Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia penyakit jantung pada anak terus menjadi masalah kesehatan
utama pada masyarakat. Baik itu penyakit jantung bawaan maupun yang didapat.
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat
adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Terjadinya PJB masih belum jelas namun dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa PJB dalam satu
keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir trimester
pertama potensial dapat menimbulkan gangguan jantung.
Secara garis besar PJB dibagi dalam 2 kelompok: PJB non-sianotik dan PJB
sianotik. Empat hal paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB adalah
sianosis, takipnea, frekuensi jantung abnormal dan bising jantung.
Tetralogi Fallot (TOF) adalah salah satu gangguan yang paling umum dari
penyakit jantung bawaan (PJB). Kondisi ini diklasifikasikan sebagai gangguan
jantung sianosis,dimana terdapat aliran darah ke paru-paru yang tidak memadai untuk
oksigenasi (right-to-left shunt).Pasien dengan tetralogi Fallot awalnya mengalami
sianosis yang terjadi segera setelah lahir. Kelainan ini pertama kali dilaporkan oleh
Fallot(1888).Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling
banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit
jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan

duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10 % dari seluruh penyakit jantung


bawaan, dan merupakan penyebab utama diantara penyakit jantung bawaan sianotik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung bawaan tipe sianotik.
didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang
keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga
menebal dan menimbulkan penyempitan
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari
Ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian
aorta keluar dari bilik kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Gambar 1. Tetralogi fallot

2.2 Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati
urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum
ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang
10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan. Diantara penyakit jantung bawaan
sianotik,Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi Fallot merupakan penyakit
jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis
sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka kejadian antara bayi laki-laki
dan perempuan sama.
2.3 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktorfaktor tersebut antara lain :
Faktor endogen
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen
Riwayat kehamilan ibu : minum obat-obatan tanpa resep
dokter, (thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin,
amethopterin, jamu), saat hamil mengkonsumsi alkohol
(alkoholik), menderita diabetes.

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.


Pajanan terhadap sinar X.
Kelainan ini sering ditemukan pada bayi dengan kehamilan ibunya diatas
usia 40 tahun.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari
90% kasus penyebab adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena
pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
2.4 Patofisiologi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterin,
trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan A. Pulmonalis. Pembagian
berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya
aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal A. Pulmonalis terletak
antero-medial
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang
abnormal (overriding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan
keluar ventrikel kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum
dari trunkus yang gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel.
Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu
defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal
aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan anatomi ini bervariasi luas,
sehingga menyebabkan luasnya variasi patofisiologi penyakit.

Secara anatomis Tetralogi Fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik


yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta
dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu.
Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis
pulmonal.
Overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior
mengarah ke septum. Derajat overriding ini lebih mudah ditentukan secara
angiografis daripada waktu pembedahan atau otopsi. Klasifikasi overriding
menurut Kjellberg: (1) Tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden
mengarah ke belakang ventrikel kiri; (2) Pada overriding 25% sumbu aorta
ascenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap
ke ventrikel kanan; (3) Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke septum
sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan; (4) Pada overriding
75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan, septum sering
berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan
ventrikel kanan berongga sempit. Derajat overriding ini bersama dengan defek
septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi
stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum
ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidak-jenuhan darah arteri
dan sianosis menetap. Aliran darah paru-paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi

aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi


kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap.
2.5 Gambaran Hemodinamik
Pada, Tetralogi Fallot perubahan hemodinamik ditentukan oleh besarnya
defek septum ventrikel dan derajat penyempitan stenosis pulmonal. Pada waktu
sistole, tekanan ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama. Karena tekanan ventrikel
kiri diatur oleh baroreseptor karotis, maka tekanan ventrikel kanan tidak pernah
melampaui tekanan sistemik.
Aliran darah paru ditentukan oleh: (1) obstruksi akibat stenosis pulmonal
yang relatif menetap, (2) tingginya tekanan ventrikel kanan yang relatif tetap
pula, (3) tahanan vaskular sistemik yang berubah-ubah.
Secara hemodinamik yang memegang peranan adalah VSD dan stenosis
pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah stenosis pulmonal.
Misalnya, VSD sedang kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada
ventrikel kanan masih rendah daripada tekanan pada ventrikel kiri. Shunt akan
berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar karena
pertumbuhan, defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis
menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi
tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada septum
ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya
karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada
ventrikel kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan
pada ventrikel kiri, shunt menjadi kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi

gejala klinis sangat bergantung pada derajat stenosis dan besarnya defek sekat.
Sianosis sendiri tidak akan memberikan banyak keluhan selama konsumsi
oksigen total masih normal.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri
melalui foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi
lebih besar daripada tekanan pada atrium kiri.
Keadaan hipoksia akan menimbulkan mekanisme kompensasi berupa
timbulnya sirkulasi kolateral dan terjadinya polisitemia. Gejala hipoksia biasanya
mulai timbul pada usia 18 bulan. Untuk pembentukan sirkulasi kolateral
diperlukan waktu bertahun-tahun, sedangkan positemia sudah dapat terjadi sejak
bayi. Sianosis kadang tidak tampak pada bulan-bulan pertama. Pada waktu anak
bangun tidur malam atau tidur siang, atau sesudah makan, atau pada waktu
menangis, sianosis bertambah jelas.
Sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi hipoksia, anak yang
sudah dapat berjalan akan jongkok (squatting), setelah melakukan aktivitas fisis.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi alur balik dari ekstremitas bawah yang
saturasi oksigennya rendah, dan kadar CO2 serta laktatnya tinggi. Peningkatan
tahanan sistemik dengan jongkok, juga akan memperbaiki oksigenasi paru.
2.6 Klasifikasi
Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan, yaitu
sebagai berikut:
1. Penderita tidak sianosis, kemampuan kerja normal.
2. Sianosis timbul pada waktu kerja, kemampuan kerja kurang.

3. Sianosis timbul pada waktu istirahat, kuku berbentuk gelas arloji, bila
kerja fisik sianosis bertambah, juga ada dispnea.
4. Sianosis dan dispnea sudah ada pada waktu istirahat, ada jari tabuh.
2.7 Manifestasi Klinik
Cyanotic Spell (serangan sianosis terjadi akibat meningkatnya pirau kanan
ke kiri yang tiba-tiba, maka terjadi penurunan aliran darah ke paru yang berakibat
hipoksemia berat). Pada serangan sianosis yang khas, bayi atau anak menjadi
distres, paling sering pada waktu pagi, tidak perlu rangsangan dari luar. Dengan
menangis anak menjadi tidak dapat didiamkan, hiperneu dan semakin biru. Pada
bayi, keterangan tentang adanya sianosis sangat bergantung pada pengamatan
ibunya. Ada orang tua penderita yang tidak terlalu menaruh perhatian pada
anaknya sehingga adanya sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi memang
keluhan sianosis sangat ringan. Bila bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan
bahwa ada atresi jalan keluar pada ventrikel kanan (infundibulum dan atresi arteri
pulmonalis). Akan tetapi, ketika sianosis mulai tampak, sianosis ini makin lama
makin kelihatan jelas. Pada anak ini disamping keluhan sianosis, orang tuanya
juga melaporkan adanya dispneu, kelelahan dan pertumbuhan terlambat.
Serangan sianosis ditemukan paling sering pada bayi yang baru mulai berjalan.
Sesudah 4 sampai 5 tahun, serangantidak sering lagi tetapi bukan tidak diketahui.
Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu
anak bangun tidur malam atau bangun tidur siang atau sesudah makan atau pada
waktu menangis, sianosis bertambah jelas. Anak menjadi dispneu dan pucat,
hilang kesadaran dan apnea, kadang-kadang menjadi kaku. Kehilangan kesadaran

dapat agak lama sehingga anak seperti dalam keadaan meninggal. Sebab-sebab
terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot infundibulum ventrikel kanan
berkontraksi, sehingga aliran darah ke dalam paru berkurang. Untuk mengatasi
keadaan ini,biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk
memperbesar tahanan pada sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena
yang kembali ke jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian, dapat
diharapkan mengurangi tahanan pada infundibulum. Anak yang sudah dapat
berjalan sering menunjukkan gejala sering jongkok (squatting = hocken
(Jerman)). Bila berjalan sekitar 20-50 m, anak ini lalu jongkok,kegiatan ini selalu
dikerjakan berulang-ulang. Jongkok ini maksudnya sama dengan usaha kita
menekuk lutut seperti diatas, dan ternyata mengurangi gejala seperti dispnea.
Pada pemeriksaan, biasanya sianosis terlihat terutama pada kulit dan
mukosa. Jari-jari berbentuk, seperti trommel (jari tabuh), kuku seperti gelas
arloji, dan ginggiva hiperplasi. Takipnea pada saat istirahat dan bertambah berat
pada saat kerja fisik sedikit saja. Vena jugularis biasanya terisi penuh sehingga
kelihatan sedikit menonjol, dan gelombang A (gelombang Atrium) jelas kelihatan.
Sering dapat terdengar suara ke-2, yaitu suara penutupan katub aorta, suara
pertama normal. Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea parasternal
kiri, tetapi jarang teraba pada fosa suprasternalis.
Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu bising sistolik
keras dengan nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis
kiri (bising VSD) dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk
fusiform dengan amplitudo maksimum pada akhir sistol dan berakhir dekat

