Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

ATRESIA ANI

Disusun Oleh:

Gabrelia Ulita Lumban Toruan, S.Ked


196100802004

Pembimbing:

Dr. Endang Sri Wahyuni, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH DAN ATLS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ATRESIA ANI

GABRELIA ULITA LUMBAN TORUAN


196100802004

REFERAT
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir di SMF Ilmu Bedah Dan
ATLS

Referat ini disahkan oleh:

Nama Februari Tanda Tangan

2021
Dr. Endang Sri W., Sp. B

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v

DAFTAR SINGKATAN....................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1


1.2 Tujuan................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi............................................................................................ 3
2.2 Definisi dan Epidemiologi.................................................................... 4
2.3 Anomali Terkait.................................................................................... 5

2.4 Etiopatogenesis..................................................................................... 6

2.5 Klasifikasi............................................................................................. 6

2.6 Diagnosis............................................................................................... 16

2.7 Tatalaksana........................................................................................... 19

BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 24

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi wingspread (1984)................................................................ 7

Tabel 2.2 Klasifikasi Pena...................................................................................... 7

Tabel 2.3 Perbandingan Klasifikasi Wingspread (1984) dan Krikenbeck (2005)

pada laki-laki.......................................................................................... 8

Tabel 2.4 Perbandingan Klasifikasi Wingspread (1984) dan Krikenbeck (2005)

pada perempuan...................................................................................... 9

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Embriologi Hindgut............................................................................ 3

Gambar 2.2 Perkembangan Hindgut....................................................................... 4

Gambar 2.3 Klasifikasi Pena................................................................................... 8

Gambar 2.4 Defek Letak Rendah Rectoperineal Fistula........................................ 10

Gambar 2.5 Rectourethral Fistula........................................................................... 10

Gambar 2.6 Rectobladder Neck Fistula.................................................................. 11

Gambar 2.7 Imperforata Anus Tanpa Fistula......................................................... 12

Gambar 2.8 Atresia Rektum dan Stenosis Rektum................................................. 13

Gambar 2.9 Retroperineal Fistula pada Perempuan............................................... 13

Gambar 2.10 Rectovestibular Fistula...................................................................... 14

Gambar 2.11 Perbedaan Rectovaginal Fistula dan Rectovestibular Fistula........... 15

Gambar 2.12 Imperforata Anus tanpa Fistula pada Perempuan............................. 15

Gambar 2.13 Kloaka Persisten pada Perempuan.................................................... 16

Gambar 2.14 Gambaran Invertogram..................................................................... 18

Gambar 2.15 Gambaran foto x-ray cross-table lateral............................................ 19

Gambar 2.16 Algoritma manajemen atresia ani pada bayi laki-laki....................... 20

Gambar 2.17 Algoritma manajemen atresia ani pada bayi perempuan.................. 21

v
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan
NGT : Nasogastric tube
PSARP : Posterior sagittal anorectoplasty
USG : Ultrasonografi
VACTREL : Verterbral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-Esophageal,
Renal, dan Limb

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia ani atau yang sekarang lebih dikenal sebagai malformasi anorektal
kongenital adalah suatu anomali kongenital yang mencakup imperforata anus atau
kloaka persisten kondisi dimana lubang anus tidak berkembang secara normal saat
lahir.1 Pasien dengan imperforata anus rektum gagal turun melalui kompleks sfingter
eksternal. Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang sering ditemukan pada
neonatus dengan angka kejadian berkisar dari 1 per 2.000 kelahiran hidup sampai 1
per 5.000 kelahiran hidup.2 Atresia ani lebih umum ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Atresia ani dapat terjadi sendiri atau disertai dengan satu
atau lebih anomali kongenital lainnya.3
Atresia ani sebagian besar dihasilkan dari perkembangan abnormal septum
urorektal.4 Penyebab atresia ani masih belum jelas dan kemungkinan multifaktorial
antara genetik dan faktor lingkungan. Keterkaitan dalam keluarga memiliki tingkat
hubungan yang rendah, dan ditemukan keterkaitan dengan beberapa sindrom yang
memiliki mode pewarisan autosom dominan seperti sindrom Townes-Broks, sindrom
Curraino, dan sindrom Pallister-Hall. 2
Diagnosis atresia ani umumnya dibuat dengan inspeksi dan secara hati-hati
memasukkan termometer rektal.3 Diagnosis atresia ani pada masa pre natal dapat
dibuat pada usia kehamilan 20 minggu, namun sangat jarang dilakukan (0-16%).
Diagnosis pre natal memiliki keuntungan baik dari segi psikologis maupun
medis.5Tatalaksana awal setelah diagnosis sangat penting dan umumnya dapat
tertunda pada negara berkembang. Tatalaksana awal berkaitan dengan ditemukannya
distensi abdomen, dehidrasi, dan sepsis. Prosedur pembedahan dilakukan setelah
tatalaksana awal dan bergantung dengan klasifikasi atresia ani, manajemen kasus
antara laki-laki dan perempuan berbeda. 2

