Anda di halaman 1dari 49

BAB I LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI
DISABILITAS INTELEKTUAL

A. DEFINISI
Disabilitas Intelektual terdiri dari kata Intelektual dan Disabilitas.
Intelektual atau inteligensi merupakan padanan kata dari kecerdasan kognitif
seseorang, yaitu kemampuan verbal dan nonverbal yang mencakup ingatan,
abstraksi, logika, persepsi, wawasan, perbendaharaan kata, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, dan keterampilan motorik visual (Puar,
1998). Disabilitas merupakan kondisi yang menggambarkan adanya disfungsi
atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur atau dilihat,
karena adanya kehilangan atau kelainan dari bagian tubuh atau organ
seseorang (Mangunsong, 2009).

Pengertian disabilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


orang yang menyandang (menderita) sesuatu, sedangkan disabilitas
merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa
Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan.
Anak dengan disabilitas atau sering disebut dengan anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (Triutari, 2014).
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa disabilitas
intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan baik secara intelektual

1
maupun perilaku adaptif yang dapat diukur atau dilihat yang menimbulkan
berkurangnya kapasitas untuk beraksi dalam cara tertentu.
Anak dengan disabilitas dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu anak
dengan penurunan fungsi tubuh, keterbatasan dalam beraktivitas dan
pembatasan dalam berprestasi. Anak-anak disabilitas termasuk orang-orang
dengan kondisi kesehatan seperti cerebral palsy, spina bifida, distrofi
otot,cedera tulang belakang traumatik, down sindrom, dan anak-anak dengan
gangguan pendengaran, visual, fisik,komunikasi dan gangguan intelektual
(WHO, 2012).
Menurut Mangunsong (2009), adapun prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan sebagai upaya pendampingan pada anak berkebutuhan khusus
antara lain :
a. Tipe Kecacatan dan Tingkat Keparahan Anak

Kadar atau tingkat keparahan suatu kecacatan sama pentingnya


dengan jenis kebutuhan khusus untuk dipertimbangkan dalam perencanaan
strategi pendampingan dan pengajaran pada anak berkebutuhan khusus.
Semakin parah atau semakin serius cacatnya, semakin pasti si anak akan
dididik dengan setting pendidikan khusus.

b. Tingkat Usia Anak

Sudah seharusnya dalam pemilihan strategi pendampingan


diperhatikan tingkat perkembangan anak baik fisik maupun psikis
termasuk dalam hal ini tingkatan usia anak. Hal ini perlu diperhatikan agar
metode, alat, bahan dan strategi benar-benar sesuai dengan kondisi anak.

Jadi prinsip pendampingan pada anak berkebutuhan khusus sebaiknya


memperhatikan dua hal. Pertama adalah tipe kecacatan dan tingkat keparahan,
semakin serius cacat yang dialami anak maka semakin pasti anak akan dididik
dengan setting pendidikan khusus. Kedua adalah tingkat usia anak, suatu
metode, alat, bahan dan strategi benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak.
B. ETIOLOGI

2
Penyebab disabilitas intelektual dibagi menjadi dua yakni secara primer
dan sekunder. Disabilitas intelektual primer disebabkan karena faktor
keturunan (genetik). Sedangkan penyebab sekunder disebabkan karena faktor
dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak, baik pada
waktu pranatal ataupun postnatal dan dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
yang lainnya.
1. Penyebab Primer
Akibat dari faktor keturunan, bisa disebabkan oleh
ketidaknormalan kromosom dan gen. Beberapa kelainan genetik yang
menyebabkan disabilitas intelektual adalah Sindrom down dan kerusakan
kromosom X. Sindrom down adalah penyebab paling umum terjadinya
disabilitas intelektual. Kerusakan kromosom X ( Fragile X syndrome )
adalah penyebab paling umum terjadinya disabilitas intelektual yang
diwariskan.
2. Penyebab Sekunder
Akibat penyakit atau pengaruh postnatal yang keadaan ini sudah
diketahui sejak sebelum lahir tapi tidak diketahui etiologinya. Selain itu
dapat juga disebabkan oleh penyakit otak yang nyata ( postnatal ).
a. Faktor Prenatal
Faktor prenatal adalah faktor yang terjadi sebelum masa
kelahiran.Faktor-faktor ini bberpengaruh pada perkembangan janin
yang sedang dikandung ibu, sehingga ketika anak dilahirkan
memungkinkan anak menjadi disabilitas intelektual.Sebenarnya, tidak
ada jawaban universal untuk faktor prenatal, kecuali untuk beberapa
kasus seperti infeksi bakteri Rubella dan rhesus kedua orang tua.
1) Infeksi Rubella (Cacar)
Sejak 1940-an sejumlah penelitian menemukan bahwa Rubella
yang mengenai ibu hamil sela tiga bulan pertama masa kehamilan
mungkin menyebabkan kerusakan konginental dan kemungkinan
menyebabkan disabilitas intelektual pada janin.
2) Faktor Rhesus

3
Hasil penelitian Yannet dan Lieberman seperti dikutip oleh
Kirk dan Gallagher (1979:119) menunjukkan adanya hubungan
antara keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada anak
disabilitas intelektual.Para peneliti menyebutkan bahwa indikasi
tersebut dapat dilihat ketika janin memiliki Rh yang tidak
kompatibel dengan darah ibunya. Anak dalam kasus ini dapat
menjadi disabilitas intelektual kecuali jika dilakukan tindakan
medis di usia yang sangat dini.
b. Faktor Natal
Faktor natal adalah faktor yang terjadi saat proses melahirkan.
Biasanya, faktor pada masa ini berupa luka-luka saat melahirkan, sesak
napas pada bayi (asphyxia), dan prematuritas.
Selain hal di atas, kesulitan saat melahirkan, lamanya proses
melahirkan, penggunaan alat kedokteran, dan lahir sungsang juga
menjadi penyebab kerusakan pada otak dan menyebabkan disabilitas
intelektual seorang anak.
Kekurangan oksigen pada bayi saat baru lahir (anoxia) juga
dipercaya menjadi salah satu penyebab anak disabilitas
intelektual.Prematuritas juga dipercayai menjadi penyebab anak
disabilitas intelektual.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
banyak anak yang lahir prematur menjadi anak yang epilepsy, serebral
palsi, dan disabilitas intelektual daripada anak yang lahir tidak
premature. Akan tetapi, penelitian lainnya menunjukkan bahwa anak
yang lahir premature sebagian besarnya tumbuh dan  berkembang
seperti anak yang lahir tidak premature.
c. Faktor Postnatal
Faktor postnatal adalah faktor yang terjadi pada masa setelah
kelahiran atau pada masa perkembangan awal anak.Infeksi dan
problem nutrisi kerap menjadi penyebab disabilitas intelektual pada
masa ini.

4
Enchepalitis (peradangan pada sistem saraf pusat), meningitis
(peradangan pada selaput otak), dan malnutrisi kronik yang terjadi
pada masa anak-anak dan perkembangan awal juga dipercaya menjadi
penyebab disabilitas intelektual.
3. Penyebab Lainnya.
a. Akibat infeksi, dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi
mentalkarena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial,
karena serum, obat atau zat toxid lainnya.
b. Akibat rudapaksa atau penyebab fisik, rudapaksa atau penyebab
fisiksebelum lahir serta juga karena trauma yang lain, seperti sinar X,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus, dapat melibatkan
kelainan dengan retardasi mental.
c. Akibat gangguan metabolisme baik pertumbuhan maupun gizi,
semuaretardasi mental yang berlangsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme seperti gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat
dan protein. Termasuk pula gangguan pertumbuhan dan gizi.
Gangguan gizi yang berat dan berlangsung sebelum usia 4 tahun
sangat mempengaruhi perkembangan otak. Meskipun telah ada
perbaikan gizi, akan tetapi tingkat intelegensinya sukar untuk
ditingkatkan.
d. Akibat kelainan kromosom, kelainan ini terdapat pada jumlah
kromosomdan bentuk yang berbeda, kelainan pada jumlah kromosom
ini disebut juga sindroma down.
e. Akibat premeturitas, termasuk dalam retardasi mental yang
berhubungandengan keadaan bayi yang pada saat lahir berat badannya
kurang dari 2500 gram atau karena masa hamil kurang dari 38
minggu.
f. Akibat gangguan jiwa berat, retardasi mental juga mungkin
disebabkankarena suatu gangguan jiwa berat dalam masa kanak-
kanak. Dalam gangguan jiwa tersebut tidak terdapat tanda-tanda
patologi otak.

