Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan. Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang
berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan
yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta
bersama-sama. Salah satu usaha pemerintah dalam menyadarkan masyarakat tentang
hidup sehat dan pelaksanaanya bagaimana cara hidup sehat adalah dengan cara
melakukan pendidikan kesehatan yang tidak hanya didapat dibangku sekolah tapi juga
bisa dilakukan dengan cara penyuluhan oleh tim medis.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa
diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental
bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial
ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih
dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan
pembangunan kesehatan.
Reformasi di bidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang
berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika
kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga,
Tantangan global sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi,
1
telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan. Kelima,
Demokratisasi. Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju
IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan
paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan
yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka
(Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to
improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah
kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga
mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri
mereka.Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun
sosial, individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-
aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya).
Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada
pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi
kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO,1986). Penyelenggaraan
promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai strategi yang tidak
hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi
segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan
adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang
baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003).

B. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang yang telah ada, maka rumusan permasalahatan yang terkait dengan
konsep Promosi Kesehatan diantaranya:

2
1. Jelaskan Sejarah dari Promosi Kesehatan?
2. Apa Definisi dari Promosi Kesehatan?
3. Sebutkan Tujuan dari Promosi Kesehatan?
4. Jelaskan Sasaran dari Promosi Kesehatan?
5. Jelaskan Ruang Lingkup dari Promosi Kesehatan?
6. Jelaskan Strategi dari Promosi Kesehatan?
7. Jelaskan Proses pendidikan kesehatan dari Promosi Kesehatan?
8. Sebutkan Tahap-tahap dari Promosi Kesehatan?
9. Jelaskan Prinsip-prinsip dari Promosi Kesehatan?
10. Sebutkan Media dari Promosi Kesehatan?
11. Jelaskan Metode dari Promosi Kesehatan?
12. Jelaskan Langkah-Langkah promosi kesehatan di masyarakat?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah
Sebagai berikut :

1. Menjelaskan Sejarah dari Promosi Kesehatan


2. Mengetahui Definisi dari Promosi Kesehatan
3. Menyebutkan Tujuan dari Promosi Kesehatan
4. Menyebutkan Sasaran dari Promosi Kesehatan
5. Menjelaskan Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
6. Menjelaskan Strategi dari Promosi Kesehatan
7. Menjelaskan Proses Pendidikan Kesehatan dari Promosi Kesehatan
8. Menjelaskan Tahap-tahap dari Promosi Kesehatan
9. Menyebutkan Prinsip-prinsip dari Promosi Kesehatan
10. Menyebutkan Media dari Promosi Kesehatan
11. Menjelaskan Metode dari Promosi Kesehatan
12. Menjelaskan Langkah-Langkah promosi kesehatan di masyarakat

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green (1984)


merumuskan definisi sebagai berikut: “ Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi
pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi,
yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan” .

Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat


untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes,
2005).

Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari proses
belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.
Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga unsur pokok yang saling berkaitan, yakni masukan
(input), proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar, terjadi pengaruh timbal balik
antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, pengajar atau fasilitator belajar, metode
yang digunakan dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil
belajar itu sendiri, yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek
belajar (Notoatmodjo, 2007).

Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi aspek
medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari
penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan pengertian kesehatan menurut
4
UU No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi
juga diukur dari produktivitasnya dalam mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu
secara ekonomi (Notoatmodjo, 2010).

Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah kombinasi
upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi untuk mendukung
kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang menguntungkan kesehatan individu,
kelompok, atau komunitas”.

Definisi/pengertian yang dikemukakan Green ini dapat dilihat sebagai operasionalisasi


dari definisi WHO (hasil Ottawa Charter) yang lebih bersifat konseptual. Di dalam rumusan
pengertian diatas terlihat dengan jelas aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan dalam
kerangka “promosi kesehatan”.

Sedangkan Kementerian/Departemen Kesehatan Republik Indonesia merumuskan


pengertian promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.” Hal tersebut tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005.

B. Sejarah Promosi Kesehatan

Jika kita ‘flashback’ sejenak, perkembangan promosi kesehatan tidak terlepas dari
perkembangan sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh
perkembangan promosi kesehatan internasional yaitu dimulainya program Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun 1978

5
Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal
Promosi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994).

Istilah Health Promotion (promosi kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan


setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakan Konferensi International pertama tentang
Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa
Charter”, yang di dalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Promosi kesehatan.
Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada
masa itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula
istilahistilah populer lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing
(Pemasaran Sosial) dan Mobilisasi Sosial. Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di
Indonesia adalah seperti uraian berikut ini:

1. Sebelum Tahun 1965

Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-program


kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan, terutama
pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb. Sasarannya
perseorangan (individu), supaya sasaran program lebih kepada perubahan pengetahuan
seseorang.

2. Periode Tahun 1965-1975

Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada masyarakat. Saat itu juga
dimulainya peningkatan tenaga profesional melalui program Health Educational Service
(HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang bersifat individual walau sudah mulai
aktif ke masyarakat. Sasaran program adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan.