10

dengan suara ke-2. Bising ke-2 ini adalah bisisng stenosis pulmonal. Pada
stenosis ringan, bising ke-2 ini akan lebih keras dengan ampitudo maksimum
pada akhir sistole, suara ke-2 masih membelah. Sedang bila stenosisnya berat,
bisingnya lemah dan terdengar pada permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan
biasanya tunggal (A2), P2 tidak terdengar. Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi
pertumbuhan pembuluh darah kolateral, dapat terdengar bising kontinu pada
punggung.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi menunjukkan deviasi sumbu ke kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan. Tanpa penemuan ini diagnosa tetralogi Fallot, dengan atau tanpa
atresia pulmonalis, meragukan. Bila ada stenosis pulmonal minimal dengan
dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar. Elektrokardiogram dapat
menunjukkan hipertrofi biventrikular. Sumbu superior ke kiri memberi kesan
tetralogi fallot dengan defek kanal atrioventrikular.
b. Rontgen thorax
Secara klasik sinar x dada menunjukkan ukuran jantung normal dengan
pengurangan vaskularisasi paru. Biasanya segmen batang atresia pulmonalis
adalah defisien. Karena shunt dari kiri ke kanan yang berlebihan vaskularisasi
pulmonal mungkin bertambah dan jantung membesar dan tidak dapat dibedakan
dari tandatanda yang ditemukan pada bayi dengan sekat ventrikel. Pada atresia
pulmonal dan sirkulasi kolateral berlebihan, jantung mungkin agak lebih besar
daripada normal tetapi segmen batang arteri pulmonalis biasanya tidak ada. Tidak

11

ada segmen batang arteri pulmonalis menjadikan jantung tampak seperti sepatu,
diberi nama Coeur en sabot. Biasanya, bila arkus aorta ke kanan, ia dengan
mudah terlihat pada foto dada biasa.

Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en


sabot (sepatu kayu), serta corakan vaskular paru yang berkurang
c. Ekokardiografi
Pada ekokardiografi adalah mungkin memperagakan sekat ventrikel, khas
konoventrikular dengan deviasi anterior sekat infundibulum. Akar aorta besar dan
mengarah ke kanan bervariasi overriding. Saluran keluar pulmonal yang
menyempit biasanya dengan mudah ditampakkan dan obstruksi dapat dengan
mudah didokumentasikan dengan teknik Doppler. Sekarang dimungkinkan bagi
ekokardiografer mengenali defek sekat ventrikel tambahan pada bagian lain sekat
ventrikel dengan teknik doppler berwarna dan anatomi arteria koronaria sering
dapat dilihat dengan cukup baik untuk mengenali kelainan cabang-cabang konus
di dalam saluran air keluar ventrikel kanan pada titik dimana irisan bedah
mungkin diperlukan. Stenosis pulmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif

12

pembuluh darah pulmonal sentral dapat ditampakkan. Belum ada data yang cukup
untuk merekomendasikan bahwa koreksi bedah Tetralogi Fallot yang dilakukan
dengan informasi diagnostik anatomik yang didasarkan seluruhnya atas
ekokardiografi, tetapi sangat mungkin bahwa hal ini akan terjadi tidak lama lagi.
Pandangan subsifoid dan parasternal paling jelas menampakkan defek sekat
ventrikel, aorta yang menggeser ke kanan (overriding), dan obstruksi saluran
aliran ke luar ventrikel kanan. Cabang arteria pulmonalis biasanya terlihat pada
pandangan sumbu pendek parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria
kiri dapat terlihat pada pandangan sumbu pendek parasternal atau pandangan
sumbu-panjang yang ditujukan ke arah bahu kiri.
d. Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi
Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada Tetralogi Fallot, bila dengan
pemeriksaan ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan
sebelum tindakan bedah koreksi dengan maksud untuk: 1) mengetahui defek
septum ventrikel yang multiple; 2) mendeteksi kelainan a. koronaria; 3)
mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
e. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung
bawaan sianotik, untuk rnenilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan
hematokrit merupakan indikator yang cukup baik untuk derajat hipoksemia.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit ini merupakan mekanisme kompensasi
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan
antara 16-18 g/dl, sedangkan hematokrit antara 50-65 % . Bila kadar hemoglobin