5
C. KLASIFIKASI
The American Phsychological Association ( APA ) membuat klasifikasi
anak disabilitas intelektual, yaitu mild, moderate, severe, dan profound.
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat kecerdasan atau skor IQ, yaitu
Tabel 2. Klasifikasi Disabilitas Intelektual

KLASIFIKASI RENTANG IQ
Mild 55-70
Moderate 40-55
Severe 25-40
Profound Dibawah 25
Karakteristik anak disabilitas intelektual mild (ringan) adalah, mereka
termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun
tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan
fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Tinggi dan berat badan
mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Biasanya rentang perhatian
mereka juga pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang
lama.Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam.Namun
hal ini dapat berubah bila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan
anak lainnya.Di luar pendidikan, beberapa keterampilan dapat mereka lakukan
tanpa harus mendapat pengawasan, seperti keterampilan mengurus diri sendiri,
seperti makan, mandi, dan berpakaian.
Karakteristik anak disabilitas intelektual moderate (menengah) adalah,
mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih, di mana mereka dapat
dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering berespon lama
terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan
yang sesuai, mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang
membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.Mereka dapat dilatih untuk
mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis
sederhana.Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala
bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami anak-anak

6
pada kategori severe dan profound.Mereka juga menampakkan adanya
gangguan pada fungsi bicaranya.
Karakteristik anak disabilitas intelektual severe, adalah mereka tidak
mampu mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun pada
tugas-tugas sederhana. Mereka membutuhkan perlindungan hidup dan
pengawasan yang teliti.Mereka juga mengalami gangguan bicara. Tanda-tanda
kelainan fisiknya antara lain lidah seringkali menjulur keluar, bersamaan
dengan keluarnya air liur. Kepalanya sedikit lebih besar dari biasanya.Kondisi
fisik mereka lemah.Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama
kondisi fisiknya memungkinkan.
Karakteristik anak disabilitas intelektual profound, adalah memiliki
masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta program
pendidikan yang tepat bagi mereka.Umumnya mereka memperlihatkan
kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti hydrocephalus,
mongolism, dan sebagainya.Mereka dapat berjalan dan makan sendiri.Namun,
kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah.Kelainan fisik
lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar dan sering bergoyang-
goyang. Penyesuaian dirinya sangat kurang dan bahkan sering kali tanpa
bantuan orang lain mereka tidak dapat berdiri sendiri. Mereka nampaknya
membutuhkan pelayanan medis yang baik dan intensif.
Klasifikasi Menurut Page:

a) Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)

b) Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)

c) Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)

D. KELAINAN GENETIK YANG MENYEBABKAN DISABILITAS


INTELEKTUAL
1. Sindrom Down
Sindroma Down adalah penyebab paling umum masalah
kromosom pada retardasi mental. Sindroma Down umumnya terjadi

7
karena kromosom 21 dari ibu gagal terpisah selama proses meiosis
(pembelahan sel yang terjadi selama pembentukan sel reproduksi). Ketika
sepasang kromosom yang tidak terpisah ini bersatu dengan kormosom 21
dari ayah, anak tersebut menerima tiga salinan koromosom 21 satu (label
trisomi 21 juga digunakan untuk mendeskripsikan Sindroma Down).
Kasus langka ketika Sindroma Down disebabkan oleh translokasi bagian
kromosom 21 ke kromosom 14.
Sindrom Down adalah suatu kondisi dimana terdapat tambahan
kromosom pada kromosom 21 atau dikenal juga dengan istilah trisomi 21
yang menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan
belajar, penyakit jantung, tanda awal alzeimer, dan leukemia. Bayi yang
lahir dengan sindrom Down berkisar 1 dari 800 kelahiran hidup.
Beberapa individu memiliki sebagian besar gambaran klinis
dibawah ini, sementara lainnya hanya menunjukkan beberapa gambaran
klinis saja. Gambaran klinis penderita sindrom Down, yaitu mata sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), mulut
yang mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol keluar
(macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan orang normal (microchephaly), rajah telapak tangan yang
melintang lurus/horizontal (simian crease), penurunan tonus otot
(hypotonia), jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), bertubuh
pendek, gangguan pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), dan
gigi lebih kecil dari normal (microdontia).

Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:


a. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada
kromosom yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel
dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari
seluruh penderita sindrom Down. Dibeberapa kasus, translokasi

8
sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan
gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
Gambar 1. Translokasi kromosom 21
b. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, dimana
hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21
(trisomi 21). Bayi yang lahir dengan sindrom Down mosaik akan
memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan
dibandingkan bayi yang lahir dengan sindrom Down trisomi 21
klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar
2-4% dari penderita sindrom Down.
c. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi
pada penderita sindrom Down, dimana terdapat tambahan
kromosom pada kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik
ini sekitar 94% dari semua penderita sindrom Down.
Gambar 2. Kromosom pada sindrom down

2. Sindrom Fragile X
Sindrom Fragile X adalah penyebab utama disabilitas intelektual
yang dapat diturunkan setelah sindroma down. Nama sindrom Fragile X
didasarkan pada adanya patahan pada ujung lengan panjang kromosom X
yang ditemukan pertama kali oleh Martin dan Bell tahun 1943. Mutasi ini

9
berada pada gen yang saat ini disebut Fragile X Mental Retardation Gene
(FMR1).
Perempuan lebih sedikit terkena sindrom ini dibandingkan laki-laki
karena hanya satu kromosom X yang aktif dalam setiap sel. Karena
perempuan mempunyai dua kromosom, sebuah kromosom X dengan
sebuah gen FMR1 normal mungkin menjadi aktif dalam banyak sel yang
juga terdapat sebuah kromosom X dengan sebuah gen FMR1 termutasi,
sehingga sel mereka lebih sedikit rusak. Dibandingkan laki-laki yang
hanya mempunyai satu kromosom X, semua sel dengan kromosom X
dengan gen FRM1 yang termutasi akan menjadi rusak. Gambaran klinik
mencakup disabilitas intelektual ringan sampai berat, dengan gambaran
wajah yang kasar, muka panjang dan lonjong, perbesaran testis, telinga
panjang dan menonjol, rahang menonjol, dahi tinggi, nada suara tinggi dan
bicara jenaka.

Gambar3. Kromosom Fragile X

10
Dalam kaitan konsultasi genetik, diketahui bahwa pola pewarisan sindrom
Fragile X adalah unik, yaitu dengan cara :

a. Diwariskan secara X-linked namun tidak dapat digolongkan


sebagai dominan atau resesif, karena wanita karier dapat
menderita maupun tidak menderita disabilitas intelektual dan
dapat dengan atau tanpa menunjukkan kelainan kromosom.
b. Hanya kurang lebih 30 % wanita karier yang menderita sindrom
Fragile X, sedangkan pada laki-laki 100 %. Namun pada laki-laki
pembawa sifat, kurang lebih 20 % biasanya tidak menunjukkan
gejala, yang disebut dengan NTM ( Normal Transmitting Males ).
c. Ibu dari penderita sindrom Fragile X laki-laki adalah wanita
karier.
E. KARAKTERISTIK PADA ANAK DENGAN DISABILITAS
INTELEKTUAL
Menurut Hallahan & Kauffman (dalam Mangunsong, 2009) defisit yang
dialami anak tuna grahita atau disabilitas intelektual mencakup beberapa area
utama, yaitu :

a. Atensi atau perhatian.

