Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN

KEPERAWATAN GERONTIK
(KASUS 3)
Zahrotul Muti’ah 1710711088
Sintya Marliani 1710711 092
Tari Gustika 1710711094
Farha Farhana 1710711 101
Ega Shafira P 1710711108
Feny Ditya 1710711110
Prevalensi Kekerasan &
Pengabaian Pada Lansia
Prevalensi Kekerasan & Pengabaian Pada Lansia di Dunia

WHO (2016) mengestimasi kejadian pengabaian lansia ditemukan 1 dari 10 lansia setiap bulannya,
namun hanya 1 dari 24 kasus pengabaian lansia yang berhasil dilaporkan, hal ini dikarenakan lansia
cenderung takut untuk melaporkan tindakan pengabaian dan kekerasan pada keluarga dan kerabat
kepada pihak yang berwenang. Data pengabaian lansia sangat terbatas.

Lansia di negara berkembang maupun negara maju di dunia yang mengalami kekerasan fisik menca-
pai 0,2-4,9 %, kekerasan seksual 0,04-0,82 %, kekerasan psikologis 0,7-6,3 %, kekerasan finansial 1
,0-9,2 %, dan pengabaian 0,2-5,5 % (WHO, 2016).

Penelitian oleh Manthorpe dan Biggs (2007) yang melakukan pengukuran dari Maret 2006 sampai
September 2006 menyatakan bahwa terjadi peningkatan kejadian perlakuan pengabaian pada lansia
dari 2,6% menjadi 4%, nilai peningkatan sebesar 1,1% adalah perlakuan pengabaian dan 0,3% adal-
ah perlakuan salah lainnya.
Data badan pusat statistik (2010) menjelaskan jumlah penduduk lansia pada ta
hun 2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta (8,9%) dengan usia harapan hidup 66
,2 tahun, pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23,9 juta (9,77%) de
ng- an usia harapan hidup 67,4 tahun dan tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8
juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.

Hasil laporan administration on aging (2010), kasus kejadian kekerasan pada


lansia di Amerika ditandai dengan perlakuan pengabaian 49%, kekerasan emosi
-onal 35%, eksploitasi finansial 30%, kekerasan fisik 26% dan lansia ditinggalkan
sebesar 3% (Mainer & Lueckonette 2011).
Prevalensi Kekerasan dan Pengabaian Pada Lansia di Indonesia

Data Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa penduduk lansia atau lansia di Indonesia p
ada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta jiwa (7,18%), tahun 2010 meningkat menjadi 24 juta jiwa (9,7
7%), pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 29 juta jiwa (11,34%).

Berdasarkan hasil survey pada tahun 2007, kekerasan fisik pada lansia berupa tamparan sebesar (1
7,43%), kekerasan psikologis berupa dibentak sebesar (31,36%), Kekerasan sosial berupa perlakua
n tidak adil sebesar (67,33%), penelantaran atau pengabaian sebesar (68,55%).
(Dinas sosial jawa barat, 2008).

Kota Bandung merupakan salah satu Kota yang ada di Jawa Barat dan mempunyai jumlah penduduk
sebanyak lansia sebanyak 179.325 jiwa atau 7,42% dari penduduk Kota Bandung, dengan jumlah la-
nsia yang terlantar sebesar 2.108 jiwa (Dinas Sosial Kota Bandung, 2016). Dari data kekerasan pa-
da lansia, pengabaian menempati posisi dengan angka kejadian terbanyak, pelaku dari pengabaian
tersebut adalah orang terdekat yang merawat lansia atau disebut Caregiver (Linton, 2011).
Data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kota bandung (2016), Persentase la-
nsia yang sering mengalami masalah kekerasan berupa pengabaian berada di
Wilayah Kecamatan Cibeunying Kidul, dengan jumlah setiap tahunya 21,7% dari
seluruh lansia di kecamatan Cibeunying Kidul yang mengalami masalah pengab
a-ian atau ditinggal oleh keluarganya. Kemudian dilakukan survei ke puskesmas
padasuka dan di dapatkan data bahwa lansia yang mengalami masalah pengab
a-ian terbanyak dengan jumlah 34 orang lansia terdapat di RW 07 kelurahan Cik
ut- ra.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prevalensi pengabaian atau pen
elantaran pada lansia menduduki peringkat pertama (1) dengan tanda bahwa dib
eberapa negara pengabaian atau penelantaran menjadi posisi pertama dan juga
menurut penelitian bahwa pengabaian atau penelantaran pada lansia setiap ta-
hunnya akan terus meningkat.

Posisi kedua (2) adalah kekerasan psikologis, posisi ketiga (3) adalah kekerasan
finansial, dan posisi keempat (4) adalah kekerasan fisik. Sisanya berupa kekeras
an sosial (diperlakukan tidak adil) dan kekerasan seksual.