1
2

1.2 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran secara singkat mengenai
atresia ani meliputi definisi, etiologi, embriologi, klasifikasi, penegakan diagnosis,
dan penatalaksanaan pada atresia ani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi
Saluran pencernaan terbentuk dari foregut, midgut, dan hindgut selama masa
perkembangan embrional. Foregut berdiferensiasi menjadi esofagus, gaster,
duodenum, liver, gall bladder, pankreas, dan lien. Midgut berdiferensiasi menjadi
duodenum, jejunum, ileum, caecum dengan appendix, kolon ascending dan
transversum. Hindgut berdiferensiasi menjadi sepertiga distal kolon transversum,
kolon descending dan sigmoid, rektum, dan anus.6 Bagian endodermal hindgut juga
membentuk kandung kemih dan uretra.7

Gambar 2.1 Embriologi hindgut.7

Hindgut berakhir pada kloaka berlapis endoderm, yang secara kaudal


bersentuhan langsung dengan ektoderm membentuk membran kloaka seperti pada
gambar 2.1.a. 6 Kloaka dalam embrio terbentuk pertama kali pada usia kehamilan 21
hari berbentuk U dengan alantois di anterior dan hindgut di posterior. Kloaka dalam
embriologi adalah rongga yang akan membuka alantois, hindgut, dan tailgut. 8 Sinus
urogenital dan rektum berkembang dari hindgut dan membran kloaka pada usia 5-8
minggu kehamilan seperti pada gambar 2.1.b, rongga urogenital di aterior dan
anorektal di posterior. Membran kloaka ruptur pada akhir minggu ke-7 usia
kehamilan,

3
4

menciptakan pembukaan anal untuk hindgut dan pembukaan ventral untuk sinus
urogenital.7
Rektum terbentuk melalui pemisahan primer membran kloaka atau dengan
migrasi rektum yang terjadi pada minggu 8-12 usia kehamilan. 5Bagian atas anus atau
2/3 bagian anus berasal dari lapisan endoderm hindgut, bagian bawah atau 1/3 bagian
anus berasal dari lapisan ektoderm disekitar proktodeum, bagian ektoderm di regio
proktodeum pada permukaan membran kloaka akan berinvaginasi membentuk lubang
anus seperti pada gambar 2.1.c.7 Sfingter terbentuk pada usia 12 minggu kehamilan
dan berkembang secara perlahan pada minggu 14-19 kehamilan. 5
Bagian dorsal kloaka dan dorsal membran kloaka diketahui menghilang pada
perkembangan abnormal seperti pada persisten kloaka. Akibatnya membran kloaka
tidak dapat meluas sampai bagian kaudal dan ketika anorektal fold berkembang yang
seharusnya memisahkan kloaka menjadi sinus urogenital dan saluran anorektal terjadi
anomali seperti terlihat pada gambar 2.2.6

Gambar 2.2. Perkembangan Hindgut normal (A), dan abnormal (B)6

2.2 Definisi dan Epidemiologi


Atresia ani adalah kelainan kongenital dimana lubang anus tidak berkembang
secara normal saat lahir, hal ini ditandai dengan lubang anus tidak berada di dalam
kompleks sfingter.6 Angka kejadian atresia ani cukup sering pada neonatus berkisar 1
5

per 2.000 kelahiran hidup sampai 1 per 5.000 kelahiran hidup. 2 Laki-laki lebih sering
mengalami atresia ani dibanding dengan perempuan dengan perbandingan angka
kejadian 1,5:1 antara laki-laki dan perempuan.6
2.3 Anomali Terkait
Atresia ani mungkin terjadi bersamaan dengan kelainan kongenital lainnya,
yang mungkin merupakan bagian dari trisomi 13, 18, atau 21. 6 Anak dengan trisomi
21 sekitar 2,2% diantaranya mengalami atresia ani, angka kejadian ini 15 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan populasi umum. 9 Namun, hal ini tidak serta merta
menjadikan kelainan genetik sebagai etiologi atresia ani atau mewajibkan atresia ani
sebagai bagian dari kelainan genetik, karena etiologi atresia ani merupakan
multifaktorial yang melibatkan faktor risiko geneteik dan non genetik.6
Jenis anomali yang paling umum terkait dengan atresia ani adalah anomali
urogenital. Anomali urogenital muncul lebih dari setengah kasus atresia ani, pada
kasus ini perawatan khusus harus diberikan demi mempertahankan fungsi ginjal
pasien. Sekitar 10% kasus lainnya setidaknya memiliki 3 atau lebih dari komponon
asosiasi anomali Verterbral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-Esophageal, Renal, dan
Limb (VACTREL).6 Etiologi asosiasi anomali VACTREL masih belum diketahui
dengan jelas. Asosiasi anomali VACTREL lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan.8
Anomali vertebra seperti defek vertebra, korda spinalis tertambat, atau
diastematomyelia dapat terjadi namun anomali tersering adalah defek sakralis dengan
gambaran tidak adanya satu atau lebih vertebra sakralis. Defek gastrointestinal yang
paling sering adalah fistula tracheoesophageal dan atresia duodenum. Anomali
kardiak yang paling sering terjadi adalah tetralogy of fallot yang memiliki angka
kejadian yang sama baik ada lesi letak rendah atau lesi letak tinggi. 8 Semua pasien
dengan atresia ani harus dilakukan skrining untuk asosiasi anomali VACTREL,
protokol skrining dengan menggunakan ronsen toraks dan tulang belakang, serta
ultrasonografi (USG) jantung dan abdomen.6
6

