Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA

URINE DAN ELDER ABUSED AND NEGLECT

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, S.Kep, M.Kep, Sp. Kep. Kom

Disusun Oleh:
Zahrotul Muti’ah 1710711088
Sintya Marliani 1710711 092
Tari Gustika 1710711094
Farha Farhana 1710711 101
Ega Shafira P 1710711108
Feny Ditya 1710711110

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine dan
Elder Abused and Neglect” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan
masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk
dapat menyelesaikan makalah ini, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik
dari segi kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan
semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-
makalah selanjutnya.

Jakarta, Mei 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................3


A. Prevalensi Kekerasan, Pengabaian & Perubahan Eliminasi Urin Pada Lansia
........................................................................................................................3
1. Prevalensi Kekerasan dan Pengabaian Pada Lansia..................................3
2. Prevalensi Perubahan Eliminasi Urin Pada Lansia
B. Konsep Elder Abuse, Neglect dan Inkontensia Urin.....................................8
1. Elder Abuse...............................................................................................8
2. Elder Neglect.............................................................................................17
3. Inkontinensia Urine...................................................................................24
C. Asuhan Keperawatan.....................................................................................28

BAB III PENUTUP............................................................................................64


A. Simpulan ......................................................................................................64
B. Saran .............................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa lanjut usia secara bertahap seseorang mengalami berbagai
kemunduran, baik kemunduran fisik, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
Perubahan fisik yang terjadi pada setiap lanjut usia sangat bervariasi,
perubahan ini terjadi dalam berbagai sistem, yaitu sistem integumen, sistem
kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem
muskuloskeletal, sistem neurologis, dan sistem urologi. Semua perubahan
fisiologis ini bukan merupakan proses patologis, tetapi perubahan fisiologis
umum yang perlu diantisipasi (Potter & Perry, 2005).
Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar” yang
memerlukan perawatan segera, yaitu : imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan
mental, dan inkontinensia. Bagi lanjut usia masalah inkontinensia merupakan
masalah yang tidak menyenangkan (Watson, 2003). Masalah yang sering
dijumpai pada lanjut usia adalah inkontinensia urin. Inkontinensia urin
merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang tidak
dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan
menyebabkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Dari permasalahan
umum tersebut dapat menimbulkan masalah baru bagi lanjut usia.
Setiap pribadi manusia rentan untuk mengalami kekerasan. Orang
yang sudah lanjut usia (lansia) juga tidak luput dari kekerasan, bahkan
kekerasan terhadap lansia bisa timbul dari orang-orang terdekat seperti anak,
menantu bahkan cucu sendiri. Kekerasan terhadap orang lansia bisa terjadi
dalam bentuk fisik, verbal, diabaikan secara emosional (psikologis), dan juga
dimanfaatkan. Banyak korban adalah mereka yang sudah rapuh dan hidup
mereka tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi
keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua
(biasanya dilakukan oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai pekerjaan
dan hanya bisa meminta dari orangtua). Tanda-tanda dan gejala-gejala
kekerasan terhadap orang lansia, juga mirip dengan bentuk-bentuk lain,
seperti dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara suami dengan
istri atau orangtua dengan anak.
Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis
perlakuan kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut, malu,
kecemasan, kebingungan, penarikan, dan depresi. Mereka menutup diri dan
sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan banyaknya kasus seperti
ini tentu diperlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prevalensi kekerasan, pengabaian pada lansia?
2. Bagaimana prevalesnsi perubahan eliminasi urin pada lansia?
3. Apa pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse?
4. Apa pengertian, etiologi, komplikasi elder neglect?
5. Apa pengertian, etiologi, komplikasi inkontinensia urine?
6. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
inkontinensia urine dan elder abused and neglect

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prevalensi kekerasan, pengabaian pada lansia
2. Mengetahui prevalensi perubahan eliminasi urin pada lansia
3. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse
4. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi elder abuse
5. Mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi inkontinensia urine
6. Mengetahui asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
inkontinensia urine dan elder abused and neglect

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Prevalensi Kekerasan, Pengabaian & Perubahan Eliminasi Urin Pada


Lansia
1. Prevalensi Kekerasan dan Pengabaian Pada Lansia
WHO (2016) mengestimasi kejadian pengabaian lansia ditemukan
1 dari 10 lansia setiap bulannya, namun hanya 1 dari 24 kasus pengabaian
lansia yang berhasil dilaporkan, hal ini dikarenakan lansia cenderung
takut untuk melaporkan tindakan pengabaian dan kekerasan pada keluarga
dan kerabat kepada pihak yang berwenang. Data pengabaian lansia
sangat terbatas.
Lansia di negara berkembang maupun negara maju di dunia yang
mengalami kekerasan fisik menca-pai 0,2-4,9 %, kekerasan seksual 0,04-
0,82 %, kekerasan psikologis 0,7-6,3 %, kekerasan finansial 1,0-9,2 %,
dan pengabaian 0,2-5,5 % (WHO, 2016).
Penelitian oleh Manthorpe dan Biggs (2007) yang melakukan
pengukuran dari Maret 2006 sampai September 2006 menyatakan bahwa
terjadi peningkatan kejadian perlakuan pengabaian pada lansia dari 2,6%
menjadi 4%, nilai peningkatan sebesar 1,1% adalah perlakuan pengabaian
dan 0,3% adal-ah perlakuan salah lainnya. Bila dihitung sesuai proporsi
peningkatan, kejadian perlakuan pengabaian adalah sebesar 78,5% dari
jenis perlakuan lainnya. Kondisi pengabaian pada lansia cenderung terjadi
dalam keluarga sejumlah 6% dari semua lansia yang ada, tinggal di
institusi dan selebihnya mayoritas hidup dalam keluarga atau sebesar 85%
lansia tinggal bersama keluarga (Ebersole & Hess, 2004 dalam Allender &
Spradley, 2005:McMurray, 2003).
Data badan pusat statistik (2010) menjelaskan jumlah penduduk
lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta (8,9%) dengan
usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 mengalami peningkatan
menjadi 23,9 juta (9,77%) deng- an usia harapan hidup 67,4 tahun dan

3
tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan
hidup 71,1 tahun.
Di negara maju pertambahan populasi lansia telah diantisipasi.
Tidak dipungkiri bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap
menghadapi peningkatan populasi lansia dengan berbagai
permasalahannya. Pada saat ini negara berkembang juga memiliki
permasalahan dengan peningkatan populasi lansia. Bertambahnya jumlah
penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai
masalah kesehatan antara lain, kesehatan fisik, mental, sosial, psikologis,
sosial ekonomi dan keuangan, serta masalah keperawatan seperti kesepian,
merasa tidak berguna, tidak produktif dan kelainan degeneratif (Nugroho,
2008).
Maryam (2008), Menjelaskan bahwa masalah kesehatan dan
keperawatan yang terjadi pada lansia adalah tindak kekerasan, yaitu
kekerasan fisik dan kekerasan psikologis sehingga menimbulkan efek
trauma yang sangat berat yang di alami oleh lansia. Bentuk kekerasan
yang dilakukan meliputi kekerasan fisik, dikucilkan, dicacimaki, dikunci
dalam rumah, dan tidak boleh berhubungan dengan cucunya. Tindak
kekerasan tersebut dilakukan oleh suami, anak kandung, anak angkat, cucu
kandung, dan cucu tiri, menantu, dan ipar.
Hasil laporan administration on aging (2010), kasus kejadian
kekerasan pada lansia di Amerika ditandai dengan perlakuan pengabaian
49%, kekerasan emosional 35%, eksploitasi finansial 30%, kekerasan fisik
26% dan lansia ditinggalkan sebesar 3% (Mainer & Lueckonette 2011).
Data Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa penduduk
lansia atau lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta jiwa
(7,18%), tahun 2010 meningkat menjadi 24 juta jiwa (9,77%), pada tahun
2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 29 juta jiwa (11,34%). Saat
ini, jumlah penduduk Indonesia yang termasuk kategori lansia berjumlah
18 juta jiwa, tidak telantar 10.6 juta jiwa, rawan telantar 4.6 juta jiwa dan
yang telantar 2,8 juta jiwa.

4
Berdasarkan hasil survey pada tahun 2007, kekerasan fisik pada
lansia berupa tamparan sebesar (17,43%), kekerasan psikologis berupa
dibentak sebesar (31,36%), Kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil
sebesar (67,33%), penelantaran atau pengabaian sebesar (68,55%) (Dinas
sosial jawa barat, 2008).
Faktor penyebab perlakuan pengabaian pada lansia termasuk pada
faktor yang bersumber pada pemberi asuhan yaitu keluarga. Keluarga
merupakan pemberi asuhan bagi lansia dalam memenuhi seluruh
kebutuhannya dan sebagian besar lansia hidup dalam keluarga (Ramlah,
2011).
Menurut Maryam (2008) keluarga merupakan support system
utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Menurut Caplan
(1974 dalam Friedman, Bowden & Jones., 2003) dukungan sosial terdiri
dari tiga sumber yaitu jaringan informal yang spontan, dukungan
terorganisasi dan upaya professional kesehatan. Jaringan informal spontan
yang didefinisikan sebagai dukungan keluarga. Dukungan ini merupakan
hal yang penting bagi lansia. Dukungan keluarga dapat mencegah resiko
kejadian pengabaian lansia dalam keluarga. Mencegah kejadian
pengabaian pada lansia berarti dapat meningkatkan kondisi kesehatan
lansia dalam keluarga (Maryam, 2008). Kurangnya dukungan sosial
keluarga atau hilangnya dukungan yang penting bagi lansia dapat
berkontribusi terhadap kejadian pengabaian pada lansia (Miller, 2009).

