KEPERAWATAN GERONTIK
(KASUS 3)
Zahrotul Muti’ah 1710711088
Sintya Marliani 1710711 092
Tari Gustika 1710711094
Farha Farhana 1710711 101
Ega Shafira P 1710711108
Feny Ditya 1710711110
Prevalensi Kekerasan &
Pengabaian Pada Lansia
Prevalensi Kekerasan & Pengabaian Pada Lansia di Dunia
WHO (2016) mengestimasi kejadian pengabaian lansia ditemukan 1 dari 10 lansia setiap bulannya,
namun hanya 1 dari 24 kasus pengabaian lansia yang berhasil dilaporkan, hal ini dikarenakan lansia
cenderung takut untuk melaporkan tindakan pengabaian dan kekerasan pada keluarga dan kerabat
kepada pihak yang berwenang. Data pengabaian lansia sangat terbatas.
Lansia di negara berkembang maupun negara maju di dunia yang mengalami kekerasan fisik menca-
pai 0,2-4,9 %, kekerasan seksual 0,04-0,82 %, kekerasan psikologis 0,7-6,3 %, kekerasan finansial 1
,0-9,2 %, dan pengabaian 0,2-5,5 % (WHO, 2016).
Penelitian oleh Manthorpe dan Biggs (2007) yang melakukan pengukuran dari Maret 2006 sampai
September 2006 menyatakan bahwa terjadi peningkatan kejadian perlakuan pengabaian pada lansia
dari 2,6% menjadi 4%, nilai peningkatan sebesar 1,1% adalah perlakuan pengabaian dan 0,3% adal-
ah perlakuan salah lainnya.
Data badan pusat statistik (2010) menjelaskan jumlah penduduk lansia pada ta
hun 2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta (8,9%) dengan usia harapan hidup 66
,2 tahun, pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23,9 juta (9,77%) de
ng- an usia harapan hidup 67,4 tahun dan tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8
juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Data Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa penduduk lansia atau lansia di Indonesia p
ada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta jiwa (7,18%), tahun 2010 meningkat menjadi 24 juta jiwa (9,7
7%), pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 29 juta jiwa (11,34%).
Berdasarkan hasil survey pada tahun 2007, kekerasan fisik pada lansia berupa tamparan sebesar (1
7,43%), kekerasan psikologis berupa dibentak sebesar (31,36%), Kekerasan sosial berupa perlakua
n tidak adil sebesar (67,33%), penelantaran atau pengabaian sebesar (68,55%).
(Dinas sosial jawa barat, 2008).
Kota Bandung merupakan salah satu Kota yang ada di Jawa Barat dan mempunyai jumlah penduduk
sebanyak lansia sebanyak 179.325 jiwa atau 7,42% dari penduduk Kota Bandung, dengan jumlah la-
nsia yang terlantar sebesar 2.108 jiwa (Dinas Sosial Kota Bandung, 2016). Dari data kekerasan pa-
da lansia, pengabaian menempati posisi dengan angka kejadian terbanyak, pelaku dari pengabaian
tersebut adalah orang terdekat yang merawat lansia atau disebut Caregiver (Linton, 2011).
Data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kota bandung (2016), Persentase la-
nsia yang sering mengalami masalah kekerasan berupa pengabaian berada di
Wilayah Kecamatan Cibeunying Kidul, dengan jumlah setiap tahunya 21,7% dari
seluruh lansia di kecamatan Cibeunying Kidul yang mengalami masalah pengab
a-ian atau ditinggal oleh keluarganya. Kemudian dilakukan survei ke puskesmas
padasuka dan di dapatkan data bahwa lansia yang mengalami masalah pengab
a-ian terbanyak dengan jumlah 34 orang lansia terdapat di RW 07 kelurahan Cik
ut- ra.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prevalensi pengabaian atau pen
elantaran pada lansia menduduki peringkat pertama (1) dengan tanda bahwa dib
eberapa negara pengabaian atau penelantaran menjadi posisi pertama dan juga
menurut penelitian bahwa pengabaian atau penelantaran pada lansia setiap ta-
hunnya akan terus meningkat.
