Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN RESIKO JATUH (KASUS 5)

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :
Rifah Miladdina 1710711040
Lies Rahmayanti 1710711041
Parida Pebruanti 1710711042
Riska Hidayattullah 1710711044
Rani Mutrika 1710711045
Priskillia Marisa R. 1710711047

Kelas Tutor A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN
LANSIA DENGAN RISIKO JATUH (KASUS 5)
ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaiakan rasa hormat dan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang tulus dan ikhlas, telah memberikan bantuan
dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Depok, 11 Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

I.1 Latar Belakang ..............................................................................................................4

I.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................5

I.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................6

II.1 Prevalensi ....................................................................................................................6


II.2 Pengertian dan Etiologi................................................................................................7
II.3 Tanda dan Gejala........................................................................................................10
II.4 Komplikasi ................................................................................................................11
II.5 Konsep Mobilisasi dan Keamanan pada Lansia.........................................................11
II.6 Morse Fall Scale.........................................................................................................21
II.7 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.......................................................................24

BAB III PENUTUP................................................................................................................54

III.1 Simpulan ..................................................................................................................54

III.2 Saran ........................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................54

3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Jatuh merupakan salah satu bahaya yang mengancam keamanan dan


keselamatan terhadap manusia. Selain itu, 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dan
seluruh kecelakaan yang terjadi di RS adalah jatuh. Dalam makalah ini penyusun akan
mencoba membahas tentang asuhan keperawatan apa yang bisa dilaksanakan untuk
mencegah resiko jatuh terhadap lansia.
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan
didalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkoppe dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya. Jatuh adalah
kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan
survei di masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari umur
65 tahun jatuh setipa tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum
lebih dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh
0.6/orang. Insiden di rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak. Lima persen dari
penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kecelakaan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992.
kematian akibat jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh
keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit
lain misalnya serangan jantung mendadak.
Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia.
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan
osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya

4
fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai resiko lebih
tinggi dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan
akibat jatuh.resiko untuk terjadinya perlikaan akibat jatuh merupakan efek gabungan
dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan
terbantingnya. Sehingga dalam mencegah jatuh pada lansia perlu dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan
atau kelas aerobik yang dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat
dan dapat menurunkan risiko jatuh.
I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prevalensi jatuh pada lansia?


2. Apa pengertian dan etiologi jatuh?
3. Apa komplikasi jatuh?
4. Bagimana konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia?
5. Bagaimana konsep morse fall scale?
6. Apa teori penuaan sesuai kasus?
7. Apa diagnosa dan intervensi keperawatan?
8. Bagaimana etika dan peran perawat sesuai kasus?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui prevalensi jatuh pada lansia


2. Mengetahui pengertian dan etiologi jatuh
3. Mengetahui komplikasi jatuh
4. Mengetahui konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia
5. Mengetahui morse fall scale
6. Mengetahui teori penuaan sesuai kasus
7. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan
8. Megetahui etika dan peran perawat
9. Mengetahui perawatan lansia dengan diabetes mellitus

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

II. 1 Prevalensi Lansia


Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia
tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun
2035 (48,19 juta).

PREVALENSI JATUH PADA LANSIA


Proporsi penduduk di atas 60 tahun di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan
berlipat ganda dari sekitar 11% menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605
juta menjadi 2 milyar lansia (World Health Organization, 2015). (Nazam, 2013)
melakukan survei tentang kejadian pasien jatuh di AS, di mana hasil survei tersebut
menunjukkan 2,3-7% per 1000 lansia mengalami jatuh dari tempat tidur setiap hari dan
29-48% lansia mengalami luka ringan dan 7,5% dengan luka-luka serius. Proporsi
lansia Di Amerika Serikat, sekitar tiga perempat kematian diakibatkan oleh jatuh, pada
13 persen populasi lanjut usia 65 tahun keatas. Sekitar 40persen dari kelompok usia 65
tahun keatas yang tinggal dirumah mengalami setidaknya jatuh sekali dalam setahun,
dan sekitar 1 dari 40 orang dirawat di rumah sakit dikarenakan jatuh (Rubenstein,
2006).Berdasarkan survei masyarakat di Jepang, didapatkan sekitar 30% usia lanjut
yang berumur >75 tahun, setiap tahunnya mengalami jatuh. Separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti
sebanyak 30 orang usia lanjut atau sekitar 43,47% mengalami jatuh. Rubenztein dalam
penelitiannya melaporkan bahwa 93,1% dari usia lanjut yang mengalami kelemahan,
sebesar 68,7% di antaranya memiliki pola Activity of Daily Living (ADL) yang buruk
yang dapat meningkatkan risiko jatuh.

Di Indonesia survei yang dilakukan oleh riset kesehatan dasar (RISKESDAS)


tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi cidera akibat jatuh pada penduduk diatas usia
55 tahun mencapai49,4%, pada usia 65-74 tahun sekitar 67,1% dan pada usia 75 tahun
keatas sekitar 78,2%. Insidensi jatuh setiap tahunnya di antara lansia yang tinggal di

6
komunitas meningkat dari 25% pada usia 70 tahun menjadi 35% setelah berusia lebih
dari 75 tahun (Stanley & Beare, 2012). Kongres XII PERSI (2012) melaporkan bahwa
angka kejadian pasien jatuh di Indonesia bulan Januari-September 2012 sebesar 14%,
hal ini menggambarkan presentasi angka pasien jatuh masuk ke dalam lima besar
insiden medis selain medicine eror (Komariah, 2015). Kejadian jatuh dilaporkan terjadi
pada sekitar 30% lansia berusia 65 tahun ke atas yang tinggal di rumah (komunitas),
separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Lansia yang tinggal dirumah
mengalami jatuh sekitar 50% dan memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 10-
25%. (Darmojo & Martono, 2009).

II. 2 Pengertian dan Etiologi


1. Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi
Indonesia Osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi
degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang
ada di sekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011)
mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena
ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler,
kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).

2. Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas jaringan tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur
lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta
jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011).Tulang kita merupakan organ terkeras di tubuh
dan diperlukan suatu tekanan yang sangat besar secara tiba-tiba atau atau tekanan yang
bersifat kontinu untuk mampu menimbulkan fraktur.Namun, berbeda halnya pada
lansia.Fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma ringan bahkan tanpa adanya kekerasan yang
nyata (Darmojo, 2006). Fraktur yang sering dialami lansia adalah fraktur femur proksimal,
Colle’s fracture, dan fraktur kolumna vertebra.Namun diantara ketiga jenis fraktur tersebut,
fraktur femur proksimal merupakan penyebab utama perburukan kualitas hidup lansia (Lestari

7
P, 2011).Fraktur femur proksimal merupakan fraktur yang terjadi pada femur dibagian
proksimal baik di bagian leher femur, intertrokanter maupun subtrokanter (Zuckerman, 1996).

3. Osteoporosis

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di


Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikro arsitektur tulang, dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya
kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
a) Osteoporosis pasca menopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
ke dalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-
75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen
produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung
3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
b) Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis
berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang-orang berusia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.
c) Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder
yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,
anti kejang, dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.

d) Osteoporosis juveni lidiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya


tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki

8
kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Junaidi, 2007).

4. Jatuh
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang
menyebabkan cedera, hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004).

Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat mengalami
dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali, kehilangan kepercayaan diri,
peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton dan Andrews, 2006).

Beberapa penyebab terjadinya jatuh antara lain:

a) Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.


b) Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
c) Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi
warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
d) Gaya berjalan dan keseimbangan
Akibat penurunan fungsi system saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan
pernapasan. Semua perubahan ini mengubah pusat gravitasi, mengganggu
keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada akhirnya
mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan properosepsi membuat lansia
sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan
mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat
mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang
bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).

5. Demensia
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding
sebelumnya yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas social dan profesional
yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian, biasanya ditemukan juga

9
perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan psikiatri
mayor (Ong dkk, 2015).
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan demensia antara lain:
a) Usia
Risiko terjadinya penyakit Alzheimer meningkat secara nyata dengan
meningkatnya usia, meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu di atas
65 tahun dan 50% individu di atas 85 tahun mengalami demensia. Dalam studi
pupolasi, usia di atas 65 tahun risiko untuk semua demensia adalah OR=1,1 dan
untuk penyakit Alzheimer OR=1,2 (Ong dkk, 2015).
b) Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer lebih tinggi
pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan tingginya
prevalensi AD pada wanita yang tua dan sangat tua disbanding pria. Risiko untuk
semua jenis demensia dan penyakit Alzheimer untuk wanita adalah OR=1,7 dan
OR=2,0. Kejadian demensia vascular lebih tinggi pada pria secara umum
walaupun menjadi seimbang pada wanita yang lebih tua (Ong dkk, 2015).
c) Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early Onset Alzheimer Disease/EOAD) terjadi
sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus penyakit
Alzheimer. Sekitar 13% dari EOAD ini memperlihatkan transmisi autosomal
dominan. Tiga mutasi gen yang teridentifikasi untuk kelompok ini adalah
amiloid-β protein precursor pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70% kasus,
presenilin pada kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% kasus. Sampai saat
ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi untuk Penyakit
Alzheimer AwitanLambat. Diduga faktor genetik dan lingkungan saling
berpengaruh. Di antara semua faktor genetik, gen Apolipoprotein E (APOE E)
yang paling banyak diteliti. Telaah secara sistematik studi populasi menerangkan
bahwa APOE E4 signifikan meningkatkan risiko demensia penyakit Alzheimer
terutama pada wanita dan populasi antara 55-56 tahun, pengaruh ini berkurang
pada usia yang lebih tua (Ong dkk, 2015).

