Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RETRADASI


MENTAL DI SLB NEGERI 3
KOTA BENGKULU

21 Agustus – 26 Agustus 2023

Disusun Oleh:
CHAIRISKA PUTRI MEUNASAH SIREGAR,S.Kep
2226050031

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Vellyza Colin, S.Kep,MAN Yulia Anita,S.Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL

A. DEFINISI RETARDASI MENTAL


Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak
masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren:
jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai
suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.
B. PENYEBAB RETARDASI MENTAL

Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal
dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000
macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang
dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas
penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
• Tampak sejak lahir atau usia dini
• Secara fisis tampak berkelainan/aneh
• Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun
postnatal
• Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
• Biasanya merupakan retardasi mental ringan
• Diketahui pada usia sekolah
• Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
• Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
• Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah
masih merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan
bahwa retardasi mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-
kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
o Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria
(PKU), Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea,
histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe,
hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan
metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan
lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu
galaktosemia dan glycogen storabe disease.
o Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan,
kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri
dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir
memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah
lahir. bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down
syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom
(23 pasang). orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47
kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
o Infeksi maternal selama kehamilan
 yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body
disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering
menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik
pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat
fatal. Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit
mental.
o Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil
yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa
dan solutio plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
o Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan
lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar
untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih
banyak anak dengan retardasi mental.
o Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan.
o Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

C. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL


Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering
tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan
rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari
anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan
Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban
dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan
dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan
fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya
sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya,
angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan
ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk
dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar,
angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan
organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang
sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan
supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini
pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi
Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak
mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti
buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.

D. DIAGNOSIS & GEJALA RETARDASI MENTAL


Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia
saja, melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari
sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu
dinilai tidak hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari
anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental.
Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang
kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda
dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada pemeriksaan fisik
pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan
bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan
down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah
dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar, gangguan
pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia.
Namun, tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik,
melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang
berbeda. penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi
yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes
psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu
menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan
ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi,
pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai
screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai
adanya kelainan kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut.
Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu
seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi
adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes
psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai
perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan
bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994,
mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
 Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau
kurang menurut tes IQ yang diadakan secara individu.
 Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi
adaptasi saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar
yang diharapkan pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya
dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri,
kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal, penggunaan
sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik
fungsional, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
 Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi
mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate
mental retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe
mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound
mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan
keterbelakangan mental :

Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak
melihat keterbelakangan ini.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
 Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan
dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan
dengan jelas terlambat.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan
dasar dan kebutuhan keamanan.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi
terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada
permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di tempat yang
dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda,
sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan
sendiri (misalnya makan sendiri).
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat
ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan,
dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai kesehatan dan
kebiasaan lain yang dapat diterima.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.

Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang,
kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas
tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari
pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi
dengan ketat.
 Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan
cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak
dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan perawatan diri.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
a.       Kromosom kariotipe
b.      EEG (Elektro Ensefalogram)
c.       CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
d.      Titer virus untuk infeksi congenital
e.       Serum asam urat (Uric acid serum)
f.       Laktat dan piruvat
g.      Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h.      Serum seng (Zn)
i.        Logam berat dalam darah
j.        Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k.      Serum asam amino atau asam organik
l.        Plasma ammonia
m.    Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
n.      Urin mukopolisakarida

F. PROGNOSIS RETARDASI MENTAL


Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi
dari kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah
individu tersebut dapat hidup secara independen. Individu dengan
keterbelakangan mental menengah (moderate mental retardation) lebih
sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency dan mendapatkan hidup
yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan lingkungan
yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan
sosial, keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil
untuk individu yang menderita keterbelakangan mental sangat berat
(profound retardation). Individu dengan profound retardation membutuhkan
dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa hidup secara independen atau di
rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih
kecil. Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama
hidup. Misalkan seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental
berat (severe) pada usia 5 tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama
pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga
mereka, dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki kemampuan
yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka
akan semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.
G. PENCEGAHAN RETARDASI MENTAL
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental
dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,  
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan
gangguan lainnya.

