Anda di halaman 1dari 27

KASUS 4

ASUHAN KEPERAWATAN PADA OPA DENGAN ALZHEIMER

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, S.Kep.,M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun oleh:
Nur Fitriah 1710711049
Nurul Fatihah Auliani 1710711076
Husna Maharani 1710711078
Sanaya Azizah Puteri 1710711079
Riski Dwiana 1710711080
Ghina Regiana 1710711082

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2020
1. Prevalensi Alzheimer/Dementia

A. Di Dunia dan Di Asia

Setiap 3 detik, 1 orang di dunia mengalami demensia. Insiden demensia


Alzheimer di seluruh dunia meningkat dengan cepat dan saat ini diperkirakan
mendekati 46,8 atau 50 juta orang yang didiagnosis dengan demensia di dunia, 20,9
juta di Asia Pasifik (Alzheimer’s Disease International, World Health Organization,
2017), ada sekitar 10 juta kasus baru setiap tahun.
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia. Di
negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia
lanjut penderita Penyakit Alzheimer. Di Amerika Serikat, Alzheimer merupakan
penyebab kematian tertinggi nomor enam, yang menghabiskan biaya kesehatan sekitar
172 milyar dolar per tahun. Berdasarkan regional, prevalensi Alzheimer tertinggi
terdapat di Amerika Utara dan Eropa Barat , diikuti dengan daerah Amerika Latin,
Cina, dan Pasifik Barat pada populasi usia penderita 60 tahun. Angka ini diperkirakan
akan meningkat hampir 4 kali pada tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih
tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk
lanjut usia juga bertambah.
Pada tahun 2016, demensia diperkirakan memiliki biaya sebesar USD 818
milyar per tahun, dan diprediksi meningkat menjadi USD 1 triliun pada tahun 2018 dan
menjadi USD 2 triliun pada tahun 2030. Beberapa factor yang memicu tingginya biaya
penanganan di Asia disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman atas penyakit
ini dan kurangnya sumber daya serta pelatihan bagi para pendamping Orang dengan
Demensia (ODD)
B. Di Indonesia

Estimasi jumlah penderita Penyakit Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013


mencapai satu juta orang. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 1.2 juta orang
dengan demensia pada tahun 2016. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis
menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun
2050. Bukannya menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4
di dunia. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain terjadinya
penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan
angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat
dari 68,6 tahun (2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015).  Usia harapan hidup
penduduk Indonesia diproyeksikan terus meningkat, sehingga persentase penduduk
Lansia terhadap total penduduk di proyeksikan akan terus meeningkat.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, jumlah Lansia di Indonesia mencapai
20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut
menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun
2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total jumlah penduduk.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia > 65 tahun,
tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia  sekitar 40 tahun. Berikut adalah
peningkatan persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan usia, antara
lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per
tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun
pada usia > 85 tahun.

2. Konsep Alzheimer/Dementia
A. Definisi

Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama dengan gejala
gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang (Ikawati, 2009). Gambaran paling awal
berupa hilangnya ingatan mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya intelektual
seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas normal dan hubungan.
Mereka juga kehilangan kemampuan untuk mengontrol emosi dan memecahkan sebuah masalah,
sehingga bukan tidak mungkin mereka mengalami perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak dan penyebab paling umum dari
demensia. Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif
otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif, dan kemampuan untuk merawat diri (Suddart,
&Brunner, 2002). Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita (Dr. Sofi Kumala
Dewi, dkk, 2008).
Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat irreversible dan
progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga menyebabkan kematian sel otak.
Penyakit Alzheimer terjadi secara bertahap, dan bukan merupakan bagian dari proses penuaan
normal dan merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia merupakan kehilangan
fungsi intelektual, seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang cukup parah untuk mengganggu
aktifitas sehari-hari. Demensia bukan merupakan sebuah penyakit, melainkan sebuah kumpulan
gejala yang menyertai penyakit atau kondisi tertentu. Gejala dari demensia juga dapat termasuk
perubahan kepribadian, mood, dan perilaku.