2. Prevalensi Perubahan Eliminasi Urin Pada Lansia


Proses penuaan (Aging Process) menimbulkan masalah kesehatan
pada lansia yang ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan fisiologis
sistim organ akibat proses degeneratif dan penurunan sistim imun yang
terjadi pada usia lanjut. Masalah kesehatan yang sering timbul akibat
proses penuaan adalah seperti: Penurunan Intelektual/ Dementia
(Intellectual Impairment), Kurangnya Aktivitas Fisik (Immobility),
Infeksi, Berdiri dan berjalan tidak stabil (Instability), Sulit buang air besar

5
(Constipation), Depresi, Penurunan daya tahan (Immune Deffisiency),
Gangguan tidur (Insomnia) dan Inkontinentia Urin.
Salah satu masalah yang tersering pada lansia adalah Inkontinensia
Urin. Inkontinensia urin adalah kondisi yang ditandai oleh defek spingter
kandung kemih atau disfungsi neurologis yang menyebabkan hlangnya
control terhadap buang air kecil 5,6 . Masalah inkontinensia urin ini bukan
saja menimbulkan persoalan fisik melainkan menyebabkan masalah
psikologis, social dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup
lansia7,3 . Prevalensi Inkontinensia urin di panti jompo dikaitkan dengan
lingkungan. Faktor imobilitas dan penyakit medis seperti diabetes militus,
stroke dan dementia.
Dampak negatif dari inkontinensia urin adalah dijauhi orang lain
karena berbau pesing, minder, tidak percaya diri, timbul infeksi di daerah
kemaluan, tidak nyaman dalam beraktifitas termasuk dalam hubungan
seksual yang akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup (Soetojo,2009).
Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar antara
10 - 58%, sedang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%. Menurut
Asia Pacific Continence Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapkan
prevalensi inkontinensia urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% pada
pria, sedangkan di Indonesia 5,8%. Secara umum, prevalensi inkontinensia
urin pada pria hanya separuh dari wanita, prevalensi di Asia relative
rendah karena pandangan orang Asia bahwa inkontinensia urin merupakan
hal yang memalukan dan dianggap tabu oleh beberapa orang sehingga
tidak dikeluhkan pada dokter. Survei inkontinensia urin yang dilakukan
oleh Departemen Urologi FK Unair-RSU Dr. Soetomo tahun 2008
terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin pada pria 3,02%
sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini menunjukkan bahwa prevalensi
inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Prevalensi
inkontinensia urin cenderung meningkat seiring meningkatnya usia
(Soetojo, 2009 dikutip dalam Galuh, 2012), usia 5-12 tahun 0,13%,
sedangkan pada usia 70-80 tahun 1,64% dan inkontinensia urin pada
wanita lansia 35-45%.

6
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun. Sisa urin dalam kandung kemih cenderung meningkat dan
kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur semakin sering terjadi.
Keadaan ini sering membuat lansia mengalami gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin yaitu Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono
dikutip dalam Nursalam 2009).
Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami
penuaan yaitu berkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya
kemampuan kandung kemih dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan
uretra maksimal, meningkatnya voluma urin sisa pasca berkemih, dan
berubahnya ritme produksi urin di malam hari.
Salah satu cara non farmakologis untuk menangani inkontinensia
urin pada lansia adalah dengan latihan kandung kemih (Bladder Training).
Bladder training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi
optimal, terdapat 3 macam metode bladder training, yaitu kegel exercise,
delay urination, dan scheduled bathroom trips. Kegel exercise adalah
latihan pengencangan atau penguatan otototot dasar panggul, delay
urination adalah menunda berkemih sedangkan scheduled bathroom trips
yaitu menjadwalkan berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009).

7
B. Konsep Elder Abuse, Neglect dan Inkontensia Urin
1. Elder Abuse
a. Definisi Elder Abuse
Elder abuse merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang
sekali atau berulang baik disengaja maupun tidak disengaja atau
akibat kurangnya kepercayaan dalam suatu hubungan sehingga
menyebabkan kecacatan seperti cedera, pelanggaran hak asasi
manusia, dan penurunan kualitas hidup seseorang atau penderitaan
bagi lanjut usia (Bhatia, Srivastava,& Bansal, 2008). Menurut WHO
menjelaskan bahwa elder abuse merupakan pelanggaran hak asasi
manusia dan dapat menyebabkan cidera, penyakit, penurunan
produktivitas, isolasi, dan perasaan putus asa (WHO, 2002).

b. Teori Elder Abuse


Menurut Mattenson & Connel (2007) ada empat teori terkait
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse:
1) Teori kekerasan transgenerasional
Teori kekerasan transgenerasional menjelaskan tentang proses
pembelajaran suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak yang pernah
mengalami abusedan tinggal bersama dengan abuser, mereka akan
tumbuh dan berkembang menjadi seorang abuser dan akan melakukan
abuse kepada anaknya. Selain itu lansia yang mengalami depresi,
distress psikologi, dan adanya gangguan kognitif seperti Alzheimer
dapat merusak hubungan antara lansia dengancaregiver sehingga
memungkinkan terjadinya elder abuse.
2) Teori psikopatologi abuser
Teori ini menyatakan bahwa kondisi psikopatologi abusermerupakan
salah satu faktor resiko elder abuse dimana terdapat ketidaknormalan
pada personalitas dan karakteristik abuser. Menurut Humprey &
Campbell (2004), kondisi psikopatologi merupakan kondisi dimana
abuser memiliki gangguan mental dan tingkah laku abusermerupakan

8
hasil dari penyakit mental yang dimilikinya dan adanya pengaruh
alkohol atau narkoba sehingga abuser tidak dapat mengontrol
perilakunya.
3) Teori stres pada caregiver
Teori stres pada caregiver yaitu adanya tekanan secara langsung dan
stres pada caregiver hingga mencapai puncaknya sehingga mereka
akan mengekspresikan kemarahan dengan melakukan abuse. Stres
pada caregiver dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan terkait cara
merawat lansia dan minimnya mencari sumber koping dalam merawat
lansia serta adanya beban finansial dan waktu yang dibutuhkan
bertambah untuk perawatan dan kebutuhan lansia.
4) Teori ketergantungan
Teori ketergantungan ini menjelaskan bahwa lansia merupakan korban
abuse akibat adanya kelemahan fungsi tubuh dan penyakit
kroniksehingga lansia akan bergantung pada keluarga yang merawat
ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari.

c. Faktor Resiko Elder aAbuse


Menurut Hazard et al (2003), ada beberapa faktor resiko yang
dapat menyebabkan lansia mengalami elder abuse adalah sebagai
berikut:
1) Menurunnya kesehatan dan adanya gangguan fungsional
Kesehatan lansia yang buruk disertai dengan adanya gangguan
fungsional dapat mengurangi kemampuan lansia dalam mencari dan
atau mempertahankan dirinya sendiri sehingga hal ini dapat memicu
ketegangan antara lansia dengan caregiver. Hal ini dapat
mengakibatkan lansia tersebut lebih mudah mendapatkan abuse.
2) Gangguan kognitif
Lansia yang mempunyai gangguan kognitif biasanya memiliki perilaku
yang agresi dan dapat memicu terjadinya ketegangan pada caregiver
atau anggota keluarga lainnya.
3) Pelaku abuser yang menyimpang

9
Pelaku mempunyai kebiasaan yang buruk seperti pecandu alkohol atau
narkoba dan memiliki penyakit mental yang serius dapat menyebabkan
pelaku kehilangan kontrol sehingga memicu timbulnya perilaku kasar
terhadap usia lanjut.
4) Ketergantungan pelaku pada korban
Pelaku sangat bergantung pada korban dalam hal finansial dalam
pemenuhan sehari-hari dan menyalahgunakan hasil berupa uang oleh
kerabat atau untuk mendapatkan harta warisan dari lansia tersebut.
Akibatnya jika lansia tidak memenuhi permintaan abuser, maka
abuserdapat bertindak abuse kepada lansia.
5) Pengaturan hidup bersama
Lansia yang hidup bersama dengan pasangan atau anggota keluarga
akan mudah mendapatkan tekanan dan konflik dimana pada umumnya
mengarah ke dalam insiden abuse terhadap usia lanjut.
6) Satus perkawinan
Abuse juga dapat terjadi pada pasangan suami istri yang diakibatkan
adanya tekanan atau konflik di dalam rumah tangga. Elder abuse dapat
terjadi apabila pasangan memiliki riwayat kekerasan, pecandu alkohol,
dan memiliki gangguan mental (Matteson & Connel, 2007).
7) Faktor eksternal yang menyebabkan stress
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan dan ketegangan finansial
dapat menurunkan kekuatan keluarga dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya abuse.
8) Isolasi social
Lansia dengan minimnya kontak sosial akan mudah menjadi korban
abuse. Dengan berkurangnya isolasi pada lansia memungkinkan
tindakan abuse untuk dideteksi dan dihentikan. Dukungan sosial
berperan sangat penting bagi kelangsungan hidup lansia karena dapat
menjadi penahan dalam melawan stres.
9) Sejarah adanya kekerasan
Riwayat kekerasan di dalam suatu hubungan mungkin dapat berubah
menjadi prediksi adanya elder abuse di kehidupan selanjutnya.

10
Menurut Humphrey & Campbell (2004), ada beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse diantaranya
yaitu:
1) Faktor individu
Secara umum korban elder abuse yaitu perempuan. Akan tetapi, lansia
laki-laki juga berpotensi terhadap elder abuse dimana angka elder
abuse pada lansia laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan lansia
perempuan.
2) Faktor usia
Para ahli mengemukakan jika kejadian elder abuse banyak terjadi
pada lansia yang berusia 80 tahun ke atas dan lansia tersebut
mempunyaigangguan baik fisik maupun psikologi. Pada usia lanjut
terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga mengakibatkan
berkurangnya kekuatan untuk melindungi diri dari abuse.
Contohnya yaitu seseorang yang mengalami gangguan mental atau
emosional dan ketidakmampuan dalam menyiapkan makanan,
melakukan kebersihan diri, atau berobat.
3) Faktor sosio-ekonomi
Elder abuse terutama pengabaian sering terjadi pada seseorang
yang mendapatkan pendapatan di bawah $ 10.000. Hal ini
mengakibatkan seseorang mengalami ketergantungan kepada
keluarga mereka. Selain itu adanya ketergantungan abuser terhadap
lansia juga mempengaruhi terjadinya elder abuse di dalam sebuah
keluarga karena lansia memiliki pendapatan yang lebih di dalam
sebuah keluarga.
4) Depresi
Lansia yang mengalami depresi lebih rentan terkena elder abuse.
Seringkali lansia menganggap bahwa depresi merupakan bagian
yang alami terjadi seiring dengan proses penuaan dan akibat
adanya gangguan secara fisik maupun sosial. Depresi bukanlah
gejala normal dari penuaan dan menunjukkan bahwa depresi akan

11
muncul di akhir kehidupan yang berhubungan dengan penyakit
kronik (Strasser et al, 2013).

d. Tipe-tipe elder abuse menurut Stanley & Beare (2006)


1) Physically abuse
Physical abuse adalah suatu tindakan dengan menggunakan
kekuatan sehingga mengakibatkan luka pada tubuh, nyeri, dan
kerusakan bagian tubuh. Contohnya seperti memukul, mendorong,
menendang, membakar, menampar, dan mencubit. Menurut
Melillo et al. (2005), elder abuse adalah penderitaan nyeri fisik
atau cedera dengan maksud menyebabkan bahaya yang mencakup
tindakan menampar, memukul, menggigit, menarik rambut,
mencekik, menendang, mematahkan tulang, atau pengekangan
secara paksa yang mungkin termasuk mengunci seseorang di dalam
rumah atau kamar kecil, diikat, atau diborgol
2) Psychological abuse
Psychological abuse adalah penggunaan kata dengan agresif, nada
yang memaksa sehingga menimbulkan sakit hati atau distres akibat
perbuatan verbal atau nonverbal. Psychological abuse dapat berupa
penyerangan verbal seperti penghinaan, ancaman, intimidasi,
berbohong, membatasi untuk bersosialisasi, dan godaan.
Sedangkan bentuk psychological abuse secara nonverbal meliputi
pengabaian lansia, mengisolasi seorang lansia dari teman atau
kegiatan, serta meneror lansia. Bhatia, Srivastava, dan Bansal
(2008) menjelaskan bahwa pada psychological abuse, orang yang
merawat lansia mudah terkena rasa sakit secara psikis atau distres.
3) Neglect (pengabaian)
Neglect atau pengabaian adalah kegagalan dalam menyediakan
kebutuhan dan pelayanan yang optimal atau untuk mencegah
bahaya. Contoh dari pengabaian ini antara lain kurangnya
pemeliharaan kesehatan, kegagalan dalam menyediakan alat bantu
fisik seperti kacamata, alat bantu pendengaran, gigi palsu, dan