Anak tuna grahita sering memusatkan perhatian pada benda yang salah
serta sulit mengalokasikan perhatian dengan tepat. Penelitian yang
dilakukan oleh Mulyadiprana dan Simanjuntak (2014), mengemukakan
bahwa intervensi atau perlakukan dengan media permainan kolase
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kemampuan konsentrasi
siswa tunagrahita, hal ini menunjukkan bahwa media permainan kolase
efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang baik.

b. Daya ingat.

Pada umumnya anak dengan disabilitas intelektual mengalami


kesulitan dalam mengingat suatu informasi. Seringkali masalah ingatan

11
yang dialami adalah yang berkaitan dengan working memory, yaitu
kemampuan menyimpan informasi tertentu dalam pikiran sementara
melakukan tugas kognitif lain. Menurut Abbeduto (2003), working
memory merupakan system kognitif yang bertanggung jawab untuk
penyimpanan sementara dan manipulasi informasi secara simultan.
Anak dengan disabilitas intelektual umumnya dicirikan oleh kapasitas
working memory yang berada di bawah rata-rata dan dapat membatasi
kemampuan anak. Hal ini menunjukkan bahwa anak dengan disabilitas
intelektual memiliki hubungan antara mekanismememori dan
pemahaman.

c. Perkembangan bahasa.

Secara umum anak tunagrahita mengikuti tahap-tahap perkembangan


bahasa yang sama dengan anak normal, tetapi perkembangan bahasa pada
umumnya terlambat muncul, lambat mengalami kemajuan dan berakhir
pada tingkat perkembangan yang lebih rendah. Anak mengalami masalah
dalam memahami danmenghasilkan bahasa. Penelitian yang dilakukan
oleh Febrisma (2013), menyatakanbahwa metode bermain peran dapat
meningkatkan kemampuan kosakata pada anaktunagrahita ringan kelas
DV di SLB Kartini Batam. Penggunaan metode bermain memiliki peran
penting dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak serta dapat
menarik perhatian anak pada pelajaran.

d. Regulasi Diri.

Anak-anak dengan disabilitas intelektual mengalami kesulitan


dalam regulasi diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur
tingkah lakunya sendiri. Selain itu mengalami kesulitan dalam
menentukan strategi regulasi diri, seperti mengulang suatu materi serta
mengalami kesulitan dalam metakognisi yang berhubungan erat dengan
kemampuan regulasi diri. Metakognisi berarti kesadaran seseorang akan

12
strategi apa yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah tugas kemampuan
merencanakan bagaimana menggunakan strategi tersebut, serta
mengevaluasi seberapa baik strategi tersebut bekerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Ramawati, Allenidekania dan Besral (2012), menyatakan
bahwa kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas intelektual
tergolong rendah dan masih membutuhkan bantuan di sebagian besar area.
Kemampuan perawatan diri dan regulasi diri membutuhkan adanya
bimbingan dan pelatihan yang berkesinambungan baik dari orang tua, guru
atau tenaga kesehatan. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kemampuan
regulasi diri adalah factor pendidikan orangtua, semakin tinggi latar
belakang pendidikan orang tua maka semakin baik keterampilan regulasi
diri anak. Faktor usia, dalam hal ini usia dapat membantu memprediksi
waktu yang tepat untuk mengajarkan dan melatih anak terkait k eterampilan
regulasi diri. Faktor kelemahan motorik juga berpengaruh dalam
keterampilan regulasi diri pada anak dengan disabilitas intelektual karena
berkaitan dengan koordinasi gerakan, kontrol gerakan serta kesesuaian
gerak.

e. Perkembangan sosial.

Anak tuna grahita cenderung sulit mendapat teman dan


mempertahankan pertemanan karena dua hal. Pertama, mulai usia pra
sekolah anak tersebut tidak tahu bagaimana memulai interaksi sosial
dengan orang lain. Kedua, bahkan ketika anak tidak sedang berusaha
untuk berinteraksi dengan orang lain, anak menampilkan tingkah laku
yang membuat teman-temannya menjauh seperti perhatian yang tidak
fokus dan mengganggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sofinar (2012),
menyatakan bahwa anak disabilitas intelektual menunjukkan perilaku
kurang baik dalam pergaulan terutama dengan teman sekelas. Perilaku
yang ditampilkan anak lebih banyak dipengaruhi dari dalam diri anak
akibat keterbatasan yang berkaitan dengan tingkat inteligensi di bawah
rata-rata.

13
f. Motivasi.

Anak seringkali memunculkan perasaan bahwa seberapapun besar


usaha yang dilakukan,pasti akan menunjukkan kegagalan. Akhirnya, anak
akan cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang
menantang. Penelitian yang dikemukakan oleh Santoso (2008),
menyatakan bahwa buku bergambar dapat meningkatkan minat baca pada
anak usia dini. Buku bergambar lebih memotivasi anak untuk belajar.
Buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi
dan kecintaan terhadap buku, dapat melalui cerita secara verbal yang
menarik.

g. Prestasi akademis.

Karena ada hubungan yang erat antara inteligensi dengan prestasi


seseorang, maka akan menghambat semua prestasi akademis dibandingkan
dengan anak-anak normal. Performa anak-anak dengan disabilitas
intelektual pada semua area kemampuan akademis berada di bawah rata-
rata yang seusia dengannya. Anak juga cenderung menjadi underachiever
atau pencapaian rendah yang berkaitan dengan harapan-harapan yang
didasarkan pada tingkat kecerdasan. Terdapat penelitian yang dilakukan
oleh Selvarajan & Vasanthagumar (2012), tentang pengaruh remedial
teaching untuk meningkatkan kompetensi anak yang mengalami
pencapaian rendah di sekolah. Program remedial tepat digunakan untuk
mengatasi kelemahan anak yang menunjukkan pencapaian rendah di
sekolah.

Menurut Brown, Wolery dan Haring (1991), anak dengan disabilitas


intelektual memilliki beberapa karakteristik, antara lain :

a. Suka meniru perilaku orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan yang
anak lakukan.
b. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.

14
c. Mempunyai masalah yang berkaitan dengan perilaku sosial serta kurang
mampu untuk berkomunikasi.
d. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
e. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
f. Mempunyai masalah pada kesehatan fisik serta adanya kelainan pada
sensori dan gerak.
Jadi terdapat beberapa karakteristik pada anak dengan disabilitas
intelektual meliputi perhatian, yaitu anak sulit mengalokasikan perhatian dengan
tepat. Daya ingat anak yang masih kurang, perkembangan bahasa yang lebih
rendah dibandingkan anak normal yang sebaya. Regulasi diri yang kurang, sulit
untuk mengatur tingkah laku anak sendiri. Perkembangan sosial yang kurang,
anak sulit mendapat teman dan mempertahankan pertemanan. Motivasi cenderung
menurun karena anak mudah putus asa saat dihadapkan pada tugas yang
menantang serta prestasi akademis yang berada di bawah rata-rata dengan anak
seusianya.

F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu
(Swaiman, 1989):

a. Kelainan pada mata


b. Kejang
c. Kelainan kulit
d. Kelainan rambut
e. Kepala
f. Perawakan pendek
g. Distonia

15
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai
berikut:

1) Retradasi Mental Ringan

Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-


tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit koognitif
tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik
mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.

2) Retradasi Mental Sedang

Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya


mungkin  dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika
dibandingkan retradasi mental ringan.

3)  Retradasi Mental Berat

Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia


prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin
kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk,
bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.

4) Retradasi Mental Sangat Berat

Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa


dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri
secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang
lain.Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian
dari gangguan retradasi mental, yaitu hiperakifitas, toleransi frustasi yang
rendah, agresi, ketidakstabilan efektif, perilaku otoric stereotipik berulang,
dan perilaku melukai diri sendiri.

G. PATOFISIOLOGI

16
        Disabilitas intelektual merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup
sehari-hari. Disabilitas intelektual ini termasuk kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum
usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ
70 sampai 75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada
sedikitnya dua area fungsi adaftif: berbicara dan berbahasa,
kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial,
penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja.  Penyebab Disabilitas
intelektual bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal.
Diagnosis Disabilitas intelektual ditetapkan secara dini pada masa kanak-
kanak.

