PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Retardasi mental atau yang saat ini disebut disabilitas intelektual adalah
gangguan fungsi intelektual yang ditunjukkan dengan adanya defisit fungsional
pada perilaku adaptif, kemampuan sosial dan komunikasi dalam kehidupan seharihari. Pada umumnya, individu dengan retardasi mental memiliki IQ dibawah 70
(Winnepenninckx et al., 2003 ; Kabra & Gulati, 2003).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hingga tahun 2000
diperkirakan sekitar 500 juta orang di dunia menyandang disabilitas intelektual
dan 80 persen dijumpai di negara-negara berkembang. Di Indonesia 1-3
persen penduduknya mengalami kelainan ini dengan insiden pada pria 1,5 kali
lebih banyak dibanding perempuan (Kaplan & Shadock, 2003).
Banyak faktor penyebab disabilitas intelektual yang saling mempengaruhi
dan berkesinambungan seperti malnutrisi atau obat-obatan yang dikonsumsi ibu
selama hamil, zat neurotoksik, kelahiran prematur, iskemia otak, infeksi pre- atau
post-natal, dan kelainan genetik (Chelly et al., 2006). Disabilitas intelektual yang
disebabkan oleh kelainan genetik dapat terjadi karena (i) kelainan jumlah atau
struktur kromosom yang berakibat pada hilangnya materi gen, (ii) deregulasi pada
cetakan gen atau regio genom yang spesifik, (iii) kelainan pada gen tunggal yang
dibutuhkan pada perkembangan fungsi kognitif (Chelly et al., 2006).
Sekitar dua pertiga kasus disabilitas intelektual disebabkan kelainan gen
tunggal, sedangkan kelainan kromosom yang paling sering ditemukan pada
penderita disabilitas intelektual adalah trisomi, terutama pada kromosom 13, 18,
dan 21 (trisomi 21) (Vanagaite et al., 2007). Trisomi pada umumnya dikaitkan
dengan umur ibu saat terjadi pembuahan atau kehamilan (Vanagaite et al.,2007 ;
Gulati & Wasir, 2005 ; Velagaleti et al., 2005). Trisomi 21 (sindroma Down)
merupakan kelainan jumlah kromosom 21 dengan prevalensi sekitar 1 : 700 bayi
lahir hidup. Sindroma Down dan sindroma fragile X merupakan penyebab
terbanyak disabilitas intelektual yang disebabkan kelainan genetik adalah kelainan
genetik yang paling banyak dan tersering menyebabkan disabilitas intelektual
(Willemsen et al.,2004).
Penelitian ini merupakan laporan kasus untuk mengetahui kelainan
kromosom siswa dengan disabilitas intelektual di Sekolah Luar Biasa (SLB) Alpa
Kumawa Wardhana 1.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karateristik siswa dengan disabilitas inetelektual di SLB Alpa
Kumara Wardhana 1?
2. Bagaimana analisa kromosom siswa dengan disabilitas inetelektual di SLB
Alpa Kumara Wardhana 1?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik siswa dengan disabilitas intelektual di SLB
Alpa Kumara Wardhana 1.
2. Untuk mengetahui kromosom siswa dengan disabilitas intelektual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI dan KRITERIA DISABILITAS INTELEKTUAL
Disabilitas intelektual adalah kondisi yang ditandai dengan rendahnya
kecerdasan (dengan nilai IQ di bawah 70) dan fungsi intelektual secara signifikan
berada di bawah rata-rata, pada usia di bawah 18 tahun. Disabilitas intelektual
pada umumnya disertai keterbatasan fungsi adaptasi pada dua atau lebih
kemampuan
berikut:
komunikasi,
perawatan
diri,
keterampilan
2.4.2.1.1. Trisomi
Trisomi merupakan kelainan jumlah kromosom, dimana kromosom berjumlah
21 ???? menjadi penyebab utama retardasi mental secara genetik dimana terjadi
kelainan pada jumlah kromosom 21 dengan prevalensi sekitar 1 : 700 bayi baru
lahir. Resiko kelahiran bayi dengan trisomi ini sering juga dikaitkan makin
meningkat dengan hubungan antara makin meningkatnya umur ibu dengan saat
terjadi pembuahan atau kehamilan.
a.
Trisomi 21 (Sindrom Down) merupakan salah satu kelainan genetik yang
sering terjadi dengan prevalensi kejadian bayi lahir dengan sindrom Down adalah
1 dari 800 kelahiran. Di Amerika Serikat terdapat lebih dari 400,000 orang
menderita sindrom Down, dengan jumlah kelahiran bayi yang mendapat sindroma
tersebut mencapai 3,400 bayi dalam setahun ( CDC, 2009).