12
kegagalan dalam memberikan tindakan perlindungan (Hazard et al,
2003). Neglect merupakan kegagalan dalam bertanggung jawab
terhadap seseorang untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti
makanan, tempat tinggal, pakaian, pengobatan atau perawatan gigi
atau menolak untuk memberikan ijin ke orang lain dalam
menyediakan perawatan secara langsung.
4) Financial abuse/exploitation
Financial abuse adalah penggunaan uang, kekayaan, dan aset lansia
secara tidak layak atau ilegal. Financial abuse dapat berupa
mengambil uang milik lansia demi kepentingan atau keuntungan
pribadi tanpa persetujuan lansia, menggunakan kekuasaan untuk
mendesak lansia, menjual rumah milik lansia, penggunakan
sumber finansial untuk keuntungan care giver, dan tidak
mengembalikan uang milik lansia.

e. Tanda dan gejala Elder Abuse


Tanda dan gejala dari elder abuse menurut Hazard et al (2003)
adalah sebagai berikut:
1) Physically abuse
 Memar dan bilur yang tidak dapat dijelaskan seperti di wajah,
bibir, mulut, badan, punggung, pantat, atau paha, dan
membentuk pola yang teratur atau mencerminkan bentuk alat
yang digunakan untuk melakukan abuse (kabel, listrik, ikat
pinggang, dan lain-lain).
 Luka bakar yang tidak dapat dijelaskan seperti luka sundutan
rokok (di telapak kaki, telapak tangan, punggung atau pantat),
luka bakar celup (luka bakar yang berbentuk seperi kaus kaki),
berpola (seperti bentuk alat setrika, pembakar listrik, dan lain-
lain), dan luka bakar karena tali pada lengan, tungkai, leher,
atau badan.

13
 Fraktur yang tidak dapat dijelaskan seperti di wajah (pada
tengkorak, hidung, atau struktur wajah lainnya), fraktur dalam
proses penyembuhan.
 Laserasi atau abrasi yang tidak dapat dijelaskan seperti di
bagian mulut, bibir, gusi, mata, atau genitalia eksterna.
2) Psychological abuse
 Gangguan kebiasaan seperti menghisap, menggigit, bergoyang-
goyang.
 Gangguan tingkah laku seperti antisosial, dan destruktif.
 Sikap neurotik seperti gangguan tidur, gangguan bicara.
 Reaksi psikoneurotik seperti histeria, obsesi, fobia, dan
hipokondria.
3) Neglect/pengabaian
 Kehilangan bebar badan yang drastis, malnutrisi, dan dehidrasi.
 Adanya masalah fisik seperti luka tekan.
 Kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat seperti
kotor, berdebu, seprei dan pakaian yang berantakan.
 Pakaian yang tidak cocok dengan musimnya
 Kondisi tempat tinggal yang tidak aman.
4) Eksploitasi finansial
 Tidak adekuatnya makanan dan obat-obatan.
 Kurangya pengetahuan tentang status finansial.
 Perubahan mendadak dalam kondisi keuangan milik lansia.
 Uang tunai milik lansia hilang di rumah.
 Perubahan yang mencurigakan dalam isi surat wasiat dan surat
kuasa.Tagihan yang belum dibayar atau kurangnya perawatan
medis meskipun lansia memiliki cukup uang untuk berobat.

f. Dampak Elder Abuse


Menurut Bain & Spencer (2009) dampak yang terjadi setelah
lansia mengalami abuse adalah sebagai berikut:

14
1) Dampak secara fisik
Abuse merupakan sumber utama yang menyebabkan lansia mudah
mengalami tekanan (stres) sehingga hal ini memiliki efek jangka
panjang bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Stres yang
diakibatkan oleh abuse dapat memicu timbulnya rasa nyeri dada atau
angina, masalah jantung lainnya, tekanan darah tinggi, masalah
pernapasan, masalah perut (maag), dan serangan panik. Selain itu
elder abuse dapat menyebabkan lansia mengalami kecacatan/cedera
seperti patah tulang.
2) Dampak secara financial
Elder abuse dapat berpengaruh pada kesejahteraan seorang lansia
sehingga hal ini membuat ketegangan keuangan milik lansia. Selain
itu lansia juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan pengobatan karena sebagian uang miliknya atau
bahkan seluruh uangnya berada di tangan anggota keluarganya.
3) Dampak secara social
Elder abuse dapat menjadi kebiasaan turun-temurun hingga menjadi
sebuah tradisi. Contohnya yaitu cucu menyaksikan tindakan abuse
ketika ada orang tuanya memperlakukan lansia dengan tidak
semestinya sehingga hal ini mengakibatkan persepsi negatif bahwa
lansia saat ini kurang dihormati dan diterima. Hal ini jika terjadi maka
akan mempengaruhi kehidupan lansia baik secara individu, keluarga,
dan masyarakat (sosial).

g. Pengukuran Elder Abuse


Pengukuran elder abuse dilakukan dengan menggunakan
kuesioner tes skrining elder abuse Hwalek-Sengstock (HS-EAST).
Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah lanjut usia (lansia)
beresiko terhadap abuse atau tidak. Kuesioner HS-EAST memiliki 15
item pertanyaan yang berisi tiga domain yaitu kekerasan terhadap hak
lansia atau tindakan abuse secara langsung, karakteristik tentang

15
keadaan rentan dan kemungkinan terjadinya abuse, pengabaian, dan
eksploitasi.

16
2. Neglect (Pengabaian)
a. Definisi Neglect (Pengabaian)
Pengabaian adalah kegagalan dalam memberikan pelayanan
dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik dan mental pada lansia.
Kebutuhan tersebut meliputi, kebutuhan makanan, tempat tinggal
yang memadai, perawatan medis, dan dukungan emosional (Cooper &
Livingston, 2014; del Carmen & LoFaso, 2014).

b. Klasifikasi Pengabaian Lansia


Klasifikasi dari pengabaian lansia adalah sebagai berikut :
1) Pengabaian aktif, adalah kegagalan atau penolakan dalam
pemberian pelayanan yang dilakukan secara sadar atau disengaja,
hal ini menyebabkan penderitaan fisik dan distress emosional pada
lansia (Band-Winterstein, Doron, & Naim, 2014). Salah satu
contoh dari pengabaian aktif yaitu apabila seorang anak atau
anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama lansia
menghentikan kebutuhan lansia untuk makan dan pengobatan, hal
ini dapat menyebabkan lansia mengalami malnutrisi dan berpotensi
untuk munculnya masalah kesehatan yang lain.
2) Pengabaian pasif, adalah kegagalan atau penolakan dalam
pemberian pelayanan yang dilakukan tanpa sadar atau tidak
disengaja, tetapi menyebabkan penderitaan fisik dan distress
emosional pada lansia (Band-Winterstein et al., 2014). Salah satu
contoh dari pengabaian pasif yaitu apabila seorang anak atau
anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama lansia
meninggalkan lansia seorang diri di dalam rumah dikarenakan
suatu pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan, kondisi seperti ini
akan menyebabkan lansia merasa kesepian dan dapat berpotensi
untuk mengalami depresi.
3) Pengabaian diri (Self Neglect), adalah kegagalan dalam pemberian
pelayanan pada lansia yang dilakukan oleh tenaga professional atau
provider (Dong & Simon, 2013; Miller, 2012). Salah satu contoh

17
dari self neglect adalah penolakan pemberian izin untuk
mendapatkan perawatan atau pengobatan dari tenaga medis,
kondisi seperti ini dapat berpotensi menurunkan kualitas hidup dari
lansia itu sendiri (Madina & Dwimartutie, 2017).

c. Karakteristik Pengabaian Lansia


Abbey (2015) menjelaskan bahwa kriteria dalam kejadian
pengabaian lansia berfokus pada kegagalan dalam pemberian
pelayanan dalam hal memenuhi kebutuhan dasar lansia. Karakteristik
lansia yang mengalami pengabaian antara lain (Amstadter et al.,
2015) :
1) Terlambat dalam melakukan pengobatan
2) Mengalami malnutrisi, dehidrasi, ulkus decubitus, atau masalah
kesehatan lainnya yang dapat mengancam hidup lansia
3) Kondisi kebersihan kurang
4) Perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
5) Kehilangan bantuan
6) Merasa terisolasi.

d. Dampak Pengabaian Lansia


Data laporan kasus pengabaian lansia masih sangat terbatas, hal
ini disebabkan oleh lansia yang cenderung takut untuk melaporkan
tindakan pengabaian dalam keluarga kepada pihak yang berwenang,
sehingga tindakan pengabaian lansia tersebut tidak mendapatkan
tindak lanjut dan menimbulkan dampak negatif yang dialami dalam
jangka waktu yang panjang (Burnes et al., 2015; Mariam, McClure,
Robinson, & Yang, 2015).
Adapun dampak yang dirasakan oleh lansia yang mengalami
pengabaian, antara lain :
1) Gangguan kesehatan mental (Mental health disorder), seperti:
gangguan kecemasan (Anxiety disorder) dan depresi (Cooper &
Livingston, 2014).