Perilaku pengabaian pada lansia dapat dipicu oleh beberapa faktor yaitu faktor y
ang bersumber dari lansia dan faktor yang bersumber dari pemberi pelayanan da
l-am hal ini adalah keluarga lansia. Kondisi kesehatan dan tingkat ketergantunga
n lansia berkontribusi terhadap kejadian pengabaian pada lansia (Allender & S
pradley, 2005 dalam Ramlah, 2011).
Prevalensi Perubahan
Eliminasi Urine Pada Lansia
Proses penuaan (Aging Process) menimbulkan masalah kesehatan pada lansia yang ditandai den
gan terjadinya perubahanperubahan fisiologis sistim organ akibat proses degeneratif dan penurunan
sistim imun yang terjadi pada usia lanjut. Masalah kesehatan yang sering timbul akibat proses penua
an adalah seperti: Penurunan Intelektual/ Dementia (Intellectual Impairment), Kurangnya Aktivitas Fi
sik (Immobility), Infeksi, Berdiri dan berjalan tidak stabil (Instability), Sulit buang air besar (Constip
ation), Depresi, Penurunan daya tahan (Immune Deffisiency), Gangguan tidur (Insomnia) dan Inkont
inentia Urine.

Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter
Dan Perry, 2006). Inkontinensia urin adalah kondisi yang ditandai oleh defek spingter kandung kemi
h atau disfungsi neurologis yang menyebabkan hlangnya control terhadap buang air kecil.

Masalah inkontinensia urin ini bukan saja menimbulkan persoalan fisik melainkan menyebabkan mas
alah psikologis, social dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Prevalensi di Dunia, Asia dan Indonesia

Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar antara 10 - 58%, sed
ang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%.

Menurut Asia Pacific Continence Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapka
n prevalensi inkontinensia urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% pada pria.

Survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi FK Unair-RSU


Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin p
ada pria 3,02% sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini menunjukkan bahwa prev
alensi inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Prevalensi inkon
tinensia urin cenderung meningkat seiring meningkatnya usia (Soetojo, 2009 dik
utip dalam Galuh, 2012),
usia 5-12 tahun 0,13%, sedangkan pada usia 70-80 tahun 1,64% dan inkontinen
sia urin pada wanita lansia 35-45%.
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih menurun.
Sisa urin dalam kandung kemih cenderung meningkat dan kontraksi otot kandun
g kemih yang tidak teratur semakin sering terjadi. Keadaan ini sering membuat la
n-sia mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin yaitu Inkontinen
-
sia urin.
(Darmojo dan Martono dikutip dalam Nursalam 2009).

Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami penuaan yaitu b
erkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya kemampuan kandung kem
ih dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan uretra maksimal, meningkatnya
voluma urin sisa pasca berkemih, dan berubahnya ritme produksi urin di malam
hari.
Konsep Elder A
buse, Neglect
dan Inkontensi
a Urin

Ega Shafira P 17107


11108
Click icon to add picture

Elder Abuse

Merupakan tindakan yang dilakukan


oleh seseorang sekali atau berulang b
aik disengaja maupun tidak disengaja
atau akibat kurangnya kepercayaan d
alam suatu hubungan sehingga meny
ebabkan kecacatan seperti cedera, pe
langgaran hak asasi manusia, dan pe
nurunan kualitas hidup seseorang ata
u penderitaan bagi lanjut usia (Bhati
a, Srivastava,& Bansal, 2008).

13
Faktor Resiko Elder Abuse
Menurut Humphrey & Campbell (2004), ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse d
iantaranya yaitu:
• Faktor individu
Secara umum korban elder abuse yaitu perempuan. Akan tetapi, lansia laki-laki juga berpotensi terhadap elder abuse
dimana angka elder abuse pada lansia laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan lansia perempuan.
• Faktor usia
Para ahli mengemukakan jika kejadian elder abuse banyak terjadi pada lansia yang berusia 80 tahun ke atas dan lans
ia tersebut mempunyaigangguan baik fisik maupun psikologi. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingg
a mengakibatkan berkurangnya kekuatan untuk melindungi diri dari abuse. Contohnya yaitu seseorang yang mengala
mi gangguan mental atau emosional dan ketidakmampuan dalam menyiapkan makanan, melakukan kebersihan diri, a
tau berobat.
• Faktor sosio-ekonomi
Elder abuse terutama pengabaian sering terjadi pada seseorang yang mendapatkan pendapatan rendah. Hal ini meng
akibatkan seseorang mengalami ketergantungan kepada keluarga mereka. Selain itu adanya ketergantungan abuser t
erhadap lansia juga mempengaruhi terjadinya elder abuse di dalam sebuah keluarga karena lansia memiliki pendapat
an yang lebih di dalam sebuah keluarga.
• Depresi
Lansia yang mengalami depresi lebih rentan terkena elder abuse. Seringkali lansia menganggap bahwa depresi meru
pakan
ADD Abagian
FOOTER yang alami terjadi seiring dengan proses penuaan dan akibat adanya gangguan secara fisik maupun so
14
sial. Depresi bukanlah gejala normal dari penuaan dan menunjukkan bahwa depresi akan muncul di akhir kehidupan y
ang berhubungan dengan penyakit kronik (Strasser et al, 2013).
Tipe-tipe elder abuse menurut Stanley & Beare (2006)

