Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN ANAK II

RETADASI MENTAL

Dosen Pengampu :

Ns. Herlina,M,Kep.Sp,Kep.An

Disusun oleh:

KELAS B

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
A. Pengertian Retardasi Mental
Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, bila anak-anak sehat maka
bangsapun akan kuat dan sejahtera. Generasi penerus yang berkualitas merupakan
harapan setiap orangtua, oleh karena itu kita semua berharap agar anak-anak dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat fisik, mental, dan sosial (Hastuti, 2009) .Setiap
orangtua menginginkan anak lahir dengan sempurna karena anak merupakan lambang
pengikat cinta kasih bagi kedua orangtuanya (Ulfatusholiat, 2009)
Retardasi mental suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan
mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang
terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo= kurang atau sedikit, fren
= jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum
yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk
menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif (Maramis, 2005 dalam Nugroho 2012).
Retardasi mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hambatan ketrampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
orangtua sangat berpengaruh dalam perkembangan sosial anak yang mengalami
retardasi mental. Dalam Ulfatusholihat (2009) mengatakanbahwa penyesuaian diri itu
dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat internal maupun eksternal. Anita &
Jannah (2012) mengemukakan stimulasi orangtua dapat membantu dalam
meningkatkan perkembangan anak.
jadi dapat disimpulkan bahwa reterdasi mental merupakan suatu keadaan
dengan intelegensi yang kurang sejak lahir atau sejaknmasa perkembangan, yang
disebabkan oleh suatu keadaan mental yang berhenti atau tidak lengkap ditandai oleh
adanya hambatan keterampilan pada masa perkembangan dan orang tua memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan sosial anak yang mengalami reterdasi
mental.

