PENDAHULUAN
1
2
TOF yang tidak dikoreksi akan menimbulkan satu atau lebih komplikasi
diantaranya: stroke, abses otak, ensokarditis infektif, anemia relatif, trombosis paru,
dan perdarahan.7 Sangat penting diketahui bahwa tanpa operasi kebanyakan anak
tidak akan mampu bertahan sampai usia dewasa, sehingga operasi merupakan
tatalaksana utama pada pasein TOF.6 Selain komplikasi yang disebutkan diatas,
gangguan tumbuh kembang juga merupakan komplikasi paling umum pada pasien
TOF dan dapat ditemukan pada hampir seluruh PJB lainnya. 8 Hanya 2/3 anak TOF
yang mampu bertahan sampai usia 1 tahun tanpa dilakukan pembedahan sedangkan
1/3 lainnya tidak, angka survival pasien TOF yang dilakukan terapi pembedahan
cukup tinggi.9
Untuk mencapai angka survival TOF yang tinggi, memerlukan intervensi dini
baik dalam pengenalan penyakit, penegakan diagnosis, dan tatalaksana apa yang
diberikan, dengan intervensi bedah sebagai tatalaksana terbaik.
1.2 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran secara singkat mengenai
embriologi, anatomi, dan fisiologi jantung serta definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, penegakan diagnosis, komplikasi, dan penatalaksanaan tetralogi
fallot.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Seluruh sistem kardiovaskular manusia berasal dari mesoderm yang
berkembang dari ektoderm pada hari ke-15 kehidupan. 10 Proses embriogenesis
disederhanakan menjadi 4 tahapan, tubing, looping, septasi, dan migrasi. Empat
proses ini tidak sepenuhnya merupakan proses yang terpisah, melainkan rangkaian
proses yang saling tumpang-tindih.
1. Tubing
Jantung awalnya hanya berupa tabung lurus, pada hari ke-20 tabung jantung
atau preloop stage mulai berkembang dari pleksus vaskular pada tahap ini detak
jantung bayi dimulai atau pada hari ke-21 kehidupan ketika pembentukan putaran
jantung dimulai seperti terlihat pada seperti pada gambar 1.11 Tabung tersebut
terdapat beberapa dilatasi, yaitu atrium primitif, komponen inlet dan outlet ventrikel,
dan trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis seperti pada
gambar 1.12
2. Looping
4
normalnya putaran jantung memutar ke kanan (D-loop), apabila memutar ke kiri (L-
loop) merupakan suatu abnormalitas seperti gambar 2.11
3. Septasi
Tahapan ini merupakan spetasi pada segmen atrium, ventrikel, dan trunkus.
Pembentukan septum dimulai seperti pada gambar 3 dan gambar 4 dengan
pembentukan bantalan endokard di kanal AV dan regio kono truncal. 12 Awalnya
saluran AV primitif berupa lubang bulat di atrium kiri dan ventrikel kiri primitif,
kemudian secara bertahap saluran AV ini melintang dan bermigrasi ke kanan
sehingga terletak di bawah kedua atrium dan diatas kedua ventrikel. Kanal AV
primitif kemudian dibagi menjadi 2 saluran yaitu bantalan endokard ventral dan
dorsal yang bertumbuh kearah satu sama lain melalui pusat AV, bertemu dan
membagi kanal. Permukaan septum jaringan bantalan endokard akan berdiferensiasi
lebih lanjut membentuk daun katup mitral dan trikuspid seperti gambar 3, kelainan
pembentukan bantalan endokard menyebabkan banyak malformasi seperti ASD,
VSD, TOF, dan TGA.10
5
septum ini kemudian menjadi pemisah antara aorta dan arteris pulmonalis, septum ini
disebut septum infundibular. Abnormalitas pembagian ini akan menyebabkan banyak
kelainan vaskular seperti TGA, atresia arteri pulmonalis, dll.10
4. Migrasi
Bersama dengan septalis kanalis AV dengan terbentuknya bantalan
endokardium terjadi migrasi segmen inlet ventrikel sehingga orifisium AV kanan
berhubungan dengan daerah trabekular ventrikel kanan. Pada saat yang sama septum
inlet antara orifisium AV kanan dan kiri terbentuk, sehingga ventrikel kanan sudah
memiliki daerah inlet dan outlet sedangkan ventrikel kiri hanya mempunyai inlet.