2.4 Etiopatogenesis
Etiologi atresi ani masih belum diketahui dengan jelas, seperti pada
malformasi lainnya kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan diketahui
memiliki hubungan dengan atresia ani.2 Faktor genetik merupakan faktor penting
yang berkontribusi terhadap patogenesis atresia ani, diantaranya adalah anggota
keluarga derajat satu dengan malformasi anorektal, kelainan kromosom seperti pada
trisomi 13,18, atau 21, atau mutasi genetik. Faktor lingkungan yang berpengaruh
dengan kejadian atresia ani diantaranya paternal merokok, kelebihan berat badan ibu,
dan ibu diabetes.5
Sindrom kongenital beberapa memiliki atresia ani sebagai salah satu
komponen klinisnya. Mereka termasuk sindrom Down, sindrom Curraino, sindrom
Townes-Brocks, asosiasi anomali Verterbral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-
Esophageal, Renal, dan Limb (VACTREL), dll. 6 Kelainan kromosom yang terlibat
dicurigai bertanggung jawab terhadap perkembangan hindgut. Kromosom 7q39
memiliki tiga lokus penting, yang berhubungan dengan terjadinya atresia ani,
termasuk gen: SHH, EN2, dan HLXB9.10

2.5 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi atresia ani penting dilakukan, tidak hanya berguna
sebagai penuntun tatalaksana hal ini juga membantu membandingkan hasil klinis satu
teknik dengan teknik lainnya.11 Klasifikasi atresia ani berdasarkan anatominya dibagi
menjadi letak tinggi atau rendah bergantung pada letak berakhirnya rektum apakah
berada di depan kompleks levator ani muscle atau sebagian turun melewati otot ini.12
Klasifikasi modern pertama yang membagi berdasarkan anatominya disusun oleh
Ladd dan Gross tahun 1934, 11 sejalan dengan kemajuan pengetahuan tentang anomali
ini para ahli bedah merasa perlu mendefinisikan anomali ini menjadi lebih tepat
sehingga pada tahun 1970 klasifikasi internasional diusulkan menggunakan konsep
levator ani yang membagi anomali diatas levator ani sebagai letak tinggi tinggi, dan
7

dibawah levator ani menjadi letak rendah, serta memperkenalkan anomali intermedia
yang dikenal sebagai anomali translevator. 4
Klasifikasi Wingspread tahun 1984 adalah versi sederhana yang
menggabungkan detail anatomi dengan embriologi seperti pada tabel 2.1.11

Tabel 2.1 Klasifikasi Wingspread (1984)


Female Male
High High
1. Anorectal agenesis 1. Anorectal Agenseis
a. With rctovaginal fistula a. With recto-prostatic urethral fistula
b. Without rectovaginal fistula b. Without fistula
2. Rectal atresia 2. Raectal atresia

Intermediet Intermediet
1. Rectovestibular fistula 1. Rectobulbar urethral fistula
2. Rectovaginal fistula 2. Anal agenesis without fistula
3. Anal agenesis without fistula
Low Low
1. Anovestibular fistula 1. Anocutaneous fistu;a
2. Anocutaneous fistul 2. Anal stenosis
3. Anal stenosis
Cloacal malformation
Rare anomalies Rare anomalies

Klasifikasi Wingspread ini juga merupakan yang paling terkenal, klasifikasi


ini membagi anomali menjadi letak tinggi, menengah, dan rendah pada laki-laki dan
perempuan dengan kelompok khusus.4 Klasifikasi Wingspread dipertanyakan dan
dianggap agak sewenang-wenang sehingga pada tahun 1995 Pena mengusulkan
klasifikasi berdasarkan jenis fistula yang ada seperti pada tabel 2.2 dan gambar 2.3.11

Tabel 2.2 Klasifikasi Pena (1995)


Female Male
Perineal fistula (cutaneous) Perineal fistula (cutaneous)
Vestibular fistula Rectourethral fistula
 Prostatic
 Bulbar
Cloaca Retrovesical fistula
Imperforate anus without fistula Imperforate anus without fistula
Rectal atresia Rectal atresia
8

Gambar 2.3 Klasifikasi Pena (1995)


Klasifikasi terbaru yang diterima oleh seluruh bedah anak adalah klasifikasi
Krikenbeck tahun 2005 yang membagi berdasarkan ada tidaknya fistula, jenis, lokasi,
dan posisi rectal pouch . Klasifikasi ini dianggap sebagi kelanjutan yang lebih logis
dari klasifikasi Wingspread. Perbandingan klasifikasi wingspread dengan Krikenbeck
pada laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4.4