B. Etiologi dan faktor resiko Retardasi Mental


1. Faktor Biologis
A. Pengaruh genetik dan kromosom
Penyebab retardasi mental sangat heterogen, dapat disebabkan faktor
genetik dan non genetik. Faktor genetik adalah kelainan kromosom dan
kelainan gen tunggal penyebab pasti retardasi mental hanya diketahui pada 50%
kasus retardasi mental sedang hingga berat, sedangkan pada retardasi mental
ringan angka ini lebih kecil lagi.
Trisomi 21 merupakan penyebab utama retardasi mental secara genetik dimana
terjadi kelainan pada jumlah kromosom 21 dengan prevalensi sekitar 1 : 700
bayi baru lahir. Trisomi ini sering juga dikaitkan dengan hubungan antara umur
ibu dengan saat terjadi pembuahan / kehamilan. Berdasarkan penelitian pada
kromatin seks, kelebihan kromosom -X pada laki-laki lebih banyak ditemukan
di antara penderita retardasi mental dibandingkan laki-laki normal.
Diperkirakan kelebihan kromosom-X pada laki-laki memberi pengaruh tidak
baik pada kesehatan jiwa, termasuk timbulnya psikosis, gangguan tingkah laku
dan kriminalitas. Kelainan kromosom-X yang cukup sering menimbulkan
retardasi mental adalah Fragile-X syndrome, yang merupakan kelainan
kromosom-X pada band q27.
 Down syndrome
Kelainan kromosom penyebab retardasi mental yang terbanyak adalah
Down syndrome. Disebut demikian karena Langdon Down pada tahun
1866 untuk pertama kali menulis tentang gangguan ini, yaitu bayi yang
mempunyai penampilan seperti mongol dan menunjukkan
keterbelakangan mental seperti idiot. Hal ini tidak sepenuhnya benar,
karena sebagian besar dari golongan ini termasuk retardasi mental
sedang (IQ antara 20-60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50).
Sindrom Down merupakan 10-32% dari penderita retardasi mental.
Diperkirakan insidens dari sindrom Down antara 1-1,7 per 1000
kelahiran hidup per tahun. Risiko timbulnya sindrom Down berkaitan
dengan umur ibu saat melahirkan. Ibu yang berumur 20-25 tahun saat
melahirkan mempunyai risiko 1:2000, sedangkan ibu yang berumur 45
tahun mempunyai risiko 1:30 untuk timbulnya sindrom Down.
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi
mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya kelebihan
kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21,
sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47. Anak dengan
down syndrome dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu,
seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang
mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan
kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk
segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan
ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional
dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan
down syndrome. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental
dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan
pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
 Fragile X syndrome
Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang
diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling
sering muncul setelah Down syndrome. Gen yang rusak berada pada
area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X
syndrome. Syndrome ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak
memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen normal untuk
mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya
memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan memiliki
angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000
laki-laki lahir dengan sindrom ini.
2. Kelainan metabolik
Kelainan metabolik yang sering menimbulkan retardasi mental adalah
Phenylketonuria (PKU), yaitu suatu gangguan metabolik dimana tubuh tidak
mampu mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin karena defisiensi enzim
hidroksilase. Penderita laki-laki tenyata lebih besar dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 2:1. Kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
Diperkirakan insidens PKU adalah 1:12 000-15 000 kelahiran hidup. Penderita
retardasi mental pada PKU 66,7% tergolong retardasi mental berat dan 33,3%
retardasi mental sedang. DefisiensiDefisiensi yodium secara bermakna dapat
menyebabkan retardasi mental baik di negara sedang berkembang maupun di
negara maju. Diperkirakan 600 juta sampai 1 milyar penduduk dunia mempunyai
risiko defisiensi yodium, terutama di negara sedang berkembang. Penelitian WHO
mendapatkan 710 juta penduduk Asia, 227 juta Afrika, 60 juta Amerika Latin, dan
20-30 juta Eropa mempunyai risiko defisiensi yodium. Akibat defisiensi yodium
pada masa perkembangan otak karena asupan yodium yang kurang pada ibu hamil
meyebabkan retardasi mental pada bayi yang dilahirkan. GambaranGambaran
klinis beberapa gangguan metabolik dapat dicegah, seperti hipotiroidisme dan
fenilketonuria. Di negara maju, program spesifik telah dilakukan tes kartu Guthrie
atau tusukan tumit sebagai program skrining neonatal di Inggris dan Belanda untuk
deteksi dini dan penanganan gangguan tersebut. Sayangnya, di sebagian besar
negara berkembang, tidak ada program skrining neonatal sistematis yang
digunakan.
3. Faktor Prenatal
Penyebab paling umum retardasi mental di negara-negara industri adalah
sindrom alkohol janin dengan tingkat kejadian 1 dari 100 kelahiran. Kebiasaan
mengonsumsi alkohol pada wanita hamil dapat menimbulkan gangguan pada anak
yang dilahirkan atau disebut dengan fetal alcohol syndrome. Faktor-faktor prenatal
lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil yang menggunakan
bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan
anak dengan retardasi mental yaitu penyakit sifilis, herpes genital dan
cytomegalovirus. Infeksi cytomegalovirus tidak menimbulkan gejala pada ibu
hamil tetapi dapat memberi dampak serius pada janin yang dikandungnya.
Manifestasi klinis antara lain hidrosefalus, kalsifikasi serebral, gangguan motorik,
dan retardasi mental.Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera
kepala, menjadi faktor yang lebih besar bagi anak dengan gangguan retardasi
mental. Kelahiran prematur juga menimbulkan resiko retardasi mental dan
gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis
juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti
cat yang mengandung timah juga dapat terkena retardasi mental.

4. Faktor Psikososial
Proses psikososial dalam keluarga dapat merupakan salah satu penyebab
retardasi mental. Sebenarnya bermacam-macam sebab dapat bersatu untuk
menimbulkan retardasi mental. Proses psikososial ini merupakan faktor penting
bagi retardasi mental tipe sosio-kultural, yang merupakan retardasi mental ringan.
Lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi
intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab
atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental. Anak-anak dalam
keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk
berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara
intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang
tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang
penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan
memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan
waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan
memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan
buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi

C. Tanda Gejala Retardasi Mental

Ciri-ciri Klinis Retardasi Mental :

A. Menurut DSM-IV-TR (2004) ciri-ciri klinis mental retardation:


1. Orang yang memiliki fungsi intelektual yang secara signifikan berada di
tingkat subaverage (IQ < 70).

2. Orang yang memiliki defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang timbul
secara bervariasi. Tanda-tanda umum dari mental retardation adalah
kesulitan dalam berkomunikasi, kesulitan dalam mengurus diri sendiri atau
rumah, kesulitan dalam membina relasi sosial atau personal, rendahnya
kemampuan akademis, kesehatan dan keselamatan.