II. 3 Tanda dan Gejala

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lanjut usia dibagi dalam dua golongan besar:

10
a. Faktor instrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang
dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin
tidak jatuh (Gardner, 2000). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan
muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan
ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-
tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah,
penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya) diantaranya
cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda.
Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung
meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan
yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang
rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan
(Darmojo, 2009)

II. 4 Komplikasi

Jatuh pada usia lanjut dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi sebagai berikut:

1. Perlukaan (injury)
a. Rusaknya jaringan lunak, robeknya jaringan otot arteri atau vena, yang dirasakan
sangat nyeri.
b. Patah tulang (fraktur)
Pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah, atau tulang selangka
c. Hematom Subdural
2. Perawatan rumah sakit
- Akibat imobilisasi, dekubitus, dan lain-lain.
3. Disabilitas akibat dari:
- Penurunan mobilitas karena perlukaan fisik
- penurunan mobilitas akibat jatuh, hilangnya kepercayaan diri, dan pembatasan
gerak.
4. Risiko untuk dimasukkan “Nursing Home”

11
5. Kematian

II.5. Konsep Dasar Mobilitas dan Keamanan

A. Konsep Dasar Mobilisasi

1. Defnisi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup aktivitasnya guna
mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2006).

Gangguan mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk


bergerak dengan bebas, dan imobilisasi mengacu mengacu pada ketidakmampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada
suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa
klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang
mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi
mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan Perry, 1994).

2. Hal-hal Yang Harus Dikaji


Dalam asuhan keperawatan mobilisasi menurut (Hidayat, 2006). sebagai berikut:

a. Rentang gerak
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan
tranversal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan
kebelakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan prontal
melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan
belakang. Potongan trasversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh
menjadi bagian atas dan bawah.

b. Gaya berjalan
Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan cara utama atau gaya
ketika berjalan (Fish & Nielsen, 1993). Dengan mengkaji gaya berjalan klien
memungkinkan perawat untuk membuat kesimpulan tentang keseimbangan,
postur, keamanan, dan kemampuan berjalan tanpa bantuan. Mekanika gaya

12
berjalan manusia mengikuti kesesuaian system skeletal, syaraf dan otot tubuh
manusia (Fish & Nielsen, 1993)

c. Latihan dan Toleransi Aktivitas


Latihan adalah aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh,
meningjatkan kesehatan dan mempertahankan kesehatas jasmani. Sedangkan
toleransi aktivitas adalah jenis dan jumlah latihan atau kerja yang dapat
dilakukan seseorang. Prngkajian toleranssi aktivitas diperlukan jika ada
perencanaan aktivitas seprti jalan, latihan rentang gerak, atau aktivitas sehari-
hari dengan penyakit akut dan kronik.

d. Kesejajaran Tubuh
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk,
atau berbaring.

e. Berdiri
Hal-hal yang harus dikaji berfakus pada kesejajaran tubuh klien yang berdiri
antara lain:

1) Kepala tegak dan midline


2) Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar
3) Ketika dilihat dari arah posterior tulang belakang lurus
4) Ketika klien dari arah lateral kepala tegak dan garis tulang belakang di garis
dalam pola s terbalik.
5) Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan
nyaman dan lutut dengan pergelangan kaki agak melengkung.
6) Lengan klien nyaman di samping
7) Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang,
dan jari-jari kaki menghadap ke depan.
8) Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengan
tubuh, dan garis gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai
titik tengah antara kedua kaki.
f. Duduk
Perawat mengkaji kesejajjaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi
hal-hal sebagai berikut:

13
1) Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang
lurus.
2) Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha
3) Paha sejajar dan berada pada potongan horizontal
4) Kedua kaki ditopang dilantai.
5) Jarak 2-4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal
pada permukaan lutut bagian posterior.
6) Lengan bawah klien ditopang pada pegangan tangan, dipangkuan, atau
diatas meja depan kursi.
g. Berbaring
Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi normal
terhadap tekan. Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan
posisi lateral pada klein dengan menggunakan satu bantal dan semua
penompagnya diangkat dari tempat tidur.

3. Masalah-masalah Kebutuhan Mobilisasi


Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapata mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembatasan
gerakan volunteer, atau kehilangan fungsi motorik. Pengaruh penurunan kondisi
otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik akan terlihat jelas dalam beberapa
hari. Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan mengalami
kurangnya kekuatan otot dari tingkat dasarnya pada rata-rata 3% sehari. Tirah
baring juga dikaitkan dengan perubahan pada kardiovaskuler, skelet, dan organ
lainnya. Istilah antrofi disuse digunakan untuk menggambarkan pengukuran
ukuran normal serat otot secara patologis setelah aktivitas yang lama akibat tirah
baring, trauma, pemakaian gips, atau kerusakan saraf lokal (McCance dan
Hueterher, 1994).

4. Faktor yang Mempengaruhi


a. Pengaruh Otot
Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang
membentuk sebagian massa otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak
mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot
menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan.Penurunan mebilisasi dan

14
gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletalyang besar, yang perubahan
patofisiologi utamanyasecara luas sebagai respon terhadap penyakit dan
penurunan aktivitas sehari-hari, seperti pada respon imobilisasi dan tirah baring
(Kaspernet al, 1993).
b. Pengaruh Skelet
Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet: gangguan metabolism
kalsium dank kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang,
sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm,
1989)

a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas sseorang
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari (Hidayat,
2006).

b. Prosses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh (Hidayat, 2006).

c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga di pengaruhi kebudayaan. Misalnya
orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas
yang kuat (Hidayat, 2006).

d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan (Hidayat, 2006).
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal
ini di kkarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia (Hidayat, 2006).

II. 6. Konsep Dasar Keamanan

Definisi Keamanan

15
Keamanan adalah keadaan aman dan tenteram (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit atau cedera tapi keamanan juga dapat
membuat individu aman dalam aktifitasnya, mengurangi stres dan meningkatkan
kesehatan umum. Keamanan fisik (biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman
terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik secara mekanis, thermis,
elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik, yang pada pembahasan
ini akan difokuskan pada providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman
(Fatmawati, 2009).

Karakteristik Keamanan

1. Pervasiveness (insidensi)
Keamanan bersifat pervasive artinya luas mempengaruhi semua hal. Artinya klien
membutuhkan keamanan pada seluruh aktifitasnya seperti makan, bernafas, tidur,
kerja, dan bermain.

2. Perception (persepsi)
Persepsi seseorang tentang keamanan dan bahaya mempengaruhi aplikasi
keamanan dalam aktifitas sehari-harinya. Tindakan penjagaan keamanan dapat
efektif jika individu mengerti dan menerima bahaya secara akurat.

3. Management (pengaturan)
Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan melakukan tindakan
pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktek keamanan. Pencegahan
adalah karakteristik mayor dari keamanan (Fatmawati, 2009).

Klasifikasi Keamanan

 Keamanan fisik
Mempertahankan keamanan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mencegah
ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit,
kecelakaan, bahaya, pada lingkungan. Pada saat sakit seorang klien mungkin rentan
terhadap komplikasi seperti infeksi, oleh karena itu bergantung pada profesional
dalam sistem pelayan kesehatan untuk perlindungan. Memenuhi kebutuhan
keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan

16
kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat mungkin perlu melindungi klien
dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi (Potter dan Perry, 2005).

 Keamanan psikologis

Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa
yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional pemberi
perawatan kesehatan. Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan dari
prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan.
Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman
yang baru dan yang tidak dikenal (Potter dan Perry, 2005). Orang dewasa yang sehat
secara umum mampu memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis
merekat tanpa bantuan dari profesional pemberi perawatan kesehatan.
Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih rentan terancam kesejahteraan fisik
dan emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah untuk membantu
melindungi mereka dari bahaya (Potter dan Perry, 2005).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (Wartonah, 2010):

1) Usia
Pada usia anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang
dilakukan. Pada orang tua/lansia akan mudah sekali jatuh atau rapuh tulang.

2) Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsang, paralisis, disorientasi dan
kurang tidur.

3) Emosi
Emosi seperti kecemasan, deperesi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan
berpengaruh terhadap masalah keselamtan dan keamanan.

4) Status mobilitas
Keterbatasan aktivitas, pararlisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya resiko injuri/gangguan integritas kulit.

5) Gangguan persepsi sensori

17
Kerusakan sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang
berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.

6) Informasi/komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan.

7) Penggunaan antibiotik yang tidak rasional


Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.

8) Keadaan imunitas
Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehingga
mudah terserang penyakit.

9) Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih


Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.

10) Status nutrisi


Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang
penyakit demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi beresiko terhadap penyakit
tertentu.

11) Tingkat pengetahuan


Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya

Kaplan dan Sadock (2007), mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan gangguan
keamanan yang berisiko terhadap bunuh diri:

1 Perbedaan jenis kelamin 10 Pasien jiwa


2 Usia 11 Gangguan depresi
3 Ras 12 Skizofrenia
4 Agama 13 Ketergantungan alkohol
5 Status pernikahan 14 Ketergantungan zat lainnya
6 Kependudukan 15 Gangguan kepribadian
7 Iklim 16 Gangguan kecemasan
8 Kesehatan fisik 17 Perilaku bunuh diri sebelumnya
9 Penyakit mental

18
II.7 Perubahan yang Terkait Dengan Usia yang Mempengaruhi Mobilitas dan Keamanan

Mobilitas adalah salah satu aspek terpenting dari fungsi fisiologis karena sangat penting
untuk menjaga independensi dan karena konsekuensi serius terjadi ketika independensi hilang.
Untuk orang dewasa yang lebih tua, mobilitas dipengaruhi oleh perubahan terkait usia sampai
batas tertentu, tetapi faktor risiko memainkan peran yang jauh lebih besar. Karena banyak
risiko yang memengaruhi mobilitas, jatuh dan patah tulang merupakan kejadian yang lazim di
usia tua. Orang dewasa yang lebih tua memiliki tantangan ganda yaitu mempertahankan
keterampilan mobilitas dan menghindari jatuh dan patah tulang. Karena alasan ini, keselamatan
merupakan aspek integral dari mobilitas.

a. Tulang
Tulang menyediakan kerangka kerja untuk seluruh sistem muskuloskeletal dan
bekerja bersama dengan sistem otot untuk memfasilitasi gerakan. Fungsi tambahan tulang
dalam tubuh manusia termasuk menyimpan kalsium, memproduksi sel darah, dan
mendukung serta melindungi organ dan jaringan tubuh. Tulang terdiri dari lapisan luar
yang keras, yang disebut tulang kortikal atau padat, dan bagian dalam, jaring-jaring
kenyal, disebut tulang trabekuler atau kanselus. Proporsi komponen kortikal ke trabekuler
bervariasi sesuai dengan jenis tulang. Tulang panjang, seperti jari-jari dan tulang paha,
terdiri dari sebanyak 90% sel kortikal, sedangkan tulang datar dan tulang belakang
terutama terdiri dari sel-sel trabekuler. Kedua komponen tulang kortikal dan trabekuler
dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, tetapi laju dan dampak perubahan terkait usia
berbeda pada kedua jenis tulang.
Pertumbuhan tulang mencapai kematangan di awal masa dewasa, tetapi remodeling
tulang berlanjut sepanjang hidup seseorang. Perubahan terkait usia berikut ini
memengaruhi proses renovasi pada semua orang dewasa yang lebih tua:
 Peningkatan resorpsi tulang (mis., Kerusakan tulang yang diperlukan untuk
remodeling)
 Mengurangi penyerapan kalsium

 Peningkatan hormon paratiroid serum

 Gangguan regulasi aktivitas osteoblas


 Gangguan pembentukan tulang sekunder akibat berkurangnya produksi osteoblastik
dari matriks tulang
 Lebih sedikit sel sumsum fungsional karena penggantian sumsum dengan sel lemak
 Penurunan estrogen pada wanita dan testosteron pada pria.
b. Otot

19
Otot rangka, yang dikendalikan oleh neuron motorik, secara langsung memengaruhi
semua aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL). Perubahan terkait usia yang memiliki
dampak terbesar pada fungsi otot termasuk
 Ukuran dan jumlah serat otot berkurang

 Hilangnya neuron motorik

 Penggantian jaringan otot dengan jaringan ikat dan, akhirnya, dengan jaringan lemak

 Memburuknya membran sel otot dan keluarnya cairan dan kalium

 Penurunan sintesis protein


Efek keseluruhan dari perubahan yang berkaitan dengan usia ini adalah kondisi yang
disebut sarkopenia, yang merupakan kehilangan massa otot, kekuatan, dan daya tahan.
c. Sendi dan Jaringan Penghubung
Banyak perubahan terkait usia mempengaruhi fungsi semua sendi muskuloskeletal,
termasuk sendi yang tidak menahan beban. Berbeda dengan tulang atau otot, yang
mendapat manfaat dari olahraga, persendian dirugikan dengan penggunaan berkelanjutan
dan mulai menunjukkan efek keausan pada awal masa dewasa. Faktanya, proses
degeneratif mulai mempengaruhi tendon, ligamen, dan cairan sinovial selama awal masa
dewasa, bahkan sebelum maturitas kerangka tercapai. Beberapa perubahan sendi terkait
usia yang paling signifikan meliputi yang berikut:
 Mengurangi viskositas cairan sinovial

 Degenerasi sel kolagen dan elastin

 Fragmentasi struktur berserat di jaringan ikat

 Pertumbuhan klaster kartilaginosa karena keausan terus menerus

 Pembentukan jaringan parut dan area kalsifikasi dalam kapsul sendi dan jaringan ikat

 Perubahan degeneratif pada kartilago artikular yang menyebabkan fraying, cracking,


dan shredding yang luas, selain permukaan yang diadu dan menipis.
Konsekuensi dari perubahan ini termasuk gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan
fleksibilitas struktur fibrosa, berkurangnya perlindungan dari kekuatan pergerakan, erosi
tulang yang mendasari perkembangan tulang rawan, dan berkurangnya kemampuan
jaringan ikat untuk mentransmisikan gaya tarik yang bekerja pada itu.
d. Sistem saraf
Pemeliharaan keseimbangan dalam posisi tegak adalah keterampilan kompleks yang
dipengaruhi oleh perubahan sistem saraf yang berkaitan dengan usia: perubahan
kemampuan visual; penurunan refleks meluruskan; gangguan proprioception, khususnya
pada wanita; dan sensasi getaran yang berkurang dan rasa posisi sendi pada ekstremitas
bawah. Selain itu, perubahan yang berkaitan dengan usia dalam kontrol postural

20
menyebabkan peningkatan goyangan tubuh, yang merupakan ukuran gerakan tubuh saat
berdiri. Akhirnya, karena perlambatan yang berkaitan dengan usia, orang dewasa yang
lebih tua berjalan lebih lambat dan kurang mampu merespons secara tepat waktu terhadap
rangsangan lingkungan. Para peneliti telah menemukan bahwa orang dewasa yang lebih
tua dapat belajar untuk mengkompensasi perubahan yang terjadi pada sistem saraf pusat
untuk menghindari jatuh (Doumas, Rapp, & Krampe, 2009).

e. Osteopenia dan Osteoporosis


Kehilangan massa tulang adalah perubahan terkait usia yang memengaruhi semua
orang dewasa seiring bertambahnya usia. Sejauh mana itu terjadi, bagaimanapun,
dipengaruhi oleh banyak variabel, dan penekanan perlu ditempatkan pada intervensi
promosi kesehatan yang membatasi tingkat dan konsekuensi dari kehilangan tulang (Horan
& Timmins, 2009). Karena ketersediaan luas teknik pencitraan sederhana, yang disebut
densitometri tulang, dalam beberapa tahun terakhir, kepadatan massa tulang sekarang
secara rutin dievaluasi pada orang dewasa yang dimulai sekitar dekade ke-6. Kepadatan
massa tulang dinilai menurut standar deviasi di bawah dewasa muda yang sehat, yang
disebut skor-T. Ketika skor-T adalah antara 1 dan 2,5 standar deviasi di bawah kisaran ini,
kondisi ini disebut osteopenia; ketika skor-T lebih rendah dari ini, kondisi ini disebut
osteoporosis. Osteoporosis biasanya tanpa gejala; Namun, itu dapat menyebabkan rasa
sakit, kehilangan ketinggian, punuk janda, dan peningkatan risiko patah tulang. Selain
didiagnosis berdasarkan skor densitometri tulang, osteoporosis didiagnosis ketika fraktur
terjadi tanpa adanya trauma.

