LAPORAN PENDAHULUAN
SPEECH DELAY
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Keterlambatan dalam berbicara adalah suatu kecenderungan dimana anak sulit dalam
mengekspresikan keinginan atau perasaan pada orang lain seperti, tidak mampu dalam
berbicara secara jelas, dan kurangnya penguasaan kosa kata yang membuat anak
tersebut berbeda dengan anak lain seusianya.
Keterlambatan (speech delay) bicara dan berbahasa pada anak, menggambarkan
kemampuan (skill) anak yang berkembang, tetapi pada tingkat yang lebih lambat dari
anak-anak sebayanya sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Masalah
keterlambatan bicara dan berbahasa ini, bisa ringan, sedang, atau berat.
1.2 Etiologi
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai
dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara.
Berikut ini adalah beberapa penyebab gangguan bicara.
Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang
mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik
lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya
gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri.
Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum
dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan.
Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang
kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Namun bila
penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu
berat.
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai
berikut:
GANGGUAN PENDENGARAN
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan
disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan
2
Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila
kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran
tetapi kepandaian normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya
normal dan tidak ada kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul
hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini
juga seringkali dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.
RETARDASI MENTAL
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain
seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa.
Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan
dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.
3
AUTISME
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme
adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial.
MUTISM SELEKTIF
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau
bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau
kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua.
Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis
atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan
komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala
yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta
kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya
4
ALERGI MAKANAN
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan
gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak.
Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan
kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia
di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan
bicaranya.
DEPRIVASI LINGKUNGAN
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya.
Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa? Penelitian
menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang
kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse,
maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi
semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
ANAK KEMBAR
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama
dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan
lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling
meniru. Hal ini menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara
yang sama –sama belum bagus.
BILINGUAL ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun
keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan
pemakaian 2 bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak
bilingual tampak mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan
satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.
KETERLAMBATAN FUNGSIONAL
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami
gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah anak tidak menunjukkan kelainan
neurologis lain.
bicara seorang anak kita harus lebih mewaspadainya. Misalnya pada umur tertentu
anak sudah bisa memanggil papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian
kemampuan tersebut menghilang. Demikian pula dengan penurunan kemampuan
mengioceh, yang sebelumnya sering jadi berkurang atau pendiam.
Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1 tahun (12 bulan)
1.4 Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan
yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus
arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut.
Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi,
fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan
formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan
7
dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses
enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan
atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut
pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai
proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan
bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.
1.5 Komplikasi
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptifekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar)
sampai ke otak.Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi
yang berbeda–beda pada tingkat kekerasan yang berbeda–beda pula responnya
ditangkap langsung oleh sensor di otak.Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive),
tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya menyeluruh.Tes ini adalah tes
paling umum dalam mendeteksi gangguan pendengaran.
3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang
sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan
8
gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu
respon aktif dari pasien. Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan
gangguan telinga tengah jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.
4. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara, dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah :
a. Audiometri nada murni
b. Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni
yang diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear
phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik
dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan
dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear)
ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah
bunyi terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan
memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan khususnya untuk
anak-anak.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
pada stimulus nada murni.Nilai ambang diukur dengan frekwensi yang berbeda-
beda.Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas.Grafiknya
terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air conduction)
dan skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai
ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Untuk anak–anak biasanya dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji pendengaran
dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk
mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran
fungsi pendengaran terutama pada pasien gangguan pendengaran.
Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan
mengerti percakapan pada intensitas yang berbeda.Tes terdiri dari sejumlah kata-
kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau pengeras suara free
field.Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites.Setelah selesai,
persentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat diketahui.
9
1.7 Penatalaksanaan
Terapi
1. Terapi wicara
2. Terapi okupasi
Edukasi
1.8 Pathway
10
11
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
12
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
i. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan
14
berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam
posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas
di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
15
2.3 Perencanaan
bisa dilakukan
secara optimal
dengan
pembedahan.
Kozier Barbara et.al (2012), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5
th
Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York.
Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book,
Philadelpia.
Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition, Mosby
Year Book, Philadelpia.
21
Ners Muda
Supiati, S.Kep
Preseptor Klinik
( )