Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, S.Kep, M.Kep, Sp. Kep. Kom
Disusun Oleh:
Zahrotul Muti’ah 1710711088
Sintya Marliani 1710711 092
Tari Gustika 1710711094
Farha Farhana 1710711 101
Ega Shafira P 1710711108
Feny Ditya 1710711110
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine dan
Elder Abused and Neglect” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan
masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk
dapat menyelesaikan makalah ini, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik
dari segi kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan
semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-
makalah selanjutnya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa lanjut usia secara bertahap seseorang mengalami berbagai
kemunduran, baik kemunduran fisik, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
Perubahan fisik yang terjadi pada setiap lanjut usia sangat bervariasi,
perubahan ini terjadi dalam berbagai sistem, yaitu sistem integumen, sistem
kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem
muskuloskeletal, sistem neurologis, dan sistem urologi. Semua perubahan
fisiologis ini bukan merupakan proses patologis, tetapi perubahan fisiologis
umum yang perlu diantisipasi (Potter & Perry, 2005).
Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar” yang
memerlukan perawatan segera, yaitu : imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan
mental, dan inkontinensia. Bagi lanjut usia masalah inkontinensia merupakan
masalah yang tidak menyenangkan (Watson, 2003). Masalah yang sering
dijumpai pada lanjut usia adalah inkontinensia urin. Inkontinensia urin
merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang tidak
dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan
menyebabkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Dari permasalahan
umum tersebut dapat menimbulkan masalah baru bagi lanjut usia.
Setiap pribadi manusia rentan untuk mengalami kekerasan. Orang
yang sudah lanjut usia (lansia) juga tidak luput dari kekerasan, bahkan
kekerasan terhadap lansia bisa timbul dari orang-orang terdekat seperti anak,
menantu bahkan cucu sendiri. Kekerasan terhadap orang lansia bisa terjadi
dalam bentuk fisik, verbal, diabaikan secara emosional (psikologis), dan juga
dimanfaatkan. Banyak korban adalah mereka yang sudah rapuh dan hidup
mereka tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi
keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua
(biasanya dilakukan oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai pekerjaan
dan hanya bisa meminta dari orangtua). Tanda-tanda dan gejala-gejala
kekerasan terhadap orang lansia, juga mirip dengan bentuk-bentuk lain,
seperti dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara suami dengan
istri atau orangtua dengan anak.
Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis
perlakuan kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut, malu,
kecemasan, kebingungan, penarikan, dan depresi. Mereka menutup diri dan
sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan banyaknya kasus seperti
ini tentu diperlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prevalensi kekerasan, pengabaian pada lansia?
2. Bagaimana prevalesnsi perubahan eliminasi urin pada lansia?
3. Apa pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse?
4. Apa pengertian, etiologi, komplikasi elder neglect?
5. Apa pengertian, etiologi, komplikasi inkontinensia urine?
6. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
inkontinensia urine dan elder abused and neglect
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prevalensi kekerasan, pengabaian pada lansia
2. Mengetahui prevalensi perubahan eliminasi urin pada lansia
3. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse
4. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse
5. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi inkontinensia urine
6. Mengetahui asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
inkontinensia urine dan elder abused and neglect
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan
hidup 71,1 tahun.
Di negara maju pertambahan populasi lansia telah diantisipasi.
Tidak dipungkiri bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap
menghadapi peningkatan populasi lansia dengan berbagai
permasalahannya. Pada saat ini negara berkembang juga memiliki
permasalahan dengan peningkatan populasi lansia. Bertambahnya jumlah
penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai
masalah kesehatan antara lain, kesehatan fisik, mental, sosial, psikologis,
sosial ekonomi dan keuangan, serta masalah keperawatan seperti kesepian,
merasa tidak berguna, tidak produktif dan kelainan degeneratif (Nugroho,
2008).
Maryam (2008), Menjelaskan bahwa masalah kesehatan dan
keperawatan yang terjadi pada lansia adalah tindak kekerasan, yaitu
kekerasan fisik dan kekerasan psikologis sehingga menimbulkan efek
trauma yang sangat berat yang di alami oleh lansia. Bentuk kekerasan
yang dilakukan meliputi kekerasan fisik, dikucilkan, dicacimaki, dikunci
dalam rumah, dan tidak boleh berhubungan dengan cucunya. Tindak
kekerasan tersebut dilakukan oleh suami, anak kandung, anak angkat, cucu
kandung, dan cucu tiri, menantu, dan ipar.
Hasil laporan administration on aging (2010), kasus kejadian
kekerasan pada lansia di Amerika ditandai dengan perlakuan pengabaian
49%, kekerasan emosional 35%, eksploitasi finansial 30%, kekerasan fisik
26% dan lansia ditinggalkan sebesar 3% (Mainer & Lueckonette 2011).
Data Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa penduduk
lansia atau lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta jiwa
(7,18%), tahun 2010 meningkat menjadi 24 juta jiwa (9,77%), pada tahun
2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 29 juta jiwa (11,34%). Saat
ini, jumlah penduduk Indonesia yang termasuk kategori lansia berjumlah
18 juta jiwa, tidak telantar 10.6 juta jiwa, rawan telantar 4.6 juta jiwa dan
yang telantar 2,8 juta jiwa.
4
Berdasarkan hasil survey pada tahun 2007, kekerasan fisik pada
lansia berupa tamparan sebesar (17,43%), kekerasan psikologis berupa
dibentak sebesar (31,36%), Kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil
sebesar (67,33%), penelantaran atau pengabaian sebesar (68,55%) (Dinas
sosial jawa barat, 2008).
Faktor penyebab perlakuan pengabaian pada lansia termasuk pada
faktor yang bersumber pada pemberi asuhan yaitu keluarga. Keluarga
merupakan pemberi asuhan bagi lansia dalam memenuhi seluruh
kebutuhannya dan sebagian besar lansia hidup dalam keluarga (Ramlah,
2011).