II. 7 Morse Fall Scale (Mfs) / Skala Jatuh Morse

Morse Fall Scale (MFS) adalah metode cepat dan sederhana untuk menilai
kemungkinan pasien jatuh. Sebagian besar perawat (82,9%) menilai skala sebagai
“cepat dan mudah digunakan,” dan 54% memperkirakan butuh kurang dari 3 menit
untuk member peringkat pada pasien. Ini terdiri dari enam variabel yang cepat dan
mudah untuk dinilai, dan itu telah terbukti memiliki validitas prediktif dan reliabilitas
antar penilai. MFS digunakan secara luas dalam perawatan akut pengaturan, baik di
rumahs akit dan pengaturan rawat inap perawatan jangka panjang.

21
Dalam Morse Fall Scale (MFS) terdapat beberapa skala item yang tergantung
dengan jumlah nilai nya. Item dalam skala diberi skor sebagai berikut:

1. Riwayat jatuh: Ini dinilai sebagai 25 jika pasien telah jatuh selama masuk rumah
sakit saat ini atau jika ada riwayat kejatuhan fisiologis langsung, seperti dari kejang
atau gaya berjalan yang terganggu sebelumnya penerimaan. Jika pasien belum jatuh,
ini diberi skor 0.
Catatan: Jika pasien jatuh untuk pertama kali, maka pasiennya atau skornya segera
meningkat sebesar 25.
2. Diagnosis sekunder: Ini dinilai sebagai 15 jika lebih dari satu diagnosis medister
daftar pada pasien grafik; jika tidak, skor 0.
3. Alat bantu ambulans: Ini diberi nilai 0 jika pasien berjalan tanpa alat bantu jalan
(walaupun dibantu oleh perawat), menggunakan kursi roda, atau sedang istirahat dan
tidak bangun sama sekali.
Catatan : Jika pasien menggunakan kruk, tongkat, atau alat bantu jalan, item ini skor
15; jika pasien berniat mencengkeram furniture mendukung, skor item ini 30.
4. Terapi intravena: Ini dinilai sebagai 20 jika pasien memiliki alat intravena atau kunci
heparin dimasukkan; jika tidak, skor 0.
5. Kiprah: Kiprah normal ditandai oleh pasien berjalan dengan kepala tegak, lengan
berayun bebas di samping, dan melangkah tanpa ragu-ragu. Kiprah ini skor 0.
Dengan kiprah yang lemah (skor 10), pasien adalah bungkuk tetapi mampu
mengangkat kepala sambil berjalan tanpa kehilangan keseimbangan. Langkahnya
pendek dan pasien dapat mengocok. Dengan gaya berjalan yang terganggu (skor 20),
pasien mungkin mengalami kesulitan bangkit dari kursi, berusaha bangkit dengan
mendorong lengan kursi / atau dengan memantul (mis., dengan menggunakan
beberapa upaya untuk naik). Kepala pasien tiarap, dan ia mengawasi tanah. Karena
keseimbangan pasien adalah miskin, pasien menggenggam furnitur, orang yang
mendukung, atau bantuan berjalan untuk dukungan dan tidak bisa berjalan tanpa
bantuan ini.
6. Status mental: Saat menggunakan Skala ini, status mental diukur dengan memeriksa
sendiri pasien penilaian kemampuannya sendiri untuk ambulasi. Tanyakan pasien,
"Apakah Anda bisa pergi ke kamar mandi sendirian atau apakah Anda memerlukan
bantuan? "Jika pasien menjawab menilai kemampuannya sendiri konsisten dengan
perintah rawat jalan di Kardex, pasien dinilai "normal" dan diberi nilai 0. Jika

22
respons pasien tidak konsisten dengan perintah keperawatan atau jika respons pasien
tidak realistis, maka pasien dianggap melebih-lebihkan kemampuannya sendiri dan
lupa akan keterbatasan serta mencetak 15.
7. Penilaian dan Tingkat Risiko: Skor tersebut kemudian dihitung dan dicatat pada
grafik pasien. Tingkat risiko dan tindakan yang disarankan (mis. tidak ada intervensi
yang diperlukan, intervensi pencegahan jatuh standar, risiko tinggi intervensi
pencegahan) kemudian diidentifikasi.

Catatan Penting: Skala Kejatuhan Morse harus dikalibrasi untuk setiap pengaturan
atau unit perawatan kesehatan tertentu sehingga strategi pencegahan jatuh
ditargetkan untuk mereka yang paling berisiko. Dengan kata lain, skor pengurangan
risiko mungkin berbeda tergantung pada apakah Anda menggunakannya di rumah
sakit perawatan akut, panti jompo atau rehabilitasi fasilitas. Selain itu, skala dapat
diatur secara berbeda antara unit tertentu dalam fasilitas yang diberikan.

23
FORMAT MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE

NamaLansia :

Umur :

Tanggal :

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.


1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir? Ya 25
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0
Lebih dari satu penyakit? Ya 15
3. Alat Bantu jalan:
- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0
Terpasang infus? Ya 20
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
Bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20
6. Status Mental
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai

Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

24
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

II.8 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Kasus

Seorang lansia laki-laki (68 tahun) tinggal di Wisma Anggrek tanpa ditemani oleh
social worker/care giver. Lansia menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu, fraktur
panggul 2 tahun yang lalu sehingga jika berjalan dengan pincang sambil berpegangan pada
dinding sekitar dan osteoporosis. Lansia berjalan menggunakan alat bantu crutches, lansia
pernah jatuh di kamar mandi 2 bulan yang lalu. Kamar mandi tidak ada pegangan/rail di dekat closet
dan tidak terpasang karpet antislip, hasil pengkajian Morse Fall Scale : 65. Hasil pengkajian perawat,
didapatkan data kaki kiri atrofi dan kontraktur, kaki kanan lebih Panjang 3 cm dari kaki kiri, kekuatan
otot klien adalah 5555 5555 . Lingkungan rumah 5555 4344

tampak berantakan, gelap, dan tidak datar. Lansia belum pernah latihan menggunakan alat bantu jalan
dan ingin sekali dapat kembali berjalan-jalan keluar. Penanggung jawab wisma mengatakan lansia
sering berjalan mondar-mandir tanpa arah, sering melihat ruangan lansia lainnya tanpa tujuan yang
jelas, terkadang lansia mengikuti PJ wisma kemanapun dia pergi. Terkadang lansia ditemukan di luar
pintu panti dan tidak tau arah kembali ke wisma.

Data Tambahan

Kaki lansia terlihat tremor saat berjalan. Lansia memerlukan bantuan dalam melakukan
beberapa aktivitas seperti memakai celana, dan menggosok bagian tubuh tertentu. Lansia
seringkali terlihat bingung saat diajak berbicara dan lansia kadang terlihat gelisah. Lansia
mengatakan lututnya sakit sampai sekarang semenjak jatuh 2 tahun lalu. Lansia mengeluh
sulit melakukan aktivitas fisik yang berat dan merasa tidak nyaman karena nyeri pada
lututnya. Lansia sering mengeluh sulit tidur karena merasakan nyeri pada lututnya. Skala
nyeri lansia 4. Lansia kadang tampak meringis dan memegangi lututnya saat melakukan
aktivitas fisik.

PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA

Tanggal masuk : 06 mei 2020

25
Nama Panti : Wisma Anggrek

I. IDENTITAS DIRI KLIEN

Nama : Tn. J

Umur : 68 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : SMP

Sumber Informasi : Klien

Diagnosis medis (bila ada) : Osteoathritis

RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang

1. Keluhan Utama

a. Lansia mengatakan pernah jatuh di kamar mandi 2 bulan yang lalu

2. Kronologi keluhan

a. Faktor pencetus : Tidak ada pegangan/rail di dekat closet dan


tidak

Terpasang karpet antislip

b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( v ) bertahap

c. Lamanya :-

d. Tindakan utama mengatasi :

- Mengenali faktor resiko jatuh dan melakukan penilaian resiko dan


pengkajian awal dan pengkajian ulang

- Melakukan intervensi pencegahan resiko jatuh

- Memonitor resiko jatuh

26
II. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU

Lansia menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu, fraktur panggul 2 tahun dan
osteoporosis

III. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Anggota keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang di alami oleh
Tn.J
IV. STATUS PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum

1. Tanda-tanda vital :

a. Tekanan Darah (TD) : 110/70 mmHg

b. Nadi : 84x/menit

c. RR : 20x/menit

d. Suhu : 36, 8 ̊celcius

e. Tinggi Badan : 167 cm

f. Berat Badan : 65 kg

2. Kepala dan Rambut

a. Kepala : Keriput, berkerut, dan garis kerut dahi


b. Rambut : keabu-abuan, kering, rambut rapuh

3. Mata
a. Konjungtiva anemis, Sklera an ikterik, bentuk simetris, pandangan kabur,
fungsi
penglihatan berkurang

4. Hidung

a. Bentuk simetris, tidak ada polip

5. Telinga

a. Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran berkurang


6. Mulut
a. Bentuk simetris, pengecapan normal

27
7. Leher
a. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

B. Sistem Pernafasan
Tn. J dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 20x/menit, irama
pernapasan normal, dan bunyi napas normal.
C. Sistem Kardiovaskuler

Tn. J irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit keturunan terkait
dengan kardiovaskuler.
D. Sistem Pencernaan

Tidak ada nyeri tekan abdomen, bising usus 8x/menit, BAB 1x/hari di pagi hari.
E. Sistem Perkemihan
Tidak ada keluhan, BAK lancar
F. Sistem Integumen

Turgor kulit kurang elastis, kulit sawo matang, keriput dan kering

G. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Kuku bersih, CRT < 3 detik, kekuatan otot klien 5555 5555

5555 4344

Ekstremitas bawah
Kuku bersih, CRT < 3 detik . Hasil pengkajian perawat, didapatkan data kaki kiri
atrofi dan kontraktur, kaki kanan lebih panjang 3 cm dari kaki kiri, kekuatan otot klien
adalah 5555 5555 .
5555 4344

Lansia berjalan pincang dan menggunakan alat bantu crutches. Lansia mengeluh
nyeri pada lututnya dengan skala nyeri 4.

28
V. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL

A. Pola interaksi dengan lingkungan

Lansia berinteraksi dengan baik kepada tetangga dan lingkungan

B. Bahasa
Lansia menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa yang sederhana
dalam sehari hari
C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Lansia seringkali terlihat bingung saat diajak berbicara.
D. Keadaan emosi

Emosi lansia stabil walaupun lansia kadang terlihat gelisah.

E. Persepsi klien tentang kondisinya

Lansia menyadari keterbatasan fisik yang dialaminya dan ingin sekali dapat berjalan-
jalan keluar.
F. Konsep diri

1. Gambaran diri : Klien mulai mengetahui tentang kondisi kesehatannya dan


keterbatasan yang dimilikinya
2. Ideal diri : Klien ingin sekali dapat jalan-jalan keluar dengan mudah
3. Harga diri : klien menganggap dirinya lemah karena sulit beraktifitas dan sering
jatuh
4. Peran diri : Klien berperan sebagai kepala keluarga dan ayah di rumahnya

5. Identitas diri : Klien seorang laki laki berusia 68 tahun

29
G. Spiritual

Klien terlihat jarang melakukan kegataan keagamaan, lebih sering mondar mandir di
jalan sekitaran wisma.

I. PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA


A. INDEKS KATZ
1. Mandi (ke kamar mandi, menggosok bagian tubuh, gosok gigi)
Dengan menggunakan bantuan tapi hanya untuk satu bagian tubuh (misalnya:
menggosok bagian punggung/kaki)
2. Berpakaian (memakai dan melepaskan pakaian dan melakukannya dengan
cepat)
Memakai pakaian tanpa bantuan, tapi kegiatan tertentu memerlukan asisten,
seperti: memakai/mengikat tali sepatu
3. Toilet (pergi ke toilet, untuk BAB dan BAK, membersihkan diri sendiri serta
memakai baju/celana sendiri)
Membutuhkan bantuan untuk pergi ke toilet, membersihkannya, memakai
pakaian setelah eliminasi
4. Pergerakan
Bergerak dari dan ke tempat tidur kursi tanpa bantuan/ asisten (mungkin bisa
juga dengan pegangan/ tongkat penyangga)
5. Continence
Dapat mengontrol saat BAK dan BAB dengan sendiri
6. Makan
Makan sendiri tanpa bantuan

Keterangan :
= mengindikasikan kemandirian
= mengindikasikan ketegantungan

Hasil Penilaian :
Klien termasuk kategori E
KATEGORI :

E - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet dan
satu fungsi lainnya

30
B. BARTHEL INDEKS

No. Aktifitas Dengan Tanpa


Bantuan Bantuan
1 Makan (jika makan harus dipotong terlebih dahulu berarti 5 10√
memerlukan bantuan)
2 Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali 5-10√ 15
(termasuk duduk tegak di tempat tidur)
3 Personal toilet (mencuci muka, menyisir rambut, bercukur, 0 5√
membersihkan gigi)
4 Duduk dan berdiri dari toilet (cara memegang pakaian, 5√ 10
mengelap, menyiram WC)
5 Mandi sendiri 0√ 5
6 Berjalan di permukaan yang berbeda (jika tidak bisa berjalan 10√ 15
penggunaan kursi roda)
7 Naik turun tangga 5√ 10
8 Berpakaian (termasuk didalamnya mengikat tali sepatu 5√ 10
mengencangkan dan mengendorkannya)
9 Mengontrol BAB 5 10√
10 Mengontrol BAK 5 10√
Jumlah 70

Hasil Penilaian : klien termasuk kategori ketergantungan berat


Penilaian:
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/ sangat tergantung
62-90 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri

31
II. PENGKAJIAN STATUS MENTAL
A. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE (SPMSQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


√ 1 Tanggal berapa hari ini (tanggal bulan, tahun)?
√ 2 Hari apa hari ini?
√ 3 Apa nama tempat ini?
√ 4 Dimana alamat anda?
√ 5 Berapa umur anda sekarang?
√ 6 Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
√ 7 Siapa presiden kita saat ini?
√ 8 Siapa presiden sebelumnya?
√ 9 Siapa nama ibu anda?
√ 10 Berapakah 20-3? Hasilnya dikurang 3 dan seterusnya?
5 Jumlah

Hasil Penilaian :
Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan ringan
Skala 5-7: Fungsi inteletual kerusakan sedang
Skala 8-10: Fungsi intelektual kerusakan berat

32
B. MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)

No. ASPEK KOGNITIF NILAI KRITERIA


1 ORIENTASI 6 Dapat menyebutkan dengan benar hari,
tanggal, bulan, tahun sekarang, musim
(Skor maksimum: 10)
apa, nama tempat, alamat rumah (jalan,
no rumah, kota, kabupaten dan provinsi),
nama presiden sebelumnya, nama ibu
kandung, dan hasil pengurangan
bilangan
2 REGISTRASI 3 Pewawancara menyebutkan 3 buah
(Skor maksimum: 3) benda, 1 detik untuk tiap benda.
Kemudian mintalah klien mengulang ke
3 nama tersebut. Berikan satu angka
untuk setiap jawaban yang benar. Bila
masih salah, ulanglah menyebutkan 3
nama tersebut, sampai ia dapat dapat
mengulangnya dengan benar. Hitunglah
jumlah percobaan dan catatlah (bola,
bendera, pohon)
3 ATENSI & KALKULASI 3 Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai
(Skor maksimum: 5) dari 100 kebawah 1 angka untuk tiap
jawaban yang benar. Berhenti setelah 5
hitungan (93, 86, 79, 72, 65).
Kemungkinan lain ejalah kata “dunia”
dari akhir ke awal (a-i-n-u-d).
4 DAYA INGAT (RECALL) 3 Tanyakanlah kembali nama ke 3 benda
(Skor maksimum: 3) yang telah disebutkan di atas. Berikan 1
angka untuk setiap jawaban yang
benar.
5 BAHASA 5 a. Apakah benda-benda ini (Perlihatkan
(Skor maksimum: 9) pensil dan arloji) (2 angka)
b. Ulangi kalimat berikut, “Jika Tidak
Dan Atau Tapi.” (1 angka)
c. Laksanakan 3 buah perintah ini,
“Peganglah selembar kertas dengan
tangan kananmu, lipatlah kertas
dengan tangan kananmu, lipatlah
kertas itu pada pertengahan dan
letakkanlah di lantai.” (3 angka)
Bacalah dan laksanakan perintah
berikut: “Pejamkan mata anda!” (1
33
angka)
d. Tulislah sebuah kalimat (1 angka)
e. Tirulah gambar ini (1 angka)

TOTAL SKOR 20

Penilaian:
Nilai 24-30: Normal
Nilai 17-23: Probable gangguan kognitif
Nilai 0-16: Definitif gangguan kognitif

FORMAT MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE

Nama Lansia : Tn. J

Umur : 68 Tahun

Tanggal :

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.


