PENDAHULUAN
1
2
TOF yang tidak dikoreksi akan menimbulkan satu atau lebih komplikasi
diantaranya: stroke, abses otak, ensokarditis infektif, anemia relatif, trombosis paru,
dan perdarahan.7 Sangat penting diketahui bahwa tanpa operasi kebanyakan anak
tidak akan mampu bertahan sampai usia dewasa, sehingga operasi merupakan
tatalaksana utama pada pasein TOF.6 Selain komplikasi yang disebutkan diatas,
gangguan tumbuh kembang juga merupakan komplikasi paling umum pada pasien
TOF dan dapat ditemukan pada hampir seluruh PJB lainnya. 8 Hanya 2/3 anak TOF
yang mampu bertahan sampai usia 1 tahun tanpa dilakukan pembedahan sedangkan
1/3 lainnya tidak, angka survival pasien TOF yang dilakukan terapi pembedahan
cukup tinggi.9
Untuk mencapai angka survival TOF yang tinggi, memerlukan intervensi dini
baik dalam pengenalan penyakit, penegakan diagnosis, dan tatalaksana apa yang
diberikan, dengan intervensi bedah sebagai tatalaksana terbaik.
1.2 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran secara singkat mengenai
embriologi, anatomi, dan fisiologi jantung serta definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, penegakan diagnosis, komplikasi, dan penatalaksanaan tetralogi
fallot.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Seluruh sistem kardiovaskular manusia berasal dari mesoderm yang
berkembang dari ektoderm pada hari ke-15 kehidupan. 10 Proses embriogenesis
disederhanakan menjadi 4 tahapan, tubing, looping, septasi, dan migrasi. Empat
proses ini tidak sepenuhnya merupakan proses yang terpisah, melainkan rangkaian
proses yang saling tumpang-tindih.
1. Tubing
Jantung awalnya hanya berupa tabung lurus, pada hari ke-20 tabung jantung
atau preloop stage mulai berkembang dari pleksus vaskular pada tahap ini detak
jantung bayi dimulai atau pada hari ke-21 kehidupan ketika pembentukan putaran
jantung dimulai seperti terlihat pada seperti pada gambar 1.11 Tabung tersebut
terdapat beberapa dilatasi, yaitu atrium primitif, komponen inlet dan outlet ventrikel,
dan trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis seperti pada
gambar 1.12
2. Looping
4
normalnya putaran jantung memutar ke kanan (D-loop), apabila memutar ke kiri (L-
loop) merupakan suatu abnormalitas seperti gambar 2.11
3. Septasi
Tahapan ini merupakan spetasi pada segmen atrium, ventrikel, dan trunkus.
Pembentukan septum dimulai seperti pada gambar 3 dan gambar 4 dengan
pembentukan bantalan endokard di kanal AV dan regio kono truncal. 12 Awalnya
saluran AV primitif berupa lubang bulat di atrium kiri dan ventrikel kiri primitif,
kemudian secara bertahap saluran AV ini melintang dan bermigrasi ke kanan
sehingga terletak di bawah kedua atrium dan diatas kedua ventrikel. Kanal AV
primitif kemudian dibagi menjadi 2 saluran yaitu bantalan endokard ventral dan
dorsal yang bertumbuh kearah satu sama lain melalui pusat AV, bertemu dan
membagi kanal. Permukaan septum jaringan bantalan endokard akan berdiferensiasi
lebih lanjut membentuk daun katup mitral dan trikuspid seperti gambar 3, kelainan
pembentukan bantalan endokard menyebabkan banyak malformasi seperti ASD,
VSD, TOF, dan TGA.10
5
septum ini kemudian menjadi pemisah antara aorta dan arteris pulmonalis, septum ini
disebut septum infundibular. Abnormalitas pembagian ini akan menyebabkan banyak
kelainan vaskular seperti TGA, atresia arteri pulmonalis, dll.10
4. Migrasi
Bersama dengan septalis kanalis AV dengan terbentuknya bantalan
endokardium terjadi migrasi segmen inlet ventrikel sehingga orifisium AV kanan
berhubungan dengan daerah trabekular ventrikel kanan. Pada saat yang sama septum
inlet antara orifisium AV kanan dan kiri terbentuk, sehingga ventrikel kanan sudah
memiliki daerah inlet dan outlet sedangkan ventrikel kiri hanya mempunyai inlet.