B. Etiologi

Sampai sekarang belum ada satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori
utama mengenai penyebab – penyebabnya :
1. Virus lambat

Akhir – akhir ini teori terbaru adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus - virus
ini memiliki masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis
tertentu dari ensefalopati viral (pada jenis khusus, yaitu bovine spongiform ensefalopati dapat
menyebabkan penyakit Creutzfeldt – Jacob varian baru) ditandai oleh perubahan patologis yang
menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
2. Proses autoimun

Teori Autoimun bedasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi – antibodi reaktif
terhadap otak pada penderita Alzheimer. Ada dua tipe Amigdaloid (suatu kompleks protein
dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan – keadaan patologis
tertentu), yang satu terdiri atas rantai – rantai IgG dan yang satu lagi komposisinya tidak
diketahui. Teori ini menyatakan bahwa kompleks antigen – antibodi dikatabolisasi oleh fagosit
dan fragmen – fragmen immunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom sehingga terbentuk
deposit amigdaloid ekstraselular.
3. Keracunan alumunium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik
sehingga dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium

C. Faktor Resiko

Alzheimer merupakan manifestasi penyakit seperti dementia yang berangsur-angsur


dapat memburuk hingga menyebabkan kematian. Alzheimer diduga terjadi karena penumpukan
protein beta-amyloid yang menyebabkan plak pada jaringan otak. Secara normal, beta-amyloid
tidak akan membentuk plak yang dapat menyebabkan gangguan sistem kerja saraf pada otak.
Namun, karena terjadi misfolding protein, plak dapat menstimulasi kematian sel saraf.
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis umum lainnya, berkembang
sebagai akibat dari beberapa faktor. Penyebab ataupun faktor yang menyebabkan seseorang
menderita penyakit Alzheimer antara lain sebagai berikut:
a. Usia

Penuaan merupakan faktor risiko terbesar terhadap kejadian alzheimer. Kebanyakan


orang usia 65 tahun atau lebih tua memiliki risiko yang lebih tinggi.
b. Riwayat Keluarga

Seseorang dengan riwayat orangtua, saudara laki-laki maupun perempuan dengan


penyakit alzheimer memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit alzheimer.
c. Faktor Genetik

Genetik (herediter) berperan penting dalam peningkatan faktor risiko demensia


alzheimer dimana terdapat dua jenis gen yang berperan dalam perkembangan alzheimer. Kedua
jenis gen tersebut adalah gen risiko dan gen determinan. Gen risiko meningkatkan
kemungkinan perkembangan penyakit namun tidak menjamin terjadinya penyakit, yaitu
apolipoprotein E ε4. Sedangkan gen determinan secara langsung menyebabkan demensia
alzheimer, terdiri dari tiga protein yaitu amyloid precursor protein (APP), presenilin-1 (PSEN-
1), dan presenilin-2 (PSEN-2).

D. Patofisiologi

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut (massa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein betaamiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prekursor amiloid [APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks
serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada tonjolan
kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan
neurotransmiter asetilkolin. Secara biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas enzim
menurun. Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan (Muttaqin, 2008).
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial.
Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan/atau akson dan/atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari
protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural
yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan
perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang
abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka.
Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak
berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya
neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer (Muttaqin, 2008).
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan
yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel-sel glia yang akhirnya
membentuk fibril-fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun
bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga
mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia
dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak (Muttaqin, 2008).

