Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

INVAGINASI DAN MALROTASI

Disusun oleh:
Putu Bagus Wisnu Mahadiputra 217100083

PEMBIMING:
dr. Agoes Boediono, Sp.A.

KSM ILMU KEDOKTERAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

NGANJUK

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan karunia-Nya, para penulis dapat menyelesaikan referat dengan

judul “Invaginasi Dan Malrotasi Pada Bayi Dan Anak”. Penyusunan referat ini

bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Penyakit Anak

di RSUD Nganjuk.

Penulis berharap referat ini kedepannya berguna bagi kita semua,

khususnya bagi kami dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik

untuk memperlancar studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima

kasih kepada dr. Agoes Boediono, Sp. A yang telah membimbing kami dalam

menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan segala masukan, kritik, dan saran demi

sempurnanya tulisan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi semua

pihak yang terkait.

Nganjuk, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................v
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
BAB II...............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................4
2.1 Malrotasi...................................................................................................................
2.1.1 Definisi.......................................................................................................4
2.1.2 Epidemiologi.............................................................................................4
2.1.3 Etiologi......................................................................................................5
2.1.4 Faktor resiko.............................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...............................................................................................7
2.1.6 Klasifikasi..................................................................................................8
2.1.7 Manifestasi klinis......................................................................................9
2.1.8 Pemeriksaan penunjang...........................................................................9
2.1.9 Penatalaksanaan.....................................................................................13
2.1.10 Komplikasi..............................................................................................14
2.1.11 Prognosis.................................................................................................14
2.2 Invaginasi............................................................................................................14
2.2.1 Definisi.....................................................................................................................
2.2.2 Epidemiologi...........................................................................................................
2.2.3 Etiologi Dan Faktor Risiko....................................................................................
2.2.4 Patofisiologi.............................................................................................................
2.2.5 Gejala klinis............................................................................................................
2.2.6 Pemeriksaan penunjang........................................................................................
2.2.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................
2.2.8 Prognosis.................................................................................................................
2.2.9 Komplikasi..............................................................................................................
BAB III............................................................................................................................22

iii
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................22
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Malrotasi dan volvulus.........................................................................6

Gambar 2. Jenis – jenis Invaginasi.......................................................................20

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malrotasi usus adalah kelainan bawaan berupa kegagalan perputaran

atau rotasi usus, terutama usus bagian tengah, selama perkembangan

embriologik terjadi pada kehamilan 10 minggu. Malrotasi dapat disertai

volvulus. Volvulus adalah kelainan berupa puntiran segmen usus terhadap

usus itu sendiri dapat terjadi karena usus tidak terfikasi dengan benar pada

dinding usus melainkan menggantung pada mesenterika, menyebabkan

obstruksi saluran cerna dan menghentikan pasokan oksigen dan nutrisi ke

usus. Gejala malrotasi disertai volvulus pada bayi umumnya muntah

kehijauan, nyeri perut, perut kembung, tinja berdarah, dan gagal tumbuh.

Manifestasi klinik lain pada bayi adalah dehidrasi bayi akan sering muntah

dan volvulus menyebabkan nekrosis usus (Sutisna, 2020).

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam

segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi

ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intususepsi.

Umumnya bagian yang proksimal (intussuseptum) masuk ke bagian distal

(intususepien). Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dibidang

ilmu bedah dimana suatu segmen usus masuk kedalam lumen usus bagian

distalnya sehingga dapat menimbulkan gejala obstruksi dan pada fase lanjut

apabila tidak segera dilakukan reposisi dapat menyebabkan strangulasi usus

yang berujung pada perforasi dan peritonitis (Octaria,2020).

1
2

Malrotasi merupakan kelainan usus bawaan dalam rongga peritoneum

dan biasanya melibatkan usus halus dan usus besar. Kelainan ini terjadi pada

kehamilan 10 minggu. Malrotasi terjadi pada sekitar 1 dari 500 kelahiran.

Malrotasi biasanya didiagnosis pada bayi baru lahir dan bayi muda. sekitar

75% kasus gejala timbul pada bayi baru lahir dan sampai 90% terjadi dalam 1

tahun kehidupan. (Jurnalis, 2012).

Insiden terjadinya invaginsi 70% terjadi pada usia <1 tahun tersering

usia 6-7 bulan, anak laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan.