Beberapa gejala klinis yang ditemui pada anak sindrom down diantaranya,
brachisefali, epikantus, lidah yang menonjol keluar, hidung datar seperti orang
Mongoloid, telinga kecil dan letak rendah, hipotonia, jari ke lima hanya dua ruas
dan melengkung, sandal gap, wajah datar, perawakan pendek. Penyandang
sindroma Down dapat disertai kelainan penyakit jantung kongenital (50-70 %),
gangguan
pendengaran
kongenital/didapat,
atresia
duodenum,
penyakit
Fenotip bayi dengan sindroma Down ditunjukkan pada gambar di bawah ini
(gambar 2.3)
.
Gambar 2.3. Keadaan fisik anak sindrom down
Keadaan fisik Fenotip anak penyandang sindrom Down: wajah membulat, mulut selalu
terbuka, jembatan hidung lebar dan datar, jarak lebar antar kedua matapseudohypertelorism,
kelopak mata mempunyai lipatan epikantus.
Sumber: anthro.palomar.edu
perawakan yang lebih tinggi dari rata-rata,. Kesulitan belajar cenderung lebih
sering ditemukan pada kelainan ini dibandingkan dengan kelainan kromosom seks
yang lain. Pengaruh terhadap perkembangan motorik dan bahasa cukup sering
terjadi dan gangguan bahasa baik reseptif maupun ekspresif terjadi hingga saat
dewasa. Rata-rata IQ 20 poin lebih rendah dari pada individu dengan jumlah
kromosom normal. (Kingston, 2002 ; Turnpenny & Sian, 2007).
kelainan
translokasi
robertsonian.
Mayoritas
translokasi
b) Delesi (del) :
Hilangnya bagian dari sebuah kromosom dan berakibat pada mosomi untuk
segment kromosom tersebut. Delesi dapat terjadi pada 2 level, delesi
kromosom yang luas yang dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.
Sedangkan mikrodelesi yang bersifat submikroskopik dapat diidentifikasi
dengan menggunakan pemeriksaan flourescent in situ hybridization (FISH) dan
2.5 Diagnosis
2.6 Konseling
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), konseling berarti pemberian
bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang. Bantuan yang diberikan
kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui
pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Tujuan konseling dalam bidang disabilitas intelektual ini adalah
menentukan ada atau tidaknya disabilitas intelektual dan derajat disabilitas
intelektualnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh disabilitas
intelektual pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti khusus, dan
konseling pranikah dan pranatal.
BAB III
KERANGKA TEORI
Retardasi Mental
Lingkungan
Genetik
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
dimana peneliti melakukan pengamatan terhadap suatu kasus dengan menjelaskan
kronologi dan konteks masalah.
B. Sampel
Sampel adalah siswa di SLB yang diduga menderita disabilitas intelektual.
Jumlah sampel : 1
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa..... di Surabaya pada
tanggal..... selama kurun waktu.....
E. Definisi Istilah/Operasional
Disabilitas intelektual adalah suatu kondisi terhentinya atau tidak
lengkapnya perkembangan pikiran, yang terutama ditandai oleh gangguan
ketrampilan yang dimanifestasikan selama periode perkembangan, yang
mempengaruhi keseluruhan tingkat kecerdasan, yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial.
Karyotipe adalah sebuah tes yang menganalisis bentuk, jumlah dan ukuran
kromosom seseorang.
F. Prosedur Penelitian
Pengambilan data ini dilakukan dengan meneliti seorang siswa yang
diduga mengalami disabilitas intelektual dengan melakukan karyotyping
kromosom.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod Paul. 2008.
Congenital Hypothyroidism. Department of Pediatric: All India Institute of
Medical Sciences (AIIMS). NICU: New Delhi India
Ahuja AS, Thapar A, Owen MJ. 2005. Genetics of mental retardation. Indian J
Med Sci Sep 59(9): 407- 417
Amudha S, Aruna N, Rajangam S. 2005. Consanguinity and chromosomal
abnormality. Indian J Hum Genet 11: 108-110.
Chelly J, Khelfaoui M, Francis F, Cherif B, Bienvenu T. 2006. Genetics and
pathophysiology of mental retardation. European J Hum Genet. 14: 701713.
Faradz MH. Cytogenetic analysis and genetic counseling. In: Faradz MH, Juniarto
AZ, Darmana E, editors. The Indonesian course in genetic counseling.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2003.
Faradz SM. 2002. Fragile-X Mental Retardation, Autism and Related Disorders
4ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Greydanus DE, Pratt HD. 2005. Syndromes and disorders associated with mental
retardation. Indian J Pediatric 72;859-864.
Gulati S,Wasir V. 2005. Prevention of developmental disabilities. Indian J
Pedatrics 72; 975-978.
Hagerman RJ : the physical and behavioural phenotype. In Hagerman RJ,
Hagerman PJ (eds): Fragile X syndrome: diagnostic, treatment and
Research. Baltimore: John Hopkins University press; 2002: pp 3-109