H. Clinical Pathway

Prenatal

Retardasi Mental Perinatal

Pasca natal

Ketidakmampuan kognitif

(IQ <70-75)

Berbicara berbahasa ketrampilan merawat

17
Gangguan pertumbuhan Gangguan komunikasi Kurang
perawatan diri

Dan perkembangan

I. Penatalaksanaan Medis

Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.

a. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan


atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut
termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional  bidang kesehatan
untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat,
aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang
optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan system
saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu.

b. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan


penyakit.

c. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang


terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakukan
bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak: terapi perilaku, kognitif
dan psikodinamika; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi.
Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan
mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal
yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan
kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic.

Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan
naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik
seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat
diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun
untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.

18
J. Komplikasi

a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi

GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL


1. Pengertian Gangguan Perilaku, Emosi Dan Sosial
Menurut CCBD (Council for Children with Behavioral
Disorders), gangguan emosi dan tingkah laku adalah ketidakmampuan yang
ditandai dengan merespon perilaku dan emosional dalam program-program
pembelajaran sangat tidak sesuai dengan usia, budaya atau norma-norma etnis
yang berdampak buruk secara nyata pada pendidikannya. Pendidikan disini
meliputi kemampuan akademis sosial, keterampilan dan kepribadian.
Tuna laras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan
yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Di Amerika Serikat, anak-anak dengan berbagai kesulitan yang
karakteristiknya sesuai dengan konsep dari istilah-istilah yang disebutkan di
atas digolongkan kedalam serious emotional disturbance  (gangguan emosi
yang serius) dalam The Individuals with Disabilities Education Act

19
(IDEA) (Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang Cacat) tahun
1990, yang mendefinisikan istilah sebagai berikut:
1. Istilah itu berarti suatu kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari
karakteristik berikut ini selama jangka waktu yang panjang dan pada satu
tingkatan tertentu yang mempengaruhi secara beragam pada performa
pendidikan anak.
2. Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-
faktor intelektual, sensorik atau kesehatan.
3. Ketidakmampuan untuk membangun atau mengatur hubungan
interpersonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru.
4. Jenis-jenis perilaku atau perasaan yang tidak penting di bawah kondisi
normal;
5. Suasana ketidakbahagiaan atau depresi umum yang menjalar.
6. Kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala fisik atau ketakutan
yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.
7. Istilah itu termasuk kepada anak-anak yang menderita skizofrenia. Istilah
itu tidak termasuk anak-anak yang secara sosial maladjusted, kecuali jika
sudah dinyatakan bahwa mereka memiliki gangguan emosi yang serius.
Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak    yang   
berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi
pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi
dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun
lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan  
dan pendidikan secara khusus.
Di dalam dunia PLB dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral
disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:
1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

20
2. Klasifikasi Anak Bergangguan Perilaku, Emosi Dan Sosial
A. Klasifikasi berdasarkan 4 dimensi perilaku
1. Anak yang mengalami gangguan prilaku
2. Anak yang meraasa cemas dan suka menyendiri
3. Anak yang agresif sosial
4. Individu yang tidak pernah dewasa
B. Klasifikasi berdasarkan karakteristik masalah
1. Masalah adaptasi sosial yang salah
2. Gangguan emosional
C. Gangguan emosional berdasarkan american Psychiatric
Association (APA)
1. Psikotik
2. Kepribadian yang situasional
3. Psikosomatik
4. Gangguan pada otak

D. Klasifikasi berdasarkan Telford dan Sawyer


1. Kecemasan yang berlebihan
 Rasa cemas yang kronis
 Phobia
 Obsesi
2. Lari dari kenyataan
 Schizophrenia
 Autisme infantil
 Regresi
 Melamun dan berangan-angan
E. Regresi
Quay dan Peterson
1. Perilaku agresif, sangat merusak

21
2. Perilaku antisosial, ditandai dengan menolak nilai umum maupun
sosial.
3. Kecemasan/menarik diri
4. Gangguan pemusatan perhatian
5. Gangguan gerak
6. Perilaku psikotik
F. Autisme
1. Tidak tanggap terhadap orang lain
2. Gerakan diulang-ulang seperti bergoyang, berputar, dan
emilin tangan
3. Menghindari kontak mata dengan orang lain
4. Tetap dalam kebiasaan
5. Aneh dan sikap-sikap yang ritualitas

3. Karakteristik Anak Dengan Gangguan Perilaku, Emosi Dan Sosial

A. Perilaku Agresif. 
Sangat perusak, sikap cari perhatian yang berlebihan dan juga pemarah.

B. Perilaku Antisosial. 
Penolakan terhadap nilai-nilai umum dan sosial, tetapi menerima nilai-
nilai dan aturan sesama teman kelompok, melakukan pelanggaran di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan.
C. Kecemasan/Menarik Diri.
Kesadaran diri yang berlebihan, menyamaratakan perasaan, ketakutan,
kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam, terlalu sensitif dan mudah
sekali malu.
D. Gangguan Pemusatan Perhatian.

22
Sikap yang sering bingung, konsentrasi jelek dan impulsif.
E. Gangguan Gerak.
Gelisah, ketidakmampuan untuk tenang, tingkat tekanan tinggi dan
sangat banyak bicara.
F. Perilaku Psikotik.
Mengungkapkan ide-ide yang aneh, bicara diulang-ulang, tidak sensitif,
memperlihatkan sifat aneh.
Karakteristik Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya
mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi dan perilaku, tetapi hal tersebut juga
mempengaruhi kinerja akademis siswa dan interaksi sosial mereka dengan
teman sebaya dan guru. Kita akan mempelajari karakteristik belajar dan
perilaku siswa-siswa ini.

Karakteristik Belajar
Intelijensia
Studi-studi awal (misalnya oleh Morse, Cutler, & Fink, 1964)
menemukan bahwa mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan perilaku atas
rata-rata menunjukkan kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya,
Rubin dan Barlow, 1978; Coleman, 1986) telah mengungkapkan bahwa anak-
anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang lebih rendah dari pada anak-anak
tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-anak dengan beberapa jenis
psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka berada dalam kisaran
fungsi yang terbelakang. Sebagaimana Kauffman (1996) telah menunjukkan
hal ini. “The IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal
terbaik untuk bidang akademik dan prestasi sosial di masa depan” (hlm. 245).

Rendah Kinerja Akademik


Siswa-siswa dengan gangguan emosi atau perilaku umumnya
memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann, 1996).
Beberapa penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa

23
74% dari pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki
kesulitan akademis.

Defisit dalam Sosial dan Adaptive Keterampilan


Siswa dengan gangguan emosional atau perilaku biasanya memiliki
kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk
bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan siswa
lain (Williams et al., 1989).
Karakteristik Perilaku
Ada tiga jenis umum gangguan perilaku, masalah perilaku eksternal,
masalah perilaku internal, dan gangguan insiden rendah.
Perilaku Eksternalisasi Masalah
Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang
paling umum keluhan tentang anak-anak merujuk pada evaluasi yang
dinyatakan memiliki gangguan emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit
untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik kealamiahan dan jenis kegiatan
harus dipertimbangkan.
Masalah Perilaku Internal
Ada beberapa jenis masalah perilaku yang diinternalisasi : depresi,
anoreksia dan bulimia, bisu elektif, ketakutan dan fobia, serta penarikan diri.
Diskusi kita akan berfokus pada jenis yang paling umum ditemukan di antara
anak-anak sekolah: depresi dan kecemasan/ penarikan diri.
Rendah-insiden Behavioral Disorders
Ada dua gangguan perilaku yang sangat dikenal, serius namun jarang
terjadi: skizofrenia dan autisme. Sebagai bentuk psikosis, perilaku skizofrenia
termasuk khayalan aneh (misalnya, percaya pikiran seseorang dikendalikan
oleh polisi), halusinasi (misalnya, suara-suara yang mengatakan kepada anak
apa yang harus dilakukan atau dipikirkan), dan ketidaklogisan. Anak-anak
dengan skizofrenia memiliki kesulitan yang serius di sekolah dan sering kali
tinggal di rumah sakit atau lingkungan pendidikan khusus selama bagian
tertentu dari masa kecil mereka. Gangguan ini sangat mempengaruhi seseorang