Sebesar 90-95 % invaginasi pada anak < 1 tahun tidak dijumpai adanya

kelainan pada ususnya yang dikenal dengan istilah infantile idiopathic

intussusception. Diduga karena penebalan dinding usus, terutama ileum

terminal akibat hiperplasi jaringan limfoid submukosa oleh peradangan virus

yaitu adeno virus dan retrovirus. (Octaria, 2020).

Laporan dari Jerman mengungkapkan peningkatan risiko intususepsi

pada 7 hari pertama setelah vaksinasi jika vaksin diberikan sebelum bayi

berusia 12 minggu, risiko intususepsi adalah 1 dari 50.000 anak, sedangkan

jika diberikan setelah 12 minggu, risiko menjadi 1 dari 20.000 anak (Octaria,

2020).

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya

pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam

dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik

(Octaria, 2020).
3

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas malrotasi dan

invaginasi pada anak dan bayi agar dapat menentukan terapi yang sesuai pada

kondisi tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malrotasi

2.1.1 Definisi

Malrotasi merupakan kelainan usus bawaan dalam rongga

peritoneum dan biasanya melibatkan usus halus dan usus besar. Kelainan ini

terjadi pada kehamilan 10 minggu. Malrotasi usus adalah keadaan darurat

medis yang biasanya memerlukan pembedahan segera. Keterlambatan

dalam diagnosis dan pengobatan dapat mengakibatkan nekrosis usus halus,

sindrom usus pendek dan ketergantungan pada nutrisi parenteral total

(Jurnalis, 2012)

Malrotasi merupakan gagalnya suatu rotasi/perputaran dan fiksasi

normal pada organ dalam terutama usus tengah, selama perkembangan

embriologik. Malrotasi dapat terjadi disertai atau tanpa volvulus. Volvulus

dapat terjadi apabila usus tidak terfiksasi dengan benar pada dinding usus,

tetapi menggantung pada jaringan mesenterika sehingga menyebabkan usus

terpuntir dan menghentikan aliran darah ke usus. Apabila volvulus

mengenai seluruh bagian usus maka keadaan ini disebut volvulus midgut

(Jurnalis, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Insiden malrotasi usus terdapat pada 1 dari 500 kelahiran hidup.

Hampir 60% kasus terjadi pada 1 bulan kehidupan, sekitar 20% kasus

terjadi pada usia 1 bulan sampai 1 tahun, dan sisanya muncul pada usia

4
lebih dari 1 tahun, yaitu pada masa anak-anak bahkan dapat terjadi pada

orang dewasa dengan insiden yang lebih kecil dibandingkan anak. Malrotasi

dapat

5
5

merupakan kelainan kongenital tunggal tetapi biasanya malrotasi ditemukan

bersama kelainan kongenital lain. Sekitar 70% anak dengan malrotasi usus

juga memiliki kelainan lain seperti kelainan jantung, limpa, hati dan sistem

pencernaan lain. Mortalitas pada bayi yang mengalami malrotasi adalah

sekitar 30% padatahun 1950-an dan 1960-an, tetapi kemudian menurun

hingga 3%–5%. Volvulus banyak menyerang usia neonatus, yaitu 68-71%.

Infant dengan malrotasi, sebanyak 40% bermanifestasi klinis saat minggu

pertama kelahiran, 50% pada bulan pertama dan sisanya bermanifestasi

lebih dari 1 bulan( Jurnalis, 2013)

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari malrotasi adalah dari embriologik. Lengkung usus

tengah yang terletak pada ujung umbilikus berotasi sebesar 90 derajat

berlawanan arah jarum jam (dilihat dari anterior) dengan arteri

mesenterika superior sebagai aksisnya (lengkung kranial mengarah ke

kanan bawah sedangkan lengkung kaudal naik ke kiri atas). Proses

tersebut lengkap setelah minggu ke-8. Selama rotasi, lengkung kranial

usus tengah memanjang dan membentuk lengkung jejunum-ileum,

sedangkan perluasan dari sekum membentuk suatu tunas yaitu apendiks

vermiformis. Pada minggu ke-10 intrauterin, sekum dan usus halus

kembali keintra abdomen dari saluran tali pusat (Jurnalis, 2013).