6
Outlet ventrikel kiri terbentuk ketika aortic outflow tract bergeser ke arah
ventrikel kiri dan melekat pada lengkung jantung bagian dalam. Pergeseran aorta ke
ventrikel kiri ini menyebabkan septum outlet ventrikel kanan (infundibular) tetap
berada pada satu garis dengan septum inlet dan septum trabekuler. Tidak sejajarnya
septum infundibular ini menyebabkan terjadinya TOF. 12
2. Fisiologi
Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk
menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan ke jaringan.
Secara anatomis jantung adalah sebuah organ tunggal, namun sisi kanan dan kiri
jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Sisi kiri dan kanan jantung
9
dipisahkan oleh septum, pemisahan ini sangat penting karena sisi kanan jantung
menerima dan memompa darah miskin oksigen sedangkan sisi kiri jantung menerima
dan memompa darah kaya oksigen.16
Atrium berfungsi sebagai pompa pendahulu, pada keadaan normal darah
mengalir secara terus menerus dari vena-vena besar menuju atrium dan 80%
diantaranya mengalir langsung ke ventrikel, 20% lainnya akan dialirkan ke ventrikel
ketika atrium kontraksi.17 Darah yang kembali dari sirkulasi masuk ke atrium kanan
melalui 2 vena besar vena cava superior dan vena cava inferior, CO2 telah
ditambahkan pada darah ini, darah dari atrium kanan dialirkan ke ventrikel kanan
yang kemudian dipompa keluar oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis
bercabang 2 yang berjalan masing-masing ke kedua paru. Darah didalam paru akan
kehilangan CO2 dan O2 ditambahkan dalamnya lalu dipompa ke atrium kanan melalui
vena pulmonalis, darah kaya O2 yang kembali ke atrium kiri akan mengalir ke
ventrikel kiri, rongga pemompa yang akan mendorong darah ke seluruh tubuh melalui
arteri besar (aorta) seperti pada gambar 7.16
Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah yang
sama,17 namun sisi kiri jantung membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan
sisi kanan jantung hal ini dikarenakan tekanan dan resistensi sirkulasi sistemik tempat
yang dituju jantung kiri lebih tinggi dibandingkan tekanan dan resistensi paru tempat
yang dituju jantung kanan, hal ini juga yang menjadikan otot jantung sisi kanan lebih
tebal dibandingkan yang kiri.16
10
2.3.2 Epidemiologi
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling
sering ditemukan, kelainan ini menyumbang 5%-10% dari keseluruhan penyakit
jantung bawaan.1 Angka kejadian TOF 1:3.600 per kelahiran hidup, perempuan dan
laki-laki memiliki prevalensi yang sama, dari sebuah studi kohort oleh British
colaborative study menunjukkan risiko terjadinya PJB pada anak dengan ayah TOF
sebesar 1,6% sedangkan anak dari ibu TOF memiliki risiko sebesar 4,5%. 19 Penelitian
di California menunjukkan saudara kandung penderita TOF berisiko sebesar 2%-3%
menderita PJB meski bukan TOF, risiko ini dikaitkan dengan delesi gen
22q11.2.mossadam
2.3.3 Etiologi
Pasien TOF kebanyakan tidak diketahui apa penyebabnya, genetika TOF juga
belum sepenuh dipahami.4 Heritabilitas TOF berdasarkan penelitian berkisar 54%,