6
Outlet ventrikel kiri terbentuk ketika aortic outflow tract bergeser ke arah
ventrikel kiri dan melekat pada lengkung jantung bagian dalam. Pergeseran aorta ke
ventrikel kiri ini menyebabkan septum outlet ventrikel kanan (infundibular) tetap
berada pada satu garis dengan septum inlet dan septum trabekuler. Tidak sejajarnya
septum infundibular ini menyebabkan terjadinya TOF. 12
2. Fisiologi
Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk
menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan ke jaringan.
Secara anatomis jantung adalah sebuah organ tunggal, namun sisi kanan dan kiri
jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Sisi kiri dan kanan jantung
9
dipisahkan oleh septum, pemisahan ini sangat penting karena sisi kanan jantung
menerima dan memompa darah miskin oksigen sedangkan sisi kiri jantung menerima
dan memompa darah kaya oksigen.16
Atrium berfungsi sebagai pompa pendahulu, pada keadaan normal darah
mengalir secara terus menerus dari vena-vena besar menuju atrium dan 80%
diantaranya mengalir langsung ke ventrikel, 20% lainnya akan dialirkan ke ventrikel
ketika atrium kontraksi.17 Darah yang kembali dari sirkulasi masuk ke atrium kanan
melalui 2 vena besar vena cava superior dan vena cava inferior, CO2 telah
ditambahkan pada darah ini, darah dari atrium kanan dialirkan ke ventrikel kanan
yang kemudian dipompa keluar oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis
bercabang 2 yang berjalan masing-masing ke kedua paru. Darah didalam paru akan
kehilangan CO2 dan O2 ditambahkan dalamnya lalu dipompa ke atrium kanan melalui
vena pulmonalis, darah kaya O2 yang kembali ke atrium kiri akan mengalir ke
ventrikel kiri, rongga pemompa yang akan mendorong darah ke seluruh tubuh melalui
arteri besar (aorta) seperti pada gambar 7.16
Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah yang
sama,17 namun sisi kiri jantung membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan
sisi kanan jantung hal ini dikarenakan tekanan dan resistensi sirkulasi sistemik tempat
yang dituju jantung kiri lebih tinggi dibandingkan tekanan dan resistensi paru tempat
yang dituju jantung kanan, hal ini juga yang menjadikan otot jantung sisi kanan lebih
tebal dibandingkan yang kiri.16
10
2.3.2 Epidemiologi
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling
sering ditemukan, kelainan ini menyumbang 5%-10% dari keseluruhan penyakit
jantung bawaan.1 Angka kejadian TOF 1:3.600 per kelahiran hidup, perempuan dan
laki-laki memiliki prevalensi yang sama, dari sebuah studi kohort oleh British
colaborative study menunjukkan risiko terjadinya PJB pada anak dengan ayah TOF
sebesar 1,6% sedangkan anak dari ibu TOF memiliki risiko sebesar 4,5%. 19 Penelitian
di California menunjukkan saudara kandung penderita TOF berisiko sebesar 2%-3%
menderita PJB meski bukan TOF, risiko ini dikaitkan dengan delesi gen 22q11.2.20
2.3.3 Etiologi
Pasien TOF kebanyakan tidak diketahui apa penyebabnya, genetika TOF juga
belum sepenuh dipahami.4 Heritabilitas TOF berdasarkan penelitian berkisar 54%,
penelitian juga menyebutkan bahwa saudara kandung yang memiliki TOF sekitar 1%
saudara berikutnya akan mengalami TOF juga. Pasien dengan TOF dikelompokkan
menjadi 2 populasi dengan sindrom dan tanpa sindrom. Penelitian pasien TOF tanpa
sindrom dari 114 kasus 4% diantaranya mengalami mutasi pada faktor transkrip
NKX2 yang tampaknya berperan dalam perkembangan jantung, berapa lainnya
mengaitkan TOF pada mutasi TBX1 dan ZFPM2.21
12
Populasi pasien TOF dengan sindrom berkisar 15%, sindrom yang terkait
dengan TOF diantaranya sindrom noonan (mutasi PTPN11) gambar8, sindrom
alagille (mutasi di JAG1) gambar8, sindrom DiGeorge dimana terjadi delesi
kromosom 22q11.4
Gambar 8. Bentuk wajah anak dengan sindrom alagille (atas) dan sindrom noonan (bawah) 22
anterior dibandingakan VSD biasa sehingga terjadi overriding aorta seperti gambar
8.2 Arteri pulmonalis umumnya berukuran kecil sedangkan aorta berukuran besar.23
1. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal merupakan komponen paling penting yang menentukan
