Anda di halaman 1dari 6

BAB II ISI MATERI

2.1 Definisi Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Nama lainnya adalah Mongolism atau Trisomi 21, yaitu kelainan kromosom berupa trisomi 21, ditandai dengan gejala khas berupa gangguan mental dan gambaran dismorfik wajah

2.2 Patofisiologi Angka kejadian sindroma down adalah 1 : 800 kelahiran. Dan usia ibu pada saat hamil merupakan faktor resiko yang penting untuk menentukan kemungkinan bayi lahir dengan sindroma down, yaitu: Usia ibu 35 tahun: 1/385 Usia ibu 40 tahun: 1/106

Usia ibu 45 tahun: 1/30 Adanya ekstra kromosom nomor 21 memberikan pengaruh pada

banyak sistem organ, sehingga membentuk spektrum fenotip sindroma down yang luas, antara lain: 1. Adanya kromosom 21q 22.3 menyebabkan: a. Keterlambatan mental b. Gambaran wajah khas (Mongolism) c. Anomali jari tangan d. Kelainan jantung bawaan 2. Adanya kromosom 21q 22.1-q 22.2 menyebabkan: a. Kelainan susunan saraf pusat (keterlambatan mental) b. Kelainan jantung bawaan.

2.3 Gejala dan Tanda Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput

(dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan

cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

2.4 Pemeriksaan dan Diagnostik


y

Anamnesis:
o o

Riwayat sering menderita ISPA Muntah sekunder karena atresia duodenal dan gangguan buang air besar karena Hirschsprungs Disease

Kejang (5-10%), pada bayi terbanyak berupa spasme infantil dan pada anak besar bersifat tonik klonik

Pemeriksaan fisik: o o o o Gangguan mental dari sedang sampai dengan berat dengan IQ 20-85 Hipotoni yang berkurang dengan bertambahnya usia Brakisefali, mikrosefali, ubun-ubun melebar dan terlambat menutup Fisura palpebra yang miring (slanting), lipatan epikantus bilateral, gangguan refraksi, strabismus, nistagmus dan katarak kongenital o o Tulang hidung hipoplastik dan flat nasal bridge Lidah yang cenderung menjulur, fisura pada lidah, anak bernafas dengan mulut, berliur, agenesis dan malformasi gigi

Telinga kecil, over folded helix, gangguan pendengaran (66-89%) mencapai > 15-20 db.

o o

Kelainan jantung bawaan (40-50%), berupa aritmia dan palpitasi Jari tangan pendek-pendek dan gemuk, form finger line, hiperekstensi persendingan jari tangan.

Pemeriksaan laboratorium:
o

Studi sitogenetik: Karyotyping penderita dan orang tua penderia (untuk kepentingan konseling genetik) Pemeriksaan lainnya:


Fluorescence In Situ Hybridization (FISH): digunakan untuk mendeteksi Trisomi 21 secara cepat, baik pada masa prenatal maupun masa neonatal.

Thyroid-stimulating hormone (TSH) and Thyroxine (T4): untuk menilai fungsi kelenjar tiroid. Dilakukan segera setelah lahir dan berkala setiap tahun.

Pemeriksaan radiologi: X-foto kepala: brakisefali, mikrosefali, hipoplastik tulang-tulang wajah dan sinus X-foto tangan: hipoplastik tulang falangs tengah

Pemeriksaan lainnya: EKG: untuk mendeteksi kemungkinan kelaian jantung bawaan ABR: untuk menentukan derajad gangguan pendengaran/ketulian DDST: untuk deteksi dini gangguan tumbuh kembang

2.5 Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-

hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

2.6 Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat. Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki sindroma down. Prinsip pengobatan medis digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup dan

memperpanjang usia penderita dengan cara:


y

Pencegahan terhadap infeksi

y y y y

Rehabilitasi medis Alat bantu pendengaran bila didapatkan gangguan pendengaran Pengobatan dan pelatihan perilaku dilakukan jika ada kelainan psikiatri Hormon tiroid diberikan bila didapatkan tanda-tanda hipotiriod, untuk mencegah terjadinya deteorisasi intelektual dan memperbaiki kemampuan individual

2.7 Prognosis Kematian biasanya disebabkan kelainan jantung bawaan. Adanya penurunan kadar IgG menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi. Dengan penatalaksaanan multidisiplin penderita diharapkan dapat mandiri dan tidak tergantung dari orang lain.

Anda mungkin juga menyukai