1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir? Ya 25 25
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0
Lebih dari satu penyakit? Ya 15 15
3. Alat Bantu jalan:
- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0 0
Terpasang infus? Ya 20

34
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
Bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20
6. Status Mental
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 65

Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko
Risiko tinggi ≥ 51 tinggi

35
Geriatric Depression Scale

36
Pertanyaan
22 Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa Ya Tidak
NO Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan Ya Tidak
harapan
dalam 1 minggu terakhir.
23
1 Apakah
Apakah anda
pada seringkali marah
dasarnya anda karena
puas alasan
dengan sepele saat
kehidupan Ya
Ya Tidak
Tidak
24 Apakah
Ini menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari Ya Tidak

2 Anda
Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan Ya Tidak
25 Apakah anda sering lupa bagaimana menangis
minat anda Ya Tidak
26
3 Apakah
Apakah anda
anda sulit
merasaberkonsentrasi
bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya
Ya Tidak
Tidak
27
4 Apakah
Apakah anda
anda bangun pagi dengan
sering merasa perasaan yang
kebosanan Ya
Ya Tidak
Tidak
5 menyenangkan
Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang Ya Tidak
28 Apakah anda
baik setiap lebih suka menghindari acara/sosialisasi
waktu Ya Tidak
29
6 Apakah
Apakah mudah bagi andadengan
anda terganggu dalammemikirkan
mengambil keputusan
kesulitan Ya
Ya Tidak
Tidak
30 Apakah anda
anda tanpa berpikiran
jalan keluar jernih seperti biasanya Ya Tidak

7 JUMLAH ITEM
Apakah anda YANGmerasa
seringkali TERGANGGU
bersemangat Ya 12 Tidak
8 Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk Ya Tidak
akan menimpa anda
9 Apakah anda seringkali merasa gembira Ya Tidak
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya Tidak
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya Tidak
12 Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada Ya Tidak
keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
13 Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan Ya Tidak
Anda
14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Ya Tidak
15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tidak
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya Tidak
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya Tidak
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya Tidak
19 Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang Ya Tidak
Menyenangkan
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Ya Tidak
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energi Ya Tidak

Keterangan:

37
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal berarti
terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai 0, jawaban
kemudian dibuat total skornya, bila:

Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi

Nilai 11-15= depresi ringan


Nilai 16-20 = depresi
sedang
Nilai 21-30= depresi
berat

38
FORMAT PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT

NO. JENIS PEMERIKSAAN PROSEDUR NILAI


1. Kekuatan otot ekstremitas atas a. Meminta klien melakukan fleksi pada lengan dan beri 5/5
a. Otot bahu tahanan
b. Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan
ekstensi lengan, lalu beri tahanan
c. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5

b. Otot siku a. Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan beri 5/5
tahanan
b. Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan
ekstensi siku, lalu beri tahanan
c. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5

c. Otot pergelangan tangan a. Letakkan lengan bawah klien diatas menja dengan 5/5
telapak tangan menghadap keatas
b. Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi
telapak tangan dengan melawan tahanan
c. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan nilai 0-5

d. Otot jari-jari tangan a. Minta klien untuk menggunakan jari-jari dengan melawan 5/5
tahanan
b. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala
0-5

2. Kekuatan otot ekstremitas a. Atur posisi tidur klien, lebih naik pemeriksaan dilakukan 5/4
bawah dalam posisi supine
a. Otot panggul b. Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi
tungkai dengan melawan tahanan
c. Minta klien untuk melakukan gerakan abduksi dan
adduksi tungkai dengan melawan tahanan
d. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala
0-5
b. Otot lutut a. Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi lutut 5/3
dengan melawan tahanan
b. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala
0-5

c. Otot tumit a. Minta klien untuk melakukan gerakan 5/4


plantarfleksi
b. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala
0-5

d. Otot jari-jari kaki a. Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi 5/4
jari-jari kaki dengan melawan tahanan
b. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala
0-5

39
NILAI PENILAIAN KEKUATAN
OTOT
0 Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

• Terlihat/ teraba getaran kontraksi otot


1
• Tidak ada gerakan ekstremitas sama sekali

• Dapat melakukan ROM penuh tapi dengan bantuan (menyangga sendi)


2
• Tidak dapat melawan gaya berat

• Dapat melakukan ROM secara penuh & mandiri


3
• Dapat melawan gaya berat
• Tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa
• Dapat melawan tahanan ringan dari pemeriksa
4

• Kekuatan normal
5

40
Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengatakan sudah menderita 1. TD 110/70, N 84x/menit, RR
osteoarthritis sejak 2 tahun yang 20x/menit, Suhu 36,8 C
lalu, fraktur panggul 2 tahun yang
2. TB 167 cm, BB 65 Kg
lalu dan osteoporosis
3. Lansia berjalan pincang sambil
2. Pasien mengatakan susah untuk
berpegangan pada dinding
berjalan tanpa tongkat
4. Lansia berjalan menggunakan alat
3. Pasien mengatakan belum pernah
bantu crutches
latihan menggunakan alat bantu dan
ingin sekali dapat jalan-jalan keluar 5. Kaki lansia tampak tremor saat
berjalan
4. Lansia memerlukan bantuan dalam
melakukan beberapa aktivitas 6. Indeks Katz kategori E

seperti memakai celana, dan 7. Barthel index menunjukan


menggosok bagian tubuh tertentu ketergantungan berat (skor 70)

5. Lansia mengatakan pernah jatuh di 8. Kamar mandi tidak ada


kamar mandi 2 bulan yang lalu pegangan/rail di dekat closet dan

6. Penanggung jawab wisma tidak terpasang karpet antislip

mengatakan lansia sering berjalan 9. Lingkungan rumah tampak


mondar-mandir tanpa arah, sering berantakan, gelap, dan tidak datar
melihat ruangan lansia lainnya
10. Hasil pengkajian Morse Fall Scale :
tanpa tujuan yang jelas, dan
65
terkadang lansia mengikuti PJ
wisma kemanapun dia pergi. 11. Kaki kiri lansia atrofi dan
kontraktur, kaki kanan lebih
7. Lansia mengeluh sulit melakukan
panjang 3 cm dari kaki kiri dan ada
aktivitas fisik yang berat dan merasa
penurunan kekuatan otot
tidak nyaman karena nyeri pada
ekstremitas bawah.
lututnya.
12. Terkadang lansia ditemukan di luar
8. Lansia sering mengeluh sulit tidur
pintu panti dan tidak tau arah
karena merasakan nyeri pada
kembali ke wisma.
lututnya.
13. Lansia seringkali terlihat bingung
9. Lansia mengatakan lututnya sakit

41
sampai sekarang semenjak jatuh 2 saat diajak berbicara
tahun lalu.
14. Lansia kadang terlihat gelisah

15. Skor SPMSQ menunjukan fungsi


intelektual mengalami kerusakan
sedang (skor 6)

16. Pengkajian MMSE menujukan


probable gangguan kognitif (skor
20)

17. Hasil pengkajian Geriatric


Depression Scale menunjukkan
depresi ringan (skor 12)

18. Hasil pengkajian tonus otot

19. Skala nyeri lansia 4

20. Lansia kadang tampak meringis dan


memegangi lututnya saat melakukan
aktivitas fisik

42
ANALISA DATA

N DATA MASALAH
O
1. Ds : Nyeri Kronis
1. Pasien menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu (00133)
2. Lansia mengatakan lututnya sakit sampai sekarang semenjak jatuh
2 tahun lalu.
3. Lansia mengeluh sulit melakukan aktivitas fisik yang berat dan
merasa tidak nyaman karena nyeri pada lututnya.
4. Lansia sering mengeluh sulit tidur karena merasakan nyeri pada
lututnya.

Do :
1. Skala nyeri lansia 4
2. Lansia kadang tampak meringis dan memegangi lututnya saat
melakukan aktivitas fisik
3. Kaki kiri lansia atrofi dan kontraktur, kaki kanan lebih panjang 3 cm dari
kaki kiri

2. Ds: Hambatan
1. Pasien menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu, fraktur mobilitas fisik
panggul 2 tahun yang lalu dan osteoporosis (00085)
2. Pasien mengatakan susah untuk berjalan tanpa tongkat
3. Pasien mengatakan belum pernah latihan menggunakan alat bantu
4. Lansia memerlukan bantuan dalam melakukan beberapa aktivitas
seperti memakai celana, dan menggosok bagian tubuh tertentu
Do:
1. Lansia berjalan pincang sambil berpegangan pada dinding
2. Lansia berjalan menggunakan alat bantu crutches
3. Kaki lansia tampak tremor saat berjalan
4. Indeks Katz kategori E
5. Barthel index menunjukan ketergantungan berat (skor 70)

43
6. Hasil pemeriksaan tonus otot

3. DS : Risiko Jatuh
(00155)
1. Lansia pernah mengalami fraktur panggul 2 bulan lalu
2. Lansia mengatakan pernah jatuh di kamar mandi 2 bulan yang lalu
3. Lansia mengatakan belum pernah latihan menggunakan alat bantu jalan
dan ingin sekali dapat jalan-jalan keluar

DO :

1. Kamar mandi tidak ada pegangan/rail di dekat closet dan tidak


terpasang karpet antislip
2. Lingkungan rumah tampak berantakan, gelap, dan tidak datar
3. Hasil pengkajian Morse Fall Scale : 65
4. Lansia berjalan pincang dan menggunakan alat bantu
5. Kaki kiri lansia atrofi dan kontraktur, kaki kanan lebih panjang 3 cm dari
kaki kiri dan ada penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah.
4 DS: Konfusi Akut

1. Penanggung jawab wisma mengatakan lansia sering berjalan


mondar-mandir tanpa arah, sering melihat ruangan lansia lainnya
tanpa tujuan yang jelas, dan terkadang lansia mengikuti PJ wisma
kemanapun dia pergi.