3. Umur onset, yakni timbulnya mental retardation pada usia 18 tahun. Batasan
ini ditetapkan sebagai identifikasi gangguan pada fase-fase perkembangan
berikutnya.

B. Selanjutnya menurut DSM-IV-TR, ciri-ciri klinis mental retardation


diselaraskan dengan tingkatan kemampuannya, yakni:
1. Retardasi Mental Katagori Ringan
Retardasi mental kategori ringan disebut juga dengan mental
retardation kategori mild (ringan) dengan tingkat IQ=50-70, memiliki fungsi
intelegensi yang secara signifikan berada pada subaverage ke bawah.
Penderitanya membutuhkan bantuan yang cukup terbatas dan tak
membutuhkan bantuan total. Dia masih bisa mandiri dengan tingkat
pengawasan yang minimal dan masih memiliki prestasi yang memadai. Akan
tetapi mereka masih sangat tergantung pada pendidikan, pelatihan, dan
dukungan masyarakat.
Anak dengan retardasi mental ringan masih dapat membaca hingga
kelas empat sampai enam sekolah dasar. Meskipun dia memiliki kesulitan
membaca, tetapi dia masih mampu mempelajari pendidikan dasar yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membutuhkan pengawasan,
bimbingan, dan pelatihan khusus. Penderita retardasi mental tidak memiliki
kelainan fisik yang signifikan, tetapi mereka kerap kali menderita epilepsi.
2. Retardasi Mental Kategori Sedang
Retardasi mental kategori sedang disebut juga dengan mental
retardation kategori moderate (sedang), memiliki tingkat IQ=35-40 atau
IQ=50-55. Penderitanya membutuhkanbantuan yang cukup terbatas, tidak
membutuhkan bantuan total, masih mampu mandiri dengan tingkat
pengawasan yang cukup minimal, masih memiliki prestasi yang memadai dan
tergantung pola pendidikan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan masyarakat.
Anak yang memiliki retardation mental IQ=36-51 jelas sekali memiliki
keterbatasan dan keterlambatan dalam belajar bicara dan keterlambatan dalam
perkembangan lainnya, seperti duduk. Dengan melalui pelatihan dan
dukungan masyarakat (lingkungan), penderita retardasi mental masih dapat
hidup mandiri untuk taraf keterampilan dan kebutuhan tertentu.
3. Retardasi Mental Kategori Berat
Retardasi mental kategori berat disebut juga dengan mental retardation
kategori severe (berat) dengan tingkat skor IQ=20-25 dan IQ=30-45, memiliki
keterampilan komunikasi formal yang sangat terbatas, sehingga tidak pernah
bicara lisan dan jika adapun bicaranya hanya sebatas satu atau dua kata.
Penderitanya membutuhkan bantuan khusus dan total, seperti mandi,
berpakaian, dan makan. Penderitanya total membutuhkan bantuan living
home, tidak memiliki keselamatan, kesehatan apalagi keterampilan akademik.

4. Retardasi Mental Kategori Sangat Berat


Retardasi mental kategori sangat berat disebut juga mental retardation
kategori profound (sangat berat) dengan tingkat skor IQ=20-25, tidak
memiliki keterampilan komunikasi formal, sehingga tidak pernah bicara lisan
sama sekali, tak pernah belajar menggunakan bicara sebagai media
komunikasi, dan tidak mampu menggunakan alternatif bahasa isyarat atau alat
komunikasi lainnya. Dia sangat sulit belajar akibat disfungsi kognitif dan
memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi sehingga aktivitas sehari-
harinya sangat total membutuhkan bantuan living home, keselamatan,
kesehatan dan keterampilan akademiknya sama sekali tidak ada.
Anak-anak mental retardation dalam kategori sangat berat (IQ ≤ 19)
biasanya tidak dapat berjalan, berbicara, ataupun memahami orang lain.
Angka harapan hidup anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental
relatif pendek dan tergantung pada faktor penyebabnya. Biasanya semakin
berat mental retardation, maka semakin kecil angka harapan hidupnya.