E. Manifestasi Klinis

Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu:
1) Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
 Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
 Disorientasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
 Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
 Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian, misalnya mudah tersinggung,
mudah menuduh ada yang mengambil barangnya, bahkan menuduh pasangannya selingkuh
2) Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
 Kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan dan mandi
 Perubahan tingkah laku, misalnya sedíh dan emosi
 Mengalami gangguan tidur
 Keluyuran
 Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali
adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama ingá tidak mengenali
wajah sama sekali, kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui)
3) Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
 Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
 Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
 Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
 Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

F. Gejala Klinis
 Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.
 Kesulitan melakukan aktivitas rutin
 Kesulitan berbahasa
 Disorientasi waktu dan tempat
 Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
 Salah menempatkan barang
 Perubahan tingkah laku
 Perubahan perilaku
 Kehilangan inisiatif
G. Komplikasi

Kehilangan memori, gangguan penilaian dan perubahan kognitif lain dapat disebabkan
oleh Alzheimer. Seseorang dengan penyakit Alzheimer mungkin tidak dapat berkomunikasi.
Penyakit Alzheimer dapat berkembang menjadi tahap akhir, perubahan otak mulai
mempengaruhi fungsi fisik, seperti menelan, keseimbangan, dan kontrol usus dan kandung kemih.
Efek ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah kesehatan tambahan seperti :
1. Pneumonia dan infeksi lainnya

Kesulitan menelan dapat menyebabkan orang dengan penyakit Alzheimer untuk


menghirup (aspirasi) makanan atau cairan ke saluran udara dan paru-paru mereka, yang dapat
menyebabkan pneumonia. Ketidakmampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih
(urinary incontinence) mungkin memerlukan penempatan tabung untuk mengeringkan dan
mengumpulkan urin (kateter urin). Memiliki kateter meningkatkan risiko infeksi saluran kemih,
yang dapat menyebabkan lebih serius, infeksi yang mengancam jiwa.
2. Cedera karena jatuh

Orang dengan Alzheimer menjadi semakin rentan untuk jatuh. Jatuh dapat
menyebabkan patah tulang. Selain itu, jatuh adalah penyebab umum dari cedera kepala serius.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :
 Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh.
 Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :


1) Neurofibrillary tangles (NFT): Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-
filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP): Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan
kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala,
hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer,
korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada
jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk
penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron: Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan
pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe
dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada
neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler: Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah
NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak.
5) Lewy body: Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi
penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
2. Neuropsikologik

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting
karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif
pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor
metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia
karena berbagai penyebab.
3. CT scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem, berfungsi untuk:
1) Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
2) Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental

Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti
adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI
lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain,
dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :


1) penurunan aliran darah
2) metabolisme O2
3) glukosa didaerah serebral
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

I. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan
rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum
mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan


thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin
hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan
bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi


kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita
Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan


noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2
reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mg, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperiodol

Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan


bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

PENGKAJIAN INDIVIDU
KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA

Tanggal masuk : 18 Mei 2020


Nama Panti : Panti X
I. IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama : Opa A
Umur : 85 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi : Istri
Keluarga yang dapat dihubungi : Istri
Diagnosis medis (bila ada) : Alzheimer
II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Klien mengabaikan kebersihan diri dan tidak mampu mengingat kapan terakhir kali
makan. Klien sering terbangun di malam hari untuk ke toilet tapi malah keluyuran keluar
dan tidak bisa pulang ke rumah
2. Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus :
b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak (v) bertahap
c. Lamanya : sejak dua tahun
d. Tindakan utama mengatasi : oma membuat jadwal kegiatan yang belum da sudah
dilakukan opa
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Klien mengatakan sudah didiagnosa penyakit Alzheimer sejak dua tahun lalu namun masih
bias melakukan kegiatan sehari-hari
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Klien mengatakan ayah klien dulu mempunyai penyakit yang sama yaitu mudah lupa dan
pernah hilang karena tidak bias pulang ke rumah.
V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan Darah (TD) : 140/90 mmHg
b. Nadi : 100x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,5°C
e. Tinggi Badan : 161 cm
f. Berat Badan : 50 kg
2. Kepala dan Rambut
Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna putih, rambut berminyak

3. Mata
Penglihatan sudah mulai berkurang
4. Hidung
Opa A hidung bagus dan simetris
5. Telinga
Opa A pendengarannya masih baik
6. Mulut
Mukosa mulut lembab, gigi tidak bersih
7. Leher
Trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

B. Sistem Pernafasan
RR: 20x/menit, irama pernafasan normal
C. Sistem Kardiovaskuler
HR: 100x/menit, irama dan denyut jantung normal

D. Sistem Pencernaan
Pencernaan tidak normalkarena Opa A sering lupa kapan terakhir kali dia makan

E. Sistem Perkemihan
Lansia mengatakan sering pergi ke toilet pada malam hari, lansia sering lupa untuk
membersihkan diri sehabis BAK. Tercium bau pesing pada.