Tabel 2.3 Perbandingan Klasifikasi Wingspread (1984) dan Krikenbeck (2005) pada
laki-laki
Tipe Wingspread (1984) Krikenbeck (2005)
Low Anal stenosis Anal stenosis
Anocutaneous fistula Imperforate anus without fistula
Retroperitoneal fistula
Intermedie Anal agenesis without fistula Anal or anorectal agenesis without
t Anal agenesis with rectourethral fistula
bulbar fistula Anorectal genesis with retrourethral
High Rectal Atresia bulbar fistula
Anorectal agenesis without Anorectal agenesis with rectourethral
fistula prostatic fistula
Anorectal agenesis with Anorectal agenesis with rectovesical
retrourethral prostatic fistula fistula
Rare forms
9

Tabel 2.4 Perbandingan Klasifikasi Wingspread (1984) dan Krikenbeck (2005) pada
perempuan
Tipe Wingspread (1984) Krikenbeck (2005)
Low Anal stenosis Anal stenosis
Anal agenesis without fistula Imperforate anus without fistula
Anal agenesis with external fistula
Anal agenesis with rectoperineal
fistula
Anal agenesis with rectovestibular
fistula
Intermedie Anal agenesis without fistula Anal or anorectal agenesis without
t Anal agenesis with rectovestibular fistula
fistula Rectal atresia
Anal agenesis with rectovaginal Cloacal malformations with short
fistula (<3 cm) or long (>3 cm) common
High Rectal atresia canal
Anorectal agenesis without fistula
Anorectal agenesis with
rectovaginal fistula
Cloacal malformation
Rare forms

1. Defek Anorectal pada Laki-laki


a. Rectoperineal Fistula
Rectoperineal fistula secara tradisional dikenal dengan letak rendah, ini
merupakan defek paling sederhana dan paling rendah. 12 Rektum terletak di sebagian
besar sfingter, hanya bagian depannya yang salah letak ke anterior seperti pada
gambar 2.4. Gambaran perineum pada defek ini mungkin termasuk saluran garis
tengah subepitelial dengan mekonium hitam atau terlihat lendir putih membuka suatu
tempat disepanjang garis tengah perineum raphe, skrotum, bahkan pangkal
penis.13Diagnosis ini ditetapkan dengan inspeksi perineum dan tidak diperlukan
investigasi lebih lanjut. Biasanya lubang fistula anal menyempit (stenotik). Istilah
fistula perinal meliputi anus, membrane anal, mislokasi anus anterior, dan malformasi
“bucket handle”.12
10

Gambar 2.4 Defek letak rendah “Rectoperineal Fistula”12

b. Rectourethral Fistula
Rectourethral fistula merupakan kelainan tipe atresia ani yang paling sering
terjadi pada laki-laki. Rektum membuka ke uretra posterior pada defek ini, fistula
mungkin terletak di uretra bagian bawah (bulbar) atau bagian atas (prostat), dan yang
tersering adalah bagian bulbar seperti terlihat pada gambar 2.5.12 Fistula uretra bagian
bawah biasanya dikaitkan dengan kualitas otot yang baik, perkembangan sakrum yan
baik, midline groove yang menonjol, dan anal dimple menonjol. Fistula uretra bagian
atas lebih sering dikaitkan dengan kualitas otot yang buruk, perineum datar, midline
groove yang buruk, dan anal dimple yang hampir tidak terlihat.13

Gambar 2.5 Rectourethral Fistula a. Bulbar, b. Prostatica


11

c. Retrobladderneck Fistula
Rektum terbuka ke leher kandung kemih pada defek ini, jauh diatas
mekanisme sfinger, terletak pada atau diatas peritoneal reflection seperti pada
gambar 2.6.13Prognosis pengendalian usus pada pasien biasanya buruk, hal ini
disebabkan otot levator, kompleks otot lurik, dan sfingter eksternal biasanya tidak
berkembang dengan baik.12 Sakrum sering cacat dan pendek, menunjukkan tanda-
tanda hipoplasia parah dan/atau dysmorphism. Panggul tampaknya kurang
berkembang dan perineum tampak datar, perineum yang datar menjadi tanda
perkembangan otot yang buruk. Defek ini terjadi sekitar 10% pada laki-laki dengan
atresia ani, dan kejadian adanya anomali terkait sangatlah tinggi. 13, 12

Gambar 2.6 Retrobladder neck fistula13


d. Imperforate Anus tanpa Fistula
Rektum terletak 2 cm diatas perineum pada defek ini, setara dengan letak
uretra bulbar pada pasien pria seperti terlihat pada gambar 2.7. 12 Meskipun rektum
dan uretra tidak bersatu pada defek ini, namun mereka hanya dipisahkan oleh
commom wall tipis. Rektum dan uretra yang berbagi commom wall tipis adalah hal
penting yang harus diingat selama perbaikan defek ini.13
Sindrom Down dengan atresia ani 90% menderita malformasi jenis ini,
dan sekitar setengah defek jenis ini terjadi pada sindrom Down. 12 Menariknya,
setengah lagi jenis defek ini yang tidak terjadi pada sindrom Down terjadi pada
sindrom terkenal lainnya yang menunjukkan hubungan genetik dengan jenis
malformasi ini. Penderita defek ini biasanya memiliki prognosis yang baik dalam hal
fungsi usus, sakrum yang berkembang dengan baik, dan otot yang baik, faktanya
pasien dengan sindrom Down tidak menjadikan pasien memiliki prognosis yang
buruk terkait dengan fungsi usus.13
12