Manifestasi klinis dari retardasi mental dapat bervariasi, utamanya berdasarkan


tingkat retardasi mental. Pada retardasi mental ringan, gejala biasanya belum nampak
hingga anak memasuki usia sekolah dasar, dimana anak mengalami kesulitan dalam
menulis, membaca, dan berhitung sehingga hanya mampu bersekolah hingga kelas 4,5,
atau 6. Anak sulit berkonsentrasi dan kurang dewasa dalam hal adaptasi sosial dan
kemandirian.

Orang dengan retardasi mental berat hingga sangat berat biasanya didiagnosis
pada usia lebih dini, lebih sering dengan kondisi medis tertentu misalnya kelainan
dismorfik, dan memiliki gangguan mental dan perilaku. Sebaliknya, orang dengan
retardasi mental ringan didiagnosis pada usia yang lebih tua (biasanya saat tuntutan
akademik lebih menonjol), jarang dengan kondisi medis tertentu dan biasanya nampak
seperti orang normal. Orang dengan retardasi mental sedang memiliki gambaran
keduanya

Gejala retardasi mental pada tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung tingkat
keparahan kondisi yang dialami. Gejala yang dapat timbul pada penderita retardasi
mental, berupa:

1) Kesulitan berbicara.
2) Lambat dalam mempelajari hal-hal penting, seperti berpakaian dan makan
3) Kesulitan dalam pengendalian emosi, seperti mudah marah
4) Ketidakmampuan memahami konsekuensi atas tindakan yang diambi.
5) Penalaran yang buruk dan sulit memecahkan suatu masalah
6) Daya ingat yang buruk

Nilai IQ pasien juga dapat menunjukkan tingkat keparahan kondisi yang diderita.
Berikut tingkat keparahan kondisi berdasarkan nilai IQ:

1) Ringan − nilai IQ sekitar 50-69


2) Sedang − nilai IQ sekitar 35-49
3) Berat − nilai IQ sekitar 20-34
4) Sangat berat − nilai IQ di bawah 20

D. Komplikasi Retardasi Mental

Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :

a. Serebral palsi
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi/hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan antikonvulsi, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan)

E. Penatalaksanaan Medis Retardasi Mental


a. Farmakoterapi
Obat-obatan yang sering digunakan dalam terapi retardasi mental adalah terutama
untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (Ritalin) dapat
memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin,
dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang
dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada
umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamate,
gamma aminobutyric acid (GABA)
b. Latihan dan pendidikan.
Latihan dan pendidikan meliputi latihan di rumah, latihan di sekolah, latihan teknis,
dan latihan moral. Latihan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau antisosial.
3. Mengajarkan suatu keahlian agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
c. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan kepada anak dan orang tua. Konseling pada orang tua antara
lain bertujuan untuk membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena
mempunyai anak dengan retardasi mental, mereka perlu diberi dukungan bahwa
bukan salah mereka jika anak mereka mengalami hal seperti itu, tetapi mereka perlu
berusaha untuk mengatasi keadaan tersebut. Psikoterapi tidak dapat
menyembuhkan retardasi mental, tetapi diharapkan dapat terjadi perubahan sikap,
tingkah laku, dan adaptasi social.

Pencegahan
Pencegahan retardasi mental dapat dilakukan secara primer (mencegah timbulnya
retardasi mental) atau secara sekunder (mengurangi manifestasi klinis retardasi
mental).
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (misalnya
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, mengurangi
kehamilan diatas usia 40 tahun, dan pencegahan keradangan otak pada anak-anak).
Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dan pengobatan dini. Pencegahan tersier
meliputi pendidikan penderita atau latihan khusus yang sebaiknya dilakukan di
sekolah luar biasa.