derajat keparahan TOF.23 Kelainan ini terjadi akibat terganggunya pembentukan
infundibulum paru, normalnya septum infundibular terletak sejajar dengan septum
trabekular gambar 9, namun septum infundibular pada TOF mengalami deviasi ke
anterior dan ke superior sehingga septum infundibular tidak sejajar dengan septum
trabekular gambar 9, selain itu septum infundibular TOF memiliki volume yang lebih
kecil, lebih pendek, dan lebih tebal, hal ini menyebabkan obstruksi pada jalan keluar
ventrikel kanan/right ventricular outflow tract obstruction (RVOTO).9
Selain deviasi septum infundibular paru ke anterior dan superior, katup
pulmonal hampir selalu terlibat dalam terbentuknya RVOTO. 4 Daun katup pulmonal
mungkin lebih tebal, kebanyakan bikuspid (58%), berbentuk kubah, dan anulus katup
pulmonal hipoplastik.25 Obstruksi juga dapat terjadi di tingkat cabang arteri
pulmonalis kanan dan kiri.20
14
bedah dan keberlangsungan hidup bergantung pada ukuran dan distribusi stenosis
arteri pulmonal.4 Katup pulmonal tidak ada merupakan varian anatomi yang jarang
(2%) dari seluruh kasus TOF) beberapa klinisi lebih menyukai istilh displastik
dibandingkan tidak adanya katup pulmonal, varian malformasi ini dikaitkan dengan
ektasia (penebalan dinding arteri dan penyumbatan arteri) baik arteri pulmonalis
utama atau cabang arteri pulmonalis kanan dan kiri.25
Gambar 11. Variasi obstruksi, gambar paling kiri menggambarkan imperforata katup
pulmonal (panah kuning), gambar tengah menunjukkan obstruksi muskulus, gambar paling
kanan menunjukkan tidak adanya trunkus pulmonal19
2.3.5 Patofisiologi
Deskripsi TOF mencakup 4 kelainan yaitu: defek septum ventrikel (VSD),
obstruksi right ventricle outFlow tract (RVOTO), overriding aorta, dan hipertrofi
ventrikel kanan seperti pada gambar 12.2 Gejala awal TOF bergantung pada derajat
RVOTO, pada saat lahir sianosis mungkin ringan dan seiring bertambahnya usia
obstruksi semakin meningkat akibat peningkatan hipertrofi infundibulum vena kanan
dan kegagalan pertumbuhan katup pulmonal.6
Ukuran VSD yang cukup besar membuat tekanan di ventrikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tekanan ventrikel kanan mencerminkan tekanan pada
ventrikel kiri,2 akibatnya arah aliran darah pada VSD bergantung pada jalur yang
paling tidak resisten terhadap aliran darah dan bukan ukuran VSD. Darah akan
mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan secara alami apabila resistensi aliran
darah untuk melalui RVOTO lebih kecil/kurang daripada resistensi yang dibutuhkan
untuk mengalirkan darah ke perifer melalui aorta.21
18
b. Hypercyanotic Spell
Hypercyanotic spell merupakan kosekuensi paling fatal dari
hipoksemia, keadaan ini ditandai dengan paroksismus hiperpnea (pernapasan
cepat dan dalam), iritabel, sianosis meningkat, intensitas murmur jantung
menurun,2 orang tua bayi mungkin mengatakan keadaan ini dipicu oleh buang
air besar dan menangis, hal lain yang dapat memicu spell adalah anemia,
demam, dan menyusui pada neonatus.29 Spell yang tidak segera ditangani akan
berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan sinkop, kejang, trauma
serebrovaskular, bahkan kematian, hal ini sering ditemukan pada bayi muda
dengan insiden puncak usia 2-4 bulan.2
c. Squatting/jongkok
6
Jongkok juga termasuk dalam gejala klinis anak dengan TOF,
jongkok atau posisi knee-chest merupakan implikasi dari gejala hypercyanotic
spell, atau pada anak yang sedang beraktivitas dan membutuhkan istirahat. 29
Posisi ini akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik sehingga
mengurangi pirau kanan ke kiri, ini juga akan meningkatkan aliran balik vena
sehingga stroke volume ventrikel kanan dan aliran darah paru meningkat.6
Squatting adalah upaya untuk mengurangi dyspnea, istilah lain dari squatting
adalah knee-chest position, berbaring, atau duduk jongkok. Orang tua mungkin akan
menggendong bayi dengan kaki ditekuk ke perut, pasien dewasa muda mungkin
menyilangkan kaki ketika beridiri atau duduk seperti pada gambar 16 dan gambar 17.