3. Periode Tahun 1975-1985

Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan. Di tingkat Departemen


Kesehatan ada Direktorat PKM. PKMD menjadi andalan program sebagai pendekatan
6
Community Development. Saat itu mulai diperkenalkannya Dokter Kecil pada program
UKS di SD. Departemen Kesehatan sudah mulai aktif membina dan memberdayakan
masyarakat. Saat itulah Posyandu lahir sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi
masyarakat.

4. Periode Tahun 1985-1995

Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas


memberdayakan masyarakat. Direktoral PKM berubah menjadi Pusat PKM, yang tugasnya
penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran sosial bidang kesehatan. Saat
itu pula PKMD menjadi Posyandu. Tujuan dari PKM dan PSM saat itu adalah perubahan
perilaku. Pandangan (visi) mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’ tentang Promosi
Kesehatan.

5. Periode Tahun 1995-Sekarang

Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah mobilisasi
massa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi).
Sehingga sasaran Promosi Kesehatan tidak hanya perubahan perilaku tetapi perubahan
kebijakan atau perubahan menuju perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan. Pada
Tahun 1997 diadakan konvensi Internasional Promosi Kesehatan dengan tema ”Health
Promotion Towards The 21’st Century, Indonesian Policy for The Future” dengan
melahirkan ‘The Jakarta Declaration’. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986)
sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada,
menyatakan bahwa Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan kemampuan.
Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni
perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

7
C. Sasaran Promosi Kesehatan

Menurut Maulana (2009), sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Sasaran Primer
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan
kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat
dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan
menyusui untuk masalah KIA, anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya.
Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder pendidikan kesehatan adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, dan sebagainya. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, diharapkan kepada
kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat di lingkungannya.
Selain itu juga diharapkan mereka mampu menjadi role model serta memberikan contoh
penerapan pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Upaya pendidikan kesehatan pada
sasaran sekunder ini sejalan dengan strategi dukungan social (social support).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier dari pendidikan kesehatan adalah pembuat keputusan atau penentu
kebijakan sesuai dengan ruang lingkup pendidikan kesehatan misalnya lingkup rukun
tetangga, rukun warga, dusun, desa, kecamatan, kabupaten, dan lain sebagainya.
Pendidikan kesehatan melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan akan
berdampak pada perilaku kelompok sasaran sekunder maupun primer. Upaya ini sejalan
dengan strategi advokasi pendidikan kesehatan.

D. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Ruang lingkup sasaran promosi kesehatan adalah keempat determinan kesehatan dan
kesejahteran seperti terlihat dalam model klasik dari Bloom (Forcefield Paradigm of
Health and Wellbeing), yaitu:
8
1. Lingkungan
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Faktor genetik (atau diperluas menjadi faktor kependudukan).

Dalam paradigma ini diungkapkan bahwa antara keempat faktor tadi terjadi saling
mempengaruhi. Perilaku mempengaruhi lingkungan dan lingkungan mempengaruhi
perilaku. Faktor pelayanan kesehatan, akan berperan dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat bila pelayanan yang disediakan digunakan (perilaku) oleh
masyarakat. Faktor genetik yang tidak menguntungkan akan berkurang resikonya bila
seseorang berada dalam lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Dengan demikian,
perilaku memainkan peran yang penting bagi kesehatan.

Oleh karena itu, ruang lingkup utama sasaranpromosi kesehatan adalah perilaku dan
akar-akarnya serta lingkungan, khususnya lingkungan yang berpengaruh terhadap
perilaku. Green mengkategorikan akar-akar perilaku ke dalam 3 kelompok faktor, yaitu
faktor-faktor predisposisi (yang merupakan prasyarat terjadinya perilaku secara sukarela),
pemungkin (enabling, yang memungkinkan faktor predisposisi yang sudah kondusif
menjelma menjadi perilaku), dan faktor penguat (reinforcing, yang akan memperkuat
perilaku atau mengurangi hambatan psikologis dalam berperilaku yang diinginkan).
Menurut bagan teori Green, diketahui bahwa faktor perilaku kesehatan ditentukan
oleh 3 faktor, yaitu :

9
Contoh: seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu untuk dilakukan
penimbangan agar mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan, ibu
tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu faktor yang mempermudah


atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain: pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dsb.
2. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang
menfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain: prasarana, sarana, ketersediaan sdm.
Contoh konkritnya, ketersediaan puskesmas, ketersediaan tong sampah, adanya tempat
olahraga, dsb.
3. Faktor penguat (reinforcing factor), yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku, antara lain: sikap petugas kesehatan, sikap tokoh masyarakat,
dukungan suami, dukungan keluarga, tokoh adat, dsb.
Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari promosi kesehatan yaitu tercapainya derajat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang tinggi, dengan dijalankannya perilaku yang
menguntungkan kesehatan. Untuk itu upaya-upaya promosi kesehatan adalah penciptaan
kondisi yang memungkinkan masyarakat berperilaku sehat dan membuat perilaku sehat
sebagai pilihan yang mudah dijalankan.
Promosi kesehatan juga merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat berperan
sebagai perawat pendidik. Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien berupa
perubahan pola pikir, sikap, dan keterampilan yang spesifik terhadap kesehatan.
Hubungan pembelajaran yang terjadi tersebut harus bersifat dinamis dan interaktif.
Promosi kesehatan pada proses keperawatan tersebut merupakan tahap pengkajian dan
intervensi keperawatan yang diarahkan pada faktor predisposisi, faktor pemungkin dan