F. Sistem Integumen
S: 36,5°C, tidak ada lesi/lebam

G. Ekstremitas
1. Ekstremitas atas
Tidak terdapat luka/lebam
2. Ekstremitas bawah
Tidak tedapat luka/lebam

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


A. Pola interaksi dengan lingkungan
Saat mengobrol kadang tidak nyambung dan berbelit-belit hingga lupa topik yang sedang
dibicarakan

B. Bahasa
Klien menggunakan Bahasa Indonesia dengan logat Jawa
C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Perhatian mudah teralihkan dan tidak mudah focus, jarang melakukan eye-contact dengan
lawan bicara

D. Keadaan emosi
Emosi tidak begitu stabil, klien sering mengalami mood swings dan sering tampak murung
E. Persepsi klien tentang kondisinya
Klien mengatakan kondisinya merupakan hal biasa yang dialami oleh orang yang sudah
berumur dan tidak bias disembuhkan

F. Konsep diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan merasa tidak berguna karena penyakitnya

2. Ideal diri
Klien mengatakan dari dulu ingin tinggal bersama anaknya jika sudah tua

3. Harga diri
Klien mengatakan dirinya merupakan beban bagi istrinya yang juga sudah tua

4. Peran diri
Klien mengatakan berperan sbg seorang suami, ayah, dan kakek
5. Identitas diri
Klien seorang laki-laki berusia 86 tahun yg tinggal hanya dgn istri

G. Spiritual
Klien beragama islam dan beribadah shalat 5 waktu setiap hari.

VII. PENGKAJIAN STATUS MENTAL


A. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE (SPMSQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


V 1 Tanggal berapa hari ini (tanggal bulan, tahun)?
V 2 Hari apa hari ini?
v 3 Apa nama tempat ini?
v 4 Dimana alamat anda?
V 5 Berapa umur anda sekarang?
v 6 Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
V 7 Siapa presiden kita saat ini?
V 8 Siapa presiden sebelumnya?
V 9 Siapa nama ibu anda?
v 10 Berapakah 20-3? Hasilnya dikurang 3 dan seterusnya?
Jumlah 6

Hasil Penilaian :
Skor salah sebanyak 4, berarti fungsi intelektual lansia mengalami kerusakan ringan

Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan ringan
Skala 5-7: Fungsi inteletual kerusakan sedang
Skala 8-10: Fungsi intelektual kerusakan berat

B. MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)


Hasil Penilaian: 20, probable gangguan kognitif
Penilaian:
Nilai 24-30: Normal

Nilai 17-23: Probable gangguan kognitif

Nilai 0-16: Definitif gangguan kognitif

VIII. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI


Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari Yesavage
(1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut usia untuk
memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1, nilai 5 atau lebih dapat
menandakan depresi.