penelitian juga menyebutkan bahwa saudara kandung yang memiliki TOF sekitar 1%
saudara berikutnya akan mengalami TOF juga. Pasien dengan TOF dikelompokkan
menjadi 2 populasi dengan sindrom dan tanpa sindrom. Penelitian pasien TOF tanpa
sindrom dari 114 kasus 4% diantaranya mengalami mutasi pada faktor transkrip
NKX2 yang tampaknya berperan dalam perkembangan jantung, berapa lainnya
mengaitkan TOF pada mutasi TBX1 dan ZFPM2.20
12
Populasi pasien TOF dengan sindrom berkisar 15%, sindrom yang terkait
dengan TOF diantaranya sindrom down (trisomi 21), sindrom alagille (mutasi di
JAG1), sindrom digeorge dan velocardiofacial dimana terjadi delesi kromosom
22q11.4
1. Stenosis Pulmonal
13
saluran keluar pulmonal paten namun selama kehidupan janin berkembang menjadi
atresia. TOF dengan atresia pulmonal berhubungan dengan delesi kromosom 22q11. 19
Atresia pulmonal ini menyebabkan darah dari ventrikel kanan mengalir melewati
VSD ke ventrikel kiri, sehingga aliran darah pulmonal tidak terjadi, keadaan ini dapat
diperbaiki melalui pembedahan.23
Varian lain dari stenosis pulmonal selain atresia pulmonal adalah hipoplastik
arteri pulmonaris, atresia pulmonal dengan Multiple Aortopulmonary Collateral
Arteries (MAPCAs), dan katup pulmonal tidak ada gambar 10. Hipoplastik arteri
pulmonal terjadi apabila rasi McGoon (diameter arteri pulmonalis kanan ditambah
diameter arteri pulmonalis kiri dibagi diameter aorta asenden pars diafragmatika)
<1,2. Atresia pulmonal dengan MAPCAs umumnya memiliki stenosis arteri
pulmonalis perifer yang akan memperumit rencana pembedahan, potensi intervensi
bedah dan keberlangsungan hidup bergantung pada ukuran dan distribusi stenosis
arteri pulmonal.4 Katup pulmonal tidak ada merupakan varian anatomi yang jarang
(2%) dari seluruh kasus TOF) beberapa klinisi lebih menyukai istilh displastik
dibandingkan tidak adanya katup pulmonal, varian malformasi ini dikaitkan dengan
ektasia (penebalan dinding arteri dan penyumbatan arteri) baik arteri pulmonalis
utama atau cabang arteri pulmonalis kanan dan kiri.23
15
Gambar 10. Variasi obstruksi, gambar paling kiri menggambarkan imperforata katup
pulmonal (panah kuning), gambar tengah menunjukkan obstruksi muskulus, gambar paling
kanan menunjukkan tidak adanya trunkus pulmonal19
melainkan dipengaruhi juga oleh peningkatan beban volume pada aorta yang sedang
berkembang yang harus membawa darah dari kedua ventrikel. 24 Ukuran aorta yang
membesar dan tidak diperbaiki akan meningkatkan risiko terjadinya diseksi dan
ruptur aorta.
Pada TOF aorta akan tumpang tindih (overriding) terhadap VSD seperti pada
gambar11, namun mekanisme yang mendasari overriding aorta pada TOF belum
sepenuhnya dipahami,9 namun sebagian besar klinisi menyetujui bahwa dibandingkan
dengan yang normal akar aorta mengalami malposisi ke kanan dan rotasi searah
jarum jam. Derajat overriding aorta bervariasi sekitar 15%-95%, derajat overriding
aorta >50% harus diklasifikasikan sebagai double outlet right ventricle terlepas ada
atau tidaknya bilateral infundibulum.