DO:

1. Terkadang lansia ditemukan di luar pintu panti dan tidak tau arah
kembali ke wisma.
2. Lansia seringkali terlihat bingung saat diajak berbicara
3. Lansia kadang terlihat gelisah
4. Skor SPMSQ menunjukan fungsi intelektual mengalami kerusakan
sedang (skor 6)
5.Pengkajian MMSE menujukan probable gangguan kognitif (skor
20)
5 DS : Hambatan

44
1. Lansia menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu, Pemeliharaan
2. fraktur panggul 2 tahun yang lalu sehingga jika berjalan dengan Rumah
pincang sambil berpegangan pada dinding sekitar dan
osteoporosis.

DO :

1. Lingkungan rumah tampak berantakan, gelap, dan tidak datar.


2. DT :
1. Tidak adanya ventilasi
2. Ketidaktepatan suhu temapt tinggal yng sangat lembab

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Kronis
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko Jatuh
4. Konfusi
5. Hambatan Pemeliharaan Rumah

INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


. Keperawatan
1. Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 3. Manajemen Nyeri (1400
jam diharapkan masalah nyeri kronis dapat teratasi
a. Lakukan pengkajian
dengan kriteria hasil:
nyeri komprehensif
1. Nyeri terkontrol meliputi lokasi,
karakteristik,
2. pasien mengatakan nyerinya berkurang
onset/durasi, frekuen
3. ekspresi wajah pasien tenang tidakmeringis kualitas, intensitas d
kesakitan factor pencetus

4. skala nyeri 1 (maxwell) b. Observasi adanya


petunjuk nonverbal
5. pasien dalam koreaadaan tenang
mengenai
6. keadaan umum pasien membaik ketidaknyamanan
terutama pada merek
45
yang tidak dapat
berkomunikasi seca
efektif
c. Pastikan perawatan
analgesic bagi pasie
dilakukan
d. Tentukan akibat dar
pengalaman nyeri
terhadap kualitas hid
pasien (misalnya., ti
nafsu makan, penge
perasaan, hubungan
performa kerja dan
tanggung jawab pera
e. Gali bersama pasien
factor-faktor yang d
menurunkan atau
memperberat nyeri
f. Kendalikan factor
lingkungan yang dap
mempengaruhi resp
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya., suhu
ruangan, pencahaya
suara bising)
g. Kurangi factor yang
dapat mencetuskan a
meningkatkan nyeri
(misalnya., ketakuta
kelelahan, keadaan
monoton dan kurang
pengetahuan)
h. Ajarkan penggunaan

46
teknik non farmakol
(seperti, hypnosis,
relaksasi, terapi mus
aplikasi pijatan , dll)
sebelum sesudah da
jika memungkinkan
ketika melakukan
aktivitas yang
menimbulkan nyeri
i. Kolaborasi dengan
pasien, orang terdek
dan tim kesehatan
lainnya untuk memi
dan
mengimplementasik
tindakan penurun ny
nonfarmakologi, ses
kebutuhan

2. Manajemen Pengobatan
(2380)

a. Tentukan obat apa y


diperlukan, dan kelo
menurut resep dan/a
protocol
b. Tentukan kemampu
pasien untuk mengo
diri sendiri dengan c
tepat
c. Monitor efek sampin
obat
d. Monitor respon terh
perubahan pengobat
dengan cara tepat

47
e. Pertimbangkan
pengetahuan pasien
mengenai obat-obat
f. Konsultasikan deng
professional perawa
kesehatan lainnya un
meminimalkan juml
dan frekuensi obat y
dibutuhkan agar
didapatkan efek
terapeutik
g. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
metode pemberian,
tindakan dan efek
samping obat yang
sesuai

3. Terapi Relaksasi (6040)

a. Gambarkan rasional
dan manfaat relaksa
serta jenis relaksasi
tersedia (misalnya,
music, meditasi, nap
dalam, dan relaksasi
progresif)
b. Tentukan apakah ad
intervensi relaksasi
masa lalu yang suda
memberikan manfaa
c. Berikan deskripsi de
terkait intervensi

48
relaksasi yang dipili
d. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tan
distraksi
e. Dapatkan perilaku y
menunjukkan terjad
relaksasi, misalnya
bernafas dalam,
menguap, pernafasa
perut, atau bayangan
yang menyenangkan
f. Minta klien untuk ri
dan merasakan sesn
yang terjadi
g. Tunjukkan dan prak
teknik relaksasi pad
klien
h. Berikan informasi
tertulis mengenai
perispan dan keterlib
di dalam teknik rela
i. Dorong pengulanga
teknik praktik-prakt
tertentu secara berka

2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, 1. Bantuan Perawatan Dir
mobilitas fisik diharapkan hambatan mobilitas fisik klien dapat (1800)
b.d gangguan teratasi dengan criteria hasil :
a. Pertimbangkan usia
muskuloskeletal Pergerakan (0208) :
pasien ketika
a. Keseimbangan klien dipertahankan dari
meningkatkan aktiv
banyak terganggu ditingatkan menjadi
perawatan diri
sedikit terganggu (skala 2 ke 4)
b. Monitor kemampua
b. Koordinasi klien dipertahankan dari cukup
perawatan diri secar
terganggu ditingatkan menjadi tidak
mandiri
terganggu (skala 3 ke 5)
c. Monitor kebutuhan
49
c. Cara berjalan klien dipertahankan dari pasien terkait denga
cukup terganggu ditingkatkan menjadi alat-alat kebersihan
sedikit terganggu (skala 3 ke 4) alat bantu untuk
d. Gerakan otot dipertahankan dari banya berpakaian, berdand
terganggu ditingkatkan menjadi sedikit eliminasi dan makan
terganggu (skala 2 ke 4) d. Dorong pasien untuk
melakukan aktivitas
Adaptasi terhadap disabilitas fisik (1308) :
normal sehari-hari
a. Beradaptasi terhadap keterbatasan secara sampai batas
fungsional dipertahankan dari kadang- kemampuan pasien
kadang dilakukan ditingkatkan menjadi e. Dorong kemandirian
dilakukan secara konsisten (skala 3 ke 5) pasien, tapi bantu ke
b. Memodifikasi gaya hidup untuk pasien tak mampu
mengaomodasi disabilitas dipertahankan dari melakukannya
jarang dilakukan ditingkatkan menjadi sering
dilakukan (skala 2 ke 4) 3. Terapi Aktivitas (4310
c. Mengidentifikasi cara-cara beradaptasi a. Bantu klien untuk
dengan perubahan hidup dipertahankan dari mengidentifikasi
jarang dilakukan ditingkatkan menjadi sering aktivitas yang diingi
dilakukan (skala 2 ke 4) b. Bantu klien untuk
d. Mendapatkan informasi tentang disabilitas mengidentifikasi
fisik dipertahankan dari jarang dilakukan kelemahan dalam le
ditingkatan menjadi sering dilakukan (skala aktivitas tertentu
2 ke 4) c. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk da
melakukan pergerak
otot secara berkala
sesuai dengan indika
d. Ajarkan pasien terap
relasasi otot progres
untuk mencegah
kekakuan otot
Terapi Latihan : Ambulas
(0221)

50
a. Beri pasien pakaian y
tidak mengekang
b. Bantu pasien untuk
menggunakan alas ka
yang memfasilitasi pa
untuk berjalan dan
mencegah cederan
c. Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah,
yang sesuai
d. Sediakan alat bantu u
ambulasi (tongkat, ku
roda)
e. Monitor penggunaan
pasien
f. Bantu pasien untuk be
dan ambulasi dengan
tertentu dan dengan
sejumlah staf tertentu