H. PENANGANAN RETARDASI MENTAL


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian?
Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika
anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat
dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik
dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk
itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling
dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua
penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil
anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan
pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas
yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat
yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada
melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita
retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian
mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang
indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita
retardasi mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri,  membersihkan badan
dan berpakaian sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis
kelamin penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan
mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.
WOC RETARDASI MENTAL
Gangguan kognitif , lambatnya
keterampilan ekspresi dan
Organik (Pranatal, Perinatal dan Postnatal) bahasa, gagal melewati tahap
Kelainan fungsi intelektual yang Non Organik (Kemiskinan, keluarga tidak harmonis, sosial
perkembangan yang utama,
abnormal terjadi pada masa kultural, penelataran anak)
lingkar kepala diatas atau
perkembangan dan berhubungan
dibawah normal, kemungkinan
dengan satu atau lebih gangguan
lambatnya pertumbuhan,
maturasi. Proses belajar dan
Retradasi Mental kemungkinan tonus otot
penyelesaian diri secara sosial.
abnormal.

1. Retradasi mental ringan ( IQ


Gangguan kognitif Lambatnya keterampilan 50 – 70)
Kesulitan adaptasi
ekspresi dan bahasa 2. Retradasi mental sedang (IQ
sosial
35 – 50)
3. Retradasi mental berat (IQ 20
– 45)
4. Retradasi sangat berat (IQ 20
Gangguan tumbuh Ganngguan Gangguan interaksi
kembang komunikasi verbal sosial
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengakajian dapat dilakukan melalui:
1. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium,
misalnya klasifikasi atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hamatoma.
3. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasii mental.
Juga tidak mudah bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan
otak dalan jumlah kecil sekalipun karena dianggap menambah kerusakan
otak yang memang tidak adekuat.
4. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik
yang diketahui mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam
jumlah besar atau kecil, misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur,
penumpukan glikogen pada otot dan neuron, deposit lemak dalam otak
dan kadar fenilalanin yang tinggi.
Atau dapat melakukan pengkajian sebagai berikut:
1. Lakukan pengkajian fisik.
2. Lakukan pengkajian perkembangan.
3. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dan
gangguan herediter dimana retardasi mental adalah salah satu
jenisnya yang utama
4. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanya
trauma prenatal, perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
5. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme,
konsumsi obat.
6. Nutrisi tidak adekuat.
7. Penyimpangan lingkungan.
8. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
9. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis,
ensefalitis, campak) atau suhu tubuh tinggi.
10. Abnormalitas kromosom.
11. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom,
disfungsimetabolik, radiografi, tomografi, elektro ersafalografi.
12. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet,
Wechsler Intellence, Scale, American Assiciation of Mental
Retardation Adaptif Behavior Scale.
13. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
14. Tidak responsive terhadap kontak.~Kontak mata buruk selama
menyusui.
15. Penurunan aktivitas spontan
16. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
17. Peka rangsang.
18. Menyusui lambat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan inkonsistensi respon
ditandai dengan tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas
sesuai usia (D.0106)
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu
ditandai dengan menunjukkan respon tidak sesuai (D.0119)
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan defisiensi bicara ditandai
dengan kurang responsif tau tertarik pada orang lain (D.0118)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Kode Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Kode Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1 Gangguan tumbuh L.10101 Setelah dilakukan tindakan asuhan I.10340 Dilakukan promosi perkembangan anak
keperawatan diharapkan status dengan tindakan :
kembang berhubungan
perkembangan membaik dengan Observasi
dengan inkonsistensi kriteria hasil: 1. Identifikasi kebutuhan khusus anak dan
respon ditandai dengan 1. Keterampilan/perilaku sesuai usia kemampuan adaptasi anak
tidak mampu melakukan meningkat
2. Kemampuan melakukan perawatan Terapeutik
keterampilan atau diri meningkat 1. Fasilitasi hubungan anak dengan teman
sebaya
perilaku khas sesuai usia 2. Dukung anak berinteraksi dengan anak lain
(D.0106) 3. Dukung anak mengekpresikan perasaannya
secara positif
4. Dukung anak dalam bermimpi atau
berfantasi sewajarnya
5. Dukung partisipasi anak di sekolah,
ekstrakulikuler dan aktivitas komunitas
6. Berikan mainan yang sesuai dengan usia
anak
7. Bernyanyi Bersama anak lagu-lagu yang
disukai anak
8. Bacakan cerita/dongeng untuk anak
9. Diskusikan bersama remaja tujuan dan
harapannya
10. Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk
menggambar, melukis, dan mewarnai
11. Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