2.3.5 Patofisiologi
Deskripsi TOF mencakup 4 kelainan yaitu: defek septum ventrikel (VSD),
obstruksi right ventricle outFlow tract (RVOTO), overriding aorta, dan hipertrofi
ventrikel kanan seperti pada gambar 12.2 Gejala awal TOF bergantung pada derajat
RVOTO, pada saat lahir sianosis mungkin ringan dan seiring bertambahnya usia
17
c. Squatting/jongkok
Jongkok juga termasuk dalam gejala klinis anak dengan TOF, namun
dewasa ini seiring dengan semakin dini diagnosis dan terapi pembedahan
jongkok semakin jarang ditemukan.6 Jongkok atau posisi knee-chest
merupakan implikasi dari gejala hypercyanotic spell, atau pada anak yang
sedang beraktivitas dan membutuhkan istirahat.26 Posisi ini akan
meningkatkan resistensi vaskular sistemik sehingga mengurangi pirau kanan
ke kiri, ini juga akan meningkatkan aliran balik vena sehingga stroke volume
ventrikel kanan dan aliran darah paru meningkat.6
d. Lemas dan Lelah
Lemas dan lelah merupakan gejala klinis akibat polisitemia dimana
terjadi hierviskositas akibat peningkatan kadar hematokrit. Gejala klinis
hiperviskositas baru muncul apabila kadar hematokrit >70%,27 gejala klinis
yang muncul seperti anak tampak lemas dan lelah, pada anak yang lebih besar
akan muncul gejala penurunan toleransi latihan, nyeri kepala, dan nyeri dada.
Polisitemia merupakan kompensasi hipoksemia kronis pada penderita TOF,
rendahnya kadar oksigen arteri menjadi stimulus terhadap sumsum tulang
untuk menghasilkan lebih banyak eritrosit akibatnya hitung jumlah eritrosit
dan hematokrit meningkat. 27
d. Murmur Jantung
Presentasi klinis pada neonatus bergantung pada derajat obstruksi right
ventricle out flow tract (RVOTO), auskultasi jantung dengan baik menggambarkan
gejala klinis TOF. Stenosis infundibular akan menghasilkan murmur ejeksi sistolik
dan suara jantung kedua tunggal pada area pulmonal. Durasi murmur ejeksi sitolik
bergantung derajat stenosis infundibular, semakin meningkat stenosis infundibular
maka pirau murmur menjadi dekresendo, lebih singkat, dan berakhir sebelum suara
kedua. Derajat stenosis yang lebih lanjut mengalihkan darah dari ventrikel kanan ke
aorta sehingga murmur sistolik menjadi lebih pendek dan lebih halus. TOF dengan
abnormalitas daun katup pulmonal ditandai dengan tambahan murmur awal diastolik
yang keras dekresendo yang panjang akibat regurgitasi pulmonal.9
Pemeriksaan fisik neonatus akan menghasilkan thrill sistolik di batas bawah
sternum kiri yang menggambarkan kelainan defek septum ventrikel, murmur ejeksi
sistolik pada menggambarkan stenosis pulmonal 26 murmur sistolik ini memiliki
intesitas sedang, murmur yang terus menerus/kontinyu (continuous) lebih jelas
terdengar di belakang. Auskultasi pada atresia pulmonal akan menunjukkan murmur
kontinyu, murmur ini dapat didengar di bawah klavikula, intensitasnya 3/6 hingga
halus sehingga mudah terlewat, murmur kontinyu ini lebih menonjol pada saat
sistolik. 9
e. Gangguan Pertumbuhan
Pemeriksaan fisik umum pasien TOF akan memberikan gambaran
terlambatnya pertumbuhan. Anak dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri ke
23
Gambar 19. Foto toraks pasien TOF gambaran jantung berbentuk sepatu boot 4
d. Ekokardiografi
25
2.3. 9 Komplikasi21
Pasien dengan TOF mungkin memiliki satu atau lebih komplikasi apabila
tidak dikoreksi, diantaranya:
a. Endokarditis infeksi: endokarditis infeksi dapat terjadi karena adanya infeksi
lokal, nasofaring, tenggorok, dan infeksi lainnya
b. Stroke: terjadi pada pasien yang berusia < 5 tahun, umumnya terjadi setelah
pasien mengalami serangan sianotik paska kateterisasi jantung atau dehidrasi
c. Abses otak: komplikasi ini terjadi pada pasien yang berusia >5 tahun, dengan
gejala demam, sakit kepala, muntah-muntah dan penurunan kesadaran.