• Physically abuse
Physical abuse adalah suatu tindakan dengan menggunakan kekuatan sehingga mengakibatkan luka pada tubuh, nyer
i, dan kerusakan bagian tubuh. Contohnya seperti memukul, mendorong, menendang, membakar, menampar, dan men
cubit.
• Psychological abuse
Psychological abuse adalah penggunaan kata dengan agresif, nada yang memaksa sehingga menimbulkan sakit hati a
tau distres akibat perbuatan verbal atau nonverbal. Psychological abuse dapat berupa penyerangan verbal seperti peng
hinaan, ancaman, intimidasi, berbohong, membatasi untuk bersosialisasi, dan godaan.
• Neglect (pengabaian)
Neglect atau pengabaian adalah kegagalan dalam menyediakan kebutuhan dan pelayanan yang optimal atau untuk me
ncegah bahaya. Contoh dari pengabaian ini antara lain kurangnya pemeliharaan kesehatan, kegagalan dalam menyedi
akan alat bantu fisik seperti kacamata, alat bantu pendengaran, gigi palsu, dan kegagalan dalam memberikan tindakan
perlindungan (Hazard et al, 2003).
• Financial abuse/exploitation
berupa mengambil uang milik lansia demi kepentingan atau keuntungan pribadi tanpa persetujuan lansia, menggunaka
n kekuasaan untuk mendesak lansia, menjual rumah milik lansia, penggunakan sumber finansial untuk keuntungan 15 car
e giver, dan tidak mengembalikan uang milik lansia.
Tanda dan gejala Elder Abuse

Click icon to add picture

ADD A FOOTER 16
Physically abuse
• Memar
• Luka Bakar
• Fraktur
Psychological abuse
• Gangguan kebiasaan seperti menghisap, menggigit, bergoyang-goyang.
• Gangguan tingkah laku seperti antisosial, dan destruktif.
• Sikap neurotik seperti gangguan tidur, gangguan bicara.
• Reaksi psikoneurotik seperti histeria, obsesi, fobia, dan hipokondria.
Neglect/pengabaian
• Kehilangan bebar badan yang drastis, malnutrisi, dan dehidrasi.
• Adanya masalah fisik seperti luka tekan.
• Kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat seperti kotor, berdebu, seprei dan pakaian yang bera
ntakan.
• Pakaian yang tidak cocok dengan musimnya
• Kondisi tempat tinggal yang tidak aman.
Eksploitasi finansial
• Tidak adekuatnya makanan dan obat-obatan.
• Kurangya pengetahuan tentang status finansial.
• Perubahan mendadak dalam kondisi keuangan milik lansia.
• Uang tunai milik lansia hilang di rumah. 17

• Perubahan yang mencurigakan dalam isi surat wasiat dan surat kuasa.Tagihan yang belum dibayar atau
kurangnya perawatan medis meskipun lansia memiliki cukup uang untuk berobat.
Dampak Elder Abuse

Menurut Bain & Spencer (2009) dampak yang terjadi setelah lansia mengalami abuse adalah sebagai beriku
t:
• Dampak secara fisik
Abuse merupakan sumber utama yang menyebabkan lansia mudah mengalami tekanan (stres) sehingga hal
ini memiliki efek jangka panjang bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Stres yang diakibatkan oleh abus
e dapat memicu timbulnya rasa nyeri dada atau angina, masalah jantung lainnya, tekanan darah tinggi, mas
alah pernapasan, masalah perut (maag), dan serangan panik. Selain itu elder abuse dapat menyebabkan la
nsia mengalami kecacatan/cedera seperti patah tulang.
• Dampak secara finansial
Elder abuse dapat berpengaruh pada kesejahteraan seorang lansia sehingga hal ini membuat ketegangan k
euangan milik lansia. Selain itu lansia juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
pengobatan karena sebagian uang miliknya atau bahkan seluruh uangnya berada di tangan anggota keluarg
anya.
• Dampak secara social
Elder abuse dapat menjadi kebiasaan turun-temurun hingga menjadi sebuah tradisi. Contohnya yaitu cucu m
enyaksikan tindakan abuse ketika ada orang tuanya memperlakukan lansia dengan tidak semestinya sehing 18
ga hal ini mengakibatkan persepsi negatif bahwa lansia saat ini kurang dihormati dan diterima. Hal ini jika ter
jadi maka akan mempengaruhi kehidupan lansia baik secara individu, keluarga, dan masyarakat (sosial).
Pengukuran elder abuse

Pengukuran elder abuse dilakukan dengan menggunakan kuesioner tes skrining elder ab
use Hwalek-Sengstock (HS-EAST). Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah lanj
ut usia (lansia) beresiko terhadap abuse atau tidak. Kuesioner HS-EAST memiliki 15 item
pertanyaan yang berisi tiga domain yaitu kekerasan terhadap hak lansia atau tindakan ab
use secara langsung, karakteristik tentang keadaan rentan dan kemungkinan terjadinya a
buse, pengabaian, dan eksploitasi.

19
Click icon to add picture

Neglect Lansia

Pengabaian adalah kegagalan dalam


memberikan pelayanan dalam hal pem
enuhan kebutuhan fisik dan mental pad
a lansia. Kebutuhan tersebut meliputi,
kebutuhan makanan, tempat tinggal ya
ng memadai, perawatan medis, dan du
kungan emosional (Cooper & Livingsto
n, 2014; del Carmen & LoFaso, 2014).