NO Pertanyaan Ya Tidak
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda
rasakan dalam 1 minggu terakhir.
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan Ya Tida
saat ini k
2 Apakah anda membatalkan banyak dari rencana Ya Tidak
kegiatan minat anda
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ Ya Tidak
hampa
4 Apakah anda sering merasa kebosanan Ya Tidak
5 Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan Ya Tida
yang baik setiap waktu k
6 Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan Ya Tida
anda tanpa jalan keluar k
7 Apakah anda seringkali merasa bersemangat Ya Tidak
8 Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang Ya Tida
buruk akan menimpa anda k
9 Apakah anda seringkali merasa gembira Ya Tidak
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya Tidak
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya Tidak
12 Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah Ya Tidak
daripada keluar rumah dan melakukan sesuatu hal
yang baru
13 Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa Ya Tidak
depan anda
14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat Ya Tidak
anda
15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tida
k
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya Tidak
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya Tidak
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya Tidak
19 Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan Ya Tida
yang menyenangkan k
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu Ya Tidak
kegiatan
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energi Ya Tida
k
22 Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa Ya Tida
harapan k
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya Tida
k
24 Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik Ya Tida
dari anda k
25 Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Ya Tida
k
26 Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya Tida
k
27 Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang Ya Tida
menyenangkan k
28 Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya Tida
k
29 Apakah mudah bagi anda dalam mengambil Ya Tida
keputusan k
30 Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Ya Tida
k
JUMLAH ITEM YANG TERGANGGU 18

Hasil Penilaian:
Jumlah item yang terganggu: 18, depresi sedang

Keterangan:

Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal berarti
terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai 0, jawaban
kemudian dibuat total skornya, bila:

Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi

Nilai 11-15= depresi ringan

Nilai 16-20= depresi sedang

Nilai 21-30= depresi berat

Jakarta,……………………

(…………………………….)

1. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Keperawatan
1. DS : Hambatan Memori bd Gangguan
 Klien mengatakan 2 tahun yang lalu di Kognitif (00131)
diagnosis penyakit Alzheiner, tapi masih bias
melakukan kegiatan sehari-hari.
 Klien tidak mampu mengingat kapan terakhir
kali makan
 Istri klien mengatakan, klien sering terbangun
di malam hari untuk pergi ke toilet, dan
beberapa kali klien bukannya kembali ke
kamar tidur malah membuka pintu apartemen,
keluyuran diluar dan tidak bias kembali ke
rumah.

DO :
 GDS : 18, depresi sedang
 MMSE : 20, probable gangguan sedang
 SPMSQ : 6, fungsi intelektual lansia
mengalami kerusakan sedang.
2. DS: Pengabaian Diri b.d Gangguan
 Klien mulai mengabaikan kebersihan dirinya. Fungsi Kognitif (000193)
 Klien mengatakan penglihatan sudah mulai
berkurang.
DO:
 Tercium bau pesing.
 SPMSQ: 6, fungsi intelektual lansia mengalami
kerusakan sedang.
 MMSE: 20, probable gangguan kognitif.
 GDS: 18, depresi sedang.
3. DS : Keluyuran bd Gangguan Kognitif
 Istri klien mengatakan, klien sering terbangun (00154)
di malam hari untuk pergi ke toilet, dan
beberapa kali klien bukannya kembali ke
kamar tidur malah membuka pintu apartemen,
keluyuran diluar dan tidak bias kembali ke
rumah.
 Klien mengatakan ayah klien dulu mempunyai
penyakit yang sama yaitu mudah lupa dan
pernah hilang karena tidak bias pulang ke
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan Memori pada Opa
b. Pengabaian Diri pada Opa
c. Keluyuran pada Opa
d. Inkontinensia Urin Fungsional pada Opa