26
2.3. 10 Tatalaksana
a. Tatalaksana Suportif
Tatalaksana suportif bertujuan untuk memantau dan mengelola hipoksemia
serta hypercyanotic spell. Hypercyanotic spell berpotensi meninggalkan gejala sisa
neurologis yang parah dan kematian sehingga harus dikenali dan diterapi dengan
segera,2 ini terjadi akibat pengurangan sementara aliran darah paru karena
peningkatan mendadak RVOTO dan/atau penurunan resistensi vaskuler sistemik.
Kondisi yang mempengaruhi hypercyanotic spell diantaranya dehidrasi, anemia,
peningkatan kadar katekolamin, asidosis, demam, atau hal lain yang dapat
menurunkan resistensi vascular sistemik.4
Anak dengan hypercyanotic spell harus diposisikan pada knee-chest position,
jongkok apabila mungkin dilakukan, karena episode ini diperburuk oleh menangis
maka anak harus diangkat dan di hibur idealnya digendong, ketika digendong anak
dapat diposisikan dengan knee-chest position (lutut dan pinggul ditekuk). Jika tidak
ada perbaikan dalam beberapa menit24 berikan oksigen secara nasal kanul 2-3 liter per
menit (lpm). Jika berada di luar rumah sakit segera hubungi ambulan atau menuju
fasilitas kesehatan terdekat.
b. Manajemen Medis
Hypercyanotic spell dianggap sebagai ketidakseimbangan akut antara aliran
darah sistemik dan paru dengan hasil lingkaran setan inotropi sekunder dari pelepasan
katekolamin endogen, peningkatan konsumsi oksigen sistemik, dan penurunan
preload ventrikel kanan akibat peningkatan detak jantung. Terapi akut ditujukan
untuk memutus lingkaran setan patofisiologisnya dengan cara meningkatkan volume
jantung dengan cara menghilangkan nyeri dan kecemasan (untuk mengurngi denyut
27
untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan mensupport aliran darah paru.23,
24
Apabila ada bukti asidosis maka berikan natrium bikarbonat 1-2 mEq/kg/dosis IV
untuk menurunkan stimulasi pusat pernapasan akibat efek asidosis, dosis yang sama
dapat diulang dalam 10-15 menit.2 Anestesi, intubasi, dan ventilasi pada akhirnya
mungkin diperlukan untuk mengurangi kerja pernapasan dan mengurangi konsumsi
oksigen dan meningkatkan kandungan oksigen vena campuran. Hypercyanotic yang
tidak juga berhenti setelah diberikan intervensi diatas dan berisiko mengancam jiwa
membutuhkan intervensi tatalaksana bedah segera.23, 24
Gambar 21. Gambar sediaan obat morfin, fenilefrin, propanolol (dari kiri ke kanan)
c. Pembedahan
Intervensi bedah pada asien tanpa indikasi spesifik dilakukan ketika
usia 1 tahun,4 pusat kesehatan umumnya memilih usia 3-6 bulan untuk
melakukan intervensi bedah.3 Indikasi operasi membuka jantung lebih dini
adalah pada anak dengan saturasi 75-80%, sianosis berat atau dengan
hypercyanotic spell meskipun dengan seleksi, manajemen medis berguna
untuk menunda operasi.6
1. Paliatif (shunt)
Indikasi operasi paliatif bervariasi dari satu institusi ke institusi lain,
prosedur ini bertujuan untuk meningkatkan aliran darah pulmoner. 6 Operasi
paliatif menjadi pendekatan awal pada rumah sakit pusat jantung jika bayi
sangat kecil dengan arteri pulmonalis yang juga sangat kecil, bila ditemukan