Menurut Maryam (2008) keluarga merupakan support system
utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Menurut Caplan
(1974 dalam Friedman, Bowden & Jones., 2003) dukungan sosial terdiri
dari tiga sumber yaitu jaringan informal yang spontan, dukungan
terorganisasi dan upaya professional kesehatan. Jaringan informal spontan
yang didefinisikan sebagai dukungan keluarga. Dukungan ini merupakan
hal yang penting bagi lansia. Dukungan keluarga dapat mencegah resiko
kejadian pengabaian lansia dalam keluarga. Mencegah kejadian
pengabaian pada lansia berarti dapat meningkatkan kondisi kesehatan
lansia dalam keluarga (Maryam, 2008). Kurangnya dukungan sosial
keluarga atau hilangnya dukungan yang penting bagi lansia dapat
berkontribusi terhadap kejadian pengabaian pada lansia (Miller, 2009).
5
(Constipation), Depresi, Penurunan daya tahan (Immune Deffisiency),
Gangguan tidur (Insomnia) dan Inkontinentia Urin.
Salah satu masalah yang tersering pada lansia adalah Inkontinensia
Urin. Inkontinensia urin adalah kondisi yang ditandai oleh defek spingter
kandung kemih atau disfungsi neurologis yang menyebabkan hlangnya
control terhadap buang air kecil 5,6 . Masalah inkontinensia urin ini bukan
saja menimbulkan persoalan fisik melainkan menyebabkan masalah
psikologis, social dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup
lansia7,3 . Prevalensi Inkontinensia urin di panti jompo dikaitkan dengan
lingkungan. Faktor imobilitas dan penyakit medis seperti diabetes militus,
stroke dan dementia.
Dampak negatif dari inkontinensia urin adalah dijauhi orang lain
karena berbau pesing, minder, tidak percaya diri, timbul infeksi di daerah
kemaluan, tidak nyaman dalam beraktifitas termasuk dalam hubungan
seksual yang akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup (Soetojo,2009).
Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar antara
10 - 58%, sedang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%. Menurut
Asia Pacific Continence Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapkan
prevalensi inkontinensia urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% pada
pria, sedangkan di Indonesia 5,8%. Secara umum, prevalensi inkontinensia
urin pada pria hanya separuh dari wanita, prevalensi di Asia relative
rendah karena pandangan orang Asia bahwa inkontinensia urin merupakan
hal yang memalukan dan dianggap tabu oleh beberapa orang sehingga
tidak dikeluhkan pada dokter. Survei inkontinensia urin yang dilakukan
oleh Departemen Urologi FK Unair-RSU Dr. Soetomo tahun 2008
terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin pada pria 3,02%
sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini menunjukkan bahwa prevalensi
inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Prevalensi
inkontinensia urin cenderung meningkat seiring meningkatnya usia
(Soetojo, 2009 dikutip dalam Galuh, 2012), usia 5-12 tahun 0,13%,
sedangkan pada usia 70-80 tahun 1,64% dan inkontinensia urin pada
wanita lansia 35-45%.
6
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun. Sisa urin dalam kandung kemih cenderung meningkat dan
kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur semakin sering terjadi.
Keadaan ini sering membuat lansia mengalami gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin yaitu Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono
dikutip dalam Nursalam 2009).
Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami
penuaan yaitu berkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya
kemampuan kandung kemih dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan
uretra maksimal, meningkatnya voluma urin sisa pasca berkemih, dan
berubahnya ritme produksi urin di malam hari.
Salah satu cara non farmakologis untuk menangani inkontinensia
urin pada lansia adalah dengan latihan kandung kemih (Bladder Training).
Bladder training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi
optimal, terdapat 3 macam metode bladder training, yaitu kegel exercise,
delay urination, dan scheduled bathroom trips. Kegel exercise adalah
latihan pengencangan atau penguatan otototot dasar panggul, delay
urination adalah menunda berkemih sedangkan scheduled bathroom trips
yaitu menjadwalkan berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009).
7
B. Konsep Elder Abuse, Neglect dan Inkontensia Urin
1. Elder Abuse
a. Definisi Elder Abuse
Elder abuse merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang
sekali atau berulang baik disengaja maupun tidak disengaja atau
akibat kurangnya kepercayaan dalam suatu hubungan sehingga
menyebabkan kecacatan seperti cedera, pelanggaran hak asasi
manusia, dan penurunan kualitas hidup seseorang atau penderitaan
bagi lanjut usia (Bhatia, Srivastava,& Bansal, 2008). Menurut WHO
menjelaskan bahwa elder abuse merupakan pelanggaran hak asasi
manusia dan dapat menyebabkan cidera, penyakit, penurunan
produktivitas, isolasi, dan perasaan putus asa (WHO, 2002).
8
hasil dari penyakit mental yang dimilikinya dan adanya pengaruh
alkohol atau narkoba sehingga abuser tidak dapat mengontrol
perilakunya.
3) Teori stres pada caregiver
Teori stres pada caregiver yaitu adanya tekanan secara langsung dan
stres pada caregiver hingga mencapai puncaknya sehingga mereka
akan mengekspresikan kemarahan dengan melakukan abuse. Stres
pada caregiver dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan terkait cara
merawat lansia dan minimnya mencari sumber koping dalam merawat
lansia serta adanya beban finansial dan waktu yang dibutuhkan
bertambah untuk perawatan dan kebutuhan lansia.
4) Teori ketergantungan
Teori ketergantungan ini menjelaskan bahwa lansia merupakan korban
abuse akibat adanya kelemahan fungsi tubuh dan penyakit
kroniksehingga lansia akan bergantung pada keluarga yang merawat
ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari.