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa NOC NIC


1. Hambatan Memori Setelah dilakukan perawatan, 1. Stimulasi kognitif (4720)
bd Gangguan diharapkan :  Informasikan klien
Kognitif (00131) 1. Memori (0908) mengenai berita terkini
 Mengingat informasi yang tidak mengancam
baru saja terjadi secara  Hadirkan perubahan
akurat, dipertahankan secara berkala
pada skala 1,  Rangsang memori
ditingkatkan ke skala 3 dengan mengulang
 Mengingat informasi pemikiran terakhir klien
yang terbaru secara  Orientasikan klien
akurat, dipertahankan terhadap waktu, tempat
pada skala 1, dan orang.
ditingkatkan ke skala 3  Stimulasi perkembangan
2. Konsentrasi (0905) klien dengan melibatkan
 Mempertahankan aktivitas untuk
perhatian, dipertahankan meningkatkan
pada skala 2, pencapaian dan
ditingkatkan ke skala 4 pembelajaran dengan
 Mempertahankan diri memenuhi kebutuhan
untuk focus, klien.
dipertahankan pada skala  Gunakan alat bantu
2, ditingkatkan ke skala memori : ceklis, jadwal
4 dan catatan peringatan
 Berikan informasi per
bagian bagian kecil
yang konkrit
 Minta klien untuk
mengulang informasi
 Berikan intruksi verbal
dan tertulis.
2. Pengabaian Diri Setelah dilakukan asuhan 1. Bantuan Perawatan Diri
pada Opa keperawatan pada Opa (1800)
diharapkan masalah  Monitor kemmapuan
keperawatan dapat perawatan diri secara
teratasi dengan KH: mandiri.
 Monitor kebutuhan
1. Status Perawatan Diri pasien terkait dengan
(0313) alat-alat kebersihan
 Mempertahankan diri, alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, eliminasi
dipertahankan pada dan makan.
skala 1, ditingkatkan  Berikan lingkungan
ke skala 4. yang terapeutik.
 Menyiapkan makanan  Berikan bantuan
dan minuman untuk sampai pasien
makan, dipertahankan mampu melakukan
pada skala 1, perawatan diri
ditingkatkan ke skala mandiri.
3.  Bantu pasien
 Makan sendiri, menerima kebutuhan
dipertahankan pada terkait dengan
skala 3, ditingkatkan kondisi
ke skala 5. ketergantungan.
 Lakukan pengulangan
2. Status Kesehatan Pribadi yang konsisten
(2006) terhadap rutinitas
 Pola tidur istirahat kesehatan yang
dipertahankan pada dimaksudkan untuk
skala 2, ditingkatkan membangun
ke skala 4. perawatan diri.
 Status kognitif  Dorong pasien untuk
dipertahankan pada melakukan aktivitas
skala 3, ditingkatkan normal sehari-hari
ke skala 5. sampai batas
 Kesehatan mental, kemampuan pasien.
dipertahankan pada  Dorong kemandirian
skala 3, ditingkatkan pasien, tapi bantu
ke skala 5. pasien apabila tak
mampu
3. Kesejahteraan Pribadi melakukannya.
(2002)  Ciptakan rutinitas
 Kinerja aktivitas perawatan diri.
sehari-hari,
dipertahankan pada 2. Manajemen Demensia
skala 1, ditingkatkan (6460)
ke skala 3.  Monitor fungsi
 Kemampuan untuk kognitif.
mengekspresikan  Kenakan gelang
emosi, dipertahankan identitas pasien.
pada skala 3,  Bicara dengan suara
ditingkatkan ke skala jelas.
5.  Berikan waktu
 Kemampuan untuk istirahat untuk
mengontrol aktivitas, mencegah kelelahan
dipertahankan pada dan mengurangi
skala 1, ditingkatkan stress.
ke skala 3.  Monitor nutrisi dan
berat badan.
 Sediakan lingkungan
dengan stimulasi
yang rendah.