Posisi kedua (2) adalah kekerasan psikologis, posisi ketiga (3) adalah kekerasan
finansial, dan posisi keempat (4) adalah kekerasan fisik. Sisanya berupa kekeras
an sosial (diperlakukan tidak adil) dan kekerasan seksual.
Perilaku pengabaian pada lansia dapat dipicu oleh beberapa faktor yaitu faktor y
ang bersumber dari lansia dan faktor yang bersumber dari pemberi pelayanan da
l-am hal ini adalah keluarga lansia. Kondisi kesehatan dan tingkat ketergantunga
n lansia berkontribusi terhadap kejadian pengabaian pada lansia (Allender & S
pradley, 2005 dalam Ramlah, 2011).
Prevalensi Perubahan
Eliminasi Urine Pada Lansia
Proses penuaan (Aging Process) menimbulkan masalah kesehatan pada lansia yang ditandai den
gan terjadinya perubahanperubahan fisiologis sistim organ akibat proses degeneratif dan penurunan
sistim imun yang terjadi pada usia lanjut. Masalah kesehatan yang sering timbul akibat proses penua
an adalah seperti: Penurunan Intelektual/ Dementia (Intellectual Impairment), Kurangnya Aktivitas Fi
sik (Immobility), Infeksi, Berdiri dan berjalan tidak stabil (Instability), Sulit buang air besar (Constip
ation), Depresi, Penurunan daya tahan (Immune Deffisiency), Gangguan tidur (Insomnia) dan Inkont
inentia Urine.
Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter
Dan Perry, 2006). Inkontinensia urin adalah kondisi yang ditandai oleh defek spingter kandung kemi
h atau disfungsi neurologis yang menyebabkan hlangnya control terhadap buang air kecil.
Masalah inkontinensia urin ini bukan saja menimbulkan persoalan fisik melainkan menyebabkan mas
alah psikologis, social dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Prevalensi di Dunia, Asia dan Indonesia
Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar antara 10 - 58%, sed
ang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%.
Menurut Asia Pacific Continence Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapka
n prevalensi inkontinensia urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% pada pria.
Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami penuaan yaitu b
erkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya kemampuan kandung kem
ih dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan uretra maksimal, meningkatnya
voluma urin sisa pasca berkemih, dan berubahnya ritme produksi urin di malam
hari.
Konsep Elder A
buse, Neglect
dan Inkontensi
a Urin
Elder Abuse
13
Faktor Resiko Elder Abuse
Menurut Humphrey & Campbell (2004), ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse d
iantaranya yaitu:
• Faktor individu
Secara umum korban elder abuse yaitu perempuan. Akan tetapi, lansia laki-laki juga berpotensi terhadap elder abuse
dimana angka elder abuse pada lansia laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan lansia perempuan.
• Faktor usia
Para ahli mengemukakan jika kejadian elder abuse banyak terjadi pada lansia yang berusia 80 tahun ke atas dan lans
ia tersebut mempunyaigangguan baik fisik maupun psikologi. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingg
a mengakibatkan berkurangnya kekuatan untuk melindungi diri dari abuse. Contohnya yaitu seseorang yang mengala
mi gangguan mental atau emosional dan ketidakmampuan dalam menyiapkan makanan, melakukan kebersihan diri, a
tau berobat.
• Faktor sosio-ekonomi
Elder abuse terutama pengabaian sering terjadi pada seseorang yang mendapatkan pendapatan rendah. Hal ini meng
akibatkan seseorang mengalami ketergantungan kepada keluarga mereka. Selain itu adanya ketergantungan abuser t
erhadap lansia juga mempengaruhi terjadinya elder abuse di dalam sebuah keluarga karena lansia memiliki pendapat
an yang lebih di dalam sebuah keluarga.
• Depresi
Lansia yang mengalami depresi lebih rentan terkena elder abuse. Seringkali lansia menganggap bahwa depresi meru
pakan
ADD Abagian
FOOTER yang alami terjadi seiring dengan proses penuaan dan akibat adanya gangguan secara fisik maupun so
14
sial. Depresi bukanlah gejala normal dari penuaan dan menunjukkan bahwa depresi akan muncul di akhir kehidupan y
ang berhubungan dengan penyakit kronik (Strasser et al, 2013).