18
2) Gangguan pola tidur, seperti: deprivasi tidur dan sering mengalami
mimpi buruk (Hayslip, Reinberg, & Williams, 2015).
3) Gangguan nutrisi, seperti: kehilangan nafsu makan dan malnutrisi
(Hayslip et al., 2015).
4) Harga diri rendah pada lansia (Wiyono et al., 2015).
5) Lansia menjadi pendiam dan mengalami isolasi sosial (Ikasi, 2014)

e. Faktor Risiko Pengabaian Lansia


1) Faktor Individu
Beberapa faktor risiko dari lansia yang dapat mengalami
pengabaian antara lain:
a) Gangguan kognitif
Gangguan kognitif merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya pengabaian, dibuktikan dari penelitian yang
dilakukan pada populasi lansia yang membutuhkan bantuan
dalam aktivitas sehari-hari dan populasi lansia dengan
demensia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa gangguan
fungsi kognitif berisiko menyebabkan terjadinya pengabaian,
hal ini dikarenakan pemahaman keluarga yang keliru terhadap
kondisi lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
akibatnya kondisi kesehatan fisik, mental maupun kebutuhan
lansia tidak tertangani dan tidak terpenuhi dengan baik,
sehingga keluarga secara sadar akan melakukan pengabaian
terhadap lansia (Madina & Dwimartutie, 2017; Miller, 2012).
b) Gangguan psikiatrik atau masalah psikologis
Kerusakan fungsi psikososial pada lansia menjadi faktor risiko
terhadap kejadian pengabaian pada lansia, hal ini dipicu oleh
adanya faktor risiko seperti adanya kerusakan fungsi kognitif
yang menyebabkan demensia, ketidakmampuan dalam
mengambil keputusan, tingkat ketergantungan yang tinggi,
serta kurangnya kontak sosial, sehingga lansia berisiko

19
untuk mendapatkan perlakuan pengabaian dari keluarga
maupun masyarakat (Miller, 2012; Parasari & Lestari, 2015).
c) Kesehatan fisik yang buruk
Lansia yang memiliki kelemahan fisik akan berisiko tinggi
mengalami kejadian pengabaian lansia, hal ini dikarenakan
ketika lansia membutuhkan bantuan untuk pemenuhan
kebutuhan dasar sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian,
serta berjalan dalam jangka waktu yang lama akan memicu
timbulnya stress pada anggota keluarga yang merawat, hal ini
akan berpotensi pada pemberi perawatan untuk lebih memilih
mengabaikan kebutuhan tersebut, sehingga lansia mengalami
pengabaian (Abbey, 2015).
d) Riwayat penganiayaan
Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan suatu
perbuatan pengabaian atau penganiayaan yang mengakibatkan
adanya ancaman terhadap kesehatan atau kesejahteraan lansia.
Salah satu bentuk penganiayaan pada lansia yaitu kekerasan
psikologi yang berdampak pada kesehatan mental atau
emosional. Ketika seseorang berperilaku yang menyebabkan
ketakutan, depresi serta distress kepada orang lain, perilaku
tersebut di pandang sebagai penganiayaan. Penganiayaan
psikologis dapat berupa intimidasi, ancaman, diteror, isolasi
sosial, serta pengabaian, oleh sebab itu apabila seseorang yang
memiliki riwayat penganiayaan akan berisiko untuk mengalami
pengabaian (Mauludiyah, Akbarani, & Faiza Inayatul, 2014).
e) Tingkat ketergantungan yang tinggi
Lansia yang mempunyai tingkat ketergantungan tinggi dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari bersama keluarga, akan
berisiko mengalami pengabaian terutama jika anggota keluarga
yang merawat tidak mempunyai mekanisme koping yang baik,
sehingga cenderung untuk terlibat dalam pengabaian lansia
(Wiyono et al., 2015).

20
2) Faktor Keluarga
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anggota keluarga
menjadi pelaku dalam kejadian pengabaian pada lansia yaitu :
a) Kurang pengetahuan dalam merawat lansia
Salah satu hal yang penting dalam terbentuknya tindakan
seseorang adalah pengetahuan, perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik daripada tanpa didasari
pengetahuan. Keluarga yang memandang bahwa pemberian
asuhan kepada lansia merupakan kewajiban, maka keluarga
tersebut akan memiliki sikap positif sebagai pemberi asuhan,
namun sebaliknya jika keluarga memandang pemberian asuhan
merupakan suatu beban, maka akan memiliki sikap negatif
sebagai pemberi asuhan, salah satunya adalah pengabaian
(Wiyono et al., 2015).
b) Gangguan emosional
Gangguan emosional adalah suatu keadaan emosi yang
menyebabkan gangguan pada diri seseorang, hal ini dapat
disebabkan oleh emosi yang terlalu kuat atau emosi yang tidak
hadir. Seseorang yang mengalami gangguan emosi di tandai
dengan ketidakmampuan untuk menunjukkan rasa kasih
sayang, kepercayaan, marah atau penolakan, sehingga apabila
salah satu dari anggota keluarga yang mengalami gangguan
tersebut dapat berisiko untuk melakukan pengabaian terhadap
lansia (Cooper & Livingston, 2014).
c) Ketergantungan secara financial
Seorang anak yang sudah berkeluarga dan tinggal bersama
lansia memiliki tanggung jawab keuangan lebih berat, hal ini
akan menyebabkan tingkat stress yang tinggi dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari lansia, sehingga hal tersebut dapat
berisiko untuk melakukan pengabaian. Jika keluarga atau
pasangan muda sudah mengalami masalah ekonomi atau
tanggung jawab keuangan yang berat, maka akan membuka

21
peluang untuk terjadinya pengabaian masalah ekonomi atau
keuangan terhadap lansia (Miller, 2012; Peterson et al., 2014).
Beberapa faktor diatas akan berpotensi timbulnya kondisi stress
pada anggota keluarga yang merawat, serta adanya anggapan bagi
anggota keluarga yang sudah berkeluarga bahwa hal tersebut
menjadi tambahan beban dalam tanggung jawabnya, dimana
pemberi perawatan harus bertanggung jawab untuk 2 generasi yaitu
orang tua dan anaknya, hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya
bentuk perlakuan pengabaian pada lansia (Maryam, 2016\
3) Faktor Lingkungan
Adapun beberapa faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kejadian pengabaian antara lain:
a) Tingkat ekonomi yang rendah
Tingkat ekonomi yang rendah merupakan salah satu risiko
untuk terjadinya kejadian pengabaian lansia, dikarenakan
adanya hubungan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rendahnya status ekonomi akan mempengaruhi status
kesehatan, apabila seseorang memiliki tingkat ekonomi yang
tercukupi, maka kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
seperti tempat tinggal yang layak, pakaian, makanan,
pendidikan, serta perawatan kesehatan akan terpenuhi, namun
apabila tingkat ekonomi tersebut rendah akan menjadi faktor
risiko lansia mengalami pengabaian (Peterson et al., 2014).
b) Dukungan sosial yang rendah
Dukungan sosial merupakan hal yang penting bagi lansia dalam
meningkatkan harga diri. Rendahnya dukungan sosial yang
dialami dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan
risiko terjadinya gangguan kesehatan pada lansia, hal ini
disebabkan oleh tingginya stress pada lingkungan. Jika lansia
memiliki mekanisme koping yang kurang, maka stresor yang
dihadapi oleh lansia akan semakin meningkat, sehingga dapat

22
berisiko untuk mendapatkan perlakuan pengabaian serta akan
berdampak pada psikologis lansia (Lachs & Pillemer, 2015).

Berdasar pada faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa,


ketika keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah
tinggal di lingkungan baru, lansia akan membutuhkan
dukungan sosial yang tinggi agar dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan tersebut. Dukungan sosial yang baik dapat
membantu lansia dalam menyelesaikan masalah- masalah yang
dihadapi, namun apabila dukungan sosial tersebut kurang,
maka akan menyebabkan lansia menjadi lebih tertekan dan
berisiko untuk terjadinya masalah psikososial.

23
3. Inkontinensia Urine
a. Definisi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak ter-
kendali sehingga menimbulkan masalah higienis dan sosial
Inkonti- nensia urin adalah masalah yang sering dijumpai pada
orang lanjut usia dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial,
seperti dekubitus, ja- tuh, depresi dan isolasi dari lingkungan sosial
Inkontinensia urin terda- pat bersifat akut atau persisten,
Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit
atau masalah yang mendasar diatasi masa- lahnya infeksi saluran
kemih, obat–obatan, gangguan kesadaran, vagi- nitis atrofik dan
masalah psikologik Inkontinensia urin yang persisten biasanya
dapat dikurangi dengan berbagai terapi modalitas (Martin dan
Frey, 2005).

b. Klasifikasi Inkontenensia urine


Inkontinensia urin dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu
1) Inkontinensia urine akut (Transient incontinence): Inkontinensia
urin ini merupakan terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6
bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau
masalah iatrogenik menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebab
umum dari Inkontinensia Urin Transien ini sering disingkat
DIAPPERS, yaitu:
D Delirium atau kebingungan - pada kondisi berkurangnya
kesadaran baik karena pengaruh dari obat atau operasi,
kejadian inkontinensia dapat dihilangkan dengan
mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.
I Infection – infeksi saluran kemih seperti urethritis dapat
menyebab- kan iritasi kandung kemih dan timbul frekuensi,
disuria dan urgensi yang menyebabkan seseorang tidak
mampu mencapai toilet untuk berkemih.

24
A Atrophic Uretritis atau Vaginitis – jaringan teriritasi dapat
menye- babkan timbulnya urgensi yang sangat berespon
terhadap pemberian terapi estrogen.
P Pharmaceuticals –dapat karena obat-obatan, seperti terapi
diuretik yang meningkatkan pembebanan urin di kandung
kemih.
P Psychological Disorder – seperti stres, depresi, dan anxietas.
E Excessive Urin Output– karena intake cairan, alkoholisme
diuretik, pengaruh kafein.
R Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang
mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
S Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi
kons- tipasi akan mengubah posisi pada kandung kemih dan
menekan sa- raf.
2) Inkontinensia urin kronik (persisten):
Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan kondisi akut dan ber-
langsung dengan lama (lebih dari 6 bulan) ada 2 penyebab
Inkontinen- sia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas
kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan
pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot
detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi
4 tipe (stress, urge, overflow , fungsional). Berikut ini adalah
penjelasan masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau
persisten:
a) Inkontinensia urin tipe stress: Inkontinensia urin terjadi
apabila urin dengan secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar
panggul, operasi dan penuru- nan estrogen. Pada gejalanya
antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal yang lain yang mening- katkan tekanan pada
rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan den- gan tanpa

25
operasi (misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis
obat-obatan), maupun dengan operasi.
b) Inkontinensia urin tipe urge: timbulnya pada keadaan otot
detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini
bereaksi secara berlebihan Inkontinensia urin dapat ditandai
dengan ketidakmam- puan menunda berkemih setelah sensasi
berkemih muncul manifes- tasinya dapat merupa perasaan
ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali
(frekuensi) dan kencing di malam hari (noktu- ria).
c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin
mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah terlalu
banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot
detrusor kandung kemih. yang lemah. Biasanya hal ini bisa
dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran kencing
yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya ti- dak puas setelah
kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kan- dung
kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
d) Inkontinensia urin tipe fungsional: dapat terjadi akibat
penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga
pasien tidak dapat mencapai ketoilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demen- sia berat, gangguan neurologic,
gangguan mobilitas dan psikologik (Setiati, 2007; Cameron,
2013).

c. Etiologi dan faktor- faktor Resiko


Secara umum dengan penyebab inkontinensia urin merupa- kan
kelainan urologis, neurologis dan fungsional. Kalainan urologis pada
inkontinensia urin dapat disebabkan karena adanya tumor, batu, atau
radang. Kelainan neurologis sebagai kerusakan pada pusat miksi di
pons, antara pons atau sakral medula spinalis, serta radiks S2-S4 akan

26
terjadi menimbulkan gangguan dari fungsi kandung kemih dan hilang
sensibilitas kandung kemih. (Setiati dan Pramantara, 2007).
Sering dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi atau fungsi organ kemih, antara lain disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan mengejan yang salah atau
karena penurunan estrogen.
Pada menurunnya kadar hormon estro- gen dalam wanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot
vagina atau otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya Inkontinensia urin. Semakin lanjut usia seseorang semakin
besar kemungkinan da- pat mengalami Inkontinensia urin, karena
terjadi pada perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul ini mengakibatkan seseorang yang tidak dapat menahan air
seni.

d. Instrument pengukuran inkontinensia


Sandvix Severity Index (SSI ). Sandvix Severity Index (SSI )
merupakan alat untuk mengukur derajat Inkontinensia urin dengan
menggunakan skala SSI. SSI terdiri dari dua pertanyaan dengan hasil
penilaian itu sehu- bungan dengan Inkontinensia urin yang terjadi
dapatkan dengan men- galikan skor jawaban dan pertanyaan pertama
dengan skor pertanyaan kedua (Setiati dan Pramantara2007; Brown
2006).
Hasil pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
0 = tidak mengalami inkontinensia
1 - 2 = inkontinensia ringan
3 – 6 = inkontinensia sedang
8 – 9 = inkontinensia parah
12 = inkontinensia sangat parah
(Murphy , 2007).