10
faktor penguat masalah perilaku. Ruang lingkup dalam promosi kesehatan tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu, sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu :

1. Ruang Lingkup Berdasarkan Area Masalah


Dilihat dari area masalah, ruang lingkup upaya promosi mencakup berbagai ideologi dari
kesehatan dan penyakit seperti kesehatan ibu, kesehatan anak, penyakit infeksi dan
penyakit infeksi menular, penyakit tidak menular, kecelakaan dan bencana, kesehatan
manula. Pada saat ini, model kesehatan yang baru yaitu social model of health, mulai
diterima, meninggalkan medical model. Pada model sosial, masalah kesehatan dilihat
lebih pada penyebabnya, bukan semata-mata dengan mengobati penyakit yang
merupakan akibat dari masalah kesehatan.

2. Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pencegahan


Oleh karena masyarakat berada dalam berbagai status atau kondisi, maka promosi
kesehatan harus bersifat komprehensif. Di dalam upaya kesehatan, dikenal 5 tingkat
pencegahan dari Leavell and Clark (1967) :
a. Pencegahan primer
- Peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
- Perlidungan khusus (specific protection)
b. Pencegahan sekunder
- Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment
- Pembatasan cacat (disability limitation)
c. Pencegahan tertier
- Rehabilitasi (rehabilitation)

3. Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan Dasar


Deklarasi Alma Ata (1978) yang terkenal dengan visi “Sehat untuk semua tahun 2000”
menghasilkan konsep Pelayanan Kesehatan dasar (Primary Health Care), yang meliputi:
Acute primary care; Health education; Health promotion; Disease surveilance and

11
monitoring; Community Development. Sigerist (1945) mengkategorikan upaya-upaya
seperti di atas menjadi 4 tingkat pelayanan dan menyebutnya sebagai fungsi kedokteran
(Tones and Green, 2004: 14)
a. Peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
b. Pencegahan penyakit (prevention of disease)
c. Perawatan/pengobatan penyakit (curation of disease)
d. Pemulihan dari sakit (rehabilitation)

WHO menggaris bawahi seperangkat kegiatan minimal yang harus dilaksanakan dalam
pelayanan kesehatan dasar, beberapa diantaranya sangat berkaitan dengan determinan
kesehatan yang telah diuraikan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan itu ialah :
a. Pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengenal masalah-masalah kesehatan serta cara-
cara untuk mencegah dan menanggulangi
b. Peningkatan ketersediaan pangan dan nutrisi
c. Penyediaan air bersih dan kebutuhan sanitasi dasar
d. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
e. Imunisasi
f. Pencegahan dan penaggulangan penyakit endemik lokal
12
g. Pengobatan yang memadai untuk penyakit-penyakit umum dan kecelakaan
h. Penyediaan obat yang esensial

4. Ruang lingkup aktivitas


Diperluasnya peran Pendidikan Kesehatan menjadi Promosi Kesehatan oleh WHO
menggambarkan juga luasnya ruang lingkup aktivitas promosi kesehatan. Ottawa Charter
mengemukakan 5 (lima) pilar utama/cara untuk mempromosikan kesehatan (yang bunyi
pernyataannya sesungguhnya bersifat perintah), yaitu :
a. Build Healthy Public Policy (Buat kebijakan publik yang sehat)
b. Create Supportive Environment (Ciptakan lingkungan yang mendukung)
c. Strengthen Community Action (Perkuat kegiatan masyarakat)
d. Develop Personal Skills (Kembangkan / tumbuhkan keterampilan pribadi)
e. Reorient Health Services (Orientasi ulang pelayanan kesehatan)

5. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan


Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan
kesehatan (Health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik
kesehatan (health practice). Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari
konsep perilaku yang dikembangkan Benjamin Bloom. Hal ini berguna untuk mengukur
seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis. Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
a. Pengetahuan Kesehatan.
Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang
terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit
menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk
menghindari kecelakaan.

13
b. Sikap terhadap kesehatan.
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit
menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau
memengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk
menghindari kecelakaan.
c. Praktek kesehatan.
Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang
dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan
tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk
menghindari kecelakaan.

E. Tujuan Promosi Kesehatan

Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka tujuan dari penerapan
promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi promosi kesehatan itu sendiri, yaitu
menciptakan/membuat masyarakat yang:

1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.


2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.
Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan baik individu, kelompok
atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak statis.

A. Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO


a. Tujuan Umum
Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang Kesehatan
14
b. Tujuan Khusus
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi masyarakat.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

B. Tujuan Operasional:
a) Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara
memanfaatkannya secara efisien & efektif.
b) Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
c) Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit,
mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan
ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena penyakit.
d) Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana
caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan
kesehatanyang normal.