9
Pelaku mempunyai kebiasaan yang buruk seperti pecandu alkohol atau
narkoba dan memiliki penyakit mental yang serius dapat menyebabkan
pelaku kehilangan kontrol sehingga memicu timbulnya perilaku kasar
terhadap usia lanjut.
4) Ketergantungan pelaku pada korban
Pelaku sangat bergantung pada korban dalam hal finansial dalam
pemenuhan sehari-hari dan menyalahgunakan hasil berupa uang oleh
kerabat atau untuk mendapatkan harta warisan dari lansia tersebut.
Akibatnya jika lansia tidak memenuhi permintaan abuser, maka
abuserdapat bertindak abuse kepada lansia.
5) Pengaturan hidup bersama
Lansia yang hidup bersama dengan pasangan atau anggota keluarga
akan mudah mendapatkan tekanan dan konflik dimana pada umumnya
mengarah ke dalam insiden abuse terhadap usia lanjut.
6) Satus perkawinan
Abuse juga dapat terjadi pada pasangan suami istri yang diakibatkan
adanya tekanan atau konflik di dalam rumah tangga. Elder abuse dapat
terjadi apabila pasangan memiliki riwayat kekerasan, pecandu alkohol,
dan memiliki gangguan mental (Matteson & Connel, 2007).
7) Faktor eksternal yang menyebabkan stress
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan dan ketegangan finansial
dapat menurunkan kekuatan keluarga dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya abuse.
8) Isolasi social
Lansia dengan minimnya kontak sosial akan mudah menjadi korban
abuse. Dengan berkurangnya isolasi pada lansia memungkinkan
tindakan abuse untuk dideteksi dan dihentikan. Dukungan sosial
berperan sangat penting bagi kelangsungan hidup lansia karena dapat
menjadi penahan dalam melawan stres.
9) Sejarah adanya kekerasan
Riwayat kekerasan di dalam suatu hubungan mungkin dapat berubah
menjadi prediksi adanya elder abuse di kehidupan selanjutnya.
10
Menurut Humphrey & Campbell (2004), ada beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse diantaranya
yaitu:
1) Faktor individu
Secara umum korban elder abuse yaitu perempuan. Akan tetapi, lansia
laki-laki juga berpotensi terhadap elder abuse dimana angka elder
abuse pada lansia laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan lansia
perempuan.
2) Faktor usia
Para ahli mengemukakan jika kejadian elder abuse banyak terjadi
pada lansia yang berusia 80 tahun ke atas dan lansia tersebut
mempunyaigangguan baik fisik maupun psikologi. Pada usia lanjut
terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga mengakibatkan
berkurangnya kekuatan untuk melindungi diri dari abuse.
Contohnya yaitu seseorang yang mengalami gangguan mental atau
emosional dan ketidakmampuan dalam menyiapkan makanan,
melakukan kebersihan diri, atau berobat.
3) Faktor sosio-ekonomi
Elder abuse terutama pengabaian sering terjadi pada seseorang
yang mendapatkan pendapatan di bawah $ 10.000. Hal ini
mengakibatkan seseorang mengalami ketergantungan kepada
keluarga mereka. Selain itu adanya ketergantungan abuser terhadap
lansia juga mempengaruhi terjadinya elder abuse di dalam sebuah
keluarga karena lansia memiliki pendapatan yang lebih di dalam
sebuah keluarga.
4) Depresi
Lansia yang mengalami depresi lebih rentan terkena elder abuse.
Seringkali lansia menganggap bahwa depresi merupakan bagian
yang alami terjadi seiring dengan proses penuaan dan akibat
adanya gangguan secara fisik maupun sosial. Depresi bukanlah
gejala normal dari penuaan dan menunjukkan bahwa depresi akan
11
muncul di akhir kehidupan yang berhubungan dengan penyakit
kronik (Strasser et al, 2013).
12
kegagalan dalam memberikan tindakan perlindungan (Hazard et al,
2003). Neglect merupakan kegagalan dalam bertanggung jawab
terhadap seseorang untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti
makanan, tempat tinggal, pakaian, pengobatan atau perawatan gigi
atau menolak untuk memberikan ijin ke orang lain dalam
menyediakan perawatan secara langsung.
4) Financial abuse/exploitation
Financial abuse adalah penggunaan uang, kekayaan, dan aset lansia
secara tidak layak atau ilegal. Financial abuse dapat berupa
mengambil uang milik lansia demi kepentingan atau keuntungan
pribadi tanpa persetujuan lansia, menggunakan kekuasaan untuk
mendesak lansia, menjual rumah milik lansia, penggunakan
sumber finansial untuk keuntungan care giver, dan tidak
mengembalikan uang milik lansia.
13
Fraktur yang tidak dapat dijelaskan seperti di wajah (pada
tengkorak, hidung, atau struktur wajah lainnya), fraktur dalam
proses penyembuhan.
Laserasi atau abrasi yang tidak dapat dijelaskan seperti di
bagian mulut, bibir, gusi, mata, atau genitalia eksterna.
2) Psychological abuse
Gangguan kebiasaan seperti menghisap, menggigit, bergoyang-
goyang.
Gangguan tingkah laku seperti antisosial, dan destruktif.
Sikap neurotik seperti gangguan tidur, gangguan bicara.
Reaksi psikoneurotik seperti histeria, obsesi, fobia, dan
hipokondria.
3) Neglect/pengabaian
Kehilangan bebar badan yang drastis, malnutrisi, dan dehidrasi.
Adanya masalah fisik seperti luka tekan.
Kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat seperti
kotor, berdebu, seprei dan pakaian yang berantakan.
Pakaian yang tidak cocok dengan musimnya
Kondisi tempat tinggal yang tidak aman.
4) Eksploitasi finansial
Tidak adekuatnya makanan dan obat-obatan.