Posisi seperti ini dilakukan setelah penderita mendapat stressor misalnya olahraga,
posisi ini akan melawan hipotensi ortostatik dan mengurangi atau mencegah
hipoksemia setelah aktivitas.9, 25
20
a. Sianosis
Sianosis merupakan temuan utama pada pemeriksaan fisik penderita TOF,
namun keadaan ini tidak dapat ditemukan pada awal kehidupan penderita. Sianosis
pada penderita TOF bergantung dengan derajat RVOTO. Penderita TOF yang sudah
masuk dalam tahap sianosis akan menjadi lebih sianosis apabila stenosis infundibular
memburuk dan sudah terjadi polistemia, sehingga dapat disimpulkan polisitemia
merupakan penyebab sekunder sianosis. Sianosis dibagi menjadi 2 tipe fisiologis,
sianosis sentral akibat gangguan pada jantung (TOF) atau paru dan sianosis perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh perifer atau menurunnya cardiac output. Gambaran
sianosis sentral dan perifer dapat dilihat pada gambar 13.28
b. Gangguan Pertumbuhan
Pemeriksaan fisik umum pasien TOF akan memberikan gambaran
terlambatnya pertumbuhan. Anak dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri ke
kanan akan menunjukkan gangguan pertumbuhan, berdasarkan penelitian anak
dengan penyakit jantung bawaan sianosis akan mengalami berat badan kurang, kurus,
atau bahkan pendek, hal ini dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan basal pada anak
dengan penyakit jantung bawaan, hal ini baru akan muncul apabila sianosis menjadi
semakin parah.8
c. Jantung
Kelebihan volume pada ventrikel kanan memberikan gambaran impuls di
intercostal space (ICS) 4 dan 5 linea parasternal kiri ketika inspeksi. 25 Impuls ini juga
22
dapat teraba ketika dilakukan palpasi, selain itu pada palpasi akan teraba impuls yang
berasal dari melebarnya lengkung aorta di sternoklavikular junction kanan.9
Presentasi klinis pada neonatus bergantung pada derajat obstruksi right
ventricle out flow tract (RVOTO), auskultasi jantung dengan baik menggambarkan
gejala klinis TOF. Murmur ejeksi sistolik akan terdengar pada ics 3 linea parasternalis
dan menjalar ke belakang, murmur ini berasal dari turbulensi darah yang akan
melewati RVOT yang menyempit bukan berasal dari VSD, durasi murmur sitolik
bergantung derajat stenosis infundibular, semakin meningkat stenosis infundibular
maka pirau murmur menjadi dekresendo, lebih singkat, dan berakhir sebelum suara
kedua. Derajat stenosis yang lebih lanjut mengalihkan darah dari ventrikel kanan ke
aorta sehingga murmur sistolik menjadi lebih pendek dan lebih halus. TOF dengan
abnormalitas daun katup pulmonal ditandai dengan tambahan murmur awal diastolik
yang keras dekresendo yang panjang akibat regurgitasi pulmonal.9