3 Risiko jatuh b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, 1. Pencegahan jatuh (649
riwayat jatuh diharapkan risiko jatuh klien dapat teratasi dengan a. Identifikasi kekurangan
criteria hasil : kognitif atau fisik dari k
1. Kejadian jatuh (1912) yang meningktakan pote
a. Jatuh saat berdiri dipertahankan pada 1-3 kali/ jatuh
1 bulan ditingkatkan ke tidak ada riwayat jatuh b. Identifikasi perilaku dan
saat berdiri (4 ke 5) faktor yang memengaru
b. Jatuh saat berjalan dipertahankan pada 1-3 kali risiko jatuh
/ 2 bulan ditingkatkan ke tidak ada kejadian c. Kaji ulang riwayat jatuh
jatuh saat berjalan (4 ke 5) d. Monitor gaya berjalan
2. Pengetahuan pencegahan jatuh (1828) e. Identifikasi karakteristik
a. Pengetahuan alat bantu yang benar lingkungan yang mungk
dipertahakan pada pengetahuan terbatas meningkatkan potensi ja
ditingkatkan ke pengetahuan banyak (2 ke 4) f. Dukung klien untuk

51
b. Mengetahui kapan meminta bantuan menggunakan alat bantu
profesional dipertahankan pada pengetahuan dengan tepat
sedang ditingkatkan ke pengetahuan banyak (3 g. Sediakan pencahayaan y
ke 4) cukup
3. Perilaku pencegahan jatuh h. Sediakan permukaan lan
a. meminta bantuan dipertahakan pada jarang yang tidak licin dan ant
menunjukkan ditingkatkan ke sering i. Lakukan program latiha
menunjukan( 2 ke 4) fisik rutin meliputi berja
b. menggunakan alat bantu dengan benar j. Instruksikan klien untuk
dipertahankan pada jarang menunjukan memangil bantuan terka
ditingkatkan pada secara konsisten pergerakan dengan tepa
menunjukan (2 ke 5)
4. Keamanan Lingkungan perawatan kesehatan 2. Terapi latihan :
(1934) keseimbangan (0222)
a. Penyediaan pencahayaan dipertahankan pada a. Sediakan lingkungan yan
cukup adekuat ditingkatkan ke sepenuhnya aman untuk latihan
adekuat (3 ke 5) b. Instruksikan pasien men
b. penempatan alat untuk pegangan tangan dari pentingnya terapi latihan
tidak ada ditingkatkan ke sepenuhnya adekuat dalam menjaga dan
( 1 ke 5) meningkatkan keseimban
c. Instruksikan klien untuk
melakukan latihan
keseimbangan dengan
bantuan alat.
d. Sediakan sumber daya u
program keseimbangan ,
latihan , atau program
edukasi (pencegahan) jat
e. Kolaborasi dengan terap
fisik dalam mengembang
dan melaksanakan progr
latihan yang sesuai

3. Manajemen lingkunga

52
keselamatan (6486)
a. Identifikasi hal-hal yang
membahayakan di
lingkungan.
b. Modifikasi lingkungan u
meminimalkan risiko ja
c. Sediakan alat untuk
beradaptasi (pegangan/r
d. Kolaborasi dengan lemb
lain terkait keselamatan
lingkungan.

53
4 Konfusi akut 1. Manajemen demensia : Keluyuran (6466) 1. Manajemen demensia :
b,d Demensia Keluyuran (6466)
a. Identifikasi pola biasa dari perilaku berkeliaran
(klien) a. Identifikasi pola biasa da
perilaku berkeliaran (klien)
b. Beri tanda dengan gelang atau kalung tanda medis
b. Beri tanda dengan gelang
c. Menggunakan symbol daripada hanya tanda-tanda
atau kalung tanda medis
tertulis untuk membantu klien menemukan ruangan,
kamar mandi, atau area lain. c. Menggunakan symbol
daripada hanya tanda-tanda
d. Memberikan satu arahan sederhana pada suatu
tertulis untuk membantu kli
waktu
menemukan ruangan, kama
mandi, atau area lain.

d. Memberikan satu arahan

2. Pengurangan kecemasan (5820) sederhana pada suatu waktu

a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

b. Pahami situasi krisis yang terjadi dari prespektif 2. Pengurangan kecemasa


klien (5820)

c. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai a. Gunakan pendekatan yan


tenang dan meyakinkan.
d. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
kepercayaan b. Pahami situasi krisis yan
terjadi dari prespektif klien

c. Dukung penggunaan
mekanisme koping yang ses
3. Orientasi Realita (4820)
d. Ciptakan atmosfer rasa a
a. Bicara jelas dengan kecepatan suara, volume dan untuk meningkatkan
intonasi suara yang tepat kepercayaan

b. Menginformasikan kepada klien mengenai orang,


tempat dan waktu jika dibutuhkan.
3. Orientasi Realita (4820
c. Labeli barang-barang yang ada di lingkungan klien
a. Bicara jelas dengan
untuk meningkatkan pengenalan klien
kecepatan suara, volume da
d. Menggunakan petunjuk lingkungan untuk intonasi suara yang tepat
54
TU : Lansia dapat meningkatkan pemeliharaan Counseling
5 Hambatan
rumah.
Pemeliharaan  Sediakan informasi fac

Rumah TK : Lansia dapat mengenal tentang yang diperlukan


pemeliharaan rumah Home Maintanance
Knowledge: Health Promotion Assistance

Indikator: Menyediakan informasi


bagaimana membuat
1. Perilaku yang mempromosikan kesehatan
lingkungan rumah aman
2. Sumber terpercaya untuk informasi promosi
bersih
kesehatan
Safe Home Environment

Indikator: Home Maintanance


Assistance
Kebersihan tempat tinggal
Melibatkan keluarga dala
memutuskan pemelihara
2.Lansia dapat memutuskan penyelesaian yang
rumah.
perlu dilakukan untuk meningkatkan pemeliharaan
rumah.
Comfort Status: Environment

Indikator:
Home Maintenance
1. Kerapian lingkungan Assistance
2. Lantai tidak kusut/berantakan
1. Menentukan pemelihar
Tempat tidur yang nyaman
rumah
3.Lansia dan keluarga secara bersama-sama 2. Fasilitasi dalam
dapat melakukan intervensi yang dapat membersihkan pakaian
meningkatkan pemeliharaan rumah sesuai kotor
dengan arahan dari perawat. 3. Nasehati untuk mengur
bau tidak sedap dalam
Comfort Status Environment
rumah
Indikator:

1.Kebersihan lingkungan Home Maintenance


55
2.Peralatan pengaman digunakan dengan aman Assistance
3.Peralatan yang nyaman 1. Anjurkan penggunaan
4.Lansia melakukan modifikasi lingkungan yang layanan dalam
memperbaiki rumah
dapat diakukan sesuai dengan arahan dari 2. Koordinasi penggunaan
perawat. sumber daya komunita
3. Tawarkan solusi untuk
kesulitan financial dala
Safe Home Environment
memperbaiki lingkunga
rumah demi terciptanya
Indikator: kondisi lingkungan rum
yang sehat
1.Pemeliharaan bangunan 4. Diskusikan biaya yang
2.Penempatan jendela dibutuhkan dalam
pemeliharaan rumah da
3.Regulasi suhu ruangan sumber daya yang ters

BAB III
PENUTUP

III. 1 Simpulan

Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.


Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara langsung
maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care giver),
Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan adalah suatu
keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan,
sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram. Masalah yang tersering dialami
pada lansia terkait keselamatan dan keamanan ini umumnya resiko jatuh/cidera.
Dimana jatuh merupakan salah satu geriatric giant yang terjadi pada usia lanjut, penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif,
sistem syaraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat
rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata). Jatuh sering
mengakibatkan komplikasi dari memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan
kematian. Oleh karena itu, hal ini harus dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang
pada lansia dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan serta mengatur / mengatasi faktor situasional. Pada prinsipnya mencegah

56
terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama daripada mengobati
akibatnya.

III. 2 Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan. Sehingga sebagai perawat kita bisa
melakukan penkes terkait resiko jatuh kepada para lansia, senam lansia, posyandu lansia
dan pemeriksaan rutin lansia setiap bulannya. 

57
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Nursing and Public Health. Volume 6 NO. 1, April 2018. Faktor-Faktor Yang
BerhubunganDenganResikoJatuhPadaLansia Di Bpplu Kota Bengkulu Tahun 2017.
FikesUniversitasDehasen Bengkulu

JurnalPenyakitDalam Indonesia. Vol. 4, No. 4. Desember 2017. Hubungan antara Usia dan
Aktivitas Sehari-Hari dengan Risiko Jatuh Pasien Instalasi Rawat Jalan Geriatri.
FakultasKedokteranUniversitasAirlangga

Pusat Data dan Informasi. Analisis Lansia di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. 2017

Stanley, Mickey. Beare, Patricia. 2006. Buku Ajar KeperawaanGerontik ed. 2. Jakarta. EGC

58

Anda mungkin juga menyukai