20
Faktor Resiko Neglect
1. Faktor Individu 
•  Gangguan kognitif
• Gangguan psikiatrik atau masalah psikologis
• Kesehatan fisik yang buruk
•  Riwayat penganiayaan
•  Tingkat ketergantungan yang tinggi
2. Faktor Keluarga
• Kurang pengetahuan dalam merawat lansia 
• Gangguan emosional
• Ketergantungan secara finansial
3. Faktor Lingkungan
• Tingkat ekonomi yang rendah
•  Dukungan sosial yang rendah 21
Klasifikasi Pengabaian Lansia

Klasifikasi dari pengabaian lansia adalah sebagai berikut :


1. Pengabaian aktif, adalah kegagalan atau penolakan dalam pemberian pelayanan yang dilakukan secara sada
r atau disengaja, hal ini menyebabkan penderitaan fisik dan distress emosional pada lansia (Band-Winterstei
n, Doron, & Naim, 2014). Salah satu contoh dari pengabaian aktif yaitu apabila seorang anak atau anggota ke
luarga lainnya yang tinggal bersama lansia menghentikan kebutuhan lansia untuk makan dan pengobatan, ha
l ini dapat menyebabkan lansia mengalami malnutrisi dan berpotensi untuk munculnya masalah kesehatan ya
ng lain.
2. Pengabaian pasif, adalah kegagalan atau penolakan dalam pemberian pelayanan yang dilakukan tanpa sada
r atau tidak disengaja, tetapi menyebabkan penderitaan fisik dan distress emosional pada lansia (Band-Winte
rstein et al., 2014). Salah satu contoh dari pengabaian pasif yaitu apabila seorang anak atau anggota keluarg
a lainnya yang tinggal bersama lansia meninggalkan lansia seorang diri di dalam rumah dikarenakan suatu pe
kerjaan yang tidak dapat ditinggalkan, kondisi seperti ini akan menyebabkan lansia merasa kesepian dan dap
at berpotensi untuk mengalami depresi.
3. Pengabaian diri (Self Neglect), adalah kegagalan dalam pemberian pelayanan pada lansia yang dilakukan ole
h tenaga professional atau provider (Dong & Simon, 2013; Miller, 2012). Salah satu contoh dari self neglect a
dalah penolakan pemberian izin untuk mendapatkan perawatan atau pengobatan dari tenaga medis, kondisi s
eperti ini dapat berpotensi menurunkan kualitas hidup dari lansia itu sendiri (Madina & Dwimartutie, 2017).
ADD A FOOTER 22
Karakteristik Neglect

Karakteristik lansia yang mengalami pengabaian antara lain (Amstadter et al., 2015) :
a. Terlambat dalam melakukan pengobatan
b. Mengalami malnutrisi, dehidrasi, ulkus decubitus, atau masalah kesehatan lainnya yan
g dapat mengancam hidup lansia
c. Kondisi kebersihan kurang
d. Perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
e. Kehilangan bantuan
f. Merasa terisolasi

23
Dampak Pengabaian Lansia

 Gangguan kesehatan mental (Mental health disorder), seperti: gangguan kecemasan (A


nxiety disorder) dan depresi (Cooper & Livingston, 2014).
 Gangguan pola tidur, seperti: deprivasi tidur dan sering mengalami mimpi buruk (Haysli
p, Reinberg, & Williams, 2015).
 Gangguan nutrisi, seperti: kehilangan nafsu makan dan malnutrisi (Hayslip et al., 2015).
 Harga diri rendah pada lansia (Wiyono et al., 2015).
 Lansia menjadi pendiam dan mengalami isolasi sosial (Ikasi, 2014)

24
Click icon to add picture

Inkontinensia Urine

Merupakan keluarnya urin yang tidak ter- kend


ali sehingga menimbulkan masalah higienis da
n sosial Inkontinensia urin adalah masalah yan
g sering dijumpai pada orang lanjut usia dan m
enimbulkan masalah fisik dan psikososial, sep
erti dekubitus, jatuh, depresi dan isolasi dari lin
gkungan sosial Inkontinensia urin terdapat ber
sifat akut atau persisten, Inkontinensia urin ya
ng bersifat akut dapat diobati bila penyakit ata
u masalah yang mendasar diatasi masalahnya
infeksi saluran kemih, obat–obatan, gangguan
kesadaran, vaginitis atrofik dan masalah psikol
ogik Inkontinensia urin yang persisten biasany
a dapat dikurangi dengan berbagai terapi 25
mod
alitas (Martin dan Frey, 2005).
Etiologi dan faktor Resiko

Sering dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi atau fungsi or
gan kemih, antara lain disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan meng
ejan yang salah atau karena penurunan estrogen.
Pada menurunnya kadar hormon estro-gen dalam wanita di usia menopause (50 tahun ke
atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina atau otot pintu saluran kemih (uretra), sehi
ngga menyebabkan terjadinya Inkontinensia urin. Semakin lanjut usia seseorang semakin
besar kemungkinan da- pat mengalami Inkontinensia urin, karena terjadi pada perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul ini mengakibatkan seseorang yang tidak d
apat menahan air seni.