13

dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan


trombo-emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi
anemia relatif yang harus diobati.
2.9 Penatalaksanaan
Tatalaksana Tetralogi Fallot berupa perawatan medis serta tindakan
bedah.Pada penderita yang mengalami serangan sianotik maka terapi ditujukan
untuk memutuskan rantai patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a) Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini diharapkan
aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat
penekukan arteri femoralis.
b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipnea.
c) Bikarbonas natrikus 1 meq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis.
d) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini bukan karena
kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru yang berkurang.
Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang
dan anak menjadi tenang.
e) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg intravena perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. 1 mg IV merupakan dosis
standar pada dewasa. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam
spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi
sisanya diberikan perlahan dalam 5 sampai 10 menit berikutnya,
isoproterenol harus disiapkan untuk mengatasi efek overdosis.

14

f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja
dengan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.
g) Vasokonstriktor seperti phenilephrine 0,02 mg/kg IV meningkatkan resistensi
vaskular sistemik sehingga aliran darah ke paru meningkat.
h) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan sianosis. Volume darah juga dapat mempengaruhi tingkat
obstruksi. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa
oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Sedangkan untuk tindakan bedah terdapat 2 pilihan pada Tetralogi Fallot.
Pertama adalah koreksi total (menutup VSD dan reseksi infundibulum), dan
kedua bedah paliatif pada masa bayi untuk kemudian dilakukan koreksi total
kemudian. Pada Tetralogi Fallot golongan 1 tidak perlu terapi. Operasi pada
golongan ini menimbulkan lebih banyak resiko daripada hasilnya. Pada anak
dibawah umur 6 tahun dengan golongan 3 dan 4 (BB < 10 kg) perlu dilakukan
operasi paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum
dilakukan koreksi total.
Indikasi prosedur operasi paliatif :
- Neonatus dengan TF-PA
- Bayi dengan hipoplastik anulus pulmonal yang memerlukan patch
transanulus
- Bayi < 3 bulan dengan sianosis berat
- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

15

Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun.
Operasi koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah
mengandung banyak resiko. Operasi paliatif umumnya membuatanastomosiantara
aorta dan a. Pulmonalis. Sehingga diharapkan darah dari aorta mengalir ke dalam
a.Pulmonalis. Paru akan mendapat cukup darah sehingga jumlah darah yang
dioksigenasi lebih banyak. Ada beberapa macam teknik bedah paliatif :
a. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a.
Subklavia dan salah satu a. Pulmonalis. Hubungan ini dapat
secara end to side dapat juga secara end to end.
b.

Anastomosis

Pott:

menghubungkan

sisi

sama

sisi

antara

a.Pulmonalis kiri dengan aorta desendendi luar perikardium.


Anastomosis Waterson: menghubungkan sisi sama sisi antara
a.Pulmonalis kanan dengan aorta asendens.
2.10 Prognosis.
Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun,
tapi semua ini bergantung kepada besar kelainan.

16

BAB 3
KESIMPULAN

Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel,
stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Apabila Tetralogi
fallot tidak ditangani pada jangka waktu yang panjang, maka akan mengakibatkan
hipertrofi ventrikel kanan yang progresif dan dilatasi berhubung dengan resistensi
yang meningkat pada ventrikel kanan. Hal ini dapat menyebabkan DC kanan yang
bisa berakhir dengan kematian. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi
medikamentosa, non medikamentosa, kateterisasi jantung, dan apabila keadaan umum
memburuk dapat dilakukan pembedahan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Fyler, D. C. 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
2. Behrman, Kliegman, and Jenson. 2003. Nelson Textbook of Pediatrics 17th
edition. USA: W.B. Saunders.
3. Markum, A. H. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
5. Anonymous. 2007. Tetralogy of Fallot. National Heart Lung and Blood
Institute. Cites at: www.nhlbi.nih.gov.
6. Ontoseno, T., Poewodibroto, S., dan Rahman, M. A. 2007. Tetralogi Fallot dan
Serangan Sianosis. Cites at: www.pediatrik.com.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2005. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
8. Madiyono, Rahayuningsih, dan sukardi. 2005. Penanganan Penyakit Jantung
pada Bayi dan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

18

Anda mungkin juga menyukai