24
dalam berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku. Sering kali, orang-orang ini
tampaknya terisolasi dengan kesulitan berat dalam membangun hubungan
interpersonal yang memuaskan, bahasa yang tidak normal atau tidak adanya
bahasa, ritual gerakan, dan perilaku yang merugikan diri sendiri.
Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan
gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan
yang parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi
internal seperti itu akan sulit pula diidentifikasi. Anggota keluarga dan guru
harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau perilaku antara anak-
anak dengan tanda-tanda berikut:
 Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.
 Kecemasan atau fearfulness.
 Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk
waktu yang panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
 Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
 Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
 Sedikit atau tidak ada teman.
 Perilaku hiperaktif.
 Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang
tepat.
 Impulsif
 Masalah dalam hubungan keluarga.
 Masalah dengan hubungan guru-murid.
 Penarikan ke dalam diri.

Karakteristik berdasarkan 4 dimensi adalah :


1. Anak yang mengalami gangguan perilaku agresif (conduct disorders)
2. suka berkelahi, memukul dan menyerang.
3. Bersirat pemarah
4. Tidak penurut, melawan peraturan

25
5. Suka merusak, baik terhadap miliknya sendiri atau milik orang lain.
6. Kurang ajar, kasar, dan tidak sopan
7. Tidak mau bekerja sama, penentang, kurang perhatian terhadap orang lain.
8. Suka mengganggu
9. Selalu negatif, gelisah, pembolos, dan suka ribut
10. Mudah marah suka mencari perhatian, suka pamer
11. Suka mendominasi orang lain, suka mengancam, dan menggertak
12. Suka iri hati, cemburu, suka bertengkar, dan membantah
13. Ceroboh, mencuri, menggoda
14. Menolak kesalahan yang dilimpahkan kepadanya, dan menyalahkan orang
lain.
15. Keadaan murung dan cemberut, mementingkan diri sendiri
16. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri (Anxiety/Withdrawal)
17. Tegang, rasa takut yang berlebihan, cemas, dan pemalu
18. Perasaan tertekan, sedih, merasa terganggu, sangat sensitif
19. Merasa rendah diri, merasa tidak berharga, kurang keyakinan, mudah
frustasi, terasing, sering menangis.
20. Menyimpan rahasia, pendiam, bungkam.
21. Anak yang agresif sosial (Socially Aggression)
22. Memiliki perkumpulan yang tidak baik
23. Mencuri bersama-sama anak lain
24. Loyal terhadap teman yang nakal atau pelanggar hukum
25. Anggota suatu geng
26. Berkeliaran sampai larut malam
27. Melarikan diri dari sekolah
28. Melarikan diri dari rumah
29. Individu yang tidak pernah dewasa (Immaturity)
30. Perhatiannya terbatas, kurang konsentrasi, melamun
31. Kaku atau canggung, kurang koordinasi, bengong, berangan terlalu tinggi.
32. Pasif, kurang inisiatif, mudah dipimpin, lamban, ceroboh, mengantuk,
kurang minat, bosan

26
33. Gagal untuk mencapai akhir, kurang tabah/gigih.
34. Tidak rapi.

4. Faktor Penyebab Terjadinya Gangguan Perilaku, Emosi Dan Sosial


Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku
dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat.
 Faktor biologis
 Faktor lingkungan atau keluarga
 Faktor Sekolah
 Faktor Masyarakat

5. Sifat Dan Kebutuhan Anak Dengan Gangguan Perilaku, Emosi Dan


Sosial
Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985)
mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
1. Model biogenetic
2. Model behavioral/tingkah laku
3. Model psikodinamika
4. Model ekologis
Kebutuhan pembelajaran bagi anak tunalaras yang harus diperhatikan
guru antara lain adalah:
1. Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi
setiap anak.
2. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang
dihadapi oleh setiap anak.
3. Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan
minat anak.
Pencegahan Gangguan emosi dan perilaku

27
Beberapa gangguan perilaku atau emosional dapat dicegah dengan
menghilangkan penyebab utama atau memperbaiki gejalanya. Sebagai sebuah
masyarakat, strategi umum untuk mencegah gangguan emosi dan perilaku
meliputi:
1. Memberikan terapi individu dan keluarga
2. Mengajarkan keluarga cara-cara baru berinteraksi
3. Mempromosikan dan memberikan pelatihan karakter
4. Pendidikan moral
5. Mempromosikan kesehatan bayi dan anak-anak, dan
6. Memberikan intervensi medis.

6. Pendekatan-Pendekatan Teoritis Bagi Kebutuhan Siswa Yang


Mengalami Gangguan Emosi Dan Perilaku.
A. Pendekatan Biomedis
Pendekatan ini berusaha untuk menerangkan gangguan emosi dan
tingkah laku dari sudut pandang kedokteran. Ketidaknormalan neurologis dan
cidera neurologis sebagai penyebab gangguan ini. Strategi penanganan yang
ditekankan dalam pendekatan ini yaitu penggunaan obat dan penanganan medis
lainnya. Guru dapat membantu siswa dan orang tua dalam mengatur
penggunaan obat untuk siswa selama disekolah. Guru dapat pula membantu
dengan mengawasi dan mencatat perubahan-perubahan siswa setelah mendapat
penanganan medis.
B. Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan ini menitikberatkan pada kehidupan psikologis siswa.
Berusaha memahami dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang difokuskan pada
penyebab-penyebab hambatan Pendekatan ini juga terapi untuk merubah sikap
negatif siswa ke arah yang lebih positif. Ini dilakukan oleh psikiater, psikolog,
konselor dan sejenisnya.
C. Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini berusaha untuk mengubah perilaku yang merupakan
problematika secara sosial dan personal bagi siswa tersebut. Tujuannya adalah

28
menghilangkan perilaku negatif dan menggantinya dengan perilaku yang lebih
layak secara sosial.
D. Pendekatan Pendidikan
Jarang ditemukan seorang siswa dengan gangguan emosional dan tingkah
laku mendapat prestasi baik secara akademis. Mereka biasanya tidak mampu
berkonsentrasi dan mengatur pembelajaran diri mereka. Sebaliknya, penanganan
pembelajaran yang dapat membantu siswa berhasil secara akademis mungkin
berdampak pada kehidupan emosi dan sikapnya. Suasana kelas yang baik dapat
benar-benar menjadi lingkungan terapis.
E. Pendekatan Ekologi
Pendekatan ekologi menekankan perlunya pemahaman siswa ke dalam
konteks kehidupan mereka secara total. Pendekatan ini juga menekankan perlunya
membantu siswa yang mengalami hambatan harus dilakukan melalui usaha-usaha
kolaborasi keluarga, sekolah, teman dan masyarakat.
 

7. Cara Membantu Anak Dengan Gangguan Perilaku, Emosi Dan Sosial


Agar Berhasil Dalam Kelas Inklusif

1. Mengatasi Masalah-masalah Gangguan Emosi dan Tingkah Laku


Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional
dan perilaku dikelas adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini.
Sementara tidak semua masalah emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu
pendekatan proaktif jauh lebih efekif dibanding dengan cara yang semata-mata
hanya merespon terhadap masalah. Cara ini juga memberikan hubungan yang
saling memuaskan yang mungkin sebelumnya diterima dengan lebih negatif
oleh siswa maupun guru.
Beberapa cara yang mungkin dapat meningkatkan perilaku positif
siswa :
 Buatlah harapan-harapan pada emosi dan perilaku siswa yang Anda
inginkan sejelas mungkin bagi mereka.