Kurangya pengetahuan tentang status finansial.
Perubahan mendadak dalam kondisi keuangan milik lansia.
Uang tunai milik lansia hilang di rumah.
Perubahan yang mencurigakan dalam isi surat wasiat dan surat
kuasa.Tagihan yang belum dibayar atau kurangnya perawatan
medis meskipun lansia memiliki cukup uang untuk berobat.
14
1) Dampak secara fisik
Abuse merupakan sumber utama yang menyebabkan lansia mudah
mengalami tekanan (stres) sehingga hal ini memiliki efek jangka
panjang bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Stres yang
diakibatkan oleh abuse dapat memicu timbulnya rasa nyeri dada atau
angina, masalah jantung lainnya, tekanan darah tinggi, masalah
pernapasan, masalah perut (maag), dan serangan panik. Selain itu
elder abuse dapat menyebabkan lansia mengalami kecacatan/cedera
seperti patah tulang.
2) Dampak secara financial
Elder abuse dapat berpengaruh pada kesejahteraan seorang lansia
sehingga hal ini membuat ketegangan keuangan milik lansia. Selain
itu lansia juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan pengobatan karena sebagian uang miliknya atau
bahkan seluruh uangnya berada di tangan anggota keluarganya.
3) Dampak secara social
Elder abuse dapat menjadi kebiasaan turun-temurun hingga menjadi
sebuah tradisi. Contohnya yaitu cucu menyaksikan tindakan abuse
ketika ada orang tuanya memperlakukan lansia dengan tidak
semestinya sehingga hal ini mengakibatkan persepsi negatif bahwa
lansia saat ini kurang dihormati dan diterima. Hal ini jika terjadi maka
akan mempengaruhi kehidupan lansia baik secara individu, keluarga,
dan masyarakat (sosial).
15
keadaan rentan dan kemungkinan terjadinya abuse, pengabaian, dan
eksploitasi.
16
2. Neglect (Pengabaian)
a. Definisi Neglect (Pengabaian)
Pengabaian adalah kegagalan dalam memberikan pelayanan
dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik dan mental pada lansia.
Kebutuhan tersebut meliputi, kebutuhan makanan, tempat tinggal
yang memadai, perawatan medis, dan dukungan emosional (Cooper &
Livingston, 2014; del Carmen & LoFaso, 2014).
17
dari self neglect adalah penolakan pemberian izin untuk
mendapatkan perawatan atau pengobatan dari tenaga medis,
kondisi seperti ini dapat berpotensi menurunkan kualitas hidup dari
lansia itu sendiri (Madina & Dwimartutie, 2017).
18
2) Gangguan pola tidur, seperti: deprivasi tidur dan sering mengalami
mimpi buruk (Hayslip, Reinberg, & Williams, 2015).
3) Gangguan nutrisi, seperti: kehilangan nafsu makan dan malnutrisi
(Hayslip et al., 2015).
4) Harga diri rendah pada lansia (Wiyono et al., 2015).
5) Lansia menjadi pendiam dan mengalami isolasi sosial (Ikasi, 2014)
19
untuk mendapatkan perlakuan pengabaian dari keluarga
maupun masyarakat (Miller, 2012; Parasari & Lestari, 2015).
c) Kesehatan fisik yang buruk
Lansia yang memiliki kelemahan fisik akan berisiko tinggi
mengalami kejadian pengabaian lansia, hal ini dikarenakan
ketika lansia membutuhkan bantuan untuk pemenuhan
kebutuhan dasar sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian,
serta berjalan dalam jangka waktu yang lama akan memicu
timbulnya stress pada anggota keluarga yang merawat, hal ini
akan berpotensi pada pemberi perawatan untuk lebih memilih
mengabaikan kebutuhan tersebut, sehingga lansia mengalami
pengabaian (Abbey, 2015).
d) Riwayat penganiayaan
Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan suatu
perbuatan pengabaian atau penganiayaan yang mengakibatkan
adanya ancaman terhadap kesehatan atau kesejahteraan lansia.
Salah satu bentuk penganiayaan pada lansia yaitu kekerasan
psikologi yang berdampak pada kesehatan mental atau
emosional. Ketika seseorang berperilaku yang menyebabkan
ketakutan, depresi serta distress kepada orang lain, perilaku
tersebut di pandang sebagai penganiayaan. Penganiayaan
psikologis dapat berupa intimidasi, ancaman, diteror, isolasi
sosial, serta pengabaian, oleh sebab itu apabila seseorang yang
memiliki riwayat penganiayaan akan berisiko untuk mengalami
pengabaian (Mauludiyah, Akbarani, & Faiza Inayatul, 2014).
e) Tingkat ketergantungan yang tinggi
Lansia yang mempunyai tingkat ketergantungan tinggi dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari bersama keluarga, akan
berisiko mengalami pengabaian terutama jika anggota keluarga
yang merawat tidak mempunyai mekanisme koping yang baik,
sehingga cenderung untuk terlibat dalam pengabaian lansia
(Wiyono et al., 2015).