29
2.3.11 Prognosis
Bayi baru lahir dengan TOF 2/3 diantaranya asianotik dan terlihat sehat,
namun ketika berusia 6 bulan lebih dari setengah bayi mengalami desaturasi.24 Hasil
analisis keberlangsungan hidup dari 566 kasus TOF tanpa operasi hanya 2/3 pasien
yang bertahan hingga usia 1 tahun, separuh populasi ini dapat mencapai usia 3 tahun,
dan ¼ diantaranya mampu bertahan hingga usia 10 tahun. 9 Statistik serupa di
Bohemia tengah menunjukkan 64% anak mampu bertahan sampai usia 1 tahun
namun hanya 14% anak tanpa operasi yang mampu mencapai usia 15 tahun.24m
TOF tanpa pembedahan memiliki angka mortalitas yang tinggi, sekitar 25%
dari semua kasus dengan TOF meninggal di usia 1 tahun, dan 70% meninggal di usia
10 tahun. Berbeda dengan penderita TOF tanpa pembedahan, penderita TOF yang
dilakukan pembedahan dini memiliki angka keberlangsungan hidup yang tinggi
dengan angka keberhasilan hidup selama 30 tahun sebesar >90%. cardioconsult Tidak
hanya mortalitas anak dengan TOF yang tidak di operasi yang tinggi, angka kualitas
hidup anak TOF juga buruk.24
BAB III
KESIMPULAN
Tetralogy of fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik
yang paling sering ditemukan. Tetralogy of fallot terdiri dari 4 kelainan, VSD,
stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. VSD dan
stenosis pulmonal merupakan kelainan yang memiliki efek paling besar pada
TOF dan dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan sekunder. Derajat
keparahan TOF bergantung dengan seberapa besar obstruksi saluran keluar
dari ventrikel kanan.
Angka kejadian TOF antara laki-laki dan perempuan sama, akan
semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Penyebab TOF masih belum
diketahui dengan jelas penyebabnya, namun dapat dibagi menjadi 2 populasi,
sindromik dan non sindromik. Keadaan apapun yang akan menurunkan
resistensi vaskular sistemik akan menyebabkan munculnya gejala TOF, gejala
klinis ringan sampai hypercyanotic spell yang lebih berat.
Diagnosis TOF ditegakkan dengan riwayat sianosis pada anak
terutama ketika anak menangis, sianosis umumnya ditemukan di bibir, lidah,
rongga mulut dan eksterimtas. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan sianosis
seperti pada anamnesis, clubbing finger, squatting atau knee chest position,
murmur sistolik yang lebih jelas di dengar di belakang, dan terganggunya
pertumbuhan. Pemeriksaan laboratorium mungkin akan menunjukkan hasil
anemia defisiensi besi, atau bahkan polisitemia pada keadaan yang lebih berat,
foto toraks memberikan gambaran sepatu boot, ekoardiografi akan
memberikan gambaran bercampurnya darah miskin oksigen dengan darah
kaya oksigen.
Temuan klinis atau laboratorium dapat berupa bentuk komplikasi pada
TOF, seperti anemia defisiensi besi, polisitemia yang merupakan kompensasi
akibat hipoksemia yang lama. Gagal tumbuh pada pemeriksaan fisik
31
merupakan komplikasi akibat peningkatan kebutuhan besi pada pasien TOF,
sedangkan kadar besi pada pasien
32
33
TOF rendah. Komplikasi yang lebih berat dapat berupa abses otak dan stroke, atau
bahkan kematian.