29
 Tunjukkan pada siswa bahwa Anda jujur dalam berhubungan dengan
mereka.
 Berikan perhatian dan pengakuan kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi
yang positif untuk dinyatakan pada siswa setiap hari.
 Buatlah contoh sikap, kebiasaan kerja dan hubungan yang positif.
 Persiapkan pola pengajaran da berikan kurikulum yang tersusun dengan
baik.
2. Keterampilan Manajemen Diri
Pemantauan Diri
Pola pengajaran siswa agar sadar dan mencatat seberapa sering
mereka tidak masuk kelas, jumlah waktu mereka bercakap-cakap, dan jumlah
waktu mereka dalam mengerjakan tugas.Pendekatan pemantauan diri
mengajarkan siswa berkonsentrasi pada sikap-sikap tertentu dan mencatat
frekuensi dan durasi dalam daftar periode waktu. Kemudian siswa dapat
diajarkan menyusun tujuan-tujuan dalam mengurangi sifat-sifat yang negatif
atau meningkatkan sifat-sifat positif.
1. Intervensi Diri
Setelah siswa sadar akan sikap mereka sendiri dan dampaknya
terhadap orang lain, berikan mereka sebuah penguatan berupa pujian ataupun
bintang, bisa juga penghargaan berupa sertifikat yang diperlihatkan pada orang
tua siswa.
2. Pengarahan Diri
Latihan-latihan dalam mengajarkan mereka mengatasi masalah
mungkin menjadi suasana yang kondusif bagi keberhasilan mereka di kelas
inklusif.
Contohnya :
 Mengenal masalah (apa yang diminta untuk dikerjakan)
 Menciptakan solusi yang mungkin (cara apa yang saya pakai)
 Analisis solusi yang mungkin (dari berbagai macam cara, cara apa yang
paling tepat)

30
 Berusaha memecahkan masalah (memilih suatu solusi yang dapat
digunakan)
 Nilailah apakah solusi itu berhasil (apakah ini cara yang membantu untuk
menyelesaikan tugas secara berhasil)
3. Penerapan Analisis Perilaku
Terkadang sikap-sikap negative siswa gangguan emosi dan tingkah
laku sering muncul dan guru harus menganalisis sikap dasar sikap-sikap
tersebut seperti :
 Seberapa seringkah perilaku itu muncul
 Kapan berakhirnya?
 Apa yang menyebabkan perilaku itu muncul
 Bagaimana asal mulanya
 Apakah perilaku ini berhubungan dengan mata pelajaran atau aktivitas
tertentu di sekolah
4. Latihan Keterampilan Sosial
Program ini digunakan sebagai pendekatan pembelajaran tersusun
bagi pengajaran kemampuan sosial. Contohnya :
1. Peniruan/ modeling
2. Bermain peran/memperagakan
3. Umpan-balik Unjuk-kerja
Pertama siswa diberikan model-model sikap sosial yang positif.
Peniruan ini digunakan bergantian oleh guru dan teman-temannya. Peniruan
atau modeling diikuti dengan bermain peran. Umpan-balik dari bermain peran
membuat siswa mengetahui hasilnya dengan baik, dia mendekati perilaku
sosial yang telah menjadi model, kemudian siswa didukung dalam menerapkan
kemampuan sosilanya pada kehidupan sehari-hari dikelas dan dirumah.

5. Partisipasi Keluarga
Peran keluarga pada siswa inklusi sangatlah penting. Tugas guru
untuk mengundang dan mendorong supaya keluarga dari siswa yang

31
mengalami gangguan emosi dan tingkah laku terlibat di kelas dan sekolah
inklusif untuk memberikan dukungan serta memperhatikan kemajuan dari anak
tersebut.
6. Latihan Perilaku-Kognisi
Menerapkan pada siswa untuk berpikir sebelum bertindak, dekati
siswa dan tanyakan masalah dan perasaannya, pikirkan solusi masalah
sebanyak mungkin, pikirkan lagi dan tanyakan pada siswa tentang alternatif
solusi yang ditemukan oleh guru, dan cobalah terapkan solusi itu yang menurut
guru benar. Latihan ini memberikan harapan untuk menumbuhkan kasadaran
atas sikap-sikap mereka terhadap orang lain dan konsekuensi bagi diri mereka.
7. Kolaborasi Teman Sebaya
Salah satu cara dalam meningkatkan hubungan positif diantara teman-
teman dikelas inklusif adalah kerjasama teman sebaya. Bentuk kerjasamanya
adalah memecahkan masalah bersama-sama, perantara teman untuk menengahi
perbedaan-perbedaan dengan bersikap netral dikelas tersebut, dilatih dalam
membantu pihak-pihak lain untuk menemukan solusi dari berbagai macam
masalah dan pembagian tanggung jawab.
8. Sikap-sikap Guru Dalam Mengatur Kelas
A. Fleksibel Dalam Akademis. Mengetahui bahwa siswa belajar
berbeda-beda dan pada tingkatan yang berbeda pula.
B. Fleksibel Dalam Perilaku. Berkeinginan untuk menangani siswa
kearah kemampuan sikap dan sosial yang meningkat.
C. Sikap Humor. Mampu memperlihatkan sifat humornya dikelas
dan bisa tertawa bersama dengan siswa oleh humor-humor tersebut tanpa
keluar dari lingkungan pendidikan.
Guru perlu waspada akan kesulitan-kesulitan yang akan mereka hadapi pada anak
gangguan emosional dan tingkah laku, baik segi akademis maupun sosial. Smith
(1995) berpendapat bahwa 80% sampel siswa gangguan emosional dan tingkah
laku memiliki kemampuan interaksi yang buruk dengan teman dikelas regular.
Jelaslah, ada suatu kebutuhan dalam berusaha menemukan cara-cara yang lebih
baik dalam menerima siswa-siswa ini kedalam kelas inklusif.

32
BAB II TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PM “DK” DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT
PERSEPSI KONTROL YANG TIDAK ADEKUAT DITANDAI DENGAN
KETIDAK MAMPUAN MENGHADAPI SITUASI
DI BBRSBG KARTINI TEMANGGUNG

Nama : BAYU PUTRA PRADHANA


Tanggal pengkajian : 24 Mei 2017

33
Tempat pengkajian : BBRSBG Kartini Temanggung

A. Identitas
1. Penerima Manfaat
a. N a m a : DK
b. N I R :-
c. Klasifikasi : Debil
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 6 Desember 1991
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : TK
h. Alamat : Jl. Mujaer No. 14 RT 001/04, Kel.
Sugihwaras, Kecamatan Pemalang, Kab.
Pemalang
i. Tanggal Masuk : 26 September 2017

2. Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. R
b. Umur : Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : PNS
f. Alamat : Jl. Mujaer No. 14 RT 001/04, Kel.
Sugihwaras, Kecamatan Pemalang, Kab. Pemalang
g. Hubungan : Ayah PM

B. Pola Fungsional Gordon


1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

34
PM mengatakan bahwa kesehatan itu penting. Apabila PM merasa tidak
enak badan, PM menyampaikan kepada Pembimbing Asrama lalu
memeriksakan diri ke perkes yang ada di BBRSBG Kartini Temanggung.
2. Pola Nutrisi
PM makan 3x sehari, makan sering habis. Kebutuhan cairan PM terpenuhi
dan PM ada pantangan dengan udang dan ikan laut. PM selalu makan
dengan teman-temannya. Dan setelah makan PM selalu berdoa dan
membereskan piring serta gelasnya di tempat yang sudah di sediakan.
3. Pola Eliminasi
PM mengatakan sehari BAB 1x dan BAK 4-5x, tidak memerlukan bantuan,
membersihkan genetaliannya sendiri dan mengontrol BAB/BAK.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitasnya PM lancar
ADL 0 1 2 3 4
Mandi 
Makan/minum 
Toileting 
Berpakaian 
Bergerak/berpindah 
Turun dari bed 
Berjalan 

Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : dibantu total
5. Pola Istirahat dan Tidur
Istirahat PM dalam sehari cukup, dan setelah pulang sekolah biasanya PM tidur
siang

35
6. Pola kognitif dan persepsi
PM berespon bila diajak berkomunikasi, PM tidak ada hambatan dalam
berkomunikasi. PM juga berkenan untuk menceritakan tentang dirinya dan
keluarganya.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri


Beberapa bulan terakhir PM sangat rajin dalam bidang kerumah tanggaan,
tetapi perlu pendampingan karena belum bisa melakukan dengan benar. Tetapi
terkadang jika apa yang diinginkan tidak terpenuhi suka ngambek dan juga
sering pergi tanpa pamit.
8. Pola Peran Dan Hubungan
Hubungan PM dengan keluarga baik, PM sering menelpon keluarga untuk
mengungkapkan rasa kangen yang PM rasakan. Hubungan PM dengan teman
asrama, kelas, guru dan pengasuh juga baik.
9. Pola seksualitas
PM berjenis kelamin laki-laki.
10. Pola koping dan toleransi stress
PM terkadang marah/ngambek jika kegiatan/pekerjaan, keadaan, kenginan
tidak sesuai dengan yang PM inginkan.

