Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN NEONATUS BAYI BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

Pemberian Pada Asuhan Neonatus dan Bayi Dengan Kelainan Bawaan

“Atresia Doudeni Esofagus”

Dosen Pengampu : Farida Nur K, S.Si.T.,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Ema Erlina (201801005)

2. Fitria Nur Zulaiha (201801006)

AKADEMI KEBIDANAN DUTA DHARMA PATI

TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang

“Pemberian Asuhan pada Neonatus dan Bayi dengan Kelainan Bawaan Atresia Doudeni

Esofagus” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus,

Bayi, dan Balita yang diberikan oleh Farida Nur K, S.Si.T., M.Kes.

Makalah ini disusun agar pembaca lebih mendalami tentang Pemberian Asuhan pada

Neonatus dan Bayi dengan Kelainan Doudeni Esofagus, penulis menyadari bahwa makalah

ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

sekiranya dapat penulis gunakan sebagai masukan untuk perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta

dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan

kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.

Pati,10 Desember 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................................................................

C. Tujuan ...........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................

A. ATRESIA DUODENI...................................................................................................

1. Pengertian................................................................................................................

2. Etiologi....................................................................................................................

3. Tanda dan Gejala.....................................................................................................

4. Patofisiologis...........................................................................................................

5. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................

6. Komplikasi...............................................................................................................

7. Penatalaksanaan.......................................................................................................

B. ATRESIA ESOFAGUS

1. Pengertian ...............................................................................................................

2. Gambaran Klinis......................................................................................................

3. Kelainan-kelainan lain ............................................................................................

4. Etiologi ...................................................................................................................

5. Tanda dan Gejala.....................................................................................................

6. Komplikasi...............................................................................................................

ii
7. Penatalaksanaan lebih lanjut....................................................................................9

8. Gambar Atresia Duodeni Esofagus.........................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................11

B. Saran .............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Atresia adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ.

Atresia Duodenal adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian

terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia

duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli bedah

pediatric. Atresia duodenal ini dijumpai satu diantara 300 - 4.500 kelahiran hidup. Lebih

dari 40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Atresia

duodenum dijumpai satu diantara 6.000─ 10.000 kelahiran hidup. Dasar embriologi

terjadinya atresia duodenum disebabkan karena kegagalan rekanalisasi duodenal pada

fase padat intestinal bagian atas dan terdapat oklusi vascular di daerah duodenum dalam

masa perkembangan fetal. Setengah dari semua bayi baru lahir dengan atresia duedenal

juga mempunyai anomali kongenital pada sistem organ lainnya. Lebih dari 30% dari

kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Laporan lain menyebutkan

bahwa atresia duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%), maternal polyhidramnion

(33%), down syndrome (24%), pankreas annulare (33%) dan malrotasi (28%).

Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat mengalami asfiksia,

dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan muntah-muntah.

Atresia esophagus ( AE ) merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak

menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia

esophagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE) yaitu kelainan kongenital

dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia esophagus

1
merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1

setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud Atresia Duodeni,Esophagus?

2. Apa Etiologi dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?

3. Apa Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni,Esophagus?

4. Apa patofisiologi Atresia Duodeni,Esophagus?

5. Apa Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?

6. Apa sajakah yang terkait dengan Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda gejala, patofisiologi, pemeriksaan

diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan atresia duodeni esophagus.

2. Untuk mengetahui pengertian, gambaran klinik, kelainan-kelainan dalam atresia

esophagus, etiologi, tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan atresia esophagus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ATRESIA DUODENI

1. Pengertian

Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum ( bagian pertama dari

usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari

lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.

Atresia duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh mambran utuh, tali fibrosa

yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu

celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung.

Atresia duodeni adalah buntunya saluran pada duodenum yang biasanya

terjadipada ampula arteri.

2. Etiologi

Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui,

tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum, yaitu:

a. Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke 4 dan minggu ke 5 ).

b. Gangguan pembuluh darah.

c. Banyak terjadi pada bayi premature.

3. Tanda dan gejala

a. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas.

b. Muntah banyak segera setelah lahir berwarna kehijauan akibat adanya empedu.

c. Perut kembung di daerah epigastrium pada 24 jam atau sesudahnya.

d. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kencing.

e. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.

3
f. Berat badan menurun dan sukar bertambah.

g. Muntah terus menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.

h. Ikterik

4. Patofisiologi

Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi buruk

dengan pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium normal, tetapi pada

pemeriksaan tidak mengandug sel epitalium berlapis. Adanya sel epitel menunjukkan

keutuhan usus. Dengan meningkatnya dedikasi akan timbul demam.

Suatu suhu tubuh 390c merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari atresia.

Kelainan seringkali ditemukan pada bayi sindrom down.

5. Pemeriksaan diagnostik

a. Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi

tidak lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.

b. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat

suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam duodenum

yang mengembung naik ke puncak. Selain itu isi duodenum dapat membentuk

satu garis batas permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan

terlihat udara dibagian abdomen.

6. Komplikasi

Pada peristiwa atresia duodenum ini biasanya akan diikuti adanya obstruksi-

obstruksi yang lain, seperti:

a. Obstruksi lumen oleh membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan dua

ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung

duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah

4
jaringan “windscocle” yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang

terjadi karena anomaly saluran empedu.

b. Atresia membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi di

sebelah distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.

c. Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti

pancreas anular atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.