Sedangkan menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan


tujuan, yaitu:

- Tujuan Program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
- Tujuan Pendidikan
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi masalah
kesehatan yang ada.
- Tujuan Perilaku

15
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai
- Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan
1. Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan.
Misal : mengurangi kebiasaan merokok
2. Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan
Misal : mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas'
3. Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan
Misal : mendorong kebiasaan olah raga
4. Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan

Misal : mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat

F. Strategi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat


paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,
yaitu (1) gerakan pemberdayaan, (2) bina suasana, dan (3) advokasi, yang diperkuat
oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI, 2006).

Menuru Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, defenisi


advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-
macam bentuk komunikasi persuasif. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau
proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari
pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi
diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenis.

Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal


yangumumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang

16
dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh
agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh-tokoh
dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-
pemerintah (Puspromkes Depkes RI, 2006).

Strategi advokasi dilakukan dengan melalui pengembangan kebijakan yang


mendukung pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuan-pertemuan dan
kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik kalangan pemerintah,
swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang
menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh
karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam
upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan
Bina Suasana (Depkes RI, 2006). Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan
dalam Bina Suasana, yaitu : (1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan
(3) Pendekatan Masyarakat Umum (Depkes RI, 2006)

1. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui


pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat
menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan
dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan
tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu
Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam
berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi
17
kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang
kondusif bagi perubahan perilaku individu.

2. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam


masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), Kelompok keagamaan, Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi Organisasi
Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan lain-lain.
Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan
pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok
tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok
tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial
terhadap individu-individu anggotanya.

G. Proses Pendidikan Kesehatan

Prinsip pokok dalam pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang terdiri dari
komponen input, proses dan output.

Input Proses Output

1. Input
Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran
belajar(sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu
sendiri dengan berbagai latar belakangnya.
2. Proses

18
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
(prilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal
balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau
fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang
dipelajari.
3. Output
Keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau
perubahan perilaku dari subjek belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
ini ke dalam 4 kelompok besar, yakni: Faktor materi (bahan mengajar), lingkungan,
instrumental, dan subjek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras
(hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan perangkat lunak
(software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya.

H. Tahap-Tahap Promosi Kesehatan


1. Pengkajian
a. Tujuan pengkajian adalah diperolehnya informasi dari individu, keluarga, atau
kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi
proses pelaksanaan pendidikan kesehatan. informasi tersebut diperlukan karena akan
mempengaruhi pemilihan materi, metode, dan media pendidikan kesehatan.
b. Metode adalah pengamatan langsung dan wawancara serta mempelajari data yang
sudah ada (medical record / kartu rawat jalan).
c. Aspek yang dikaji
1) Riwayat keperawatan. Informasi yang telah diperlukan melalui pengkajian
riwayat keperawatan merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kebutuhan
belajar, meliputi :
a) Usia, misalnya cara penyampaian informasi pada lansia secara lambat dan
berulang
b) Pemahaman dan persepsi klien tentng maalah kesehatan, meisalnya
tuberkulosis bukan merupakan penyakit keturunan
19
c) Keyakinan dan praktik tentang kesehatan, misalnya lebih memilih dukun dari
pada dokter.
2) Faktor budaya. Misalnya, kebiasaan makan-makanan berlemak tinggi pada suku
tertentu
3) Faktor ekonomi. Pemberian contoh dalam penyusunan menu makanan
disesuaikan dengan keadaan ekonomi klien.
4) Gaya belajar. Misalnya, bebrapa klien hanya dapat menerima informasi dengan
baik jika menggunakan alat bantu atau demonstrasi.
5) Faktor pendukung pada klien. Contohnya, adanya keterlibatan kleuarga sebagai
pengawas minum obat (PMO) pada keluarga dengan klien Tuberkulosis dalam
kepatuhan pengobatan.
6) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat juga digunakan untuk mengkaji
kebutuhan belajar klien antara lain :
a) Status mental, contohnya : klien yang sedang tegang atau bersedih akan sulit
menerima informasi yang akan diberikan
b) Tingkat energi dan status gizi, contohnya : pada keadaan kurang asupan
makanan (Malnutrisi), klien akan sulit menerima informasi
c) Kapasitas fisik klien untuk belajar dan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
d) Kemampuan penglihatan, pendengaran, dan koordinasi otot.

d. Hasil pengkajian
1) Ketidaksiapan untuk belajar. Beberapa klien sering tidak siap untuk belajar.
Untuk itu, perawat perlu mengkaji penyebab ketidaksiapan belajar tersebut yang
meliputi :
a) Ketidaksiapan fisik seperti adanya kelelahan, nyeri dan keterbatasan
pergerakan.
b) Ketidaksiapan emosi, seperti adanya kecemasan, bersedih, dan marah.
c) Ketidaksiapan kognitif seperti adanya pengaruh dari obat-obatan yang
diminum.