Gambar 2.7 Imperforata Anus tanpa Fistula11

e. Atresia/Stenosis Rektum
Tipe defek ini merupakan yang paling unik dan jarang terjadi pada laki-
laki, angka kejadiannya hanya sekitar 1% dari seluruh kelompok malformasi. 12
Penderita defek yang sangat unik ini merupakan satu-satunya yang terlahir dengan
kanalis anus normal, karenanya perineum pada pasien tampak normal. 13
Defek ini bisanya dikenali ketika mencoba memasukkan termoteter ke
rektum, pada kanalis analis dan rektum junction (1-2 cm diatas perineum) dapat
ditemukan lumen rektum terputus total (atresia) atau sebagian (stenosis) seperti pada
gambar 2.8.12Rektum dan kanalis analis dapat dipisahkan oleh membran tipis atau
jaringan fibrosa yang padat, perbaikan defek ini melibatkan anastomosis primer
diantara kantong atas dengan kanalis analis. Penderita defek ini memiliki semua
elemen tercapainya prognosis fungsional yang sangat baik, perkembangan saluran
anus yang baik memberikan penderita defek ini sensasi normal pada anorektum,
sfingter yang hampir normal, yang perlu diingat pada penderita defek ini adalah harus
dilakukan skrining massa presakral pada defek atresia. 13
13

Gambar 2.8 Atresia Rektum (a), dan Stenosis Rektum (b)11


2. Defek Anorektal pada Perempuan
a. Rectoperineal Fistula
Rektum terbuka secara abnormal di eksternal, fistula biasanya sempit dan
terletak di antara alat kelamin perempuan dan bagian tengah sfingter. Rektum terletak
dengan baik dalam mekanisme sfingter, pada bagian bawahnnya terletak di anterior
seperti pada gambar 2.9. Rektum dan vagina terpisah dengan sangat baik, masalah
utama anatomisnya adalah letak pembukaan anal terhadap mekanisme sfingter dan
panjang perineum.12

Gambar 2.9 Rectoperineal fistula pada Perempuan13


b. Rectovestibular Fistula
Defek ini merupakan yang paling sering terjadi pada perempuan dengan
prognosis fungsional yang sangat baik. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan
klinis yang cermat, klinisi akan menemukan meatus uretra normal, vagina normal,
dan lubang ketiga di vestibular yang menggambarkan rectovestibular fistula seperti
14

pada gambar 2.10.12 Fistula umumnya sempit dengan panjang bervariasi mulai
beberapa mm hinga 2-3 cm. Gambaran anatomi pentingnya adalah bahwa rektum dan
vagina berbagi dinding yang sama, sayangnya masih banyak yang keliru dan
diagnosis penderita dibuat menjadi rectovaginal fistula, perbedaan antara rectovaginal
fistula dan rectovestibular fistula dapat dilihat pada gambar 2.11. Kesalahan diagnosis
ini membuahkan tatalaksana yang salah dan berujung memberi prognosis yang
berdampak negatif.13

Gambar 2. 10 Rectovestibular Fistula (a) skema rectovestibular fistula, (b) Neonatus


perempuan dengan rectovestibular fistula, rektal fistula yang ditunjuk oleh anak panah
terletak di belakang vestibula.13
Perbaikan defek ini dilakukan tanpa pembuatan kolostomi pelindung oleh
para ahli bedah, hal ini dikenal baik sebagai manajemen atresia ani. Keuntungan jenis
terapi ini adalah menghindari morbiditas akibat kolostomi dan mengurangi jumlah
operasi dari 3 (kolostomi, perbaikan, dan penutupan kolostomi) menjadi 1. Infeksi
perineum diikuti dengan terbukanya anastomosis anal atau badan perineum, atau
fistula yang kambuh akan memicu fibrosis yang parah dan berujung mengganggu
fungsi sfingter, terjadinya hal ini menyebabkan pasien kehilangan kesempatan
memiliki hasil fungsional yang optimal karena operasi sekunder tidak akan memberi
hasil sebaik yang pertama.12
15

Gambar 2.11 Perbedaan rectovaginal fistula (a), dengan rectovestibular fistula (b).
c. Imperforate Anus tanpa Fistula
Defek pada pasien perempuan memiliki implikasi terapeutik dan prognostik
yang sama dengan pasien laki-laki.13 Rektum terletak 2 cm diatas kulit perineum,
uretra dan rektum tidak bersatu namun hanya dipisahkan oleh dinding tipis. Hampir
separuh penderita tanpa fistula adalah seorang dengan sindrom Down, dan 90%
sindrom Down menderita atresia ani tanpa fistula. Sindrom Down tidak menjadi
pengganggu prognosis kontrol usus.12