26
Klasifikasi Inkotinensia Urine
Inkontinensia urin dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu
1. Inkontinensia urine akut (Transient incontinence): Inkontinensia urin ini merupakan terjadi secara mendadak, terj
adi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau masalah iatrogenik menghilang jik
a kondisi akut teratasi. Penyebab umum dari Inkonti- nensia Urin Transien ini sering disingkat DIAPPERS, yaitu:
D
• D Delirium atau kebingungan - pada kondisi berkurangnya kesadaran baik karena pengaruh dari obat atau operas
i, kejadian inkontinensiadapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.
• I Infection – infeksi saluran kemih seperti urethritis dapat menyebab-kan iritasi kandung kemih dan timbul frekuens
i, disuria dan urgensi yang menyebabkan seseorang tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih.
• A Atrophic Uretritis atau Vaginitis – jaringan teriritasi dapat menyebabkan timbulnya urgensi yang sangat berespon
terhadap pemberian terapi estrogen.
• P Pharmaceuticals –dapat karena obat-obatan, seperti terapi diuretik yang meningkatkan pembebanan urin di kan
dung kemih.
• P Psychological Disorder – seperti stres, depresi, dan anxietas.
•  E Excessive Urin Output– karena intake cairan, alkoholisme diuretik, pengaruh kafein.
• R Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
ADD A FOOTER 27
• S Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi konstipasi akan mengubah posisi pada kandung
kemih dan menekan saraf.
2. Inkontinensia Urin Kronik (persisten):
Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan kondisi akut dan ber- langsung dengan lama (lebih dari 6 bulan) ada 2
penyebab Inkontinen- sia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif da
n karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kro
nik ini dikelompokkan lagi menjadi 4 tipe (stress, urge, overflow , fungsional).

28
Instrument pengukuran inkontinensia

Sandvix Severity Index (SSI ). Sandvix Severity Index (SSI ) merupakan alat untuk mengukur derajat Inkontinensi
a urin dengan menggunakan skala SSI. SSI terdiri dari dua pertanyaan dengan hasil penilaian itu sehu- bungan d
engan Inkontinensia urin yang terjadi dapatkan dengan men- galikan skor jawaban dan pertanyaan pertama deng
an skor pertanyaan kedua (Setiati dan Pramantara2007; Brown 2006).
Hasil pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
0 = tidak mengalami inkontinensia
1-2 = inkontinensia ringan
3 – 6 = inkontinensia sedang
8 – 9 = inkontinensia parah
12 = inkontinensia sangat parah

(Murphy , 2007).

ADD A FOOTER 29
Asuhan Keperawatan
Kasus
Seorang lansia laki-laki (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke, tinggal
bersama anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang anak. Anak laki-lakinya bekerja dari
pagi hingga larut malam sehingga jarang berkomunikasi. Istri anak laki-lakinya seoran
g ibu rumah tangga yang mengurus semua pekerjaan rumah dan 4 orang anaknya yang
semuanya sekolah. Hasil pengkajian perawat: . Hasil pengkajian TTV: di dapatkan T
D: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit. lansia mengatak
an anak dan menantunya sering memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan terk
adang dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga. Kon
disi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat lansia tidak memiliki kamar sen
diri hanya Kasur kecil yang berantakan dan kotor di sudut ruang utama. Lansia hanya
diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setia
p hari

31
Lanjutan
Lansia tampak kurus dan bibir yang kering, menantunya menyarankan lansia agar sedikit minum
agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada yang membantu ke kamar mandi. Lansia juga
mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau pesing, tidak bisa mengontrol BAK. Lansi
a mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-tiba ada urine yang rembes (palpasi vesika urinaria: d
istensi -). Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke posisi berdiri atau batuk urine sering kel
uar sehingga pakaiannya basah. Lansia tampak lusuh dan kotor, rambut dan jambang panjang. La
nsia mengatakan sudah berhari-hari tidak mandi karena tidak ada yang membantunya. Lansia kes
ulitan melakukan aktivitas sehari-hari karena banyak luka lebam di badannya. Lansia sering disur
uh untuk mengemis di jalanan, hasil mengemis diambil oleh anaknya. Lansia diantar ke Panti ole
h Ketua RW. Pihak panti berusaha mengkonfirmasi ke keluarga, namun anggota keluarga enggan
memberikan keterangan. Keluarga juga jarang membesuk lansia di panti dan belum tau kapan aka
n membawa lansia kembali ke rumah.

32
1

Pengkajian
Sintya Marliani P 1710711092
Tari Gustika 1710711094
Identitas Diri Klien
●Nama : lansia T ●Suku : jawa

●Umur : 78 tahun ●Pendidikan Terakhir : SMA

●Jenis Kelamin : laki – laki ●Sumber Informasi : -

●Status Perkawinan : menikah ●Keluarga yang dapat dihubungi : -

●Agama : islam ●Diagnosis medis (bila ada)


:-

34
Riwayat kesehatan saat ini
Keluhan Utama Kronologi keluhan

Lansia T mengatakan anak dan men a. Faktor pencetus : Lansia mengatakan anak dan men
antunya sering memperlakukannya s antunya sering memperlakukannya secara kasar, dica
ecara kasar, dicaci maki dan terkada ci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak
ng dipukul karena dianggap tidak be berguna dan hanya menjadi beban keluarga
rguna dan hanya menjadi beban kelu
arga. b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( ) bertahap

c. Lamanya :

d. Tindakan utama mengatasi :

35
RIWAYAT KESEHATAN YANG RIWAYAT KESEHATAN KELUA
LALU RGA

● - ● -
.