20
2) Motivasi. Motivasi yang ada pada diri klien sangat berpengaruh dalam kebutuhan
klien untuk belajar dan mendapatkan informasi. Perawat dapat meningkatkan
motivasi klien untuk belajar dengan cara :
a) Lakukan pendekatan persuasif kepada klien.
b) Memberikan pemahaman sesuai dengan tingkat pengetahuan klien.
3) Tingkat kemampuan membaca. Klien sangat berpengaruh terhadap kemampuan
untuk menerima informasi selama ini. Untuk itu, perawat perlu mengkaji tingkat
kemampuan membaca klien untuk menetapkan strategi pembelajaran yang tepat.
2. Diagnosis keperawatan
a. Tujuan : dirumuskannya masalah yang dihadapi klien terkait engan pendidikan
ksehatan yang diberikan
b. Metode : analisis data (informasi) berdasarkan hasil dari pengkajian
c. Rumusan diagnosis keperawatan : berkaitan dengan kebutuhan belajar lien secara
umum dapat dikelompokan dalam kategori diagnosis yang didasarkan pada respon
klien dan etiologi
3. Perencanaan
a. Tujuan perencanaan : menetapkan apa yang ingin dicapai dalam mengatasi masalah
b. Aspek dalam perencanaan meliputi tujuan, sasaran, metode, dan media materi,
tempat, dan langkah-langkah
c. Tahapan dalam menyusun rencana pengajaran sebagai berikut :
1) Menetapkan prioritas pengajaran. Kebutuhan belajar klien disusun berurutan
menurut prioritas kebutuhan belajar. Perawat dan klien dapat secara bersama-
sama menetapkannya karena dengan melibatkan klien akan meningkatkan
motivasi klien untuk belajar sesuai kebutuhannya
2) Menyusun kriteria yang diharapkan. Perawat perlu menyusun kriteria yang
diharapkan dapat terjadi dalam proses belajar meliputi keadaan yang dapat
diamati dan diukur, aktivitas klien yang dapat diamati dan diukur kondisi
bagaimana aktivitas kondisi tersebut yang dilakukan klien dan kriteria waktu yang
dilakukan klien

21
3) Memilih materi. Oerawat perlu memilih sumber-sumber informasi yang meliputi
buku, jurnal keperawatan dan kesehatan, serta media lainnya.
4) Menentukan startegi mengajar. Metode mengajar yang digunakan perawat harus
sesuai dengan kondisi klien dan materi yang akan disampaikan oleh pengajar.
Contohnya, seseorang yang tidak dapat membaca materi dapat diberikandengan
diskusi dan menggunakan media gambar (lembar balik).
d. Implementasi
1) Tujuan Implementasi : melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai dengan
rencana yang ditetapkan
2) Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah perawat tida perlu terpaku pada rencana
yang telah disusun
3) Rencana dapat direvisi segera bila dalam pelaksanaan ada perubahan pada kondisi
klien atau faktor eksternal klien
4) Yang perlu diperhatikan dalam mengajar adalah kesesuaian dan wkatu yang tepay
sehingga memungkinkan klien untuk mengajar dalam setiap pertemuan
5) Lingkungan dapat menghambat atau membantu dalam proses belajar
6) Alat bantu dapat membantu memfokuskan perhatian klien daam belajar
7) Belajar akan lebih efektif bila klien menemukan materi yang mereka butuhkan.

I. Prinsip-Prinsip Promosi dalam Kesehatan

Interaksi Perawat/petugas kesehatan dan Klien merupakan hubungan khusus yang


ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta memberi sokongan dan
negosiasi saat memberikan pelayanan kesehatan. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika
klien dan perawat/petugas kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar
Mengajar yang terjadi.Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara
individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

1.1 Berfokus pada Klien

22
Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya belajar yang unik,
yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Klien dianjurkan untuk mengekspresikan
perasaan dan pengalamannya kepada perawat, sehingga perawat lebih mengerti tentang
keunikan klien dan dalam memberikan pelayanan dapat memenuhi kebutuhan klien secara
individual.

1.2 Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik)

Dalam memberikan promosi kesehatan harus dipertimbangkan klien secara keseluruhan,


tidak hanya berfokus pada muatan spesifik.

1.3 Negosiasi

Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan apa yang telah diketahui
dan apa yang penting untuk diketahui. Jika sudah ditentukan, buat perencanaan yang
dikembangkan berdasarkan masukan tersebut. Jangan memutuskan sebelah pihak.