Gambar 2.12 Imperforata anus tanpa fistula pada perempuan11


d. Kloaka Persisten
Kloaka persisten merupakan defek yang mewakili defek ekstrim kompleks
pada malformasi perempuan. Kloaka persisten didefinisikan sebagai defek dimana
rektum, vagina, dan saluran kemih yang bertemu dan bergabung menjadi satu
saluran.12 Gambaran eksternal dari defek ini adalah ditemukannya satu lubang
perineum di tempat biasa uretra terbuka, anus dan genitalia eksterna tidak tampak.
Satu saluran ini panjangnya bervariasi 1cm-7cm, panjangnya saluran berhubungan
dengan prognosis fungsional. Saluran yang lebih panjang umumnya menggambarkan
defek letak yang sangat tinggi, memiliki tantangan teknik yang sulit, dan prognosis
fungsionalnya kurang optimal, sedangkan saluran yang lebih pendek dapat diperbaiki
16

segera dengan operasi sagital posterior tanpa membuka perut, titik baliknya sekitar 3
cm. Gambaran kloaka letak tinggi dan rendah dapat dilihat pada gambar 2.13.13

Gambar 2. 13 Kloaka persisten pada perempuan (a) kanal saluran pajang >3cm, (b) kanal
saluran yang lebih pendek <3cm13

2.6 Diagnosis
1. Diagnosis Antenatal
Diagnosis antenatal atresia ani masih jarang dilakukan, hanya sekitar 16%
kasus yang diagnosis pada masa antenatal. Atresia ani yang paling kompleks
(rectobladder neck fistula pada laki-laki dan kloaka pada perempuan) merupakan
diagnosis yang paling banyak pada masa antenatal, semakin tinggi letak defek atresia
ani maka semakin tinggi kemungkinan adanya anomali terkait yang dapat dilihat
dalam rahim.4
Kanalis analis normal janin pada USG akan memberikan gambaran jaringan
hipoekogenik dengan tepi melingkar di perineum dengan garis ekogenik linier
sentral. Bukti USG pada atresia ani bersifat tidak spesifik berupa dilatasi usus dan
gambaran abnormal yang mengarahkan kecurigaan namun tidak mendiagnosis atresia
ani.11 Kecurigaan adanya atresia ani meningkat apabila semakin banyak kelainan
sistem yang ditemukan melalui USG seperti dilatasi dan kalsifikasi usus, kurangnya
mekonium, hidronefrosis, ginjal tidak ada, tali pusat tertambat, ruas tulang belakang
abnormal, omfalokel, dll. Keuntungan diagnosis antenatal termasuk memberikan
17

informasi kepada orang tua jenis anomali pasien dan memberika mereka kesempatan
untuk mengatur persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai. 4
2. Pemeriksaan Neonatal (tanda dan gejala) 11
Diagnosis atresia ani dapat dibuat secara langsung dimana tidak
ditemukannya lubang anus ketika bayi lahir, mengejutkannya tidak jarang anomali
yang sangat jelas ini terlewatkan. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
kehidupan, perut seperti kembung merupakan keluhan utama yang dapat digali pada
anamnesis.
Orang tua bayi mungkin akan melaporkan keluarnya mekonium dari uretra
atau pasien buang angin melalui uretra atau bahkan ditemukan mekonium di pakaian
bayi dari lubang yang tidak diketahui pada bayi laki-laki. Ibu bayi perempuan
kebanyakan mengeluhkan adanya feses yang keluar dari lubang genitalia tanpa
adanya pembukaan anus. Pertanyaan mengenai anomali menjadi pertanyaan penting
yang akan membantu penatalaksanaan atresia ani.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan invertogram sebaiknya dilakukan ketika bayi sudah berusia 18
jam, hal ini berkaitan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan udara untuk sampai di
rektum.14 Sesaat setelah bayi lahir, bayi akan berusaha untuk menghirup udara melalui
traktus gastrointestinal bayi akan mencapai rektum pada 4-12 jam dan pada 18 jam
setelah lahir rektum sudah mengembang. 11 Invertogram lebih baik dihindari untuk
14
mengurangi risiko aspirasi pada anomali terkait fistula trakeo-esofageal, teknik
pemeriksaan ini mengharuskan bayi untuk digendong terbalik selama 3 menit dengan
sedikit fleksi di sendi panggul, hasil gambaran invertogram akan menunjukkan letak
anomali rendah atau tinggi seperti gambar 2.14.12
18

Gambar 2.14 Gambaran invertogram a. letak rendah, b. letak tinggi.