Tipe-tipe elder abuse menurut Stanley & Beare (2006)
• Physically abuse
Physical abuse adalah suatu tindakan dengan menggunakan kekuatan sehingga mengakibatkan luka pada tubuh, nyer
i, dan kerusakan bagian tubuh. Contohnya seperti memukul, mendorong, menendang, membakar, menampar, dan men
cubit.
• Psychological abuse
Psychological abuse adalah penggunaan kata dengan agresif, nada yang memaksa sehingga menimbulkan sakit hati a
tau distres akibat perbuatan verbal atau nonverbal. Psychological abuse dapat berupa penyerangan verbal seperti peng
hinaan, ancaman, intimidasi, berbohong, membatasi untuk bersosialisasi, dan godaan.
• Neglect (pengabaian)
Neglect atau pengabaian adalah kegagalan dalam menyediakan kebutuhan dan pelayanan yang optimal atau untuk me
ncegah bahaya. Contoh dari pengabaian ini antara lain kurangnya pemeliharaan kesehatan, kegagalan dalam menyedi
akan alat bantu fisik seperti kacamata, alat bantu pendengaran, gigi palsu, dan kegagalan dalam memberikan tindakan
perlindungan (Hazard et al, 2003).
• Financial abuse/exploitation
berupa mengambil uang milik lansia demi kepentingan atau keuntungan pribadi tanpa persetujuan lansia, menggunaka
n kekuasaan untuk mendesak lansia, menjual rumah milik lansia, penggunakan sumber finansial untuk keuntungan 15 car
e giver, dan tidak mengembalikan uang milik lansia.
Tanda dan gejala Elder Abuse
ADD A FOOTER 16
Physically abuse
• Memar
• Luka Bakar
• Fraktur
Psychological abuse
• Gangguan kebiasaan seperti menghisap, menggigit, bergoyang-goyang.
• Gangguan tingkah laku seperti antisosial, dan destruktif.
• Sikap neurotik seperti gangguan tidur, gangguan bicara.
• Reaksi psikoneurotik seperti histeria, obsesi, fobia, dan hipokondria.
Neglect/pengabaian
• Kehilangan bebar badan yang drastis, malnutrisi, dan dehidrasi.
• Adanya masalah fisik seperti luka tekan.
• Kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat seperti kotor, berdebu, seprei dan pakaian yang bera
ntakan.
• Pakaian yang tidak cocok dengan musimnya
• Kondisi tempat tinggal yang tidak aman.
Eksploitasi finansial
• Tidak adekuatnya makanan dan obat-obatan.
• Kurangya pengetahuan tentang status finansial.
• Perubahan mendadak dalam kondisi keuangan milik lansia.
• Uang tunai milik lansia hilang di rumah. 17
• Perubahan yang mencurigakan dalam isi surat wasiat dan surat kuasa.Tagihan yang belum dibayar atau
kurangnya perawatan medis meskipun lansia memiliki cukup uang untuk berobat.
Dampak Elder Abuse
Menurut Bain & Spencer (2009) dampak yang terjadi setelah lansia mengalami abuse adalah sebagai beriku
t:
• Dampak secara fisik
Abuse merupakan sumber utama yang menyebabkan lansia mudah mengalami tekanan (stres) sehingga hal
ini memiliki efek jangka panjang bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Stres yang diakibatkan oleh abus
e dapat memicu timbulnya rasa nyeri dada atau angina, masalah jantung lainnya, tekanan darah tinggi, mas
alah pernapasan, masalah perut (maag), dan serangan panik. Selain itu elder abuse dapat menyebabkan la
nsia mengalami kecacatan/cedera seperti patah tulang.
• Dampak secara finansial
Elder abuse dapat berpengaruh pada kesejahteraan seorang lansia sehingga hal ini membuat ketegangan k
euangan milik lansia. Selain itu lansia juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
pengobatan karena sebagian uang miliknya atau bahkan seluruh uangnya berada di tangan anggota keluarg
anya.