1.4 Interaktif

Kegiatan dalam promosi kesehatan adalah suatu proses dinamis dan interaktif yang
melibatkan partisipasi perawat/ petugas kesehatan dan klien. Keduanya saling belajar. Untuk
itu, maka perlu diperhatikan dan dipelajari pula Prinsip-prinsip dalam Proses Belajar
Mengajar (PBM), yang mencakup :

1.4.1 Faktor-faktor pendukung (misalnya : Motivasi , Kesiapan , Pelibatan Aktif /Active


Involvement, Umpan Balik / feedback, memulai dari hal yang sederhana sampai kompleks ,
adanya pengulangan materi / repetition, waktu/ timing dan lingkungan / environment)

1.4.2 Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan psikologis yang sedang
terganggu atau budaya)

1.4.3 Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan dan penutup
Topik),

23
J. Metode Promosi Kesehatan

2.1 Metode Individual (Perorangan)

Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan


untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada
suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja menjadi
akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi Tetanus Toxoid
(TT) karena baru saja memperoleh/ mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan
yang digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil segera minta
imunisasi, ia harus didekati secara perorangan. Perorangan disini tidak berarti harus
hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau
keluarga ibu tersebut. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap
orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan
tepat bagaimana cara membantunya maka perlu menggunakan bentuk pendekatan
(metode) berikut ini, yaitu :

2.1.1 Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)

Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah
yang dihadapi oleh klien dapat digali dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien
akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima
perilaku tersebut (mengubah perilaku).

2.1.2 Interview (wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara
antara petugas kesehatan dengan klien untuk mengetahui apakah klien memiliki
kesadaran dan pengertian yang kuat tentang informasi yang diberikan (perubahan
perilaku yang diharapkan), juga untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau

24
belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan yang
disampaikan. Jika belum berubah, maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2.2 Metode Kelompok

Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta
tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain
dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan.

2.2.1 Kelompok Besar

Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah dan seminar.

2.2.1.1 Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun rendah. Merupakan metode
dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan. Metode ini mudah
dilaksanakan tetapi penerima informasi menjadi pasif dan kegiatan menjadi membosankan
jika terlalu lama.

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat


menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis),
penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: Sikap dan penampilan yang
meyakinkan, tidak boleh bersikap raguragu dan gelisah, Suara hendaknya cukup keras dan
jelas, Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, Berdiri di depan (di
pertengahan), seyogianya tidak duduk, Menggunakan alat-alat bantu lihat-dengar (AVA)
semaksimal mungkin.

25
2.2.1.2 Seminar

Metode ini hanya cocok untuk pendidikan formal menengah ke atas. Seminar adalah
suatu penyajian (presentasi) dari seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.

2.2.2 Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok
kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain:

2.2.2.1 Diskusi Kelompok

Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan penerima
informasi, biasanya untuk mengatasi masalah. Metode ini mendorong penerima
informasi berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya secara bebas,
menyumbangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu
alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah
berdasarkan pertimbangan yang seksama. Dalam diskusi kelompok agar semua
anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para
peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapt berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat.
Pimpinan diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan
yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama
sehingga tiap anggota kelompok mempunyai kebebasan/ keterbukaan untuk
mengeluarkan pendapat. Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan
pancingan-pancingan yang dapat berupa pertanyaan-petanyaan atau kasus sehubungan
dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup maka pemimpin kelompok
harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa sehingga semua orang dapat
kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang
peserta. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut : Tidak dapat dipakai dalam
kelompok yang besar, Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas, Dapat
26
dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara. Biasanya orang menghendaki
pendekatan yang lebih formal. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

2.2.2.2 Curah Pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, yang diawali dengan
pemberian kasus atau pemicu untuk menstimulasi tanggapan dari peserta. Prinsipnya
sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin
kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan
jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut
ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Baru setelah
semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi.

2.2.2.3 Bola Salju (Snow Balling)

Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi kelompok


yang lebih kecil, kemudian bergabung dengan kelompok yang lebih besar. Kelompok
dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2pasang bergabung
menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini
bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya sehingga akhirnya akan
terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

2.2.2.4 Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang


kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok
lain, Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut, Selanjutnya hasil
dan tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.

27
2.2.2.5 Role Play (Memainkan Peranan)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran
tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai
perawat atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau
anggota masyarakat. Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau
berkomunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

2.3 Metode Massa

Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan


pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau
publik. Dengan demikian cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Oleh
karena sasaran promosi ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan
umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini
biasanya digunakan untuk menggugah awareness (kesadaran) masyarakat terhadap
suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku.
Namun demikian, bila kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
juga merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk pendekatan (metode) massa
ini tidak langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa.
Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa ini, antara lain:

2.3.1 Ceramah umum (public speaking)

Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan
atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.

2.3.2 Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun


radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.

28
2.3.3 Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang
suatu penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan pendekatan pendidikan
kesehatan massa. 2.3.4 Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel
maupun tanya jawab atau konsultasi tentang kesehatan adalah merupakan bentuk
pendekatan promosi kesehatan massa. e. 2.3.5 Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan,
spanduk, poster, dan sebagainya juga merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
Contoh : billboard Ayo ke Posyandu

K. Media Promosi Kesehatan

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya atau alat untuk menampilkan
pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat
meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah
positif terhadap kesehatan.

3.2 Peran Media Promosi Kesehatan yaitu :

3.2.1 Media dapat mempermudah penyampaian informasi.


3.2.2 Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3.2.3 Media dapat memperjelas informasi.
3.2.4 Media dapat mempermudah pengertian
3.2.5 Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
3.2.6 Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
3.2.7 Media dapat memperlancar komunikasi.