Sekum mengadakan rotasi menuju ke kuadran kanan bawah dan

usus halus berotasi dengan aksis arteri mesenterika superior, sehingga

sekum terfiksasi pada kanan bawah dan usus halus terfiksasi pada

peritoneum posterior. Setiap hambatan rotasi dan kembalinya sekum dan


6

usus halus ke abdomen pada setiap tempat menyebabkan pembentukan

pita ( Ladd’s band) yang menyilang duodenum dan sekum yang tidak

berotasi sempurna dan menyebabkan mesenterium usus halus tidak

terfiksasi pada dinding posterior abdomen. Usus halus bebas bergerak

tanpa fiksasi sehingga memungkinkan terjadinya volvulus. Midgut

merupakan bagian embriologis yang kemudian menjadi duodenum,

jejunum, ileum, sekum, apendiks, kolon asending, kolon bagian fleksura

hepatik dan kolon transversal pada manusia pasca lahir (Jurnalis, 2013)

Volvulus midgut merupakan keadaan yang disebabkan oleh

kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa embriologi dan

merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrik karena menyebabkan

adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus. Kasus volvulus midgut

banyak ditemukan pada satu tahun pertama kehidupan. Beberapa kasus

volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia masih menjadi janin dan

mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang mungkin

menyebabkan volvulus midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah

akibat tidak adanya otot dari saluran cerna dan defek mesenterika

(Jurnalis, 2013)
7

Gambar 1. Malrotasi dan volvulus

2.1.4 Faktor resiko

Factor resiko dari malrotasi masih belum diketahui secara pasti

namun dari beberapa jurnal mengatakan adanya kaitannya dengan factor

genetik Autosomal dominant, autosomal recessive, X-linked dan

chromosomal.(Martin, 2010)

2.1.5 Patofisiologi

Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi

perkembangan intestinal fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan

perkembangan tube serta rotasi hingga 270°. Jika loop duodenum tetap

berada pada sisi kanan abdomen dan loop sekokolik berada pada bagian

kiri dari arteri mesenterika superior terjadilah non rotasi dari intestinal

loop. Malrotasi terjadi jika terdapat gangguan rotasi duodenal, yang

seharusnya lengkap 270°menjadi hanya 180° dan loop sekokolik

kehilangan rotasi 180° dari rotasi normalnya, menyebabkan sekum terletak

diatas (mid abdomen) atau letak tinggi. Malrotasi menyebabkan sekum

terletak diatas, di mid abdomen beserta dengan tangkai peritoneal yang

disebut Ladd’s Bands. Ladd’s Bands merupakan jaringan fibrosis dari

peritoneal yang melekatkan sekum didinding abdomen dan menimbulkan

obstruksi pada duodenum serta khas terdapat pada malrotasi intestinal.

Malrotasi dari intestinal loop dapat bersifat asimptomatik, namun beresiko

terhadap adanya volvulus dikemudian hari. Lumen usus yang tersumbat

secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang

ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,yang menurunkan


8

pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Pengaruh atas kehilangan

ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan

hipovolemi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan

asidosis metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat

distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi

toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik

untuk menyebabkan bakteriemia. Bakteriemia dan hipovolemi ini

kemudian menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS (systemic

inflamatory response syndrome) (Jurnalis, 2013).

2.1.6 Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis dari malrotasi yang dapat terjadi yaitu:

(Jurnalis, 2013)

a. Nonrotasi

Pemanjangan dari midgut dimana tidak terjadi rotasi atau rotasi yang

terjadi adalah 90° berlawanan arah jarum jam. Kolon berada pada sisi kiri

dan usus halus bergerak kearah kanan dari garis tengah. Mesenterium pada

gilirannya membentuk basis yang sempit sebagai perpanjangan usus pada

arteri mesenterium superior tanpa terjadi rotasi. Volvulus midgut dan

obstruksi duodenum adalah merupakan resiko yang signifikan.

b. Hernia mesokolika

Hernia mesokolika adalah merupakan anomali yang jarang terjadi.