• Dampak secara social
Elder abuse dapat menjadi kebiasaan turun-temurun hingga menjadi sebuah tradisi. Contohnya yaitu cucu m
enyaksikan tindakan abuse ketika ada orang tuanya memperlakukan lansia dengan tidak semestinya sehing 18
ga hal ini mengakibatkan persepsi negatif bahwa lansia saat ini kurang dihormati dan diterima. Hal ini jika ter
jadi maka akan mempengaruhi kehidupan lansia baik secara individu, keluarga, dan masyarakat (sosial).
Pengukuran elder abuse
Pengukuran elder abuse dilakukan dengan menggunakan kuesioner tes skrining elder ab
use Hwalek-Sengstock (HS-EAST). Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah lanj
ut usia (lansia) beresiko terhadap abuse atau tidak. Kuesioner HS-EAST memiliki 15 item
pertanyaan yang berisi tiga domain yaitu kekerasan terhadap hak lansia atau tindakan ab
use secara langsung, karakteristik tentang keadaan rentan dan kemungkinan terjadinya a
buse, pengabaian, dan eksploitasi.
19
Click icon to add picture
Neglect Lansia
20
Faktor Resiko Neglect
1. Faktor Individu
• Gangguan kognitif
• Gangguan psikiatrik atau masalah psikologis
• Kesehatan fisik yang buruk
• Riwayat penganiayaan
• Tingkat ketergantungan yang tinggi
2. Faktor Keluarga
• Kurang pengetahuan dalam merawat lansia
• Gangguan emosional
• Ketergantungan secara finansial
3. Faktor Lingkungan
• Tingkat ekonomi yang rendah
• Dukungan sosial yang rendah 21
Klasifikasi Pengabaian Lansia
Karakteristik lansia yang mengalami pengabaian antara lain (Amstadter et al., 2015) :
a. Terlambat dalam melakukan pengobatan
b. Mengalami malnutrisi, dehidrasi, ulkus decubitus, atau masalah kesehatan lainnya yan
g dapat mengancam hidup lansia
c. Kondisi kebersihan kurang
d. Perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
e. Kehilangan bantuan
f. Merasa terisolasi
23
Dampak Pengabaian Lansia
24
Click icon to add picture
Inkontinensia Urine
Sering dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi atau fungsi or
gan kemih, antara lain disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan meng
ejan yang salah atau karena penurunan estrogen.
Pada menurunnya kadar hormon estro-gen dalam wanita di usia menopause (50 tahun ke
atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina atau otot pintu saluran kemih (uretra), sehi
ngga menyebabkan terjadinya Inkontinensia urin. Semakin lanjut usia seseorang semakin
besar kemungkinan da- pat mengalami Inkontinensia urin, karena terjadi pada perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul ini mengakibatkan seseorang yang tidak d
apat menahan air seni.
26
Klasifikasi Inkotinensia Urine
Inkontinensia urin dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu
1. Inkontinensia urine akut (Transient incontinence): Inkontinensia urin ini merupakan terjadi secara mendadak, terj
adi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau masalah iatrogenik menghilang jik
a kondisi akut teratasi. Penyebab umum dari Inkonti- nensia Urin Transien ini sering disingkat DIAPPERS, yaitu:
D
• D Delirium atau kebingungan - pada kondisi berkurangnya kesadaran baik karena pengaruh dari obat atau operas
i, kejadian inkontinensiadapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.
• I Infection – infeksi saluran kemih seperti urethritis dapat menyebab-kan iritasi kandung kemih dan timbul frekuens
i, disuria dan urgensi yang menyebabkan seseorang tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih.
• A Atrophic Uretritis atau Vaginitis – jaringan teriritasi dapat menyebabkan timbulnya urgensi yang sangat berespon
terhadap pemberian terapi estrogen.
• P Pharmaceuticals –dapat karena obat-obatan, seperti terapi diuretik yang meningkatkan pembebanan urin di kan
dung kemih.
• P Psychological Disorder – seperti stres, depresi, dan anxietas.
• E Excessive Urin Output– karena intake cairan, alkoholisme diuretik, pengaruh kafein.
• R Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
ADD A FOOTER 27
• S Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi konstipasi akan mengubah posisi pada kandung
kemih dan menekan saraf.