3. Peningkatan Koping
(5230)
 Berikan penilaian
[kemampuan]
penyesuaian pasien
terhadap perubahan-
perubahan dalam
citra tubuh, sesuai
dengan indikasi.
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
informasi yang dia
paling tertarik untuk
dapatkan.
 Dukung sikap pasien
terkait dengan
harapan yang
realistis.
 Evaluasi kemampuan
pasien dalam
membuat keputusan.
3. Keluyuran bd Setelah dilakukan perawatan, 1. Manajemen Demensia:
Gangguan Kognitif diharapkan : Keluyuran
(00154) 1. Keluyuran yang aman  Sertakan anggota
(1926) keluarga dalam
 Ketika tidak ditemani, perencanaan,
tetap bertahan di area memberikan, dan
aman. Dipertahankan mengevaluasi
pada skala 3, perawatan, sejauh
ditingkatkan ke skala 5 yang diinginkan
 Bergerak hanya disekitar  Identifikasi pola
ruang sendiri dan public. biasa dari perilaku
dipertahankan pada skala berkeliaran pasien
3, ditingkatkan ke skala  Ingatkan tetangga
5 mengenai perilaku
 Tersesat di area aman. keluyuran pasien
dipertahankan pada skala 2. Pembatasan area (6420)
3, ditingkatkan ke skala  Batasi pada area yang
5 tepat
2. Kejadian melarikan diri  Sediakan pengingat
(1919) secara verbal sesuai
 Meninggalkan tempat dengan kebutuhan,
tinggal yang tidak ada untuk tetap berada di
penjaganya. area yang telah
Dipertahankan pada ditentukan
skala 3, ditingkatkan ke  Bantu klien untuk
skala 5 memodifikasi perilaku
 Terbukannya pintu yang tidak tepat saat
masuk. Dipertahankan dimungkinkan
pada skala 3, 3. Pencegahan melarikan
ditingkatkan ke skala 5 diri (6470)
 Monitor tanda-tanda
keinginan melarikan diri
pada klien
 Batasi klien dengan
mengatur ruangan yang
lebih aman
 Lakukan pemantauan
dengan ketat
4. Inkontinensia Urin Setelah dilakukan asuhan 1. Latihan Kebiasaan
Fungsional keperawatan pada Opa Berkemih (0600)
pada Opa diharapkan masalah  Simpan catatan
keperawatan dapat spesifikasi penahanan
teratasi dengan KH: selama 3 hari untuk
membentuk pola
1. Kontinensia Urin (0502) pengosongan
 Menjaga pola [kandung kemih].
berkemih yang  Tetapkan interval
teratur, dipertahankan jadwal toilet awal,
pada skala 1, berdasarkan pada
ditingkatkan menjadi pola pengosongan
skala 3. [kandung kemih].
 Berkemih pada tempat  Bantu pasien ke toilet
yang tepat, dan dorong untuk
dipertahankan pada mengosongkan
skala 2, ditingkatkan [kandung kemih]
menjadi skala 5. pada interval waktu
 Mengonsumsi cairan yang ditentukan.
dalam jumlah yang  Berikan privasi untuk
cukup, dipertahankan aktivitas eliminasi
pada skala 3, yang dilakukan.
ditingkatkan menjadi  Gunakan kekuatan
skala 5. sugesti (missal: air)
 Memulai dan untuk membantu
menghentikan aliran pasien mngosongkan
urin, dipertahankan kandung kemih.
pada skala 1,  Jangan meninggalkan
ditingkatkan menjadi pasien di toilet
skala 3. selama lebih dari 5
menit.
2. Perawatan Diri: Eliminasi  Jaga interval
(0310) eliminasi jika
 Merespons saat terdapat dua atau
kandung kemih penuh kurang episode
dengan tepat waktu, inkontinensia dalam
dipertahankan pada 24 jam.
skala 3, ditingkatkan  Tingkatkan interval
menjadi skala 5. eliminasi dalam satu
 Mengelap sendiri setengah jam jika
setelah buang urin, pasien memiliki
dipertahankan pada episode inkontinensia
skala 1, ditingkatkan dalam 48 jam, sampai
menjadi skala 5. 4 jam interval optimal
dicapai.

Daftar Pustaka

Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nisa, Kandita Mahran, dan Rika Lisiswanti. 2016. “Faktor Risiko Demensia Alzheimer.” Majority 5 (4):
86.
Robbins, Stanley. L et all. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7. Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Henry W. Querfurth MD, Ph.D, Frank M. LaFerla PD. Mechanisms of Disease : Alzheimer’s Disease.
NEJM. 2011;362:1-16.
https://www.kemkes.go.id/article/view/16031000003/menkes-lansia-yang-sehat-lansia-yang-jauh-dari-
demensia.html (Diakses pada 10 Mei 2020, 21:00)
Alzheimer’s Disease International, diakses pada www.alz.co.uk (Diakses pada 10 Mei 2020, 21:00)

Anda mungkin juga menyukai