7. Penatalaksanaan

a. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso atau

arogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.

b. Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus dilakukan

untuk mengevaluasi anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan atresia duodenum

mempunyai anomaly bawaan yang dapat mengancam kehidupan.

c. Koreksi definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan

mobati anomaly lain yang berakibat fatal.

d. Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus

proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya

memperbaiki peristaltic

e. Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan

melindungi jalan nafas.

f. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan

sampai bayi mulai makan per oral.

g. Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi diperlukan

tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang tidak normal

dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut sebelah kiri, setelah

5
mula-mula membuang appendiks dan usus halus diletakkan di sebelah kanan

posisi janin tidak berputar (non rotasi).

h. Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian

hari.

i. Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah bawah

obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya. Ini dilakukan

jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi duodenum intrinsic

seperti membrane atau stenosis.

j. Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi tanpa

memisah pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian lingkungan

yang tidak berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika dikelola dengan

diodenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus koledokus dapat bermuara

pada diafragma sendiri.

k. Pemberian terapi cairan intravena.

l. Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

Tuba orogastric dipasang untuk mendokumpresi lambung. Dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan elektrolit

melalui infus intravena.

B. ATRESIA ESHOPHAGUS

1. Pengertian

Atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran esophagus

buntu 60% biasanya disertai dengan hidramnion. Atresia esophagus terjadi pada 1 dari

3000-4500 kelhiran hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena lahir premature. Pada

lebih 85% kasus, fistula antara trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih

jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus terjadi sendiri-sendiri atau

6
dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan

pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan dengan primitive

menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula.

2. Gambaran Klinis

Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian

esophagus yang buntu, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva mengalir

keluar atau masuk kedalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila melalui

fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan cairan saliva mengalir kedalam paru.

Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan

gejala muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan

fisik yang dilakukan setelah bayi minum akan ditemukan gerakan peristaltik

lambumg dalam usaha melewatkan makanan melalui daerah yang sempit di pylorus,

selain itu pada peristaltik teraba tumor.

3. Kelainan- kelainan lain dalam atresia esophagus

a. Kalasia

Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus ( pada

persambungan dengan lambung ) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi

sering regurgitasi bila dibaringkan.

Penatalaksanaan :

Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberi minum, dan jangan

dibaringkan segera setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama,

baru kemudian dibaringkan miring kekanan dengan kepala letak lebih tinggi

( pakai bantal yang agak tinggi ).

b. Akalasia

7
Merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak

dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau

atresia. Disebut pula sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebab akalasia

adanya kartilago traken yang tumbuk ektopik pada esophagus bagian nawah.

Pada pemeriksaan mikroskopis ditemuka jaringa tulang rawan dalam lapisan otot

esophagus.

Penatalaksanaan :

Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum dioperasi pemberian minum

harus dengan sendok sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi

duduk.

4. Etiologi

Pemicu kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :

a. Pada kasus polahidramnion ibu.

b. Bayi dalam keaadaan kurang bulan / kurang cukup bulan.

c. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk kedalam

lambung.

d. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan.

e. Jika terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan makanan.

5. Tanda Dan Gejala

a. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi.

b. Liur berbuih.

c. Adanya aspirsai ketika bayi diberi minum.

d. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami.

e. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik.

f. Muntah yang proyektil.

8
6. Komplikasi

Atresia esophagus sering disertai bawaan lain yaitu :

a. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-esophagus.

b.  Kelainan jantung.

c. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )

d. Kelainan tulang ( hemifer tebra )

e. Malformasi kardiovaskuler

f. Perkembangan abnormal rudrus

g. Malformasi ginjak dan urogenital

7. Penatalaksanaan Lebih Lanjut

Anak dipersiapkan untuk opersai segera. Apakah dapat dilakukan penutupan

fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung pada jenis

kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu. Sebelum dilakukan operasi, bayi

diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung

kedalam paru.

Cairan lambung harus sering dihisap untuk mencegah aspirasi. Untuk

mencegah terjadinya hipotermi bayi hendaknya dirawat dalam inkubator agar

mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya, sering diubah-ubah,

penghisapan lendir harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk

menagis agar paru berkembang.

9
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus

halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari

lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia

esophagus merupakan kelainan congenital dengan variasi fistula trakeaesophageal

maupun kelainan congenital lainnya. Atresia esophagus dapat dicurigai sejak kehamilan,

dan didiagnosa segera setelah bayi lahir.

Bahaya utama pada atresia esophagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction

berulang. Penatalaksanaan pada atresia esophagus utama adalah pembedahan, tetapi tetap dapat

meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas esophagus.

B. Saran

Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal terhadap

penderita atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat meminimalisirkan komplikasi-

komplikasi yang terjadi pada bayi baru lahir yang mengalami atresia duodeni dan

esophagus..

11
DAFTAR PUSTAKA

Ngatsiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Peenerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Ai Yeyeh Rukiyah, S.Si.T.,Lia Yulianti, Am.Keb, MKM. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan

Anak Balita.Jakarta:Trans Info Media.

12

Anda mungkin juga menyukai