20
2) Faktor Keluarga
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anggota keluarga
menjadi pelaku dalam kejadian pengabaian pada lansia yaitu :
a) Kurang pengetahuan dalam merawat lansia
Salah satu hal yang penting dalam terbentuknya tindakan
seseorang adalah pengetahuan, perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik daripada tanpa didasari
pengetahuan. Keluarga yang memandang bahwa pemberian
asuhan kepada lansia merupakan kewajiban, maka keluarga
tersebut akan memiliki sikap positif sebagai pemberi asuhan,
namun sebaliknya jika keluarga memandang pemberian asuhan
merupakan suatu beban, maka akan memiliki sikap negatif
sebagai pemberi asuhan, salah satunya adalah pengabaian
(Wiyono et al., 2015).
b) Gangguan emosional
Gangguan emosional adalah suatu keadaan emosi yang
menyebabkan gangguan pada diri seseorang, hal ini dapat
disebabkan oleh emosi yang terlalu kuat atau emosi yang tidak
hadir. Seseorang yang mengalami gangguan emosi di tandai
dengan ketidakmampuan untuk menunjukkan rasa kasih
sayang, kepercayaan, marah atau penolakan, sehingga apabila
salah satu dari anggota keluarga yang mengalami gangguan
tersebut dapat berisiko untuk melakukan pengabaian terhadap
lansia (Cooper & Livingston, 2014).
c) Ketergantungan secara financial
Seorang anak yang sudah berkeluarga dan tinggal bersama
lansia memiliki tanggung jawab keuangan lebih berat, hal ini
akan menyebabkan tingkat stress yang tinggi dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari lansia, sehingga hal tersebut dapat
berisiko untuk melakukan pengabaian. Jika keluarga atau
pasangan muda sudah mengalami masalah ekonomi atau
tanggung jawab keuangan yang berat, maka akan membuka
21
peluang untuk terjadinya pengabaian masalah ekonomi atau
keuangan terhadap lansia (Miller, 2012; Peterson et al., 2014).
Beberapa faktor diatas akan berpotensi timbulnya kondisi stress
pada anggota keluarga yang merawat, serta adanya anggapan bagi
anggota keluarga yang sudah berkeluarga bahwa hal tersebut
menjadi tambahan beban dalam tanggung jawabnya, dimana
pemberi perawatan harus bertanggung jawab untuk 2 generasi yaitu
orang tua dan anaknya, hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya
bentuk perlakuan pengabaian pada lansia (Maryam, 2016\
3) Faktor Lingkungan
Adapun beberapa faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kejadian pengabaian antara lain:
a) Tingkat ekonomi yang rendah
Tingkat ekonomi yang rendah merupakan salah satu risiko
untuk terjadinya kejadian pengabaian lansia, dikarenakan
adanya hubungan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rendahnya status ekonomi akan mempengaruhi status
kesehatan, apabila seseorang memiliki tingkat ekonomi yang
tercukupi, maka kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
seperti tempat tinggal yang layak, pakaian, makanan,
pendidikan, serta perawatan kesehatan akan terpenuhi, namun
apabila tingkat ekonomi tersebut rendah akan menjadi faktor
risiko lansia mengalami pengabaian (Peterson et al., 2014).
b) Dukungan sosial yang rendah
Dukungan sosial merupakan hal yang penting bagi lansia dalam
meningkatkan harga diri. Rendahnya dukungan sosial yang
dialami dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan
risiko terjadinya gangguan kesehatan pada lansia, hal ini
disebabkan oleh tingginya stress pada lingkungan. Jika lansia
memiliki mekanisme koping yang kurang, maka stresor yang
dihadapi oleh lansia akan semakin meningkat, sehingga dapat
22
berisiko untuk mendapatkan perlakuan pengabaian serta akan
berdampak pada psikologis lansia (Lachs & Pillemer, 2015).
23
3. Inkontinensia Urine
a. Definisi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak ter-
kendali sehingga menimbulkan masalah higienis dan sosial
Inkonti- nensia urin adalah masalah yang sering dijumpai pada
orang lanjut usia dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial,
seperti dekubitus, ja- tuh, depresi dan isolasi dari lingkungan sosial
Inkontinensia urin terda- pat bersifat akut atau persisten,
Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit
atau masalah yang mendasar diatasi masa- lahnya infeksi saluran
kemih, obat–obatan, gangguan kesadaran, vagi- nitis atrofik dan
masalah psikologik Inkontinensia urin yang persisten biasanya
dapat dikurangi dengan berbagai terapi modalitas (Martin dan
Frey, 2005).
24
A Atrophic Uretritis atau Vaginitis – jaringan teriritasi dapat
menye- babkan timbulnya urgensi yang sangat berespon
terhadap pemberian terapi estrogen.
P Pharmaceuticals –dapat karena obat-obatan, seperti terapi
diuretik yang meningkatkan pembebanan urin di kandung
kemih.
P Psychological Disorder – seperti stres, depresi, dan anxietas.
E Excessive Urin Output– karena intake cairan, alkoholisme
diuretik, pengaruh kafein.
R Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang
mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
S Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi
kons- tipasi akan mengubah posisi pada kandung kemih dan
menekan sa- raf.
2) Inkontinensia urin kronik (persisten):
Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan kondisi akut dan ber-
langsung dengan lama (lebih dari 6 bulan) ada 2 penyebab
Inkontinen- sia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas
kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan
pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot
detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi
4 tipe (stress, urge, overflow , fungsional). Berikut ini adalah
penjelasan masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau
persisten:
a) Inkontinensia urin tipe stress: Inkontinensia urin terjadi
apabila urin dengan secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar
panggul, operasi dan penuru- nan estrogen. Pada gejalanya
antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal yang lain yang mening- katkan tekanan pada
rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan den- gan tanpa
25
operasi (misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis
obat-obatan), maupun dengan operasi.
b) Inkontinensia urin tipe urge: timbulnya pada keadaan otot
detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini
bereaksi secara berlebihan Inkontinensia urin dapat ditandai
dengan ketidakmam- puan menunda berkemih setelah sensasi
berkemih muncul manifes- tasinya dapat merupa perasaan
ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali
(frekuensi) dan kencing di malam hari (noktu- ria).
c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin
mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah terlalu
banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot
detrusor kandung kemih. yang lemah. Biasanya hal ini bisa
dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran kencing
yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya ti- dak puas setelah
kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kan- dung
kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
d) Inkontinensia urin tipe fungsional: dapat terjadi akibat
penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga
pasien tidak dapat mencapai ketoilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demen- sia berat, gangguan neurologic,
gangguan mobilitas dan psikologik (Setiati, 2007; Cameron,
2013).