Terjadinya kegagalan fiksasi dari pada sisi kanan atau kiri dari mesokolon

pada dinding posterior tubuh. Hal ini merupakan predisposisi untuk


9

terperangkapnnya usus halus pada sisi lainnya yang dapat menyebabkan

obstruksi, inkarserata dan strangulata.

c. Rotasi tidak sempurna

Berhentinya rotasi pada stadium dua rotasi normal. Terjadi pada 80%

neonatus. Jeratan peritoneal (Ladd’s Band) berjalan dari arah yang salah

dari caecum yang terletak pada tempat yang salah, yang kemudian

menyilang duodenum dan melalui permukaan bawah dari hepar atau

dinding posterior abdomen kearah mesenterium. Hal ini dapat menyebabkan

obstruksi duodenum. Jeratan ini (Ladd’s band) adalah merupakan refleksi

peritoneal yang abnormal. Mesenterium juga berubah membentuk basis

sempit dan cenderung untuk mengalami perputaran atau torsi searah jarum

jam.

d. Rotasi terbalik

Rotasi terbalik adalah anomali yang jarang terjadi. Usus berotasi

dengan derajat yang bervariasi secara langsung searah dengan jarum jam.

Duodenojejunal loop terletak anterior dari arteri mesenterika superior dan

cecocolic loop pada retroarterial yang dapat memulai terjadinya obstruksi

kolon. Sekum mungkin dapat berada pada sisi kanan atau kiri.

2.1.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis lain pada bayi dengan malrotasi adalah dehidrasi

akibat muntah yang sering dengan gejala bayi tampak gelisah, tidak tenang,

BAK yang berkurang, letargi, UUB cekung dan mukosa bibir kering.

Apabila terjadi volvulus, aliran darah usus dapat berkurang sehingga

menimbulkan nekrosis usus dan bayi dapat menunjukkan gejala peritonitis


10

atau syok septik berupa hipotensi, gagal nafas, hematemesis atau melena

(Jurnalis, 2013)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak banyak membantu

diagnosis volvulus, namun berguna untuk persiapan operasi. Pemeriksaan

penunjang laboratorium juga dapat mengkonfirmasi adanya komplikasi dari

volvulus. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai

elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan

pada obstruksi saluran cerna. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik

atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.

Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah

menunjukkan abnormalitas pada pasien dengan alkalosis metabolik bila

muntah berat, dan asidosis metabolik bila ada tanda - tanda syok dan

dehidrasi. (Jurnalis, 2013)

2. Pemeriksaan Radiologis

Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau

radiologis diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat

dilakukan adalah : (Jurnalis, 2013)

a. Foto polos Abdomen.


11

Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat menunjukan

adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung

dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara

dengan cairan (air-fluid level ). Foto dengan kontras dapat menunjukan

adanya obstruksi, baik bagian proksimal maupun distal. Malrotasi dengan

volvulus midgut patut dicurigai bila duodenojejunal junction berada di

lokasi yang tidak normal atau ditunjukan dengan letak akhir dari kontras

berada. Foto dengan kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian

bawah, dilakukan juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk

mencurigai adanya penyakit Hirschsprung, meconium plug syndrome

dan atresia.

b. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis volvulus,

namun pada pemeriksaan ini didapatkan cairan intraluminal dan edema di

abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomi arteri dan vena

mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi,

walaupun tidak selalu. Gambaran lain yang dapat terlihat pada

pemeriksaan USG adalah gambaran “whirpool sign” yang merupakan

gambaran pembuluh darah mesenterika yang mengalami lilitan dapa

volvulus midgut.

c. Upper gastrointestinal (UGI) series

Apabila pemeriksaan USG tidak dapat mendiagnosis malrotasi dengan

volvulus, maka perlu dilakukan pemeriksaan uppergastrointestinal (UGI)


12

series. Pemeriksaan ini dapat digunakan dengan cepat dan relatif aman

karena dapat mengidentifikasi adanya malrotasi dan volvulus denagn

menunjukkan adanya abnormalitas posisi usus. Pada UGI series, dapat

menunjukkan posisi Ligament Treitz, yaitu suatu pita jaringan yang

memfiksasi duodenum pada dinding retroperitoneum dan dapat juga

menunjukkan posisi duodenojejunal junction dan usus yang berada di kiri

garis tengah. Pada malrotasi, tampak perubahan posisi usus dari garis

tengah. Adanya volvulus dapat diindikasikan apabila terdapat gambaran

dilatasi lambung dan duodenum akibat obstruksi setinggi duodenum dan

gambaran klasik “corkscrew” yang merupakan gambaran duodenum dan

yeyunum proximal yang terpelintir di sekitar aksis mesenterika. Pada

kasus yang sudah mengalami iskemia usus dapat terlihat gambaran

dilatasi usus halus.