2. Inkontinensia Urin Kronik (persisten):
Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan kondisi akut dan ber- langsung dengan lama (lebih dari 6 bulan) ada 2
penyebab Inkontinen- sia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif da
n karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kro
nik ini dikelompokkan lagi menjadi 4 tipe (stress, urge, overflow , fungsional).
28
Instrument pengukuran inkontinensia
Sandvix Severity Index (SSI ). Sandvix Severity Index (SSI ) merupakan alat untuk mengukur derajat Inkontinensi
a urin dengan menggunakan skala SSI. SSI terdiri dari dua pertanyaan dengan hasil penilaian itu sehu- bungan d
engan Inkontinensia urin yang terjadi dapatkan dengan men- galikan skor jawaban dan pertanyaan pertama deng
an skor pertanyaan kedua (Setiati dan Pramantara2007; Brown 2006).
Hasil pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
0 = tidak mengalami inkontinensia
1-2 = inkontinensia ringan
3 – 6 = inkontinensia sedang
8 – 9 = inkontinensia parah
12 = inkontinensia sangat parah
(Murphy , 2007).
ADD A FOOTER 29
Asuhan Keperawatan
Kasus
Seorang lansia laki-laki (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke, tinggal
bersama anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang anak. Anak laki-lakinya bekerja dari
pagi hingga larut malam sehingga jarang berkomunikasi. Istri anak laki-lakinya seoran
g ibu rumah tangga yang mengurus semua pekerjaan rumah dan 4 orang anaknya yang
semuanya sekolah. Hasil pengkajian perawat: . Hasil pengkajian TTV: di dapatkan T
D: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit. lansia mengatak
an anak dan menantunya sering memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan terk
adang dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga. Kon
disi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat lansia tidak memiliki kamar sen
diri hanya Kasur kecil yang berantakan dan kotor di sudut ruang utama. Lansia hanya
diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setia
p hari
31
Lanjutan
Lansia tampak kurus dan bibir yang kering, menantunya menyarankan lansia agar sedikit minum
agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada yang membantu ke kamar mandi. Lansia juga
mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau pesing, tidak bisa mengontrol BAK. Lansi
a mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-tiba ada urine yang rembes (palpasi vesika urinaria: d
istensi -). Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke posisi berdiri atau batuk urine sering kel
uar sehingga pakaiannya basah. Lansia tampak lusuh dan kotor, rambut dan jambang panjang. La
nsia mengatakan sudah berhari-hari tidak mandi karena tidak ada yang membantunya. Lansia kes
ulitan melakukan aktivitas sehari-hari karena banyak luka lebam di badannya. Lansia sering disur
uh untuk mengemis di jalanan, hasil mengemis diambil oleh anaknya. Lansia diantar ke Panti ole
h Ketua RW. Pihak panti berusaha mengkonfirmasi ke keluarga, namun anggota keluarga enggan
memberikan keterangan. Keluarga juga jarang membesuk lansia di panti dan belum tau kapan aka
n membawa lansia kembali ke rumah.
32
1
Pengkajian
Sintya Marliani P 1710711092
Tari Gustika 1710711094
Identitas Diri Klien
●Nama : lansia T ●Suku : jawa
34
Riwayat kesehatan saat ini
Keluhan Utama Kronologi keluhan
Lansia T mengatakan anak dan men a. Faktor pencetus : Lansia mengatakan anak dan men
antunya sering memperlakukannya s antunya sering memperlakukannya secara kasar, dica
ecara kasar, dicaci maki dan terkada ci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak
ng dipukul karena dianggap tidak be berguna dan hanya menjadi beban keluarga
rguna dan hanya menjadi beban kelu
arga. b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( ) bertahap
c. Lamanya :
35
RIWAYAT KESEHATAN YANG RIWAYAT KESEHATAN KELUA
LALU RGA
● - ● -
.
36
“
Status pemeriksaan Fisik
37
Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital
b. Nadi : 100x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,50C
f. Berat Badan : 47 kg
38
2. Kepala dan Rambut
39
Sistem Pernafasan
Lansia T dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 20 x/mnt, irama
pernafasan normal, dan bunyi nafas normal.