Pemeriksaan cross-table prone X-ray dengan pantat bayi yang sedikit
ditinggikan menjadi alternatif lain dan saat ini lebih disenangi ketimbang
invertogram. 12 Evaluasi x-ray sebelum 24 jam kehidupan tidak menunjukkan anatomi
yang sebenarnya karena rektum yang kolaps, evaluasi sebelum 24 jam kehidupan
akan memberikan gambaran letak rektum yang sangat tinggi dan menghasilkan
diagnosis palsu.8
Foto cross-table prone X-ray lebih disenangi karena memposisikan bayi
tengkurap lebih mudah dibandingkan posisi terbalik, rektum mungkin tertarik ke arah
kepala karena gravitasi pada invertogram dan tidak terjadi pada x-ray, dan pada
fistula trakeo-esofageal posisi tengkurap lebih disenangi dibanding posisi terbalik. 11
Foto ini harus segera dilakukan jika dalam 24 jam kehidupan bayi tidak
mengeluarkan mekonium. Hubungan antara gas di rektum dengan tulang coccyx
(ekor) sangat penting dalam menentukan manajemen pasien. Manajemen primer
dilakukan jika gas dalam rektum yang terletak di tulang ekor bagian bawah, jika
terletak diatas tulang ekor makan diperlukan kolostomi, gambaran foto ini dapat
dilihat pada gambar 2.15.8
Evaluasi anomali terkait harus dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan
seperti malformasi jantung, atresia esofagus, dan masalah urologi. Ekokardiografi
dapat dilakukan untuk melihat malformasi jantung, 8 pemasangan pipa nasogastrik
(NGT) dapat dilakukan untuk melihat patensi esofagus, 13foto ronsen abdomen untuk
melihat ada/tidaknya atresia duodenum,4 USG abdomen sebagai skrining uropati
obstruktif,13 USG ginjal sebagai skring hidronefrosis, USG panggul pada perempuan
dengan kloaka sebagai skrining hidrokolpos, foto ronsen lumbal dan sakrum berguna
19

sebagai evaluasi hemivertebra dan anomali sakral,4 USG pada tulang belakang
membantu skrining tali pusat yang tertambat atau anomali tulang belakang lainnya.8

Gambar 2.15 Gambaran foto x-ray cross-table lateral a. atresia ani letak rendah, b. atresia
ani letak tinggi

2.7 Tatalaksana
Cairan intravena, antibiotik, pemasangan pipa NGT untuk dekompresi dan
mencegah aspirasi harus dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan. 13 Sangat
penting untuk tidak membuat keputusan pembuatan kolostomi atau operasi primer
dalam waktu 20-24 jam pertama kehidupan. Alasan kenapa kita harus menunggu
adalah dibutuhkan tekanan intralumen yang signifikan untuk memaksa mekonium
keluar melalui fistula, hal ini merupakan tanda penting untuk memvisualisasikan
lokasi rektum.8
Keluarnya mekonium dari perineum merupakan bukti fistula retroperineal, jika
ditemukan mekonium di urin diagnosis fistula retrourinasi jelas. 8 Bayi dengan fistula
perineum direkomendasikan tindakan anoplasti tanpa pelindung kolostomi pada 48
jam pertama kehidupan.12 Keadaan bayi yang sedang sakit akibat anomali terkait,
sangat prematur, atau jika dokter memilih untuk menunggu hingga usia bayi sedikit
bertambah, maka fistula dapat didilatasi dengan lembut, perbaikan pada kasus-kasus
seperti ini tidak dapt ditunda hingga lebih dari beberapa bulan. Algoritma manajemen
20

atresia ani pada laki-laki dapat dilihat pada gambar 2.16 dan pada perempuan pada
gambar 2.17.8

Gambar 2.16 Algoritma manajemen atresia ani pada bayi laki-laki


Foto x-ray cross-table lateral dengan posisi bayi tengkurap direkomendasikan
apabila setelah 24 jam pertama kehidupan bayi tidak juga mengeluarkan mekonium.
Udara rektum yang ditemukan di bawah tulang coccyx dan kondisi bayi yang baik
tanpa anomali terkait yang signifikan maka tindakan posterior sagital operation tanpa
kolostomi dapat dipertimbangkan, alternatifnya adalah dapat dilakukan kolostomi
terlebih dahulu dengan perbaikan definitif direncanakan untuk tahap ke-dua.8
Gas rektum berada di atas tulang coccyx, atau terdapat mekonium dalam urin,
sakrum yang abnormal, atau pantat yang rata maka kolostomi sangat
direkomendasikan, hal ini akan memungkinkan tindakan kolostogram distal di masa
depan. 8 Posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) akan dilakukan dalam 1-2 bulan
berikutnya dengan syarat berat badan bayi telah tercapai dengan tepat. Tindakan
pervaikan definitif pada usia 1-3 bulan memberikan banya keuntungan penting,
termasuk waktu penggunaan stoma yang menjadi lebih singkat, dan pelebaran anus
lebih mudah karena masih bayi. Selain beberapa keuntungan diatas, secara teori lebih
21

cepat penempatan kembali anus pada tempatnya lebih berpotensi mendapat sensasi
lokal. 12

Gambar 2.17 Algoritma atresia ani pada bayi perempuan


Tren perbaikan tanpa kolostomi harus dibarengi dengan kekhawatiran bahwa
perbaikan dilakukan tanpa memiliki informasi yang tepat terkait anatomi jenis
spesifik defek tersebut karena dilakukan tanpa kolostogram distal. Komplikasi
terburuk yang dapat terjadi adalah, ahli bedah tidak sengaja melukai uretra, ureter,
leher bladder, atau vesikula seminalis.8, 12
BAB III
KESIMPULAN