36

Status pemeriksaan Fisik

37
Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital

a. Tekanan Darah (TD) : 140/90

b. Nadi : 100x/menit

c. RR : 20x/menit

d. Suhu : 36,50C

e. Tinggi Badan : 164 cm

f. Berat Badan : 47 kg

38
2. Kepala dan Rambut

● Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna


putih, rambut dan jambang panjang
3. Mata

● Penglihatan sudah mulai berkurang  


4. Hidung

● Lansia T Hidung bagus dan simetris


5. Telinga

● Lansia T pendengarannya masih baik

39
Sistem Pernafasan
Lansia T dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 20 x/mnt, irama
pernafasan normal, dan bunyi nafas normal.

Sistem Kardiovaskuler
Lansia T irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit keturunan
terkat dengan kardiovaskuler

Sistem Pencernaan
Pencernaan pada lansia T normal, karena lansia BAB sehari 1 kali dipagi
hari.
40
Sistem Perkemihan
Lansia mengatakan tid Lansia mengatakan tiba ti Lansia mengatakan ketuk
ak terasa ingin BAK ba urine nya merembes a bangun dari duduk atau
batuk urine nya sering kel
. uar sehingga pakaiannya
basah

.
Lansia juga mengeluh tercium bau pesing pada l Palpasi vesika urinary : dis
keluarga sering memar ansia, dan terlihat celana tensi (-)
ahi lansia karena bau P basah
esing
.

41
Sistem Ekstremitas
Ekstremitas atas
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas atas

Ekstremitas Bawah
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas bawah
.
42

Penilaian Psikososial dan Spirit
ual

43
Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi cukup bagus tetapi lansia T terkadang lupa dan sering melamun

Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia

Perhatian dengan orang lain/lawan bicara


Emosi pada lansia T stabil.

Persepsi klien tentang kondisinya


Lansia mengatakan ia sedih dengan dirinya karena sakit dan menjadi beban
bagi anaknya
44
Konsep Diri
Gambaran diri Peran diri
Lansia T mengatakan di Lansia T mengatakan dirin
rinya sudah tidak muda Harga diri ya sudah berperan sebaga
lagi dan sakit-sakitan. Lansia mengatakan ia mer i ayah yang baik saat anak
asa malu dan bersalah de nya masih kecil
ngan keadaannya sekaran .
g. Karena ia sudah tua sak
Ideal diri it-sakitan dan menyusahka Identitas diri
Lansia T mengatakan ia n anaknya. Lansia T mengatakan ia ad
ingin sehat dan tidak m . alah orang yang sudah tua.
enjadi beban keluarga l
agi

45
Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu
Pengkajian Tambahan
Indeks KATZ : Kategori E - SPMSQ : skor salah seban Mini Nutritional Assesme
Ketidaktergantungan dalam yak 3, yang berarti lansia f nt : skor 7,5 yang berarti la
semua fungsi tetapi tidak bi
ungsi intelektual lansia me nsia mengalami malnutrisi.
sa mandi, berpakaian, toilet
dan satu fungsi lainnya ngalami kerusakan ringan

Indeks Barthel : skor 6 Geriartric Depression Sc APGAR Keluarga : skor 2


3 yang artinya mengala ale : skor 20 yang berarti l yang berarti lansia mengal
mi ketergantungan bera ansia mengalami depresi s ami disfungsi keluarga bera
t edang t

Ps. Format pengkajian, sila lihat di word 47


2

Data Fokus
Sintya Marliani P 1710711092
Tari Gustika 1710711094
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari 1. Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setiap sehingga sulit untuk makan dan beraktivitas sendiri
hari. 2. Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
2. Lansia mengatakan sering merasa lapar 3. Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
3. Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga 4. Palpasi vesika urinary : distensi(-)
4. Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan, dan 5. Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
hasil mengemis diambil oleh anaknya. panjang , dan bau badan
5. Pihak panti mengatakan sudah berusaha mengonfirmasi ke 6. Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas pukulan)
keluarga namun keluarga enggan memberikan keterangan. 7. Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu:36,5’c,
6. Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK Nadi: 100x/menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB : 164 cm.
7. Lansia mengatakan tiba tiba urine nya merembes 8. Indeks KATZ : Kategori E - Ketidaktergantungan dalam
8. Lansia mengatakan ketika bangun dari duduk atau batuk semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
urine nya sering keluar sehingga pakaiannya basah
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

9. Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau 9. berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
Pesing 10. Indeks Barthel : skor 63 yang artinya mengalami
10. Menantu lansia menyarankan lansia agar sedikit minum agar tidak ketergantungan berat
sering buang air kecil karena tidak ada yang membantu ke kamar 11. SPMSQ : skor salah sebanyak 3, yang berarti
mandi lansia fungsi intelektual lansia mengalami
11. Lansia mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya kerusakan ringan
secara kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap 12. Geriartric Depression Scale : skor 20 yang
tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga berarti lansia mengalami depresi sedang
12. Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak mandi 13. Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang
13. Lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas karena banyak luka berarti lansia mengalami malnutrisi
14. APGAR Keluarga : skor 2 yang berarti lansia
lebam di tubuh nya
mengalami disfungsi keluarga berat
14. Pihak panti mnegatakan keluarga jarang membesuk lansia di panti
dan belum tau kapan akan membawa lansia pulang ke rumah.
Analisa Data
Zahrotul Muti’ah 088
Farha Farhana 101
NO. DATA MASALAH
1. DS: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
 Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ kebutuhan tubuh
porsi setiap hari  
 Lansia mengatakan sering merasa lapar
 Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga
 