27
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 3
Seorang lansia laki-laki (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
tinggal bersama anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang anak. Anak laki-lakinya
bekerja dari pagi hingga larut malam sehingga jarang berkomunikasi. Istri anak
laki-lakinya seorang ibu rumah tangga yang mengurus semua pekerjaan rumah
dan 4 orang anaknya yang semuanya sekolah. Hasil pengkajian perawat: . Hasil
pengkajian TTV: di dapatkan TD: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/
menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB : 164 cm. Lansia mengatakan anak dan
menantunya sering memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan terkadang
dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga.
Kondisi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat lansia tidak memiliki
kamar sendiri hanya Kasur kecil yang berantakan dan kotor di sudut ruang utama.
Lansia hanya diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan
nasi ½ porsi setiap hari. Lansia tampak kurus dan bibir yang kering, menantunya
menyarankan lansia agar sedikit minum agar tidak sering buang air kecil karena
tidak ada yang membantu ke kamar mandi. Lansia juga mengeluh keluarga sering
memarahi lansia karena bau pesing, tidak bisa mengontrol BAK. Lansia
mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-tiba ada urine yang rembes (palpasi
vesika urinaria: distensi -). Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke posisi
berdiri atau batuk urine sering keluar sehingga pakaiannya basah. Lansia tampak
lusuh dan kotor, rambut dan jambang panjang. Lansia mengatakan sudah berhari-
hari tidak mandi karena tidak ada yang membantunya. Lansia kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari karena banyak luka lebam di badannya. Lansia
sering disuruh untuk mengemis di jalanan, hasil mengemis diambil oleh anaknya.
Lansia diantar ke Panti oleh Ketua RW. Pihak panti berusaha mengkonfirmasi ke
keluarga, namun anggota keluarga enggan memberikan keterangan. Keluarga juga
jarang membesuk lansia di panti dan belum tau kapan akan membawa lansia
kembali ke rumah.

28
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 5 Mei 2020
Nama Panti : Panti Sayang Nenek

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : lansia T
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : laki – laki
Status Perkawinan :-
Agama : islam
Suku : jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi :-
Keluarga yang dapat dihubungi :-
Diagnosis medis (bila ada) :-

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Lansia T mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya
secara kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak
berguna dan hanya menjadi beban keluarga.
2. Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus : Lansia mengalami hemiparese kanan akibat
stroke, tinggal bersama anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang
anak. Anak dan menantunya sering memperlakukannya secara
kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak
berguna dan hanya menjadi beban keluarga.
b. Kronologis keluhan : ( ) mendadak ( ✓ ) bertahap .
c. Lamanya : 1 tahun
d. Tindakan utama mengatasi : -

29
III.RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Lansia mengalami stroke setahun yang lalu yang mengakibatkan
hemuparase kanan sampai saat ini.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak ada riwayat penyakit keturunan

V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah (TD) : 140/90
b. Nadi : 100x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,50C
e. Tinggi Badan : 164 cm
f. Berat Badan : 47 kg
2. Kepala dan Rambut
Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna putih, rambut
dan jambang panjang
3. Mata
Penglihatan sudah mulai berkurang
4. Hidung
Lansia T Hidung bagus dan simetris
5. Telinga
Lansia T pendengarannya masih baik
6. Sistem Pernafasan
Lansia T dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 20 x/mnt,
irama pernafasan normal, dan bunyi nafas normal.
7. Sistem Kardiovaskuler
Lansia T irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit
keturunan terkat dengan kardiovaskuler.
8. Sistem Pencernaan

30
Pencernaan pada lansia T normal, karena lansia BAB sehari 1 kali
dipagi hari.
9. Sistem Perkemihan
Perkemihan pada lansia T :
Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK
Lansia mengatakan tiba tiba urine nya merembes
Lansia mengatakan ketuka bangun dari duduk atau batuk urine nya
sering keluar sehingga pakaiannya basah
Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau
Pesing
Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
Palpasi vesika urinary : distensi (-)
10. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas atas
Ekstremitas bawah
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas bawah
Kekuatan Otot :
4 2
4 3

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


A. Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi cukup bagus tetapi lansia T terkadang lupa dan sering
melamun
B. Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia
C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Kurang memperhatikan saat diajak bicara
D. Keadaan emosi
Emosi pada lansia T stabil
31
E. Persepsi klien tentang kondisinya
Lansia mengatakan ia sedih dengan dirinya karena sakit dan menjadi
beban bagi anaknya
F. Konsep diri
1. Gambaran diri
Lansia T mengatakan dirinya sudah tidak muda lagi dan sakit-
sakitan.
2. Ideal diri
Lansia T mengatakan ia ingin sehat dan tidak menjadi beban
keluarga lagi.
3. Harga diri
Lansia mengatakan ia merasa malu dan bersalah dengan
keadaannya sekarang. Karena ia sudah tua sakit-sakitan dan
menyusahkan anaknya.
4. Peran diri
Lansia T mengatakan dirinya sudah berperan sebagai ayah yang
baik saat anaknya masih kecil
5. Identitas diri
Lansia T mengatakan ia adalah orang yang sudah tua.
G. Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu

32
VII. PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA

Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks KATZ)


No Aktivitas Mandiri Ketergantungan
1. Mandi (ke kamar mandi, menggosok bagian
tubuh, gosok gigi)
Tanpa bantuan
Dengan menggunakan bantuan tapi hanya
,✓
untuk satu bagian tubuh (misalnya:
menggosok bagian punggung/kaki)
Dengan bantuan lebih dari satu bagian
tubuh
2. Berpakaian (memakai dan melepaskan
pakaian dan melakukannya dengan cepat)
Memakai pakaian komplit tanpabantuan
Memakai pakaian tanpa bantuan, tapi ✓
kegiatan tertentu memerlukan asisten, seperti:
memakai/mengikat tali sepatu
Memakai pakaian komplit dengan bantuan
3. Toilet (pergi ke toilet, untuk BAB dan BAK,
membersihkan diri sendiri serta memakai
baju/celanasendiri)
Dapat pergi ke toilet, membersihkan
sendiri dan menata baju/celana tanpa antuan

sama sekali
Membutuhkan bantuan untuk pergi ke
toilet, membersihkannya, memakai pakaian
setelah eliminasi
Tidak bisa pergi ke toilet sendiri
4. Pergerakan ✓
Bergerak dari dan ke tempat tidur kursi
tanpa bantuan/ asisten (mungkin bisa juga
dengan pegangan/ tongkat penyangga)

33
Bergerak dari dan ke tempat tidur dengan
bantuan/ asisten
Tidak dapat bergerak dari tempat tidur
sama sekali
5. Continence
Dapat mengontrol saat BAK dan BAB
dengan sendiri
Kadang tidak dapat mengontrol saat BAK

dan BAB sendiri
Membutuhkan bantuan serta supervisi
untuk mengontrol BAK dan BAB atau
dengan penggunaan kateter
Makan
Makan sendiri tanpa bantuan
Makan sendiri tetapi membutuhkan
bantuan untuk memotong makanan seperti ✓
daging, sayur ataupun buah
Makan dengan bantuan/ makan melalui IV
fluids/ tubes
Keterangan :
= mengindikasikan kemandirian
= mengindikasikan ketegantungan
Kategori :
A – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi
B – Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa
dilakukan
C – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri
dan satu tambahan fungsi lainnya
D – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, dan satu tambahan fungsi lainnya
E – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya

34
F - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet, bergerak dan satu fungsi lainnya
G – Tergantung dalam semua fungsi tersebut
Hasil Penilaian :
Lansia perlu bantuan saat mandi, berpakaian, da ke toilet, lansia juga mengalami
inkontinensia, tetapi lansia masih mampu berjalan menggunakan tongkat dan
tanpa dibantu untuk bangun dari tempat tidur. Lansia juga masih bisa makan
sendiri tanpa dibantu.
Lansia berada dalam Kategori E - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi
tidak bisa mandi, berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya

35
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Dengan Mandiri Skor Yang


Bantuan Didapat
1 Makan 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau
5-10 15 12
sebaliknya
3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut,
0 5 2
gosok gigi)
4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka
5 10 5
tubuh, menyiram)
5 Mandi 0 5 0
6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa,
0 5 5
dengan kursi roda )
7 Naik turun tangga 5 10 8
8 Mengenakan pakaian 5 10 6
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 10
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 5
Jumlah 60
Penilaian:
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/ sangat tergantung
62-90 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor 63 yang artinya mengalami ketergantungan berat

36
VIII. PENGKAJIAN STATUS MENTAL

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE (SPMSQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


✓ 1 Tanggal berapa hari ini (tanggal bulan, tahun)?
✓ 2 Hari apa hari ini?
✓ 3 Apa nama tempat ini?
✓ 4 Dimana alamat anda?
✓ 5 Berapa umur anda sekarang?
✓ 6 Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
✓ 7 Siapa presiden kita saat ini?
✓ 8 Siapa presiden sebelumnya?
✓ 9 Siapa nama ibu anda?
✓ 10 Berapakah 20-3? Hbasilnya dikurang 3 dan seterusnya?
Jumlah 3

Keterangan
Pertanyaan 1: Benar apabila dapat menyebutkan tanggal, bulan dan tahun yang
tepat
Pertanyaan 2: Benar apabila dapat menyebutkan hari
Pertanyaan 3: Benar apabila dapat mendeskripsikan tempat dengan benar
Pertanyaan 4: Benar apabila dapat menyebutkan alamat dengan benar
Pertanyaan 5: Benar apabila dapat menjawab umur sesuai dengan kelahirannya
Pertanyaan 6: Benar apabila menjawab tanggal, bulan dan tahun kelahiran
Pertanyaan 7: Benar apabila menyebutkan nama presiden saat ini
Pertanyaan 8: Benar apabila menyebutkan nama presiden sebelumnya
Pertanyaan 9: Benar apabila dapat menyebutkan nama ibunya
Pertanyaan 10: Benar apabila dengan mengurangi dengan benar sampai akhir
Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan ringan
Skala 5-7: Fungsi inteletual kerusakan sedang