Sistem Kardiovaskuler
Lansia T irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit keturunan
terkat dengan kardiovaskuler
Sistem Pencernaan
Pencernaan pada lansia T normal, karena lansia BAB sehari 1 kali dipagi
hari.
40
Sistem Perkemihan
Lansia mengatakan tid Lansia mengatakan tiba ti Lansia mengatakan ketuk
ak terasa ingin BAK ba urine nya merembes a bangun dari duduk atau
batuk urine nya sering kel
. uar sehingga pakaiannya
basah
.
Lansia juga mengeluh tercium bau pesing pada l Palpasi vesika urinary : dis
keluarga sering memar ansia, dan terlihat celana tensi (-)
ahi lansia karena bau P basah
esing
.
41
Sistem Ekstremitas
Ekstremitas atas
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas atas
Ekstremitas Bawah
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas bawah
.
42
“
Penilaian Psikososial dan Spirit
ual
43
Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi cukup bagus tetapi lansia T terkadang lupa dan sering melamun
Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia
45
Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu
Pengkajian Tambahan
Indeks KATZ : Kategori E - SPMSQ : skor salah seban Mini Nutritional Assesme
Ketidaktergantungan dalam yak 3, yang berarti lansia f nt : skor 7,5 yang berarti la
semua fungsi tetapi tidak bi
ungsi intelektual lansia me nsia mengalami malnutrisi.
sa mandi, berpakaian, toilet
dan satu fungsi lainnya ngalami kerusakan ringan
Data Fokus
Sintya Marliani P 1710711092
Tari Gustika 1710711094
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari 1. Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke,
dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi setiap sehingga sulit untuk makan dan beraktivitas sendiri
hari. 2. Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
2. Lansia mengatakan sering merasa lapar 3. Tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
3. Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga 4. Palpasi vesika urinary : distensi(-)
4. Lansia mengatakan sering disuruh mengemis di jalanan, dan 5. Lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan jambang
hasil mengemis diambil oleh anaknya. panjang , dan bau badan
5. Pihak panti mengatakan sudah berusaha mengonfirmasi ke 6. Terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas pukulan)
keluarga namun keluarga enggan memberikan keterangan. 7. Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu:36,5’c,
6. Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK Nadi: 100x/menit, RR: 20x/menit, BB : 47 kg, TB : 164 cm.
7. Lansia mengatakan tiba tiba urine nya merembes 8. Indeks KATZ : Kategori E - Ketidaktergantungan dalam
8. Lansia mengatakan ketika bangun dari duduk atau batuk semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
urine nya sering keluar sehingga pakaiannya basah
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
9. Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau 9. berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
Pesing 10. Indeks Barthel : skor 63 yang artinya mengalami
10. Menantu lansia menyarankan lansia agar sedikit minum agar tidak ketergantungan berat
sering buang air kecil karena tidak ada yang membantu ke kamar 11. SPMSQ : skor salah sebanyak 3, yang berarti
mandi lansia fungsi intelektual lansia mengalami
11. Lansia mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya kerusakan ringan
secara kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap 12. Geriartric Depression Scale : skor 20 yang
tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga berarti lansia mengalami depresi sedang
12. Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak mandi 13. Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang
13. Lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas karena banyak luka berarti lansia mengalami malnutrisi
14. APGAR Keluarga : skor 2 yang berarti lansia
lebam di tubuh nya
mengalami disfungsi keluarga berat
14. Pihak panti mnegatakan keluarga jarang membesuk lansia di panti
dan belum tau kapan akan membawa lansia pulang ke rumah.
Analisa Data
Zahrotul Muti’ah 088
Farha Farhana 101
NO. DATA MASALAH
1. DS: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ kebutuhan tubuh
porsi setiap hari
Lansia mengatakan sering merasa lapar
Lansia mengatakan merasa lemas dan tidak bertenaga
DO:
Lansia mengalami hemiparese kanan akibat stroke, sehingga sulit untuk makan
Lansia tampak kurus dan bibir yang kering
Hasil pengkajian perawat: TD: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/ menit, RR: 20x/menit, BB : 47
kg, TB : 164 cm.
Mini Nutritional Assesment : skor 7,5 yang berarti lansia mengalami malnutrisi