Edukasi
1. Jelaskan nama-nama benda obyek yang ada
di lingkungan sekitar
2. Ajarkan pengasuh milestones
perkembangan dan perilaku yang dibentuk
3. Ajarkan sikap kooperatif, bukan kompetisi
diantara anak
4. Ajarkan anak cara meminta bantuan dari
anak lain, jika perlu
5. Ajarkan teknik asertif pada anak dan remaja
6. Demonstrasikan kegiatan yang
meningkatkan perkembangan pada
pengasuh

Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu
2 Gangguan komunikasi L.13118 Setelah dilakukan tindakan I.13492 Dilakukan promosi komunikasi : defisit bicara,
keperawatan didapatkan komunikasi dengan tindakan :
verbal berhubungan
verbal meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
dengan hambatan 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitias,
1. Kemampuan berbicara meningkat
individu ditandai dengan 2. Kemampuan mendengar meningkat volume, dan diksi bicara
3. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh 2. Monitor progress kognitif, anatomis, dan
menunjukkan respon fisiologis yang berkaitan dengan bicara
tidak sesuai (D.0119) meningkat (mis: memori, pendengaran, dan Bahasa)
3. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal
lain yang mengganggu bicara
4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif
(mis: menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambal
menghindari teriakan, gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan bicara

Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis.
3 Gangguan interaksi sosial L.13115 Setelah dilakukan tindakan I.13498 Dilakukan promosi sosialisasi, dengan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan interaksi tindakan :
defisiensi bicara ditandai social meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
dengan kurang responsif 1. Perasaan nyaman dengan situasi 1. Identifikasi kemampuan melakukan
tau tertarik pada orang sosial meningkat interaksi dengan orang lain
lain (D.0118) 2. Identifikasi hambatan melakukan interaksi
2. Perasaan mudah menerima atau
dengan orang lain
mengkomunikasikan perasaan
meningkat
Terapeutik
3. Responsif pada orang lain
1. Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam
meningkat suatu hubungan
4. Minat melakukan kontak emosi 2. Motivasi kesabaran dalam mengembangkan
meningkat suatu hubungan
5. Minat melakukan kontak fisik 3. Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru
meningkat dan kegiatan kelompok
4. Motivasi berinteraksi di luar lingkungan
(mis: jalan-jalan, ke toko buku)
5. Diskusikan kekuatan dan keterbatasan
dalam berkomunikasi dengan orang lain
6. Diskusikan perencanaan kegiatan di masa
depan
7. Berikan umpan balik positif dalam
perawatan diri
8. Berikan umpan balik positif pada setiap
peningkatan kemampuan

Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman dengan
orang lain
4. Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan
menghormati hak orang lain
5. Anjurkan penggunaan alat bantu (mis:
kacamata dan alat bantu dengar)
6. Anjurkan membuat perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan khusus
7. Latih bermain peran untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
8. Latih mengekspresikan marah dengan tepat
D.    PELAKSANAAN/ IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau
tindakan yang diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik
yang dimilki oleh perawat berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu
lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat
terlaksana dengan baik.
Ada beberaa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan atau hambatan yang penulis dapatkan. Hambatan-hambatan tersebut
antara lain, keterbatasan sumber referensi buku sebagai acuan penulis dan juga
alat yang tersedia, pendokumentasian yang dilakukan oleh perawat ruangan tidak
lengkap sehingga sulit untuk mengetahui perkembangan klien dari mulai masuk
sampai sekarang secara detail, lingkungan fisik atau fasilitas rumah sakit yang
kurang memadai dan keberadaan penulis di ruang tempat klien di rawat terbatas.

E.     EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar
yang telah di tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang perawat lakukan
adalah melihat apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu
yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Freedman et al. Modern Synopsis of Comprehensive Textbook of Psychiatry.


Baltimore : The Williams & Wilkins Co, 1972; pp 312 -329.
Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.

PPNI.2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta


Wikipedia, the Free Encyclopedia. (2010) “Mental Retardation.”  Terdapat pada:
http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_retardation.
LAPORAN RESUME
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.N DENGAN
RETRADASI MENTAL DI SLB NEGERI 3
KOTA BENGKULU

Disusun Oleh:
CHAIRISKA PUTRI MEUNASAH SIREGAR,S.Kep
2226050031

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Vellyza Colin, S.Kep,MAN Yulia Anita,S.Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023

Anda mungkin juga menyukai