37
Skala 8-10: Fungsi intelektual kerusakan berat
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor salah sebanyak 3, yang berarti lansia fungsi intelektual
lansia mengalami kerusakan ringan

38
IX. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI

Geriatric Depression Scale


No Pertanyaan Ya Tidak Nilai
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda
rasakan dalam 1 minggu terakhir
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan saat ini
1 Ya Tidak 1

Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan


2 Ya Tidak 0
minat anda
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya Tidak 1
4 Apakah anda sering merasa kebosanan Ya Tidak 1
Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang
5 Ya Tidak 0
baik setiap waktu
Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan anda
6 Ya Tidak 0
tanpa jalan keluar
7 Apakah anda seringkali merasa bersemangat Ya Tidak 0
Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk akan
8 Ya Tidak 1
menimpa anda
9 Apakah anda seringkali merasa gembira Ya Tidak 1
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya Tidak 1
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya Tidak 1
Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada keluar
12 Ya Tidak 1
rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan anda
13 Ya Tidak 1

14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Ya Tidak 1


15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tidak 1
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya Tidak 1
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya Tidak 1
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya Tidak 1

39
Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang
19 Ya Tidak 1
menyenangkan
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Ya Tidak 1
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energy Ya Tidak 1
Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa
22 Ya Tidak 0
Harapan
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya Tidak 0
Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari anda
24 Ya Tidak 0

25 Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Ya Tidak 0


26 Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya Tidak 1
Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang
27 Ya Tidak 1
Menyenangkan
28 Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya Tidak 0
29 Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Ya Tidak 1
30 Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Ya Tidak 0
JUMLAH ITEM YANG TERGANGGU 20

(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam


Gerontological Nursing, 2006)
Keterangan:
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal
berarti terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai
0, jawaban kemudian dibuat total skornya, bila:
Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi
Nilai 11-15= depresi ringan
Nilai 16-20= depresi sedang
Nilai 21-30= depresi berat
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor 20 yang berarti lansia mengalami depresi sedang

40
X. PENGKAJIAN TAMBAHAN LAINNYA

Form Full The Mini Nutritional Assessment


(Formulr Pengkajian Nutrisi Mini)
No Pertanyaan Keterangan Skor
Nilai
Screening
1. Apakah anda mengalami penurunan 0: mengalami penurunan asupan
asupan makanan selama tiga bulan makanan yang parah
terakhir dikarenakan hilangnya selera 1: mengalami penurunan asupan
1
makan, masalah pencernaan, kesulitan makanan sedang
mengunyah atau menelan? 2: tidak mengalami penurunan asupan
makanan
2. Apakah anda kehilangan berat badan 0: kehilangan berat badan lebih dari 3 kg
selama 3 bulan terakhir? 1: Tidak tahu
2: kehilangan berat badan antara 1 0
sampai 3 kg
3: tidak kehilangan berat badan
3. Bagaimana mobilisasi atau pergerakan 0: hanya di tempat tidur atau kursi roda
anda? 1: dapat turun dari tempat tidur namum
1
tidak dapat jalan-jalan
2: dapat pergi keluar/jalan-jalan
4. Apakah anda mengalami stres 0: ya
psikologis atau penyakit akut selama 1: tidak 0
3 bulan terakhir?
5. Apakah anda memilki masalah 0: demensia atau depresi berat 1:
neuropsikologi? demensia ringan
1
2: tidak mengalami masalah
neuropsikologi
6. Bagaimana hasil BMI (Body Mass 0: BMI kurang dari 19
Indeks) anda? (berat badan (kg)/tinggi 1: BMI antara 19-21
0
badan(m2)) 2: BMI antara 21-23
3: BMI lebih dari 23
Nilai Skrining ≥ 12:normal/tidak berisiko, tidak 3

41
(total nilai maksimal 14) membutuhkan pengkajian lebih lanjut
≤ 11: mungkin malnutrisi, membutuhkan
pengkajian lebih lanjut
No Pertanyaan Keterangan Skor
Nilai
Pengkajian
7. Apakah anda hidup secara mandiri? 0: tidak
(tidak di rumah perawatan, 1: ya 0
panti atau rumah sakit)
8. Apakah anda diberi obat lebih dari 3 0: ya
1
jenis obat per hari? 1: tidak
9. Apakah anda memiliki luka 0: ya
0
tekan/ulserasi kulit? 1: tidak
10. Berapa kali anda makan dalam sehari? 0: 1 kali dalam sehari
1: 2 kali dalam sehari 0
2: 3 kali dalam sehari
11. Pilih salah satu jenis asupan protein 0: jika tidak ada atau hanya 1 jawaban
yang biasa anda konsumsi? diatas
Setidaknya salah satu produk dari susu 0.5: jika terdapat 2 jawaban ya
(susu, keju, yoghurt per hari) 1: jika semua jawaban ya 0
Dua porsi atau lebih kacang-
kacangan/telur perminggu
Daging, ikan atau unggas setiap hari
12. Apakah anda mengkonsumsi sayur 0: tidak
atau buah 2 porsi atau lebih setiap 1: ya 0
hari?
13. Seberapa banyak asupan cairan yang 0: kurang dari 3 gelas
anda minum per hari (air putih, jus, 1: 3-5 gelas 0
kopi, the, susu, dsb) 2: lebih dari 5 gelas
14. Bagaimana cara anda makan? 0: jika tidak dapat makan tanpa dibantu
1: dapat makan sendiri namun
mengalami kesulitan 2
2: jika dapat makan sendiri tanpa ada
masalah
15. Bagaimana persepsi anda tentang 0: ada masalah gizi pada dirinya 1

42
status gizi anda? 1: ragu/tidak tahu terhadap masalah gizi
dirinya
2: melihat tidak ada masalah terhadap
status gizi dirinya
16. Jika dibandingkan dengan orang lain, 0: tidak lebih baik dari orang lain
bagaimana pandangan anda tentang 1: tidak tahu
1
status kesehatan anda? 2: sama baiknya dengan orang lain
3: lebih baik dari orang lain
17. Bagaimana hasil lingkar lengan atas 0: LLA kurang dari 21 cm
(LLA) anda (cm)? 0.5 : LLA antara 21-22 cm 0.5
1: LLA lebih dari 22 cm
18. Bagaimana hasil Lingkar betis (LB) 0: jika LB kurang dari 31
0
anda (cm)? 1: jika LB lebih dari 31
Nilai pengkajian: (nilai maksimal 16) 4.5
Nilai Skrining : (nilai maksimal 14) 3
Total nilai skring dan pengkajian (nilai Indikasi nilai malnutrisi
maksimal 30) ≥ 24 : nutrisi baik
7.5
17-23.5: dalam risiko malnutrisi
< 17 : malnutrisi
Guigoz,Y.;J ensen, G.; Thomas, D.; Vellas, B.;et al. 2006. The mini nutritional
assessment (MNA®) review of the literature-what does it tell us? The Journal of
nutrition, Health & Aging ,Vol. 10, Pg 466.
Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor 7,5 yang berarti lansia mengalami malnutrisi

43
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA

Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

No URAIAN FUNGSI SKOR


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada ADAPTATION 1
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNERSHIP 0
teman)saya membicarakan sesuatu dengan saya
dan mengungkapkan masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) GROWTH 0
saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) AFFECTION 0
saya mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi-emosi saya seperti marah,
sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan RESOLVE 1
saya meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 2
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005


Hasil Penilaian :
Lansia mendapatkan skor 2 yang berarti lansia mengalami disfungsi keluarga
berat
44
Hasil pemeriksaan Diagnostik

No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil


Diagnostik Pemeriksaan
- - -

45
Sandvix Severity Index

Pertanyaan Digunakan untuk Mengevaluasi Tingkat Jawaban


Inkontinensia Urin. Skala Sandvik
1. Seberapa sering Anda mengalami kebocoran?
Kurang dari sebulan sekali 1
Satu atau beberapa kali sebulan 2
Satu atau beberapa kali seminggu 3
Setiap hari dan / atau setiap malam 4 ✓
2. Berapa banyak urin yang hilang setiap kali?
Beberapa tetes atau sedikit 1
Lebih banyak lagi 2 ✓

Keterangan
Indeks keparahan diperoleh dengan mengalikan skor untuk pertanyaan 1 dan 2: 1-
2 menunjukkan inkontinensia ringan; 3-4, inkontinensia sedang; 6-8,
inkontinensia parah.

Hasil Penilaian :
Pada pertanyaan nomor satu lansia mendapat nilai 4 dan pada pertanyaan 2 lansia
mendapat nilai 2. Sehingga total nilai jika dikalikan adalah 8. Dapat disimpulkan
bahwa lansia mengalami inkontinensia parah.

46
Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock *

Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock (HS "EAST") adalah kuesioner


pendek (15 item) untuk digunakan dalam badan-badan kesehatan dan layanan
sosial untuk menyaring orang-orang yang mungkin berisiko mengalami
kekerasan. Ini dikembangkan atas permintaan lembaga, yang merasa bahwa tes
singkat seperti ini akan berguna bagi mereka dalam mengidentifikasi orang tua
yang dilecehkan atau diabaikan atau orang yang berisiko. EAST tercantum di
bawah ini.