11. Pola nilai dan keyakinan


PM beragama Islam. Ketaatan dalam melaksanakan sholat perlu diingatkan.
PM selalu sholat di kamar tidak pernah di Masjid

C. Pengumpulan Data
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :Baik
b. Kepala :Mesochepal
c. Rambut :Berwarna hitam, pendek dan sedikit ikal
d. Mata :Konjungtiva tidak anemis, dapat membedakan
warna

36
e. Hidung :Bersih, fungsi penciuman normal
f. Mulut :Mukosa bibir lembab, tidak terdapat gigi berlubang
dan karies gigi, serta tidak ada sariawan
g. Telinga : Pendengaran baik, telinga simetris.
Serumen dalam batas normal dan daun telinga
bersih
h. Leher : Tidak ada pembesaran tonsil dan kelenjar tyroid
i. Dada : Bentuk dada kanan dan kiri simetris, tidak ada
suara tambahan
j. Abdomen :
I : tidak ada lesi, tidak ada askites
A : Bising usus 12x/menit
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
hepar
P : tympani
k. Ekstermitas : Kuku bersih, jari-jari lengkap, kemampuan
memegang benda baik
l. Kulit : Turgor kulit elastis, cukup bersih, warna kulit
Gelap

D. Kondisi Penerima Manfaat


1) Aspek Fisik dan Kesehatan
a. Umur : 25 tahun, Berat badan 92 kg,
Tinggi badan 167 cm.
b. Keadaan anggota badan : Normal
c. Fungsi pendengaran : Normal, tidak ada gangguan
d. Fungsi penglihatan : PM dapat membedakan warna
e. Fungsi bicara : Baik/jelas
f. Koordinasi motorik : Normal
g. Mobilitas fisik : Normal
h. Tipologi fisik :Tidak menampakan tipologi khusus

37
i. Penyakit yang pernah diderita : Dalam batas wajar, tidak ada
demam sampai
Kejang, kesehatan baik.
j. Penyakit sering diderita : Batuk, pilek
k. PM alergi dengan ikan laut dan udang

2) Aspek Mental
a. Kemampuan baca tulis hitung : PM dapat membaca, penjumlahan
dan pengurangan 1-20 menggunakan
alat hitung.
b. Hitungan fungsional : mengenal uang s/d Rp. 100.000,
dapat menggunakan s/d Rp. 10.000
c. Pengetahuan umum : Baik, mampu mengenal saran
umum dan mampu memanfaatkan
dengan pendampingan.
d. Pengenalan sopan santun : dapat berlaku dan menghormati
pada orang lain.
e. Pengetahuan keagamaan : cukup, ketaatan beribadah : sholat 5
Waktu dengan pendampingan.
f. Penyimpangan perilaku : mudah marah
g. Kadar emosi : kurang stabil
h. Hobby : belum Nampak

3) Aspek Sosial
a. Pengenalan diri
PM mengenal keluarga dan diri sendiri dengan baik.
b. Pemenuhan kebutuhan sendiri
Baik, mampu untuk makan minum, ke WC, serta dapat berpakaian
dengan mandiri.
c. Pemenuhan kebutuhan umum/bersama

38
Cukup, anak mampu menyapu lantai, mengepel lantai, ambil air, dan
mampu mencuci pakaiannya sendiri meskipun masih diperlukan
bimbingan.
d. Kemampuan menerima/menyampaikan pesan/perintah
Kurang, apabila PM disuruh untuk melakukan hal yang kurang PM
sukai dan di paksa PM bisa marah.
e. Kemampuan penyesuaian diri dan bergaul
Baik, mengikuti kegiatan bersama teman-temannya.
4) Aspek Vokasional
a. Kemampuan melakukan pekerjaan : cukup
b. Kemauan menerima instruksi : cukup
c. Kecekatan dalam melaksanakan pekerjaan : Baik, perlu
pendampingan
d. Tanggung jawab terhadap pekerjaan : Kurang, perlu
pengawasan.
e. Wawasan terhadap pekerjaan : Baik, PM
mengetahui
Pentingnya pekerjaan
Yang dilakukan
f. Jenis-jenis pekerjaan yang disenangi : Ketrampilan/
kerajinan kayu
g. Jenis-jenis pekerjaan yang dikuasai : Ketrampilan/
kerajinan kayu
h. Jenis pelatihan yang di harapkan : Kesabaran

E. Latar Belakang Masalah


PM ”DK” pernah sekolah sampai dengan SMPLB, berasal dari
keluarga yang mampu, kehidupan PM tercukupi, PM tinggal di daerah kota,
kedua orang tuanya bekerja sebagai PNS. PM “DK” tinggal bersama ayah,
ibu serta saudaranya. DK masuk pertama di BBRSBG karena orang tua PM
dan PM sendiri ingin mendapakankan pendidikan yang lebih. Kondisi PM
mudah untuk diajak komunikasi karena tidak ada masalah verbal. PM juga

39
menceritakan terakhir dia marah adalah saat uang saku PM telah habis dan
PM memaksa meminta pada pembimbing, karena kemauannya tidak
terturuti PM langsung marah-marah.
Pada saat ini emosi PM sedang baik, akan tetapi bisa sewaktu-waktu
marah saat kamuan tidak terturuti atau bila ada perintah yang tidak PM
sukai dan harus dilakukan.

F. Pengelompokan Data
DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF
1. PM tampak antusias dalam 1. PM mengatakan terakhir marah
mengikuti kegiatan di kelas. saat uang saku habis dan tidak
2. PM sering tampak tidak sabar mendapat uang saku.
dalam menyelesaikan pekerjaan 2. PM mengatakan senang di
di kelas. kelas kerajinan kayu karena
3. Hasil pekerjaan PM dalam dapat mengikuti kegiatan di
kerajinan kayu kurang maksimal kelass tersebut.
karena PM kurang bersabar 3. PM mengatakan senang dengan
dalam menyelesaikan pekerjaan. teman sekelas dan dapat
4. PM dapat berkomunkasi dengan bekerjasama.
baik kepada teman 4. PM mengatakan tidak ingin
5. PM dapat bekerjasama untuk marah namun bila ada sesuatu
melakukan tugas dari yang membuat dia kesal dia
pembimbing tetap marah
6. PM dapat menerima tugas yang .
diberikan pembimbing
7. PM tampak murung bila disuruh
untuk melakukan hal yang tidak
dia sukai

40
G. ANALISA DATA
Tanggal Data Fokus Problem Etiologi
15 Mei DO: Ketidak Gangguan pola
2017 - PM tampak efektifan melepaskan
murung bila koping ketegangan
disuruh untuk
melakukan hal
yang tidak dia
sukai.
- PM sering tampak
tidak sabar dalam
menyelesaikan
pekerjaan di kelas.
- Hasil pekerjaan
PM dalam
kerajinan kayu
kurang maksimal
karena PM kurang
bersabar dalam
menyelesaikan
pekerjaan.
DS :
- PM mengatakan
terakhir marah saat
uang saku habis
dan tidak
mendapat uang
saku.
- PM mengatakan
tidak ingin marah
namun bila ada

41
sesuatu yang
membuat dia kesal
dia tetap marah..

H. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Paraf
Ditemukan Teratasi
1. Ketidakefektifan koping 23 Mei 2017 25 Mei
berhubungan dengan tingkat 2017
persepsi kontrol yang tidak
adekuat ditandai dengan
ketidak mampuan menghadapi
situasi

I. Perencanaan
Hari/ Tanggal : Senin, 22 Mei 2017
N DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA
O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL TINDAKAN
1 Ketidakefektifan NOC : 4360 Modifikasi
koping Setelah dilakukan Perilaku
Definisi: tindakan keperawatan - Tentukan motivasi PM
Ketidakmampuan selama 2 x 24 jam terhadap [perlunya]
untuk membentuk ketidakefektifan koping perubahan [perilaku]
penilaian tentang teratasi dengan - Dukung untuk
stresor, ketidak Outcome: mengganti kebiasaan
adekuatan pilihan 1302 Koping yang tidak diinginkan
respons yang ...02 dengan kebiasaan yang
dilakukan, dan/atau Mengidentifikasi diinginkan
ketidakmampuan pola koping yang - Berikan jaminan
untuk menggunakan tidak efektif bahwa intervensi
sumber daya yang ...03 Menyatakan diimplementasikan
tersedia perasaan akan secara konsisten oleh

42
Faktor yang kontrol [diri] semua staf
berhubungan: ...05 Menyatakan - Dukung untuk
tingkat persepsi penerimaan terhadap memeriksa
kontrol yang tidak situasi perilakunya sendiri
adekuat ...22 Menggunakan - Identifikasi masalah
sistem dukungan pasien terkait dengan
personal istilah perilaku
...12 Menggunakan - Kembangkan
strategi koping yang program perubahan
efektif perilaku
- Ajarkan cara
menahan emosi dari
sisi spiritual

J. Implementasi
Hari/Tgl Dx Implementasi Respon PM Paraf
Selasa, 1 Menentukan motivasi DS:
23 Mei PM terhadap - PM mengatakan
2017 [perlunya] perubahan bersedia diberi
[perilaku] motivasi
- Mendukung untuk - PM mengatakan ia
mengganti kebiasaan sering marah bila
yang tidak sesuatu yang
diinginkan dengan dikehendakinya tidak
kebiasaan yang terturuti dan akan
diinginkan mengganti kebiasan
- Memberikan marah itu dengan cara
jaminan bahwa mendengarkan lagu di
intervensi music box.
diimplementasikan - Guru kelas dan

43
secara konsisten oleh pembimbing asrama
semua staf bersedia untuk selalu
- Mendukung untuk mengingatkan PM
memeriksa untuk dapat menahan
perilakunya sendiri marah.
- Mengidentifikasi - PM mengatakan belum
masalah pasien terbiasa mengucapkan
terkait dengan istilah bacaan istighfar saat
perilaku merasa kesal, namun
- Mengembangkan akan berusaha untuk
program perubahan mengucapkan bacaan
perilaku tersebut saat sedang
- Melatih PM kesal
menahan emosi DO:
dengan cara-cara - PM dapat menerima
spiritual motivasi, dapat
(mengucapkan mengetahui dampak
istighfar) apabila marah.
- PM dapat
mengucapkan bacaan
istighfar
Rabu, 1 Menentukan motivasi DS:
24 Mei PM terhadap - PM mengatakan sudah
2017 [perlunya] perubahan mengucapkan bacaan
[perilaku] ishtighfar saat ada
- Mendukung untuk teman yang mebuat
mengganti kebiasaan sedikit kesal
yang tidak - PM mengatakan ketika
diinginkan dengan ada sesuatu yang
kebiasaan yang membuat kesal PM
diinginkan akan mengucapkan

44
- Memberikan bacaan ishtighfar agar
jaminan bahwa tidak marah
intervensi DO:
diimplementasikan - Hari ini PM tidak
secara konsisten oleh marah karena dapat
semua staf menahan emosi
- Mengembangkan
program perubahan
perilaku
- Mengajarkan PM cara
berpamitan yang baik
dan benar
- Melatih PM menahan
emosi dengan cara-
cara spiritual
(mengucapkan
istighfar)

K. Evaluasi
Hari/ DX Catatan Perkembangan Paraf
Tgl
Selasa, 1 S:
23 Mei - PM mengatakan bersedia diberi motivasi
2017 - PM mengatakan ia sering marah bila sesuatu yang
dikehendakinya tidak terturuti dan akan mengganti
kebiasan marah itu dengan cara mendengarkan
lagu di music box.

45
- PM mengatakan belum terbiasa mengucapkan
bacaan istighfar saat merasa kesal, namun akan
berusaha untuk mengucapkan bacaan tersebut saat
sedang kesal
O:
- PM dapat menerima motivasi, dapat mengetahui
dampak apabila marah.
- PM dapat mengucapkan bacaan istighfar
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi:
- Memberikan tambahan motivasi kepada PM
- Mendukung untuk mengganti kebiasaan yang
tidak diinginkan dengan kebiasaan yang
diinginkan
- Mengembangkan program perubahan perilaku
- Menekankan PM untuk menucapkan istighfar
ketika merasa kesal
- Memberikan pujian apabila PM mengucapkan
istighfar saat marah dan ketika PM melakukan hal
dengan baik.
Rabu, 2 S:
24 Mei - PM mengatakan sudah sedikit menerapkan
2017 mengucapkan bacaan istighfar saat sedang kesal
- PM mengatakan dalam 3 hari ini bisa menahan
emosi/kemarahan.
O:
- PM dapat megucapkan bacaan istighfar saat kesal
namun masih jarang.
- Tidak ada laporan dalam kurun waktu 3 hari ini
bahwa PM marah
A: Masalah teratasi sebagian

46
P: Lanjutkan intervensi:
-Menentukan motivasi PM terhadap [perlunya]
perubahan [perilaku]
- Mendukung untuk mengganti kebiasaan yang
tidak diinginkan dengan kebiasaan yang
diinginkan
- Memberikan jaminan bahwa intervensi
diimplementasikan secara konsisten oleh semua
staf
- Mengembangkan program perubahan perilaku
- Menekankan PM untuk mengucapkan istighfar
saat marah

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengkajian saya adalah :
1. Secara fisik PM normal, tidak menunjukan tipologi khusus. PM juga tidak
menunjukan adanya gangguan perilaku, akan tetapi apabila ada hal tidak
PM inginkan/sukai PM bisa marah.
2. Dalam hal ini Intervensi dan implementasi untuk merubah sikap PM harus
dilakukan secara berulang dan terus menerus agar PM terbiasa.
3. Perkembangan PM semakin baik

B. SARAN
1. Kepada penerima manfaat
a. Lebih giatlah belajar dan jangan mudah bosan dalam melakukan
pekerjaan
b. Banyak berdiskusi dengan teman atau pembimbing
c. Lebih terbuka dengan teman atau guru pembimbing
d. Jangan mudah marah apabila ada hal yang tidak terpenuhi

47
e. Tetap semangat, giat dan ceria agar cita-citamu tercapai
2. Pembimbing asrama
a. Lebih dekat dengan PM
b. Sering mengajak berkomunikasi dengan apa yang sedang dirasakan PM
c. Memberi motivasi pada PM
d. Mengajarkan untuk tidak cepat marah atau mengontrol emosi dari sisi
spiritual.
3. Pembimbing kelas
a. Tetap memotivasi PM
b. Lebih memperhatikan PM
c. Selalu menasehati PM dengan bahasa yang baik/ lembut
d. Mengajarkan PM agar tidak mudah bosan dalam melakukan pekerjaan di
kelas
e. Mengajarkan tentang kesabaran kepada PM
4. Perawat
a. Memperhatikan kesehatan PM secara umum
b. Lebih kreatif dalam cara menarik perhatian para PM untuk merawat
kesehatannya

48
49

Anda mungkin juga menyukai