DO:
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke, sehingga sulit untuk makan
 Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
 Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit, BB : 47
kg, TB : 164 cm.
 Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang berarti lansia mengalami malnutrisi

2. DS: Inkontinensia Urine


 Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK  
 Lansia mengatakan tiba-tiba urine nya merembes
 Lansia mengatakan ketika bangun dari duduk atau batuk urine nya sering keluar sehingga pakaiannya
basah
 Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau Pesing
 Menantu lansia menyarankan lansia agar sedikit minum agar tidak sering buang air kecil karena tidak
ada yang membantu ke kamar mandi
 
DO:.
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke, sehingga sulit untuk makan dan beraktivitas sendiri
 Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
 Palpasi vesika urinary: distensi (-)
NO. DATA MASALAH
3. DS: Deficit perawatan diri
 Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak mandi
 Lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas karena banyak luka lebam di tubuh nya
 Pihak panti mnegatakan keluarga jarang membesuk lansia di panti dan belum tau kapan akan
membawa lansia pulang ke rumah.
 
DO:
 Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke, sehingga sulit untuk beraktivitas sendiri
 Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang panjang , dan bau badan
 Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas pukulan)
 Indeks KATZ : Kategori E - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
 Indeks Barthel : skor 63 yang artinya mengalami ketergantungan berat

4. DS : Resiko sindrom pasca trauma


 Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan, dan hasil mengemis diambil oleh anaknya.
 Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau Pesing
 Lansia mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan
terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga
 
DO:
 Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas pukulan)
 Geriartric Depression Scale : skor 20 yang berarti lansia mengalami depresi sedang
 APGAR Keluarga : skor 2 yang berarti lansia mengalami disfungsi keluarga berat
Diagnosa
Zahrotul Muti’ah 088
Farha Farhana 101
1.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia T

1.Inkontinensia Urine pada lansia T

1.Deficit perawatan diri : mandi pada lansia T

1.Resiko sindrom paska trauma pada lansia T


Intervensi
Zahrotul Muti’ah 088
Farha Farhana 101
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1.
Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan kunjungan keluarga selama 3x24 jam 1. Manajemen nutrisi (197)
diharapkan Lansia mampu memenuhi kebutuhan nutrisi, dengan  Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien memenuhi kebutuhan
kurang dari kebutuhan tubuh
kriteria hasil: gizi
pada lansia T 1. Status nutrisi (551)  Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan menghitung intake kalori
   Asupan gizi pada tingkat banyak menyimpang dari rentang harian, jika diperlukan
normal ditingkatkan ke tingkat sedikit menyimpang (2-4)  Menentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi klien.
 Asupan makanan pada tingkat banyak menyimpang dari  Bantu lansia membuka kemasan makanan, memotong makanan dan makan
rentang normal ditingkatkan ke tingkat sedikit  Menentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk
menyimpang (2-4) memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli makanan,
 Rasio berat badan/ Tinggi badan pada tingkat banyak jika diperlukan
menyimpang dari rentang normal ke tingkat sedikit  Memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi kalori, dan
menyimpang (2-4) bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukan
   Membantu pasien untuk memilih makanan lembut, lunak dan tidak asam,
2. Status Nutrisi: Asupan Makanan dan Cairan (553) jika diperlukan
 Asupan makanan secara oral pada sedikit adekuat  
ditingkatkan ke sebagian besar adekuat (2-4) 2. Bantuan peningkatan Berat Badan (78)
 Asupan cairan secara oral pada sedikit adekuat  Monitor asupan kalori setiap hari.
ditingkatkan ke sebagian besar adekuat (2-4)  Bantu klien untuk makan atau suapi klien
 Mendiskusikan denagn klien dan keluarga mengenai prsepsi atau factor
penghambat kemampuan atau keinginan untuk makan.
 Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara membeli makanan
murah tetapi bergizi tinggi.
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
2. Inkontinensia Urine pada lansia T Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien 1. Perawatan Inkontinensia Urin (362)
dapat memperbaiki pola berkemih. Dengan kriteria hasil :  Identifikasi faktor penyebab inkontinensia pada pasien (misalnya
1. Kontinensia Urin (236) output urine, pola berkemih, fungsi kognitif, masalah
 Mengenali keinginan berkemih pada sangat terganggu di perkemihan)
tingkatkan ke sedikit terganggu (1-5)  Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia
 Menjaga pola berkemih yang teratur pada sangat terganggu  Monitor eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
ditingkatkan ke sedikit terganggu (1-4) volume, dan warna urine
 Tidak terdapat urine yang merembes ketika berkemih pada sangat  Sediakan popok kain yang nyaman dan melindungi
terganggu ditingkatkan ke tidak terganggu (1-5)  Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk mempermudah akses
 Urin merembes ketika berkemih pada sering menunjukkan toilet
ditingkatkan ke jarang menunjukkan (2-4)  Bersihkan kulit sekitar area genetalia seacara teratur
 Lansia mengonsumsi cairan dalam jumlah yang cukup ditingkatkan  
dari jarang menunjukkan ke sering menunjukkan (2-4) 2. Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi (80)
 Urin merembes dengan peningkatan tekanan pada abdomen (batuk)  Pertimbangkan usia saat mempromosikan aktivitas perawatan
pada sering menunjukkan ditingkatkan ke jarang menunjukkan (2- diri
4)  Buatlah jadwal aktivitas terkait eliminasi
   Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk eliminasi pada
1. Eliminasi Urin (85) interval waktu tertentu
 Inkontinensia urin pada sangat terganggu ditingkatkan ke sedikit  Beri privasi selama eliminasi
terganggu (1-4)  Siram toilet/bersihkan alat-alat untuk eliminasi (kursi toilet,
 Mengosongkan kantung kemih sepenuhnya pada sangat terganggu pispot)
di tingkatkan ke sedikit terganggu (1-4)  Monitor integritas kulit pasien
 
