosial. Terapi ini juga dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu
penderita agar fokus pada informasi umum.
c. Stimulasi Senam Otak/Brain Gym

Penanganan terpenting untuk ADHD adalah edukasi dan pelatihan (edu feed
back). Hal tersebut dibutuhkan bertujuan agar keluarga memahami dengan benar
penyebab, gejala dan penanganannya. Salah satu contoh edukasi yang diberikan
ke keluarga dan anak adalah dengan memberikan stimulasi senam otak (brain
gym). Memberikan stimulasi senam otak pada anak ADHA sangat bermanfaat,
selain mudah dilakukan dimana saja, penerapan stimulasi brain gym juga tidak
membutuhkan biaya. Jadi, orang tua diharapkan mampu menerapkan stimulasi
tersebut kepada anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

dr. Pittara. (2020, April 14). Komplikasi ADHD. Alodokter. Diakses pada tanggal 02 juni 2023
pada link https://www.alodokter.com/adhd/komplikasi
dr. Verury Verona Handayani. (2020, September 3). Pentingnya Mengenali Gejala Awal ADHD
pada Anak. Halodoc. Diakses pada tanggal 02 juni 2023 pada link
https://www.halodoc.com/artikel/pentingnya-mengenali-gejala-awal-adhd-pada-anak
Fadli, d. R. (2022, Juli 6). Retardasi Mental. Halodoc. Diakses pada tanggal 02 juni 2023 pada
link https://www.halodoc.com/kesehatan/retardasi-mental
Mirnawati. (2019). PENDIDIKAN ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Deepublish Publisher. 978-623-209-886-2

Redaksi Halodoc. (2019, Januari 16). Kenali Gejala dan Faktor Risiko ADHD. Halodoc. Diakses
pada tanggal 02 juni 2023 pada link https://www.halodoc.com/artikel/kenali-gejala-dan-
faktor-risiko-adhd

Riana, N. (2019, Desember). INTERVENSI PADA ANAK RETARDASI MENTAL USIA 7 – 8

TAHUN DALAM PERKEMBANGAN KOGNITIF. jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,


4(2). E-ISSN. 2685-1326

Tanoyo, D. P. (n.d.). DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ATTENTION-

DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER. Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar: Denpasar

Anda mungkin juga menyukai