No Pertanyaan Jawaban Skor


1. Apakah Anda memiliki seseorang yang
menghabiskan waktu bersama Anda,
[ya] [tidak] 1
membawa Anda berbelanja atau ke
dokter? [tidak]
2. Apakah Anda membantu mendukung
[ya] [tidak] 1
seseorang? [ya]
3. Apakah Anda sering sedih atau
[ya] [tidak] 1
kesepian? [ya]
4. Siapa yang membuat keputusan tentang
hidup Anda - seperti bagaimana Anda [saya [orang
1
harus hidup atau di mana Anda harus sendiri] lain]
hidup?
5. Apakah Anda merasa tidak nyaman
dengan siapa pun di keluarga Anda? [ya] [tidak] 1
[ya]
6. Bisakah Anda minum obat sendiri dan
[ya] [tidak] 1
berkeliling sendiri? [tidak]
7. Apakah Anda merasa tidak ada yang
[ya] [tidak] 1
menginginkan Anda? [ya]
8. Apakah ada anggota keluarga Anda
[ya] [tidak] 0
yang banyak minum? [ya]
9. Apakah seseorang di keluarga Anda [ya] [tidak] 0
menyuruh Anda tetap di tempat tidur
atau memberi tahu Anda bahwa Anda
47
sakit padahal Anda tahu tidak? [ya]
10 Adakah yang memaksa Anda untuk
melakukan hal-hal yang tidak ingin [ya] [tidak] 1
Anda lakukan? [ya]
11. Apakah ada yang mengambil barang
milik Anda tanpa persetujuan Anda? [ya] [tidak] 0
[ya]
12. Apakah Anda mempercayai sebagian
[ya] [tidak] 1
besar orang di keluarga Anda? [tidak]
13. Adakah yang memberi tahu Anda bahwa
Anda memberi mereka terlalu banyak [ya] [tidak] 1
masalah? [ya]
14. Apakah Anda punya cukup privasi di
[ya] [tidak] 1
rumah? [tidak]
15. Adakah orang yang dekat dengan Anda
untuk menyakiti Anda atau menyakiti [ya] [tidak] 1
Anda baru-baru ini? [ya]
.
Keterangan
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan yang bercetak tebal pada ;
Item yang mengindikasikan pelanggaran hak pribadi atau kekerasan langsung 4. 9.
10. 11. 15.
Item yang menunjukkan karakteristik kerentanan terjadinya kekerasan 1. 3. 6.
Item yang mengindikasikan situasi yang berpotensi adanya kekerasan 2. 5. 7. 8.
12. 13. 14.
Rentang skor dari 0 hingga 15, dan jika skor ini lebih besar dari 3 dari setidaknya
9 pertanyaan itu disajikan risiko pelecehan, penelantaran, atau eksploitasi (Neale
et al., 1991). Skor yang lebih besar dalam H-S/EAST menunjukkan kemungkinan
kekerasan yang lebih tinggi
Hasil Pemeriksaan :
Lansia menjawab pilihan bercetak tebal pada item semua item kecuali pada item
nomor 8, 9, dan 11, dengan skor 13. Sehingga menunjukkan bahwa lansia
terindikasi beresiko tinggi mengalami pelanggaran hak pribadi atau kekerasan
langsung.

48
49
A. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1. Lansia mengalami hemiparese kanan
1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan akibat stroke, sehingga sulit untuk
tempe dan nasi ½ porsi setiap hari. makan dan beraktivitas sendiri
2. Lansia mengatakan sering merasa lapar 2. Lansia tampak kurus dan bibir yang
3. Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak kering
bertenaga 3. Tercium bau pesing pada lansia, dan
4. Lansia mengatakan sering disuruh terlihat celana basah
mengemis di jalanan, dan hasil mengemis 4. Palpasi vesika urinary : distensi(-)
diambil oleh anaknya. 5. Lansia tampak lusuh , kotor , rambut
5. Pihak panti mengatakan sudah berusaha panjang dan jambang panjang , dan
mengonfirmasi ke keluarga namun keluarga bau badan
enggan memberikan keterangan. 6. Terlihat banyak luka lebam di tubuh
6. Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK lansia (bekas pukulan)
7. Lansia mengatakan tiba tiba urine nya 7. Hasil pengkajian perawat: TD:
merembes 140/90 mmHg, Suhu:36,5’c, Nadi:
8. Lansia mengatakan ketika bangun dari 100x/menit, RR: 20x/menit, BB : 47
duduk atau batuk urine nya sering keluar kg, TB : 164 cm.
sehingga pakaiannya basah 8. Indeks KATZ : Kategori E -
9. Lansia juga mengeluh keluarga sering Ketidaktergantungan dalam semua
memarahi lansia karena bau Pesing fungsi tetapi tidak bisa mandi,
10.Menantu lansia menyarankan lansia agar berpakaian, toilet dan satu fungsi
sedikit minum agar tidak sering buang air lainnya
kecil karena tidak ada yang membantu ke 9. Indeks Barthel : skor 63 yang artinya
kamar mandi mengalami ketergantungan berat
11. Lansia mengatakan anak dan menantunya 10. SPMSQ : skor salah sebanyak 3, yang
sering memperlakukannya secara kasar, berarti lansia fungsi intelektual lansia
dicaci maki dan terkadang dipukul karena mengalami kerusakan ringan
dianggap tidak berguna dan hanya menjadi 11. Geriartric Depression Scale : skor 20
beban keluarga yang berarti lansia mengalami depresi
12. Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak sedang
mandi 12. Mini Nutritional Assesment : skor 7,5
13. Lansia mengatakan sulit melakukan yang berarti lansia mengalami
aktivitas karena banyak luka lebam di tubuh malnutrisi
14. Pihak panti mnegatakan keluarga jarang 13. APGAR Keluarga : skor 2 yang
membesuk lansia di panti dan belum tau berarti lansia mengalami disfungsi
kapan akan membawa lansia pulang ke keluarga berat
rumah. 14. Sandvix Severity Index : total nilai
jika dikalikan adalah 8. Dapat
disimpulkan bahwa lansia mengalami
50
inkontinensia parah.
15. Elder Abuse Screening Test Hwalek-
Sengstock : skor 13. Sehingga
menunjukkan bahwa lansia
terindikasi beresiko tinggi mengalami
pelanggaran hak pribadi atau
kekerasan langsung.

B. ANALISA DATA

NO
DATA MASALAH
.
1. DS: Ketidakseimbangan
 Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari nutrisi kurang dari
dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setiap
kebutuhan tubuh
hari
 Lansia mengatakan sering merasa lapar
 Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga

DO:
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk makan
 Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
 Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu:
36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB
: 164 cm.
 Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang berarti lansia
mengalami malnutrisi

2. DS: Inkontinensia
 Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK Urine
 Lansia mengatakan tiba-tiba urine nya merembes
 Lansia mengatakan ketika bangun dari duduk atau batuk
urine nya sering keluar sehingga pakaiannya basah
 Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia
karena bau Pesing
 Menantu lansia menyarankan lansia agar sedikit minum
agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada yang
membantu ke kamar mandi

DO:.
51
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk makan dan beraktivitas sendiri
 Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
 Palpasi vesika urinary: distensi (-)
 Sandvix Severity Index : total nilai jika dikalikan adalah 8.
Dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami inkontinensia
parah.

3. DS: Deficit perawatan


 Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak mandi diri
 Lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas karena
banyak luka lebam di tubuh nya
 Pihak panti mnegatakan keluarga jarang membesuk lansia
di panti dan belum tau kapan akan membawa lansia pulang
ke rumah.

DO:
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
sehingga sulit untuk beraktivitas sendiri
 Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
panjang , dan bau badan
 Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
 Indeks KATZ : Kategori E - Ketidaktergantungan dalam
semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet
dan satu fungsi lainnya
 Indeks Barthel : skor 63 yang artinya mengalami
ketergantungan berat

4. DS: Disfungsi Proses


 Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari Keluarga
dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setiap
hari.
 Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan,
dan hasil mengemis diambil oleh anaknya.
 Pihak panti mengatakan sudah berusaha mengonfirmasi ke
keluarga namun keluarga enggan memberikan keterangan
 Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia
karena bau Pesing
 Lansia mengatakan anak dan menantunya sering
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan
52
terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan
hanya menjadi beban keluarga
 Pihak panti mnegatakan keluarga jarang membesuk lansia
di panti dan belum tau kapan akan membawa lansia pulang
ke rumah.

DO:.
 Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
panjang , dan bau badan
 Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
 APGAR Keluarga : skor 2 yang berarti lansia mengalami
disfungsi keluarga berat
 Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock : skor 13.
Sehingga menunjukkan bahwa lansia terindikasi beresiko
tinggi mengalami pelanggaran hak pribadi atau kekerasan
langsung.

5. DS : Resiko sindrom
 Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan, pasca trauma
dan hasil mengemis diambil oleh anaknya.
 Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia
karena bau Pesing
 Lansia mengatakan anak dan menantunya sering
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan
terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan
hanya menjadi beban keluarga

DO:
 Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
 Geriartric Depression Scale : skor 20 yang berarti lansia
mengalami depresi sedang
16. Elder Abuse Screening Test Hwalek-Sengstock : skor 13.
Sehingga menunjukkan bahwa lansia terindikasi beresiko
tinggi mengalami pelanggaran hak pribadi atau kekerasan
langsung.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

53
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia T
2. Inkontinensia Urine pada lansia T
3. Deficit perawatan diri : mandi pada lansia T
4. Disfungsi proses keluarga pada keluarga lansia T
5. Resiko sindrom paska trauma pada lansia T

54
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan kunjungan keluarga 1. Manajemen nutrisi (197)
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam diharapkan Lansia  Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh mampu memenuhi kebutuhan nutrisi, pasien memenuhi kebutuhan gizi
pada lansia T dengan kriteria hasil:  Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan
1. Status nutrisi (551) menghitung intake kalori harian, jika
 Asupan gizi pada tingkat banyak diperlukan
menyimpang dari rentang normal  Menentukan apa yang menjadi preferensi
ditingkatkan ke tingkat sedikit makanan bagi klien.
menyimpang (2-4)  Bantu lansia membuka kemasan makanan,
 Asupan makanan pada tingkat memotong makanan dan makan
banyak menyimpang dari rentang
 Menentukan jumlah kalori dan jenis zat
normal ditingkatkan ke tingkat
makanan yang diperlukan untuk memenuhi
sedikit menyimpang (2-4)
kebutuhan nutrisi, ketika berkolaborasi dengan
 Rasio berat badan/ Tinggi badan
ahli makanan, jika diperlukan
pada tingkat banyak menyimpang
dari rentang normal ke tingkat
 Memberi pasien makanan dan minuman tinggi
sedikit menyimpang (2-4) protein, tinggi kalori, dan bernutrisi yang siap
dikonsumsi, jika diperlukan
2. Status Nutrisi: Asupan Makanan dan  Membantu pasien untuk memilih makanan
Cairan (553) lembut, lunak dan tidak asam, jika diperlukan
 Asupan makanan secara oral pada
sedikit adekuat ditingkatkan ke 2. Bantuan peningkatan Berat Badan (78)
sebagian besar adekuat (2-4)  Monitor asupan kalori setiap hari.
 Asupan cairan secara oral pada  Bantu klien untuk makan atau suapi klien
sedikit adekuat ditingkatkan ke  Mendiskusikan denagn klien dan keluarga
sebagian besar adekuat (2-4) mengenai prsepsi atau factor penghambat
kemampuan atau keinginan untuk makan.
 Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana
cara membeli makanan murah tetapi bergizi
tinggi.
2. Inkontinensia Urine Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Perawatan Inkontinensia Urin (362)
pada lansia T selama 3x24 jam diharapkan klien dapat  Identifikasi faktor penyebab inkontinensia
memperbaiki pola berkemih. Dengan pada pasien (misalnya output urine, pola
kriteria hasil : berkemih, fungsi kognitif, masalah
1. Kontinensia Urin (236) perkemihan)
 Mengenali keinginan berkemih pada  Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia
sangat terganggu di tingkatkan ke  Monitor eliminasi urine, meliputi frekuensi,
sedikit terganggu (1-5) konsistensi, bau, volume, dan warna urine
 Menjaga pola berkemih yang teratur  Sediakan popok kain yang nyaman dan
pada sangat terganggu ditingkatkan melindungi
ke sedikit terganggu (1-4)  Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk
 Tidak terdapat urine yang merembes mempermudah akses toilet
ketika berkemih pada sangat  Bersihkan kulit sekitar area genetalia seacara
terganggu ditingkatkan ke tidak teratur
terganggu (1-5)
56
 Urin merembes ketika berkemih 2. Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi (80)
pada sering menunjukkan  Pertimbangkan usia saat mempromosikan
ditingkatkan ke jarang menunjukkan aktivitas perawatan diri
(2-4)  Buatlah jadwal aktivitas terkait eliminasi
 Lansia mengonsumsi cairan dalam  Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk
jumlah yang cukup ditingkatkan dari eliminasi pada interval waktu tertentu
jarang menunjukkan ke sering  Beri privasi selama eliminasi
menunjukkan (2-4)  Siram toilet/bersihkan alat-alat untuk eliminasi
 Urin merembes dengan peningkatan (kursi toilet, pispot)
tekanan pada abdomen (batuk) pada  Monitor integritas kulit pasien
sering menunjukkan ditingkatkan ke  Ajarkan terapi: senam keagel
jarang menunjukkan (2-4)