Auskultasi pada atresia pulmonal akan menunjukkan murmur kontinyu,
murmur ini dapat didengar di bawah klavikula, di sternum kanan dan kiri, dan di
belakang, intensitasnya 3/6 hingga halus sehingga mudah terlewat, murmur kontinyu
ini lebih menonjol pada saat sistolik. 9
d. Clubbing Finger/jari tabuh
Clubbing finger (jari tabuh) merupakan penebalan jaringan pada pangkal kuku
mengakibatkan hilangnya sudut antara dasar kuku. Clubbing finger adalah tanda
sianosis kronis, umumnya clubbing finger baru akan terlihat ketika anak berusia >6
bulan sampai dilakukan tatalaksana bedah dan jarang terjadi pada masa awal
kehidupan,9, 25 namun pada anak dengan sianosis berat clubbing finger dapat muncul
pada usia 2-3 minggu. Gambaran clubbing finger dapat dilihat pada gambar
23
Gambar 19. Foto toraks pasien TOF gambaran jantung berbentuk sepatu boot 4
d. Ekokardiografi
Diagnosis TOF umumnya mudah ditegakkan dengan ekokardiografi, kelainan
yang khas seperti VSD seperti pada gambar 20 dengan overriding aorta dan RVOTO
dapat dengan jelas terlihat.4 Aorta tampak besar sedangkan arteri pulmonalis kecil,
katup pulmonal tidak selalu jelas terlihat, namun infundibulum semoit jelas terlihat.
Ekokardiografi doppler yang baik bahkan dapat memperlihatkan arus dari ventrikel
kanan ke aorta memperkirakan perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dengan
arteri pulmonalis.
2.3. 9 Komplikasi23
Pasien dengan TOF mungkin memiliki satu atau lebih komplikasi apabila
tidak dikoreksi, diantaranya:
26
2.3. 10 Tatalaksana
a. Tatalaksana Suportif
Tatalaksana suportif bertujuan untuk memantau dan mengelola hipoksemia
serta hypercyanotic spell. Hypercyanotic spell berpotensi meninggalkan gejala sisa
neurologis yang parah dan kematian sehingga harus dikenali dan diterapi dengan
segera,2 ini terjadi akibat pengurangan sementara aliran darah paru karena
peningkatan mendadak RVOTO dan/atau penurunan resistensi vaskuler sistemik.
Kondisi yang mempengaruhi hypercyanotic spell diantaranya dehidrasi, anemia,
peningkatan kadar katekolamin, asidosis, demam, atau hal lain yang dapat
menurunkan resistensi vascular sistemik.4
Anak dengan hypercyanotic spell harus diposisikan pada knee-chest position,
jongkok apabila mungkin dilakukan, karena episode ini diperburuk oleh menangis
maka anak harus diangkat dan di hibur idealnya digendong, ketika digendong anak
dapat diposisikan dengan knee-chest position (lutut dan pinggul ditekuk). Jika tidak
ada perbaikan dalam beberapa menit20 berikan oksigen secara nasal kanul 2-3 liter per
menit (lpm). Jika berada di luar rumah sakit segera hubungi ambulan atau menuju
fasilitas kesehatan terdekat.