26
terjadi menimbulkan gangguan dari fungsi kandung kemih dan hilang
sensibilitas kandung kemih. (Setiati dan Pramantara, 2007).
Sering dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi atau fungsi organ kemih, antara lain disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan mengejan yang salah atau
karena penurunan estrogen.
Pada menurunnya kadar hormon estro- gen dalam wanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot
vagina atau otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya Inkontinensia urin. Semakin lanjut usia seseorang semakin
besar kemungkinan da- pat mengalami Inkontinensia urin, karena
terjadi pada perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul ini mengakibatkan seseorang yang tidak dapat menahan air
seni.
27
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 3
Seorang lansia laki-laki (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
tinggal bersama anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang anak. Anak laki-lakinya
bekerja dari pagi hingga larut malam sehingga jarang berkomunikasi. Istri anak
laki-lakinya seorang ibu rumah tangga yang mengurus semua pekerjaan rumah
dan 4 orang anaknya yang semuanya sekolah. Hasil pengkajian perawat: . Hasil
pengkajian TTV: di dapatkan TD: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/
menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB : 164 cm. Lansia mengatakan anak dan
menantunya sering memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan terkadang
dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga.
Kondisi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat lansia tidak memiliki
kamar sendiri hanya Kasur kecil yang berantakan dan kotor di sudut ruang utama.
Lansia hanya diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan
nasi ½ porsi setiap hari. Lansia tampak kurus dan bibir yang kering, menantunya
menyarankan lansia agar sedikit minum agar tidak sering buang air kecil karena
tidak ada yang membantu ke kamar mandi. Lansia juga mengeluh keluarga sering
memarahi lansia karena bau pesing, tidak bisa mengontrol BAK. Lansia
mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-tiba ada urine yang rembes (palpasi
vesika urinaria: distensi -). Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke posisi
berdiri atau batuk urine sering keluar sehingga pakaiannya basah. Lansia tampak
lusuh dan kotor, rambut dan jambang panjang. Lansia mengatakan sudah berhari-
hari tidak mandi karena tidak ada yang membantunya. Lansia kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari karena banyak luka lebam di badannya. Lansia
sering disuruh untuk mengemis di jalanan, hasil mengemis diambil oleh anaknya.
Lansia diantar ke Panti oleh Ketua RW. Pihak panti berusaha mengkonfirmasi ke
keluarga, namun anggota keluarga enggan memberikan keterangan. Keluarga juga
jarang membesuk lansia di panti dan belum tau kapan akan membawa lansia
kembali ke rumah.
28
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 5 Mei 2020
Nama Panti : Panti Sayang Nenek
29
III.RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Lansia mengalami stroke setahun yang lalu yang mengakibatkan
hemuparase kanan sampai saat ini.
30
Pencernaan pada lansia T normal, karena lansia BAB sehari 1 kali
dipagi hari.
9. Sistem Perkemihan
Perkemihan pada lansia T :
Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK
Lansia mengatakan tiba tiba urine nya merembes
Lansia mengatakan ketuka bangun dari duduk atau batuk urine nya
sering keluar sehingga pakaiannya basah
Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau
Pesing
Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
Palpasi vesika urinary : distensi (-)
10. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas atas
Ekstremitas bawah
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas bawah
Kekuatan Otot :
4 2
4 3
32
VII. PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA
33
Bergerak dari dan ke tempat tidur dengan
bantuan/ asisten
Tidak dapat bergerak dari tempat tidur
sama sekali
5. Continence
Dapat mengontrol saat BAK dan BAB
dengan sendiri
Kadang tidak dapat mengontrol saat BAK
✓
dan BAB sendiri
Membutuhkan bantuan serta supervisi
untuk mengontrol BAK dan BAB atau
dengan penggunaan kateter
Makan
Makan sendiri tanpa bantuan
Makan sendiri tetapi membutuhkan
bantuan untuk memotong makanan seperti ✓
daging, sayur ataupun buah
Makan dengan bantuan/ makan melalui IV
fluids/ tubes
Keterangan :
= mengindikasikan kemandirian
= mengindikasikan ketegantungan
Kategori :
A – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi
B – Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa
dilakukan
C – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri
dan satu tambahan fungsi lainnya
D – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, dan satu tambahan fungsi lainnya
E – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
34
F - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet, bergerak dan satu fungsi lainnya
G – Tergantung dalam semua fungsi tersebut
Hasil Penilaian :
Lansia perlu bantuan saat mandi, berpakaian, da ke toilet, lansia juga mengalami
inkontinensia, tetapi lansia masih mampu berjalan menggunakan tongkat dan
tanpa dibantu untuk bangun dari tempat tidur. Lansia juga masih bisa makan
sendiri tanpa dibantu.