d. Barium Enema

Barium sulfat menghasilkan gambaran radiopak (muncul di X-ray)

digunakan sebagai media kontras, kemudian dibiarkan mengalir ke dalam

usus besar. Udara dapat menggembung di dalam usus besar untuk

membesarkan dan memberikan gambar yang lebih baik (sering disebut

"double-contrast"). Jika ada perforasi usus yang diduga terjadi, sebuah

kontras larut air digunakan sebagai pengganti dari barium. Prosedur ini

dinyatakan sangat mirip, walaupun gambar tidak cukup baik. Sebuah

enema barium jelas menampilkan herniasi kolon. Masalah lain seperti

divertikulosis (kantong kecil terbentuk pada dinding usus besar yang bisa

mengalami peradangan) dan intususepsi dapat ditemukan. Sebuah


13

apendisitis akut yang terjadi atau puntiran dari loop usus juga dapat

dilihat. Jika gambar normal menyebabkan fungsional seperti irritable

bowel syndrome (IBS) dapat dipertimbangkan.

e. CT scan abdomen

CT scan abdomen mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk

mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Namun, CT

scan jarang digunakan untuk mendiagnosis malrotasi tanpa volvulus.

Gambaran CT scan malrotasi dengan volvulus meliputi gambaran

pembuluh darah mesenterika dan usus yang melilit (whirl pattern), edema

mesenterika akibat obstruksi pembuluh vena dan limfe serta dilatasi

lambung dan duodenum

2.1.9 Penatalaksanaan

Prioritas utama penatalaksanaan pada malrotasi adalah dengan

mendiagnosis adanya volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah

adanya nekrosis jaringan dan syok hipovolemik akibat muntah dan

kehilangan cairan di abdomen. SIRS juga dapat menyertai komplikasi dari

volvulus, sehingga perlu untuk dilakukan tatalaksana resusitasi yang cepat

jika ada tanda-tanda komplikasi. Prinsip resusitasi adalah dengan

mengurangi kehilangan cairan dan mencegah terjadinya inkarserasi dan

strangulasi. Lakukan resusitasi cairan segera, sementara menunggu untuk

dilakukan tindakan operatif. Pipa nasogastrik direkomendasikan untuk

mengurangi muntah serta pipa rectal untuk dekompresi volvulus usus besar

serta untuk mengurangi obstruksi akibat feses dan gas. Persiapan pra-bedah
14

harus cepat, karena harus segera menyelamatkan usus halus yang terancam

nekrosis. Tata laksana bayi dan anak dengan malrotasi dan volvulus adakah

dengan tindakan bedah menggunakan prosedur Ladd. Prosedur Ladd

merupakan suatu prosedur bedah yang terdiri dari tindakan distorsi volvulus

midgut, membebaskan pita peritoneal, vertikalisasi duodenum, apendiktomi

dan mengembalikan posisi kolon dan sekum pada tempatnya di kiri

abdomen (Jurnalis, 2013).

2.1.10 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah usus

mengalami perforasi dan infeksi dari rongga perut bila volvulus yang

menyumbat usus tersebut tidak segera diperbaiki. Komplikasi juga dapat

timbul post-operasi, yaitu sindrom usus yang pendek (akibat pemotongan

saat operasi) dan radang pada peritoneum (peritonitis) (Jurnalis ,2013).

2.1.11 Prognosis

Prognosis pasien dengan volvulus tergantung dari komplikasi yang

menyertai serta cepatnya penanganan. Volvulus midgut mempunyai angka

mortalitas 3-15%. Penundaan operasi akan meningkatkan angka mortalitas.

Pada pasien dengan nekrosis saluran cerna, reseksi dapat meningkatkan

angka kelangsungan hidup. Angka kejadian kekambuhan juga banyak

dilaporkan pada tindakan sekopeksi dan sigmoidopeksi serta tindakan

dekompresi tanpa tindakan operatif. Pada penelitian Berge, keadaan bayi

dengan malrotasi usus dan volvulus midgut setelah operasi menyatakan


15

bahwa hampir 7 % bayi gejalanya akan menghilang, 8% bayi mengalami

perbaikan gejala dan 14% bayi gejalanya tetap. (Jurnalis, 2013)

2.2 Invaginasi

2.2.1 Definisi

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke

dalam segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya

obstruksi ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai

intususepsi. Umumnya bagian yang proksimal (intussuseptum) masuk ke

bagian distal (intususepien). Invaginasi dapat juga terjadi setelah

laparotomi yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini

terjadi akibat gangguan peristaltik usus disebabkan manipulasi usus yang

kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal

(Octiara & Wahyuni, 2020).

Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dibidang ilmu

bedah. Perjalanan penyakit ini bersifat progresiv. Insiden 70% terjadi pada

usia < 1 tahun tersering usia 6-7 bulan, anak laki-laki lebih sering

dibandingkan anak perempuan (Sander, 2014).

2.2.2 Epidemiologi

Insidens intususepsi di dunia memiliki variasi luas. Pada anak di

bawah usia 1 tahun, insidens mulai dari 35 tiap 100.000 anak di Brazil

sampai 1200 tiap 100.000 anak di Inggris. Telaah literatur tahun 2013

menilai epidemiologi intususepsi di bawah usia 18 tahun di dunia pada

tahun 2002 – 2012; penelitian itu mengungkapkan 44.454 kejadian

intususepsi di wilayah Amerika Utara, Asia, Eropa, Oseania, Afrika,


16

Mediteranian Timur, Amerika Selatan juga Amerika Tengah. Angka

kejadian terendah adalah pada usia 0 – 2 bulan, yaitu 13-37 per 100.000

orang dan insidens tertinggi pada usia 4 – 7 bulan, yaitu 97 – 126 per

100.000 orang. beberapa penelitian skala nasional juga dilakukan di

beberapa negara Asia, antara lain Taiwan dan Malaysia. Penelitian

nasional mengenai intususepsi diadakan karena adanya kontroversi bahwa

vaksin rotavirus berhubungan dengan peningkatan risiko intususepsi

jangka pendek; 78,9% kasus intususepsi di Taiwan terjadi pada usia di

bawah 5 tahun, 83,1% kasus intususepsi pada usia di bawah 10 tahun,

15,8% kasus pada usia 20 tahun ke atas. Angka kejadian paling rendah

pada dewasa muda. Sedangkan di Malaysia, 74,2% kasus pada anak di

bawah usia 1 tahun, 58,1% pada anak laki – laki.6,7 Data epidemiologi di

Indonesia sampai sekarang ini belum ditemukan.

2.2.3 Etiologi Dan Faktor Risiko

Pada anak – anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus

idiopatik. Kasus intususepsi idiopatik seringkali diasumsikan karena

peristaltik usus yang tidak terkoordinasi, atau karena hiperplasia limfoid,

yang mungkin terjadi pada infeksi gastrointestinal. Perbedaan asupan

makanan pada bayi, ASI, antibodi maternal, prevalensi enteropatogen

seperti adenovirus dan rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya

intususepsi. Hanya 10% kasus intususepsi pada anak yang termasuk

intususepsi sekunder, yaitu mempunyai patologi pada usus, seperti massa

fokal atau abnormalitas dinding usus. Adanya patologi pada usus ditandai

dengan gejala obstruksi usus yang lebih menonjol, segmen usus yang
17

terkena intususepsi lebih panjang, dan adanya cairan bebas intraperitoneal

(Djaya, 2019).

2.2.4 Patofisiologi

Suatu segmen usus berikut mesenterium atau mesokolon masuk ke

lumen usus bagian distal oleh suatu sebab. Proses selanjutnya adalah

proses obstruksi usus strangulasi berupa rasa sakit dan perdarahan peranal.

Sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap dan sering disertai

rangsangan muntah. Darah yang keluar peranal merupakan darah segar

yang bercampur lendir Proses obstruksi usus sebenarnya sudah terjadi

sejak invaginasi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu,

umumnya setelah 10- 12 jam sampai menjelang 24 jam (Sander, 2014).

Secara klasik perjalanan invaginasi adalah anak atau bayi yang

biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan,

terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang

dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung

dalam beberapa menit. Diluar serangan anak atau bayi kelihatan seperti

normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi (Octiara,

2020)

2.2.5 Gejala klinis

Penemuan klinis tergantung dari lamanya invaginasi terjadi.

Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Mungkin beberapa hari

sebelumnya menderita radang saluran nafas atau diare. Bayi tiba-tiba

menangis seperti menahan sakit untuk beberapa menit kemudian diam,


18

main-main atau tidur kembali. Sering disertai muntah berupa

minuman/makanan yang masuk.