b. Manajemen Medis
27
Apabila terjadi perbaikan terapi propranolol oral 0,5 sampai 1,5 mg/kg dapat
diberikan setiap 6 jam, pemberian propanolol ini digunakan untuk mencegah
serangan hipoksemia sambil menunggu waktu optimal untuk operasi korektif di
daerah di mana prosedur bedah jantung terbuka tidak tersedia untuk bayi kecil.2
Apabila hypercyanotic spell tidak membaik atau terus berlanjut maka berikan
vasokonstriktor sistemik seperti alfa-agonis (fenilefrin), bolus 0,005 – 0,001 mg/kg
IM/SC, mulai infus: 0,1–0,5 μg/kg/menit IV atau norepinefrin 0,05-1,0 mg/kg/menit
untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan mensupport aliran darah paru.25,
20
Apabila ada bukti asidosis maka berikan natrium bikarbonat 1-2 mEq/kg/dosis IV
untuk menurunkan stimulasi pusat pernapasan akibat efek asidosis, dosis yang sama
dapat diulang dalam 10-15 menit.2 Anestesi, intubasi, dan ventilasi pada akhirnya
mungkin diperlukan untuk mengurangi kerja pernapasan dan mengurangi konsumsi
oksigen dan meningkatkan kandungan oksigen vena campuran. Hypercyanotic yang
tidak juga berhenti setelah diberikan intervensi diatas dan berisiko mengancam jiwa
membutuhkan intervensi tatalaksana bedah segera.25, 20
Gambar 21. Gambar sediaan obat morfin, fenilefrin, propanolol (dari kiri ke kanan)
c. Pembedahan
Intervensi bedah pada asien tanpa indikasi spesifik dilakukan ketika
usia 1 tahun,4 pusat kesehatan umumnya memilih usia 3-6 bulan untuk
melakukan intervensi bedah.3 Indikasi operasi membuka jantung lebih dini
adalah pada anak dengan saturasi 75-80%, sianosis berat atau dengan
29
neonatal agar bayi dapat tumbuh lebih besar. Neonatus dengan RVOTO yang
parah memilki 2 pilihan tatalaksana repair lengkap primer atau bertahap,
repair bertahap yang dimaksud adalah dengan prosedur paliatif di masa
neonatal dan repair lengkap elektif kemudian, namun repair lengkap primer
tidak dapat dilakukan pada bayi kecil misalnya bayi prematur atau bayi
dengan kelainan anatomi, pada kasus seperti ini prosedur paliatif perlu
dilakukan.33
Waktu dilakukannya repair lengkap bervariasi.2 Bayi simtomatik
dengan RVOTO dan arteri pulmonalis yang baik dilakukan repair pada usia 3-
4 bulan,33 bayi asimtomatik, asianosis, atau dengan sianosis minimal
dilakukan repair lengkap pada usia 1-2 tahun. Bayi yang sebelumnya
dilakukan prosedur paliatif dengan sianosis ringan repair lengkap dilakukan
ketika berusia 1-2 tahun setelah prosedur paliatif. Bayi dengan kelainan
anatomi repair lengkap dilakukan pada usia 1 tahun.2
c. Nutrisi
Tujuan pemberian nutrisi pada anak PJB adalah meminimalkan
kurangnya berat badan selama periode pre operatif serta memperbaiki sistem
kekebalan tubuh. Anak PJB membutuhkan kalori 20-33% lebih besar daripada
kebutuhan normal rata-rata, sesuai dengan recommended dietary allowance
(RDA) baik dari makronutrien dan mikronutrien. Pemberian suplemen zat
besi dan asam folat dapat diberikan. PJB sianotik tidak diperlukan pembatasan
cairan baik oral maupun enteral karena tidak terjadi suatu beban volume
dalam tubuh.ontoseno gizi
2.3.11 Prognosis
Bayi baru lahir dengan TOF 2/3 diantaranya asianotik dan terlihat sehat,
namun ketika berusia 6 bulan lebih dari setengah bayi mengalami desaturasi.20 Hasil
analisis keberlangsungan hidup dari 566 kasus TOF tanpa operasi hanya 2/3 pasien
yang bertahan hingga usia 1 tahun, separuh populasi ini dapat mencapai usia 3 tahun,
31
32
merupakan komplikasi akibat peningkatan kebutuhan besi pada pasien TOF,
sedangkan kadar besi pada pasien
33
34
TOF rendah. Komplikasi yang lebih berat dapat berupa abses otak dan stroke, atau
bahkan kematian.
Tatalaksana TOF bergantung kondisi klinis pasien, bayi dengan
sianosis ringan dapat dilakukan repair lengkap pada usia kurang dari 1 tahun
sedangkan bayi dengan sianosis berat dilakukan operasi paliatif, operasi
paliatif ini dilakukan apabila tindakan medis untuk anak dengan sianosis berat
tidak berhasil. Tindakan medis anak TOF dilakukan apabila anak mengalami
hypercyanotic spell dengan gejala pernapasan paroksismal, sianosis
memberat, dan murmur jantung menurun, hypercyanotic spell memerlukan
terapi segera karena dapat menyebabkan gejala sisa neurologis yang berat dan
bahkan kematian. Kegagalan terapi medis pada hypercyanotic spell menjadi
indikasi intervensi bedah segera.