3.3 Jenis Media Promosi Kesehatan

Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan / informasi kesehatan, media


promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni :

3.3.1. Media cetak

29
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah
kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet,
leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat kabar
atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa
kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah,
dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat
meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat
menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.

3.3.2 Media elektronik

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam
media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD, internet (computer dan
modem), SMS (telepon seluler). Seperti halnya media cetak, media elektronik ini
memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal
masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat
dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media
ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

3.3.3 Media luar ruang

Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar,
umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari media ini adalah lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka,
mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya
relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat

30
canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah,
memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

3.3.4 Media Lain, seperti :


3.3.4.1 Iklan di bus.
3.3.4.2 Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang diadakan di pusat
perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian pengunjung seperti, Road
Show, suatu kegiatan yang diadakan dibeberapa tempat / kota, Sampling
contoh produk yang diberikan kepada sasaran secara gratis, Pameran suatu
kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan pesan-pesan promosi

L. Langkah-Langkah Promosi Kesehatan di Masyarakat

1) PENGENALAN KONDISI WILAYAH

Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dengan
mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan
desa/kelurahan. Data dasar yang perlu dikaji berkaitan dengan pengenalan kondisi
wilayah, sebagai berikut:

a. DATA GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI :

Peta wilayah dan batas-batas wilayah, jumlah desa/kelurahan, jumlah RW, jumlah RT,
jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendidikan, mata pencaharian/jenis
pekerjaan.

b. DATA KESEHATAN :
1) Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Diare, Malaria, ISPA, Kecacingan,
Pneumonia, TB, penyakit Jantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang umum
dijumpai di Puskesmas).
2) Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi, dan kematian balita).
3) Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi baru lahir dan balita.
Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan, persalinan ditolong oleh
31
tenaga kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar lengkap, sarana air bersih dan
jamban).
4) Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia (Poskesdes, Puskesmas Pembantu,
klinik).
5) Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang ada
seperti Posyandu, kelompokpemakai air, kelompok arisan jamban, tabulin, dasolin.
6) Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.

2) SURVAI MAWAS DIRI

Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peranserta masyarakat, perlu


diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana oleh para pemuka
masyarakat dan perangkat desa/ kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas. Selain untuk mendata ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya
dari segi perilaku dan menggali latar belakang perilaku masyarakat, survai ini juga
bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat
terhadap kesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS.

Dalam survai ini akan diidentifikasi dan dirumuskan bersama hal-hal sebagai berikut:
Masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi dan mungkin (potensial)
dihadapi masyarakat serta urutan prioritas penanganannya. Hal-hal yang menyebabkan
terjadinya masalah-masalah kesehatan, baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi
perilaku masyarakat. Dari sisi perilaku, setiap perilaku digali faktor-faktor yang menjadi
latar belakang timbulnya perilaku tersebut. Tabel berikut dapat digunakan sebagai
panduan untuk menggali latar belakang setiap perilaku. TELADAN SARANA

2) MUSYAWARAH DESA/KELURAHAN

Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survai


Mawas Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan petugas Puskesmas untuk
mengawalnya. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan: Menyosialisasikan tentang

32
adanya masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi masyarakat. Mencapai
kesepakatan tentang urutan prioritas masalahmasalah kesehatan yang hendak ditangani.
Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak dibentuk baru atau
diaktifkan kembali. Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensi kelurahan
serta bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber bantuan/dukungan
tersebut. Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk
mendukung pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan. Musyawarah
Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknya Forum Desa, yaitu sebuah lembaga
kemasyarakatan di mana para pemuka masyarakat desa/kelurahan berkumpul secara rutin
untuk membahas perkembangan dan pengembangan kesehatan masyarakat
desa/kelurahan. Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk
menjadikan masyarakat desa/kelurahan menyadari adanya sejumlah perilaku yang
menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan yang saat ini dan yang mungkin
(potensial) mereka hadapi

4) PERENCANAAN PARTISIPATIF

Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum Desa
mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif guna menyusun rencana
pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam
Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan. Rencana Pengembangan Kesehatan
Masyarakat Desa/Kelurahan harus mencakup:

a. Rekrutmen/pengaktifan kembali kader kesehatan dan pelatihan pembinaan PHBS di


Rumah Tangga untuk para kader kesehatan oleh petugas Puskesmas dan fasilitator,
berikut biaya yang diperlukan dan jadwal pelaksanaannya.
b. Kegiatan-kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga yang akan dilaksanakan oleh
kader kesehatan dengan pendekatan Dasawisma, berikut jadwal pelaksanaannya.
Pembuatan rencana dengan menggunakan tabel berikut:

33
Sarana-sarana yang perlu diadakan atau direhabilitasi untuk mendukung terwujudnya
PHBS di Rumah Tangga, berikut biaya yang dibutuhkan dan jadwal
pengadaan/rehabilitasinya. Hal-hal yang dapat dilaksanakan tanpa biaya atau dengan swadaya
masyarakat dan atau bantuan dari donatur (misalnya swasta), dicantumkan dalam dokumen
tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan pemerintah dimasukkan ke dalam
dokumen Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang selanjutnya.