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
3. Defisit perawatan diri: mandi pada lansia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
1. Bantuan Perawatan Diri: Mandi/Kebersihan (82)
T dapat melakukan perawatan diri dengan kriteria hasil:
 Tentukan jumlah dan tipe terkait dengan bantuan yang
1. Perawatan Diri: Mandi (441)
diperlukan.
 Mandi dengan bersiram pada sangat terganggu ditingkatkan ke
 Meletakkan handuk, sabun, deodorant, alat bercukur, dan
sedikit terganggu (1-4)
asesoris lain yang diperlukan di kamar mandi.
 Mencuci wajah pada banyak terganggu, ditingkatkan ke tidak
 Bantu pasien untuk mandi dengan tepat.
terganggu (2-5)
 Memonitor integritas kulit klien.
 Mencuci badan bagian atas pada sangat terganggu ditingkatkan ke
 Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu merawat
sedikit terganggu (1-4)
diri secara mandiri.
 Mencuci badan bagian bawah pada sangat terganggu ditingkatkan
2. Perawatan Rambut dan Kulit Kepala (385)
ke sedikit terganggu (1-4)
• Monitor kondisi rambut dan kulit kepala, termasuk kelainan-
 Membersihkan area perineum pada banyak tergangu, ditingkatkan
kelainannya
pada sedikit terganggu (2-4)
2. Perawatan Diri: Kebersihan (438) • Cuci dan kondisikan rambut, memijatkan sampo dan kondisioner
• Mempertahankan kebersihan mulut pada sangat terganggu ditingkatkan
ke kulit kepala dan rambut.
ke sedikit terganggu (1-4)
• Mengeramas rambut mempertahankan pada sangat terganggu, 3. Perawatan Kuku (370)
ditingkatkan ke sedikit terganggu (1-4)
• Monitor atau bantu membersihkan kuku sesuai dengan
• Menyisir rambut mempertahankan pada banyak terganggu, ditingkatkan
ke sedikit terganggu (2-4) kemampuan perawatan diri individu.
• Mencukur rambut mempertahankan pada sangat terganggu,
4. Pemeliharaan Kesehatan Mulut (264)
ditingkatkan ke sedikit terganggu (1-4)
• Mempertahankan penampilan yang rapi dipertahankan pada banyak • Intruksikan dan bantu pasien untuk membersihkan mulut setelah
terganggu, ditingkatkan ke sedikit terganggu (2-4)
makan dan sesering mungkin, sesuai dengan kebutuhan.
• Mempertahankan kebersihan diri mempertahankan pada sangat
terganggu, ditingkatkan ke sedikit terganggu (1-4)
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
4. Resiko sindrom paska trauma pada Setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama 3x24 jam 1. Konseling (128)
lansia T diharapkan sindrom pasca trauma tidak terjadi, dengan kriteria  Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada (rasa) saling percaya dan
hasil : saling menghormati
1. Pemulihan Terhadap Kekerasan (341)  Tunjukkan empati, kehangatan dan ketululsan
 Penyembuhan trauma psikologis pada tidak ada  Sediakan privasi dan berikan jaminan kerahasiaan
ditingkatkan ke sedang (1-3)  Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi ekspresi yang
 Penyembuhan trauma fisik pada tidak ada ditingkatkan menjadi perhatian
ke sedang (1-3)  Dukung ekspresi perasaan (klien)
 Perasaan mampu memberdayakan diri pada tidak ada  Tentukan bagaimana perilaku keluarga mempengaruhi klien
ditingkatkan ke sedang (1-3)  Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan menguatkan hal tersebut
 Hubungan interpersonal yang positif pada tidak ada  Dukung keterampilan baru
ditingkatkan ke sedang (1-3)  
1. Pemulihan Terhadap Kekerasan fisik (344) 2. Intervensi Krisis (121)
 Perawatan trauma secara teratur pada tidak ada  Sediakan atmosfer dukungan
ditingkatkan ke sedang (1-3)  Berikan keamanan
 Pemeliharaan kebutuhan nutrisi pada terbatas  Dukung ekspresi perasaan dengan cara tidak merusak
ditingkatkan ke besar (2-4)  Bantu dalam mengembangkan koping baru dan kemampuan menyelesaikan
masalah
 Bantu mengidentifikasi kekuatan pribadi dan kemampuan yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah
 Bantu klien untuk memutuskan tindakan tindakan tertentu
 Evaluasi bersama klien apakah krisis telah diselesaikan melalui rencana
tindakan yang dipilih
Thank You 

Anda mungkin juga menyukai