Angka keberlangsungan hidup pasien TOF yang tidak dilakukan
intervensi bedah 2/3 pada ulang tahun pertama dan angka ini terus menurun
seiring bertambahnya usia, sehingga intervensi bedah masih menjadi
tatalaksana utama pasien TOF.
35
DAFTAR PUSTAKA
4. Nelson JS, Bove EL, Hirsch-Romano JC. Tetralogy of Fallot in Pediatric and
Congenital Cardiology , Cardiac Surgery and Intensive Care. Cruz EM, Ivy D,
Jaggers J, editors. New York: Springer-Verlag London; 2014. 1505–23 p.
9. Perloff JK, Marelli AJ. Ventricular Septal Deffect with Pulmonary Stenosis.
36
11. Praagh R van. Embryology. In: Keane JF, Lock JE, Flyer DC, editors. Nada’s
Pediatric Cardiology. 2nd ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2006. p. 13–25.
13. Snell RS. Jantung, Pembuluh Koroner, dan Perikardium in Anatomi Klinis
Berdasarkan Sitem. EGC, editor. Jakarta; 2015. 133–49 p.
14. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Singapore:
Elsevier Ltd.; 2014. 96–110 p.
16. Sherwood L. Fisiologi Jantung in Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8th ed.
Jakarta: EGC; 2016. 326–53 p.
17. Guyton AC, Hall JE. Jantung: Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 12th ed. Singapore: Elsevier Ltd; 2016. 96–104 p.
18. Silverthorn DU, Johnson BR, Ober WC, Silverthorn AC, Garrison C w.
Human Physiology an Integrated Approch. 5th ed. San Fransisco: Pearson
Education; 2010. 469–504 p.
19. Anderson RH dan, Baker EJ. Tetralogy of Fallot with Pulmonary Atresia in
Paediatric Cardiology. 3rd ed. Anderson RH, Baker EJ, Penny D, Redington
AN, Rigby ML, Wernovsky G, editors. Philadelpia: Churcil Livingstone; 2010.
37
753–73 p.
20. Roche SL, Greenway SC, Redington AN. Tetralogy of Fallot with Pulmonary
Stenosis, Pulmonary Atresia, and Absent Pulmonary Valve. In: Moss &
Adam’s Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents, including fetus
and Young Adult. 9th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins; 2016. p.
1029–47.
22. Goldmuntz E, Crenshaw ML. Genetics Aspect of Congenital Heart Disease. In:
Hugh D. Allen, Shaddy RE, Penny DJ, Fetels TF, Cetta F, editors. Moss and
Adam’s: Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents. 9th ed.
Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins; 2016. p. p87-103.
23. Prasodo A., Sukardi R. Tetralogy of Fallot: Penyakit jantung Bawaan Sianotik.
In: Sastroasmoro S, Djer MM, editors. Buku Ajar Kardiologi Anak. 2nd ed.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020. p. 265–75.
24. Knight ZL, Brown DW. Tetralogy of Fallot: Congenital Heart Disease. In:
Leonard LS, editor. Pathophysiologi of Heart Disease. 6th ed. Philadelpia:
Wolters Kluwer; 2016. p. 393–6.
25. Breitbart RE, Donald C. Flyer. Tetralogy of Fallot. In: Keane JF, Lock JE,
Flyer DC, editors. Nada’s Pediatric Cardiology. 2nd ed. Philadelpia: Saunders
Elsevier; 2006. p. 559–76.
26. O’Brien P, Marshall AC. Tetralogy of Fallot. Circ Cardiol Page. 2014;e26-9.
27. Lee NB, Yoo SJ, Habsan F Al, Anderson RH. Ventricular Septal Defects. In:
38
28. Chandra S. Approach to a Child with Cyanotic Congenital Heart Disease. In:
Kulkarni M, editor. Pediatric cardiology. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd; 2003. p. 101–6.
30. Nadas AS, Donald C. Flyer. Hypoxemia. In: Keane JF, editor. Nada’s Pediatric
Cardiology. 2nd ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2006. p. 97–100.