Lansia berada dalam Kategori E - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi
tidak bisa mandi, berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
35
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
36
VIII. PENGKAJIAN STATUS MENTAL
Keterangan
Pertanyaan 1: Benar apabila dapat menyebutkan tanggal, bulan dan tahun yang
tepat
Pertanyaan 2: Benar apabila dapat menyebutkan hari
Pertanyaan 3: Benar apabila dapat mendeskripsikan tempat dengan benar
Pertanyaan 4: Benar apabila dapat menyebutkan alamat dengan benar
Pertanyaan 5: Benar apabila dapat menjawab umur sesuai dengan kelahirannya
Pertanyaan 6: Benar apabila menjawab tanggal, bulan dan tahun kelahiran
Pertanyaan 7: Benar apabila menyebutkan nama presiden saat ini
Pertanyaan 8: Benar apabila menyebutkan nama presiden sebelumnya
Pertanyaan 9: Benar apabila dapat menyebutkan nama ibunya
Pertanyaan 10: Benar apabila dengan mengurangi dengan benar sampai akhir
Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan ringan
Skala 5-7: Fungsi inteletual kerusakan sedang
37
Skala 8-10: Fungsi intelektual kerusakan berat
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor salah sebanyak 3, yang berarti lansia fungsi intelektual
lansia mengalami kerusakan ringan
38
IX. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI
39
Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang
19 Ya Tidak 1
menyenangkan
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Ya Tidak 1
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energy Ya Tidak 1
Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa
22 Ya Tidak 0
Harapan
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya Tidak 0
Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari anda
24 Ya Tidak 0
40
X. PENGKAJIAN TAMBAHAN LAINNYA
41
(total nilai maksimal 14) membutuhkan pengkajian lebih lanjut
≤ 11: mungkin malnutrisi, membutuhkan
pengkajian lebih lanjut
No Pertanyaan Keterangan Skor
Nilai
Pengkajian
7. Apakah anda hidup secara mandiri? 0: tidak
(tidak di rumah perawatan, 1: ya 0
panti atau rumah sakit)
8. Apakah anda diberi obat lebih dari 3 0: ya
1
jenis obat per hari? 1: tidak
9. Apakah anda memiliki luka 0: ya
0
tekan/ulserasi kulit? 1: tidak
10. Berapa kali anda makan dalam sehari? 0: 1 kali dalam sehari
1: 2 kali dalam sehari 0
2: 3 kali dalam sehari
11. Pilih salah satu jenis asupan protein 0: jika tidak ada atau hanya 1 jawaban
yang biasa anda konsumsi? diatas
Setidaknya salah satu produk dari susu 0.5: jika terdapat 2 jawaban ya
(susu, keju, yoghurt per hari) 1: jika semua jawaban ya 0
Dua porsi atau lebih kacang-
kacangan/telur perminggu
Daging, ikan atau unggas setiap hari
12. Apakah anda mengkonsumsi sayur 0: tidak
atau buah 2 porsi atau lebih setiap 1: ya 0
hari?
13. Seberapa banyak asupan cairan yang 0: kurang dari 3 gelas
anda minum per hari (air putih, jus, 1: 3-5 gelas 0
kopi, the, susu, dsb) 2: lebih dari 5 gelas
14. Bagaimana cara anda makan? 0: jika tidak dapat makan tanpa dibantu
1: dapat makan sendiri namun
mengalami kesulitan 2
2: jika dapat makan sendiri tanpa ada
masalah
15. Bagaimana persepsi anda tentang 0: ada masalah gizi pada dirinya 1
42
status gizi anda? 1: ragu/tidak tahu terhadap masalah gizi
dirinya
2: melihat tidak ada masalah terhadap
status gizi dirinya
16. Jika dibandingkan dengan orang lain, 0: tidak lebih baik dari orang lain
bagaimana pandangan anda tentang 1: tidak tahu
1
status kesehatan anda? 2: sama baiknya dengan orang lain
3: lebih baik dari orang lain
17. Bagaimana hasil lingkar lengan atas 0: LLA kurang dari 21 cm
(LLA) anda (cm)? 0.5 : LLA antara 21-22 cm 0.5
1: LLA lebih dari 22 cm
18. Bagaimana hasil Lingkar betis (LB) 0: jika LB kurang dari 31
0
anda (cm)? 1: jika LB lebih dari 31
Nilai pengkajian: (nilai maksimal 16) 4.5
Nilai Skrining : (nilai maksimal 14) 3
Total nilai skring dan pengkajian (nilai Indikasi nilai malnutrisi
maksimal 30) ≥ 24 : nutrisi baik
7.5
17-23.5: dalam risiko malnutrisi
< 17 : malnutrisi
Guigoz,Y.;J ensen, G.; Thomas, D.; Vellas, B.;et al. 2006. The mini nutritional
assessment (MNA®) review of the literature-what does it tell us? The Journal of
nutrition, Health & Aging ,Vol. 10, Pg 466.
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor 7,5 yang berarti lansia mengalami malnutrisi
43
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia
45
Sandvix Severity Index
Keterangan
Indeks keparahan diperoleh dengan mengalikan skor untuk pertanyaan 1 dan 2: 1-
2 menunjukkan inkontinensia ringan; 3-4, inkontinensia sedang; 6-8,
inkontinensia parah.
Hasil Penilaian :
Pada pertanyaan nomor satu lansia mendapat nilai 4 dan pada pertanyaan 2 lansia
mendapat nilai 2. Sehingga total nilai jika dikalikan adalah 8. Dapat disimpulkan
bahwa lansia mengalami inkontinensia parah.
46
Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock *
48
49
A. DATA FOKUS
B. ANALISA DATA
NO
DATA MASALAH
.
1. DS: Ketidakseimbangan
Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari nutrisi kurang dari
dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setiap
kebutuhan tubuh
hari
Lansia mengatakan sering merasa lapar
Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga
DO:
Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk makan
Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu:
36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB
: 164 cm.
Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang berarti lansia
mengalami malnutrisi
2. DS: Inkontinensia
Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK Urine
Lansia mengatakan tiba-tiba urine nya merembes
Lansia mengatakan ketika bangun dari duduk atau batuk
urine nya sering keluar sehingga pakaiannya basah
Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia
karena bau Pesing
Menantu lansia menyarankan lansia agar sedikit minum
agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada yang
membantu ke kamar mandi
DO:.
51
Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk makan dan beraktivitas sendiri
Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
Palpasi vesika urinary: distensi (-)
Sandvix Severity Index : total nilai jika dikalikan adalah 8.
Dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami inkontinensia
parah.
DO:
Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk beraktivitas sendiri
Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
panjang , dan bau badan
Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
Indeks KATZ : Kategori E - Ketidaktergantungan dalam
semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet
dan satu fungsi lainnya
Indeks Barthel : skor 63 yang artinya mengalami
ketergantungan berat
DO:.
Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
panjang , dan bau badan
Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
APGAR Keluarga : skor 2 yang berarti lansia mengalami
disfungsi keluarga berat
Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock : skor 13.
Sehingga menunjukkan bahwa lansia terindikasi beresiko
tinggi mengalami pelanggaran hak pribadi atau kekerasan
langsung.
5. DS : Resiko sindrom
Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan, pasca trauma
dan hasil mengemis diambil oleh anaknya.
Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia
karena bau Pesing
Lansia mengatakan anak dan menantunya sering
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan
terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan
hanya menjadi beban keluarga
DO:
Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
Geriartric Depression Scale : skor 20 yang berarti lansia
mengalami depresi sedang
16. Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock : skor 13.
Sehingga menunjukkan bahwa lansia terindikasi beresiko
tinggi mengalami pelanggaran hak pribadi atau kekerasan
langsung.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
53
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia T
2. Inkontinensia Urine pada lansia T
3. Deficit perawatan diri : mandi pada lansia T
4. Disfungsi proses keluarga pada keluarga lansia T
5. Resiko sindrom paska trauma pada lansia T
54
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan kunjungan keluarga 1. Manajemen nutrisi (197)
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam diharapkan Lansia Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh mampu memenuhi kebutuhan nutrisi, pasien memenuhi kebutuhan gizi
pada lansia T dengan kriteria hasil: Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan
1. Status nutrisi (551) menghitung intake kalori harian, jika
Asupan gizi pada tingkat banyak diperlukan
menyimpang dari rentang normal Menentukan apa yang menjadi preferensi
ditingkatkan ke tingkat sedikit makanan bagi klien.
menyimpang (2-4) Bantu lansia membuka kemasan makanan,
Asupan makanan pada tingkat memotong makanan dan makan
banyak menyimpang dari rentang
Menentukan jumlah kalori dan jenis zat
normal ditingkatkan ke tingkat
makanan yang diperlukan untuk memenuhi
sedikit menyimpang (2-4)
kebutuhan nutrisi, ketika berkolaborasi dengan
Rasio berat badan/ Tinggi badan
ahli makanan, jika diperlukan
pada tingkat banyak menyimpang
dari rentang normal ke tingkat
Memberi pasien makanan dan minuman tinggi
sedikit menyimpang (2-4) protein, tinggi kalori, dan bernutrisi yang siap
dikonsumsi, jika diperlukan
2. Status Nutrisi: Asupan Makanan dan Membantu pasien untuk memilih makanan
Cairan (553) lembut, lunak dan tidak asam, jika diperlukan
Asupan makanan secara oral pada
sedikit adekuat ditingkatkan ke 2. Bantuan peningkatan Berat Badan (78)
sebagian besar adekuat (2-4) Monitor asupan kalori setiap hari.
Asupan cairan secara oral pada Bantu klien untuk makan atau suapi klien
sedikit adekuat ditingkatkan ke Mendiskusikan denagn klien dan keluarga
sebagian besar adekuat (2-4) mengenai prsepsi atau factor penghambat
kemampuan atau keinginan untuk makan.
Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana
cara membeli makanan murah tetapi bergizi
tinggi.
2. Inkontinensia Urine Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Perawatan Inkontinensia Urin (362)
pada lansia T selama 3x24 jam diharapkan klien dapat Identifikasi faktor penyebab inkontinensia
memperbaiki pola berkemih. Dengan pada pasien (misalnya output urine, pola
kriteria hasil : berkemih, fungsi kognitif, masalah
1. Kontinensia Urin (236) perkemihan)
Mengenali keinginan berkemih pada Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia
sangat terganggu di tingkatkan ke Monitor eliminasi urine, meliputi frekuensi,
sedikit terganggu (1-5) konsistensi, bau, volume, dan warna urine
Menjaga pola berkemih yang teratur Sediakan popok kain yang nyaman dan
pada sangat terganggu ditingkatkan melindungi
ke sedikit terganggu (1-4) Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk
Tidak terdapat urine yang merembes mempermudah akses toilet
ketika berkemih pada sangat Bersihkan kulit sekitar area genetalia seacara
terganggu ditingkatkan ke tidak teratur
terganggu (1-5)
56
Urin merembes ketika berkemih 2. Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi (80)
pada sering menunjukkan Pertimbangkan usia saat mempromosikan
ditingkatkan ke jarang menunjukkan aktivitas perawatan diri
(2-4) Buatlah jadwal aktivitas terkait eliminasi
Lansia mengonsumsi cairan dalam Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk
jumlah yang cukup ditingkatkan dari eliminasi pada interval waktu tertentu
jarang menunjukkan ke sering Beri privasi selama eliminasi
menunjukkan (2-4) Siram toilet/bersihkan alat-alat untuk eliminasi
Urin merembes dengan peningkatan (kursi toilet, pispot)
tekanan pada abdomen (batuk) pada Monitor integritas kulit pasien
sering menunjukkan ditingkatkan ke Ajarkan terapi: senam keagel
jarang menunjukkan (2-4)
63
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa
Kekerasan terhadap orang lansia bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal,
diabaikan secara emosional (psikologis), dan juga dimanfaatkan. Banyak
korban adalah mereka yang sudah rapuh dan hidup mereka tergantung
pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka
Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi
keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua
(biasanya dilakukan oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai
pekerjaan dan hanya bisa meminta dari orangtua).
Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu
jenis perlakuan kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut,
malu, kecemasan, kebingungan, penarikan, dan depresi. Mereka menutup
diri dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
B. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman
sesama mahasiswa. Dan lebih memperhatikan masalah-masalah dalam
keluarga.
64
Daftar Pustaka
Jakarta: EGC.
Jakarta:E
65