5) PELAKSANAAN KEGIATAN

Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan, petugas


Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau memanggil kembali kader-
kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk mengupayakan sedikit dana (dana
desa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader kesehatan.
Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dapat
dilaksanakan. Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya operasional
seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang
memerlukan dana dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya
masyarakat, dari donatur (misalnya pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa
a. Pemberdayaan

Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan, khususnya pada saat


individu individu anggota rumah tangga berkunjung dan memanfaatkan upaya-upaya
kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Poskesdes, dan lain-lain,
melalui pemberian informasi dan konsultasi. Dalam kesempatan ini, para kader (dan juga
petugas kesehatan) yang bekerja di UKBM harus berupaya meyakinkan individu tersebut
akan pentingnya mempraktikkan PHBS berkaitan dengan masalah kesehatan yang sedang dan
atau potensial dihadapinya.

b. Bina Suasana

Bina suasana diawali dengan advokasi oleh fasilitator dan petugas Puskesmas untuk
menggalang kemitraan. Advokasi dilakukan terhadap para pemuka atau tokoh-tokoh
34
masyarakat, termasuk pemuka agama dan pemuka adat serta para pengurus organisasi
kemasyarakatan di tingkat desa dan kelurahan seperti pengurus Rukun Warga/Rukun
Tetangga, pengurus PKK, pengurus pengajian, pengurus arisan, pengurus koperasi, pengurus
organisasi pemuda (seperti Karang Taruna) dan lain-lain. Keberhasilan advokasi dan
penggalangan kemitraan akan memotivasi para pemuka atau tokoh-tokoh masyarakat tersebut
untuk berperan aktif dalam bina suasana, dalam rangka menciptakan opini publik, suasana
yang kondusif dan panutan di tingkat desa dan kelurahan bagi dipraktikkannya PHBS oleh
rumah tangga.

c. Advokasi

Sebagaimana disebutkan di atas, advokasi dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas
terhadap para pemuka masyarakat dan pengurus organisasi kemasyarakatan tingkat desa dan
kelurahan, agar mereka berperanserta dalam kegiatan bina suasana. Di samping itu, advokasi
juga dilakukan terhadap para penyandang dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu
upaya pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan. Kegiatan-kegiatan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di desa dan kelurahan tersebut di atas harus
didukung oleh kegiatankegiatan

(1) bina suasana PHBS di Rumah Tangga dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan nasional) dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas
seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta

(2) advokasi secara berjenjang dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan dari tingkat
kabupaten/kota ke tingkat kecamatan.

6) EVALUASI DAN PEMBINAAN KELESTARIAN

Evaluasi dan pembinaan kelestarian merupakan tugas dari Kepala Desa/Lurah dan
perangkat desa/kelurahan dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah
daerah dan pemerintah. Kehadiran fasilitator di desa dan kelurahan sudah sangat minimal,

35
karena perannya sudah dapat sepenuhnya digantikan oleh kaderkader kesehatan, dengan
supervisi dari Puskesmas.

Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan kesehatan masyarakat desa/kelurahan,


sudah berjalan baik dan rutin serta terintegrasi dalam proses perencanaan pembangunan
desa atau kelurahan dan mekanisme Musrenbang. Kemitraan dan dukungan sumber daya
serta sarana dari pihak di luar pemerintah juga sudah tergalang dengan baik dan
melembaga. Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan berkala serta kursuskursus
penyegar bagi para kader kesehatan, juga dikembangkan cara-cara lain untuk memelihara
dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader tersebut.

Pembinaan kelestarian juga dilaksanakan terintegrasi dengan penyelenggaraan Lomba


Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat
desa/kelurahan sampai ke tingkat nasional. Dalam rangka pembinaan kelestarian juga
diselenggarakan pencatatan dan pelaporan perkembangan kesehatan masyarakat
desa/kelurahan, termasuk PHBS di Rumah Tangga, yang berjalan secara berjenjang dan
terintegrasi dengan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh
Kementerian Dalam Negeri

36
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk meningkatkan
control dan peningkatan kesehatannya. WHO menekankan bahwa promosi kesehatan
merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan
kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang
jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Sasaran promosi kesehatan yang dilakukan
oleh perawat adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Agar promosi
kesehatan dapat lebih tepat sasaran, maka sasaran tersebut perlu dikenali lebih rinci,
dan jelas melalui pengelompokkan sasaran promosi kesehatan

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat dimanfatkan oleh mahasiswa dan mahasiswi keperawatan
dalam melaksanakan promosi kesehatan, dan kami berharap makalah ini
mendapatkan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

37
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2016.Promosi Kesehatan.Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Susilawati Dwi.2016.Promosi Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Pusdik SDM Kesehatan

Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan. 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia Pusat Promosi Kesehatan

Makalah Penelitian Promosi kesehatan Universitas Sumatra Utara

Allender Judith Ann, Rector Cherie, Warner Kristine D.2014.Community naf public health
nursing Promoting The public’s health 8th ditonch Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins

Efendi, Ferry.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Widyanto, F.C. 2014. Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis. Yogyakarta : Nuha
Medika.

38

Anda mungkin juga menyukai