Tatalaksana TOF bergantung kondisi klinis pasien, bayi dengan
sianosis ringan dapat dilakukan repair lengkap pada usia kurang dari 1 tahun
sedangkan bayi dengan sianosis berat dilakukan operasi paliatif, operasi
paliatif ini dilakukan apabila tindakan medis untuk anak dengan sianosis berat
tidak berhasil. Tindakan medis anak TOF dilakukan apabila anak mengalami
hypercyanotic spell dengan gejala pernapasan paroksismal, sianosis
memberat, dan murmur jantung menurun, hypercyanotic spell memerlukan
terapi segera karena dapat menyebabkan gejala sisa neurologis yang berat dan
bahkan kematian. Kegagalan terapi medis pada hypercyanotic spell menjadi
indikasi intervensi bedah segera.
Angka keberlangsungan hidup pasien TOF yang tidak dilakukan
intervensi bedah 2/3 pada ulang tahun pertama dan angka ini terus menurun
seiring bertambahnya usia, sehingga intervensi bedah masih menjadi
tatalaksana utama pasien TOF.
34
DAFTAR PUSTAKA
4. Nelson JS, Bove EL, Hirsch-Romano JC. Tetralogy of Fallot in Pediatric and
Congenital Cardiology , Cardiac Surgery and Intensive Care. Cruz EM, Ivy D,
Jaggers J, editors. New York: Springer-Verlag London; 2014. 1505–23 p.
9. Perloff JK, Marelli AJ. Ventricular Septal Deffect with Pulmonary Stenosis.
35
11. Praagh R van. Embryology. In: Keane JF, Lock JE, Flyer DC, editors. Nada’s
Pediatric Cardiology. 2nd ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2006. p. 13–25.
13. Snell RS. Jantung, Pembuluh Koroner, dan Perikardium in Anatomi Klinis
Berdasarkan Sitem. EGC, editor. Jakarta; 2015. 133–49 p.
14. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Singapore:
Elsevier Ltd.; 2014. 96–110 p.
16. Sherwood L. Fisiologi Jantung in Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8th ed.
Jakarta: EGC; 2016. 326–53 p.
17. Guyton AC, Hall JE. Jantung: Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 12th ed. Singapore: Elsevier Ltd; 2016. 96–104 p.
18. Silverthorn DU, Johnson BR, Ober WC, Silverthorn AC, Garrison C w.
Human Physiology an Integrated Approch. 5th ed. San Fransisco: Pearson
Education; 2010. 469–504 p.
19. Anderson RH dan, Baker EJ. Tetralogy of Fallot with Pulmonary Atresia in
Paediatric Cardiology. 3rd ed. Anderson RH, Baker EJ, Penny D, Redington
AN, Rigby ML, Wernovsky G, editors. Philadelpia: Churcil Livingstone; 2010.
36
753–73 p.
21. Prasodo A., Sukardi R. Tetralogy of Fallot: Penyakit jantung Bawaan Sianotik.
In: Sastroasmoro S, Djer MM, editors. Buku Ajar Kardiologi Anak. 2nd ed.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020. p. 265–75.
22. Knight ZL, Brown DW. Tetralogy of Fallot: Congenital Heart Disease. In:
Leonard LS, editor. Pathophysiologi of Heart Disease. 6th ed. Philadelpia:
Wolters Kluwer; 2016. p. 393–6.
23. Breitbart RE, Donald C. Flyer. Tetralogy of Fallot. In: Keane JF, Lock JE,
Flyer DC, editors. Nada’s Pediatric Cardiology. 2nd ed. Philadelpia: Saunders
Elsevier; 2006. p. 559–76.
24. Roche SL, Greenway SC, Redington AN. Tetralogy of Fallot with Pulmonary
Stenosis, Pulmonary Atresia, and Absent Pulmonary Valve. In: Moss &
Adam’s Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents, including fetus
and Young Adult. 9th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins; 2016. p.
1029–47.
25. Chandra S. Approach to a Child with Cyanotic Congenital Heart Disease. In:
Kulkarni M, editor. Pediatric cardiology. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd; 2003. p. 101–6.
27. Nadas AS, Donald C. Flyer. Hypoxemia. In: Keane JF, editor. Nada’s Pediatric
37