Atresia ani atau malformasi anorektal kongenital adalah suatu anomali


kongenital yang mencakup imperforata anus atau kloaka persisten kondisi lubang
anus tidak berkembang secara normal saat lahir. Kelainan ini terjadi pada masa
embriologi dimana kloaka gagal ruptur dan menyebabkan tidak adanya pembukaan
anal untuk hindgut dan pembukaan ventral untuk sinus urogenital, atau
menghilangnya bagian dorsal kloaka sehingga kloaka tidak cukp meluas ke bagian
kauda dan menyebabkan tidak terbentuknya sinus urogenital dan saluran anorektal.
Etiologi dari atresia ani masih belum dapat diketahui dengan jelas, sama
seperti kelainan kongenital lainnya. Etiologi dan anomali terkait saling berhubungan
pada atresia ani, trisomi 13,18,21, dan VACTREL diketahui memiliki atresia ani
sebagai komponen klinisnya. Kelainan kromosom pada anomali terkait ini yang
dicurigai bertanggung jawab dalam perkembangan hindgut.
Klasifikasi atresia ani dibagi berdasarkan anatominya dibagi menjadi letak
rendah dan tinggi. Klasifikasi modern pertama dibuat pada tahun 1934 oleh Ladd dan
Gross, tahun 1970 klasifikasi internasional dengan konsep levator ani yang
memperkenalkan letak intermediet diusulkan, tahun 1984 klasifikasi Wingspread
membagi laki-laki dan perempuan berdasarkan anatomi dan embriologinya, namun
klasifikasi ini dipertanyakan dan tahun 1994 dibuat klasifikasi Pena. Klasifikasi yang
akhirnya diterima oleh seluruh ahli bedah adalah klasifikasi krikenbeck yang dibuat
tahun 2005 dianggap sebagai kelanjutan Wingspread yang lebih logis.
Masa 24 jam pertama kehidupan pasien menjadi masa yang penting bagi bayi
dengan atresia ani, tidak ditemukaannya lubang anus harus segera diketahui begitu
bayi lahir, pemberian terapi cairan, antibiotik, dan pemasangan pipa NGT harus
dilakukan pada masa ini. Skrining anomali terkait juga harus dilakukan pada masa ini
hal ini berkaitan dengan keputusan penatalaksanaan. Sangat penting untuk tidak
melakukan

22
23

foto cross-table lateral untuk diagnosis lokasi sebelum 24 jam, dan juga untuk tidak
membuat keputusan kolostomi atau operasi primer pada rentang waktu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Dana K A, Timothy R. Biliar et al. Pediatric Surgery in


Schwartz’s Principles of Surgery. 11th ed. New: McGraw-Hill Education;
2019. p. 1736–7.
2. Gangopadhyay AN, Pandey V. Anorectal malformations. 2015;20(1): p. 10–5.
diakses dari internet Doi 10.4103/0971-9261.145438
3. Reynolds JC, Distinguished JFK. Congenital Intestinal Obstruction: Anorectal
Malformation in The Netter Collection Digestive System Part II — Lower
Digestive Tract. 2nd ed. Philadelpia: Elsevier Inc.; 2017. p. 324–6.
4. Lima M. Anorectal Malformation in Pediatric Digestive Surgery. Switzerland:
Springer International Publishing; 2017. p. 327–39.
5. Stenstroem P. Anorectal malformations. Sweden: Lund University; 2014. p.
17–26.
6. Hondel D van den. Anorectal Malformation: a Multidisciplinary Approach.
Rotterdam: Optima Grafische Communicate; 2015. p. p29-48.
7. Disc E, View D, Aspect D, Embryo OF. Langman’s Medical Embryology.
12th ed. Jakarta: EGC; 2014. p. 229–31.
8. Coran AG, Adzick, N. Scott et al. Anorectal Malformation in Pediatric
Surgery. 7th ed. New York: Elsevier Inc.; 2012. p. 1289–309.
9. Alexander M. Holschneider, Hutson JM. Anorectal Malformation in Children.
Berlin: Springer Berlin Heidelberg; 2006. p. 31–200.
10. Wang C, Li L, Cheng W. Anorectal malformation : the etiological factors.
Pediatric Surgery Int. 2015; p.
11. Gupta DK, Sharma S, Azizkhan RG. Anorectal Malformation in Pediatric
Surgery: Diagnosis and Management. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher; 2008. p. 787–844.

24
12. George W. Holcomb I, Murphy JP. Imperforate Anus and Cloacal
Malformation
in Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2010.
p. 468–90.
13. Ziegler MM, Azizkhan RG, Allmen D von, Weber TR. Anorectal
Malformations in Operative Pediatric Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-
Hill Education; 2014. p. 667–93.
14. Choudhury SR. Anorectal Malformation in Pediatric Surgery. Singapore;
Springer Nature Singapore. 2018. p. 217–27.

25
26

Anda mungkin juga menyukai