Gejala klinis dari invaginasi adalah TRIAS gejala yang terdiri dari:

1) Nyeri perut yang bersifat kolik

2) Muntah

3) Berak lendir darah (red currant jelly = selai kismis merah).

Adapula yang menyebutkan bahwa TRIAS gejala tersebut adalah:

1) Nyeri perut yang bersifat kolik

2) Teraba massa tumor diperut seperti sosis (sausage’s sign)

3) Berak lendir darah. Sekum yang teraba kosong disebut dengan “dance’s

sign”.

2.2.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus

invaginasi yaitu penggunaan ultrasonografi makin meningkat karena tidak

invasif, bebas radiasi, tidak nyeri, cepat, dan relatif murah (Djaya, 2019).

Pada colok dubur (rectal toucher) dapat ditemukan sebagai berikut

menurut (Sander, 2014) :

1. Tonus sfingter ani melemah

2. Mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio/pseudo

portio (portio like appearance)


19

3. Bila jari di tarik, maka akan keluar darah bercampur lendir (Currant

jelly stool’s)

Foto polos abdomen 3 posisi akan ditemukan tanda-tanda obstruksi dengan

gambar “air fluid levels” dan distribusi udara dalam usus tidak merata.

barium enema adalah menjadi sarana diagnostik. Barium enema

juga dapat mengidentifikasi lesi patologis lebih baik. Namun, penggunaan

barium lebih sering menimbulkan peritonitis septik dan gangguan

elektrolit jika terjadi perforasi usus halus. Angka keberhasilan barium

enema sebagai terapi sekitar 40 – 90% tergantung banyak faktor yang

berkaitan dengan pasien, operator, ataupun institusi.

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari invaginasi pada umumnya meliputi resusitasi,

kofirmasi diagnostik melalui ultrasonografi, reduksi hidrostasis, reduksi

dengan barium enema (kecuali anak mengalami tanda-tanda peritonitis),

dengan intervensi bedah merupakan pilihan terakhir. Keberhasilan

penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan

diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari

serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik

(Octaria, 2020)

Perbaikan keadaan umum dikerjakan sebelum melakukan tindakan

pembedahan. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa

perfusi jaringan telah baik. Pasang sonde lambung (NGT) untuk tujuan

dekompresi dan mencegah aspirasi. Rehidrasi cairan elektrolit dan atasi


20

asidosis bila ada. Berikan antibiotika profilaksis dan obat sedativa, muscle

relaxan, dan atau analgetika bila diperlukan. Tindakan yang dikerjakan

oleh ahli bedah tergantung pada temuan intra-operasi. Invaginasi sering

ditemukan di daerah sekum, pada suatu segmen ileum terminal yang

berkaliber kecil menyusup masuk kedalam sekum yang berkaliber lebih

besar (Sander, 2014).

Jenis invaginasi dapat berupa :

A. Invaginasi ileo-colica

B. Invaginasi ileo-ileal.

C. Invaginasi ileo – caecal.

Gambar 2. Jenis – jenis Invaginasi

Reposisi manual dapat dilakukan dengan cara milking yaitu

gerakan seperti memerah susu dengan tujuan untuk mengeluarkan

invaginat. Reseksi usus dilakukan bila telah terjadi perforasi atau ganggren

pada invaginat, kemudian dilakukan anastomosis bila memungkinkan, bila

tidak mungkin dilakukan “eksteriorisasi” atau ileostomy (Sander, 2014)


21

2.2.8 Prognosis

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya

pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24

jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih

baik. Angka kekambuhan mencapai 5% bila dilakukan reduksi hidrostatik

dan 2% bila dilakukan pembedahan (Sander, 2014)

2.2.9 Komplikasi

Invaginasi dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada bagian usus

yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis selain itu terdapat

juga komplikasi pasca operasi yaitu Komplikasi yang dapat terjadi pasca

operatif pada pasien bayi dan anak-anak antara lain: instabilitas sistem

kardiovaskuler, insufisiensi sistem respirasi, instabilitas temperatur tubuh,

menggigil, agitasi, retensi urin, ataupun yang paling sering terjadi adalah

mual dan muntah. Oleh karena itu pemantauan ketat terhadap tanda-tanda

vital pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, laju napas, saturasi

oksigen, dan suhu harus dilakukan (Octaria, 2020)


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam

segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi

ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.

Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal

(intususepien). Anak dengan invaginasi membutuhkan tatalaksana emergensi

karena menyebabkan strangulasi usus yang berujung pada perforasi dan

peritonitis serta iskemik usus. Hal ini juga dapat menyebkan terjadinya

kehilangan cairan yang masif, keseimbangan elektrolit, dan mudah terjadi

infeksi. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen anestesi secara preoperatif,

intraoperatif maupun pascaoperatif untuk memastikan kebutuhan cairan dan

elektrolit terpenuhi dan menjaga pasien untuk selalu normotermia. Reposisi

hidrostatik atau pneumostatik hanya dilakukan apabila invaginasi masih dalam

fase awal (early phase). Milking merupakan tindakan reposisi operatif pada

invaginasi. - Prognosis semakin memburuk apabila invaginasi dioperasi pada

fase lanjut. Malrotasi usus adalah kelainan bawaan berupa kegagalan

perputaran atau rotasi usus, terutama usus bagian tengah, selama

perkembangan embriologik terjadi pada kehamilan 10 minggu. Malrotasi

dapat disertai volvulus. Volvulus adalah kelainan berupa puntiran segmen

usus terhadap usus itu sendiri dapat terjadi karena usus tidak terfikasi dengan

benar pada dinding usus melainkan menggantung pada mesenterika,

menyebabkan obstruksi saluran cerna dan menghentikan pasokan oksigen dan

22
nutrisi ke usus. Terdapat beberapa jenis dari malrotasi yang dapat terjadi yaitu

nonrotasi, hernia mesokolika rotasi tidak sempurna dan.rotasi terbalik.

Manifestasi klinis lain pada bayi dengan malrotasi adalah dehidrasi akibat

muntah yang sering dengan gejala bayi tampak gelisah, tidak tenang, BAK

yang berkurang, letargi, ubun ubun cekung dan mukosa bibir kering. Prioritas

utama penatalaksanaan pada malrotasi adalah dengan mendiagnosis adanya

volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis jaringan

dan syok hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan di abdomen.

Penatalaksanaan definitif pada malrotasi adalah dengan operasi bedah.

3.2 Saran

1. Profesi Kedokteran

Saran penulis kepada tenaga kesehatan agar kiranya lebih aktif

dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai malrotasi dan

invaginasi pada anak dan neonatus, dan juga orang tua diberikan

penyuluhan agar para orang tua mampu mengenali malrotasi dan

invaginasi, mengingat cukup sulit untuk mengidentifikasinya.

2. Penulis Selanjutnya

Melanjutkan yang belum sempat dituliskan mengenai

penatalaksanaan malrotasi dan invaginasi pada anak dan neonatus,

dapat di gunakan sebagai referensi untuk penulis selanjutnya yang

akan mengambil topik yang sama.

23
DAFTAR PUSTAKA

Djaya, A. M. E. S., 2019. Diagnosis Dan Tatalaksana Intususepsi. 46(3), pp. 189-
192.
Octiara, D. L. & Wahyuni, A., 2020. Manajemen Anestesi Pada Pediatri Dengan
Invaginasi : Sebuah Laporan Kasus. JK UNILA, 4(1), pp. 70-79.
Sander, M. A., 2014. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika Bagaimana Mengenali Gejala
Klinis Sejak Awal Dan Penatalaksanaannya ?. Jurnal UMM, 5(1), pp. 16-22
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., & Russelly, A. (2013). Jurnal Kesehatan Andalas.
2013; 2 (2) Malrotasi dan Volvulus pada Anak. Jurnal Kesehatan
Andalas, 2(2), 105-110.
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., & Aslinar, A. (2012). Malrotasi Usus. Jurnal
Kesehatan Andalas, 1(2).
Martin, V., & Shaw-Smith, C. (2010). Review of genetic factors in intestinal
malrotation. Pediatric surgery international, 26(8), 769-781.
Sutisna, C. S., & Viola, V. (2020). Malrotasi dengan Volvulus Midgut dan Ileus
Obstruktif Total pada Bayi Usia 2 bulan. Cermin Dunia Kedokteran, 47(1),
45-47.

24

Anda mungkin juga menyukai