2. Eliminasi Urin (85)


 Inkontinensia urin pada sangat
terganggu ditingkatkan ke sedikit
terganggu (1-4)
 Mengosongkan kantung kemih
sepenuhnya pada sangat terganggu
di tingkatkan ke sedikit terganggu
(1-4)
3. 4. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Perawatan Rambut dan Kulit Kepala (385)
diri: mandi pada selama 3x24 jam diharapkan klien dapat  Monitor kondisi rambut dan kulit kepala,
lansia T melakukan perawatan diri dengan kriteria termasuk kelainan-kelainannya.
57
hasil:  Siapkan peralatan untuk membersihkan
1. Perawatan Diri: Mandi (441) rambut.
 Mandi dengan bersiram pada sangat  Bantu pasien berada pada posisi yang
terganggu ditingkatkan ke sedikit nyaman.
terganggu (1-4)  Cuci dan kondisikan rambut, memijatkan
 Mencuci wajah pada banyak sampo dan kondisioner ke kulit kepala dan
terganggu, ditingkatkan ke tidak rambut.
terganggu (2-5)  Atur janji dengan tukang cukur atau penata
 Mencuci badan bagian atas pada rambut untuk memotong rambut.
sangat terganggu ditingkatkan ke  Siapkan perlengkapan mencukur yang aman.
sedikit terganggu (1-4)
 Mencuci badan bagian bawah pada 2. Perawatan Kuku (370)
sangat terganggu ditingkatkan ke  Monitor atau bantu membersihkan kuku
sedikit terganggu (1-4) sesuai dengan kemampuan perawatan diri
 Membersihkan area perineum pada individu.
banyak tergangu, ditingkatkan pada  Rendam kuku dalam air hangat, bersihkan
sedikit terganggu (2-4) bagian bawah kuku dengan orange stik dan
dorong kutikula dengan gunting kutikula.
2. Perawatan Diri: Kebersihan (438)  Monitor perubahan kuku.
 Mempertahankan kebersihan mulut
pada sangat terganggu ditingkatkan 3. Pemeliharaan Kesehatan Mulut (264)
ke sedikit terganggu (1-4)  Monitor gigi meliputi warna, kebersihan dan
 Mengeramas rambut ada tidaknya debris.
mempertahankan pada sangat  Intruksikan dan bantu pasien untuk
58
terganggu, ditingkatkan ke sedikit membersihkan mulut setelah makan dan
terganggu (1-4) sesering mungkin, sesuai dengan kebutuhan.
 Menyisir rambut mempertahankan  Susun jadwal pemeriksaan gigi sesuai dengan
pada banyak terganggu, ditingkatkan kebutuhan.
ke sedikit terganggu (2-4)
 Mencukur rambut mempertahankan 4. Bantuan Perawatan Diri: Mandi/Kebersihan
pada sangat terganggu, ditingkatkan (82)
ke sedikit terganggu (1-4)  Tentukan jumlah dan tipe terkait dengan
 Mempertahankan penampilan yang bantuan yang diperlukan.
rapi dipertahankan pada banyak  Meletakkan handuk, sabun, deodorant, alat
terganggu, ditingkatkan ke sedikit bercukur, dan asesoris lain yang diperlukan di
terganggu (2-4) kamar mandi.
 Mempertahankan kebersihan diri  Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi
mempertahankan pada sangat dengan tepat.
terganggu, ditingkatkan ke sedikit  Bantu pasien untuk mandi dengan tepat.
terganggu (1-4)  Memonitor integritas kulit klien.
 Berikan bantuan sampai pasien benar-benar
mampu merawat diri secara mandiri.
4. Disfungsi proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Dukungan perlindungan terhadap kekerasan:
keluarga pada selama 3x24 jam diharapkan fungsi Lansia (97)
keluarga lansia T keluarga tidak terganggu dengan kriteria  Tentukan apakah orang lanjut usia dan orang
hasil: yang merawat mereka memiliki jaringan
1. Fungsi Keluarga (90) dukungan fungsi sosial untuk membantu
 Merawat anggota keluarga yang pasien dalam melaksanakan aktivitas
59
memiliki ketergantungan dari tidak kehidupan sehari hari dan dalam mendapatkan
pernah menunjukkan ditingkatkan ke perawatan kesehatan, transportasi, terapi,
sering menunjukkan (1-4) pengobatan, sumber informasi di komunitas,
 Memperoleh sumber daya yang nasehat keuangan, dan penasehat keuangan,
memadai untuk memenuhi dan bantuan untuk mengatasi masalah
kebutuhan anggota keluarga dari  Tentukan apakah pasien lansia menunjukkan
tidak pernah menunjukkan tanda-tanda adanya pengabaian (misal
ditingkatkan ke sering menunjukkan kebersihan yang kurang, malnutrisi, bantuan
(2-4) yang tidak adekuat untuk mobilitas)
 Anggota keluarga bisa melakukan  Berikan pasien afirmasi positif terkait dengan
peran yang diharapkan dari jarang martabat mereka dan mengijinkan mereka
menunjukkan ditingkatkan ke sering untuk mengekspresikan perhatian dan
menunjukkan (2-4) perasaan mereka (rasa takut, bersalah, malu
 Anggota keluarga bisa saling atau menyalahkan diri)
membantu satu sama lain dari tidak  Bantu memberi perawatan untuk
pernah menunjukkan ditingkatkan ke mengeksplorasi perasaan mereka tentang
sering menunjukkan (1-4) anggota keluarga atau pasien yang menjadi
tanggung jawab mereka untuk merawat untuk
2. Koping Keluarga (282) mengidentifikasi faktor yang berkontribusi
 Menghadapi masalah keluarga dari terhadap sesuatu yang mengganggu dan
tidak pernah menunjukkan tampaknya berkontribusi pada perilaku
ditingkatkan ke sering menunjukkan penganiayaan dan pelalaian
(1-4)  Bantu pasien dan keluarga untuk dapat
 Mengelola masalah keluarga dari mengidentifikasi strategi koping terhadap
60
tidak pernah menunjukkan situasi yang penuh stres, meliputi kesulitan
ditingkatkan ke sering menunjukkan pengambilan keputusan untuk mengakhiri
(1-4) perawatan dirumah
 Peduli terhadap kebutuhan semua
anggota keluarga dari tidak pernah 2. Terapi Keluarga (436)
menunjukkan ditingkatkan ke sering  Tentukan pola komunikasi dalam keluarga
menunjukkan (1-4)  Identifikasi bagaimana keluarga
menyelesaikan masalah
 Tentukan apakah penganiayaan terjadi dalam
keluarga
 Bantu anggota keluarga berkomunikasi lebih
efektif
 Fasilitasi diskusi keluarga
 Berikan pendidikan dan informasi
 Bantu keluarga meningkatkan strategi koping
yang ada
 Bantu anggota keluarga untuk merubah
bagaimana mereka berhubungan dengan
anggota keluarga lain
5. Resiko sindrom Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Konseling (128)
paska trauma pada selama 3x24 jam diharapkan sindrom  Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan
lansia T pasca trauma tidak terjadi, dengan kriteria pada (rasa) saling percaya dan saling
hasil : menghormati
1. Pemulihan Terhadap Kekerasan  Tunjukkan empati, kehangatan dan ketululsan
61
(341)  Sediakan privasi dan berikan jaminan
 Penyembuhan trauma psikologis kerahasiaan
pada tidak ada ditingkatkan ke  Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk
sedang (1-3) memfasilitasi ekspresi yang menjadi perhatian
 Penyembuhan trauma fisik pada  Dukung ekspresi perasaan (klien)
tidak ada ditingkatkan ke sedang (1-  Tentukan bagaimana perilaku keluarga
3) mempengaruhi klien
 Perasaan mampu memberdayakan  Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
diri pada tidak ada ditingkatkan ke dan menguatkan hal tersebut
sedang (1-3)  Dukung keterampilan baru
 Hubungan interpersonal yang positif
pada tidak ada ditingkatkan ke 2. Intervensi Krisis (121)
sedang (1-3)  Sediakan atmosfer dukungan
 Berikan keamanan
2. Pemulihan Terhadap Kekerasan fisik  Dukung ekspresi perasaan dengan cara tidak
(344) merusak
 Perawatan trauma secara teratur  Bantu dalam mengembangkan koping baru
pada tidak ada ditingkatkan ke dan kemampuan menyelesaikan masalah
sedang (1-3)  Bantu mengidentifikasi kekuatan pribadi dan
 Pemeliharaan kebutuhan nutrisi pada kemampuan yang dapat digunakan untuk
terbatas ditingkatkan ke besar (2-4) menyelesaikan masalah
 Bantu klien untuk memutuskan tindakan
tindakan tertentu
 Evaluasi bersama klien apakah krisis telah
62
diselesaikan melalui rencana tindakan yang
dipilih

63
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa
Kekerasan terhadap orang lansia bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal,
diabaikan secara emosional (psikologis), dan juga dimanfaatkan. Banyak
korban adalah mereka yang sudah rapuh dan hidup mereka tergantung
pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka
Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi
keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua
(biasanya dilakukan oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai
pekerjaan dan hanya bisa meminta dari orangtua).
Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu
jenis perlakuan kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut,
malu, kecemasan, kebingungan, penarikan, dan depresi. Mereka menutup
diri dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. 

B. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman
sesama mahasiswa. Dan lebih memperhatikan masalah-masalah dalam
keluarga.

64
Daftar Pustaka

Stockslager, & Schaeffer. (2007). Buku saku asuhan keperawatan geriatrik .

Jakarta: EGC.

Potter & Perry.(2005). Buku ajar fundamental keperawatan.Ed.4. Vol.1.

Jakarta:E

65

Anda mungkin juga menyukai