F. Asuhan Keperawatan Retardasi Mental


1. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan proses pikir
b. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan dalam menyelesaikan
tugas perkembangan
c. Gangguan penyesuaian individu berhubungan dengan inteligensia yang
rendah
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis

2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
pertumbuhan dan tindakan keperawatan perkembangan anak
perkembangan b.d. selama 3×24 jam 2. Dorong / libatkan anak
kelainan fungsi diharapkan pasien tidak dalam melakukan
kognitif mengalami kegagalan aktivitas
tumbang. 3. Berikan aktivitas sesuai
Kriteria Hasil : dengan kemampuan anak
 Tak ada 4. Ajarkan hal-hal yang
kemunduran perlu diketahui anak
mental (aktivitas dasar)
 Anak mampu 5. Pantau tingkat
melakukan perkembangan anak
kegiatan sesuai
kemampuan
secara optimal

2 Hambatan
interaksi sosial Setelah dilakukan 1. Dorong pasien
berhubungan tindakan keperawatan untukmengungkapkan
dengan gangguan selama 3 x 24 jam maka perasaan yang
proses pikir Hambatan interaksi berhubungan
sosial belum teratasi dengan masalah
dengan riteria hasil : pribadinya.
2. Identifity suatuketerampil
1. Belum bisa an sosial tertentu
mempertahankan fungsi yang akanmenjadi
kognitif. fokusdari pelatihan.
3. Berikan penkes kepada
2. Belum bisa keluarga untuk melatih
mempertahankan klien supaya keterampilan
keterampilan sosialnya semakin
bahasanya. berkembang.
3. Belum bisa
mempertahankan
keterampilan dalam
pemecahan masalah.
3 Isolasi sosial
berhubungan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kebutuhan
dengan tindakan keperawatan keamanan
keterlambatan selama 3 x 24 jam maka pasien,berdasarkan
dalam isolasi sosial belum tingkat fungsi
menyelesaikan teratasi dengan kriteria fisik,kognitif dan
tugas hasil: perilaku.
perkembangan 2. Ciptakan lingkungan yang
1. Belum bisa aman bagi pasien.
berkomunikasi dengan 3. Batasi pengunjung yang
orang lain. ingin bertemu dengan
pasien.
2. Belum bisa
beradaptasi dengan
lingkungan

4 Gangguan 1. Bantu pasien untuk


penyesuaian Setelah dilakukan mengidentifikasi berbagai
individu tindakan keperawatan peran dalam kehidupan.
berhubungan selama 3 x 24 jam maka 2. Bantu pasien untuk
dengan Gangguan
inteligensia yang mengidentifikasi
penyesuaian belum peran yang biasa dalam
rendah
teratasi dengan criteria keluarga.
hasil :
3. Bantu pasien untuk
1. Belum bisa mengidentifikasi strategi
menggunakan positif untuk perubahan
strategi koping peran.
yang baik.
2. Belum bisa
mempertahanka
n produktivitas.
5 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan tindakan keperawatan secara komprehensif
dengan agen 1x24 jam masalah dapat termasuk lokasi,
cedera fisik teratasi dengan kriteria
karakteristik, durasi,
hasil :
1. Mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol faktor presipitasi
nyeri (tahu 2. Observasi reaksi
penyebab nyeri, nonverbal dari
mampu ketidaknyamanan
menggunakan 3. Kaji kultur yang
tehnik
mempengaruhi respon
nonfarmakologi
untuk nyeri
mengurangi 4. Bantu pasien dan keluarga
nyeri, mencari untuk mencari dan
bantuan) menemukan dukungan
2. Melaporkan 5. Kontrol lingkungan yang
bahwa nyeri dapat mempengaruhi
berkurang
nyeri seperti suhu
dengan
menggunakan ruangan, pencahayaan dan
manajemen kebisingan
nyeri
3. Mampu
mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital
dalam rentang
normal

6 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi


n nutrisi kurang tindakan keperawatan makanan
dari kebutuhan 2x24 jam masalah dapat
tubuh teratasi dengan kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan hasil : gizi untuk menentukan
dengan faktor 1. Adanya jumlah kalori dan nutrisi
psikologis
peningkatan yang dibutuhkan pasien.
berat badan 3. Berikan makanan yang
sesuai dengan terpilih ( sudah
tujuan dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
2. Berat badan
4. Monitor jumlah nutrisi
ideal sesuai
dan kandungan kalori
dengan tinggi
badan
3. Mampu
mengidentifikas
i kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti

DAFTAR PUSTAKA

Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009

Anda mungkin juga menyukai