Oleh :
Kelompok 2
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
dengan judul “Atresia Esofagus” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan
masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk
dapat menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik
dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan
semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-
makalah selanjutnya.
Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................ 13
C. Tinjauan Kasus ................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital yang
terdiri atas gangguan kontinuitas esofagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana
bagian proksimal dan distal esofagus tidak berhubungan. Pada bagian atas
esofagus mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung
dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas
memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian
distal esofagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan
diameter yang kecil dan dinding muskuler yang tipis. Bagian ini meluas
sampai bagian atas diafragma).
Sekitar 50% bayi dengan atresia esofagus juga mengalami
beberapa anomali terkait. Malformasi kardiovaskuler, malformasi rangka
termasuk hemivertebra, dan perkembangan abnormal radius serta
malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi; semua kelainan itu disebut
sindrom vacterl (vertebral defect, malformasi anorektal, defek
kardiovaskuler, defek trakeoesofagus, kelainan ginjal , dan defek pada
anggota tubuh).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Atresia Esofagus ?
2. Bagaimana Anatomi Atresia Esofagus ?
3. Apa saja Tipe-Tipe Atresia Esofagus ?
4. Apa saja Klasifikasi Atresia Esofagus ?
5. Apa yang di maksud dengan Epidemiologi Atresia Esofagus ?
6. Apa yang di maksud dengan Etiologi Atresia Esofagus ?
7. Apa saja Patofisiologi Atresia Esofagus ?
8. Apa yang di maksud dengan Diferensial Diagnosis Atresia Fisiologis ?
9. Apa Diagnosis Atresia Esofagus ?
10. Apa saja Tanda dan Gejala Atresia Esofagus ?
11. Apa saja Komplikasi Atresia Esofagus ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari Atresia Esofagus
2. Untuk Mengetahui bagimana Anatomi Atresia Esofagus
3. Untuk Mengetahui apa saja tipe-tipe Aatresia Esofagus
4. Untuk Mengetahui klasifikasi Atresia Esofagus
5. Untuk Mengetahui Epidemiologi Atresia Esofagus
6. Untuk mengetahui Etiologi Atresia Esofagus
7. UntukMengetahui Patofisiologi Atresia Esofagus
8. Untuk Mengetahui Diferensial Diagnosis Atresia Esofagus
9. Untuk Mengetahui Diagnosis Atresia Esofagus
10. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Atresia Esofagus
11. Untuk Mengetahui Komplikasi Atresia Esofagus
BAB II
PEMBAHASAN
B. Anatomi
Esophagus adalah sebuah saluran yang terdiri atas otot yang
menghubungkan faring dengan gaster. Pada pangkalnya esophagus terletak
pada linea mediana, ketika masuk kedalam kavum thoraks tergeser sedikit
ke sebelah kiri linea mediana. Disebelah ventral esophagus terdapat trakea,
bronkus kiri, pericardium, dan diafragma. Disebelah dorsal esophagus
terdapat dataran ventral columna vertebralis, arteri intercostale desktra,
duktus torakikus, dan vena hemiazigos.
Adapun vascularisasi esophagus diperoleh dari percabangan arteri
thyroidea inferior, aorta descendens, arteria bronchialis, arteri gastrica
sinistra, serta arteri pherenica inferior sisnistra. Sedangkan innervasinya
diperoleh dari cabang-cabang nervus recurrens, nervus vagus dan truncus
simpaticus.
E. Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung
seorang ahli anak dan Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862
dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus. Kelainan ini
sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula
trakeoesofagus telah dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah
terhadap anomali tersebut tidak berubah sampai tahun 1869. Baru pada
tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan
terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah
Cameron Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada
atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah
termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak
berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan
bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi
kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-
kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia
esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan esophagus
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus
dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang
dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian
menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya
lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana
beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko
atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
F. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan
angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang
terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi
21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori
tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan
esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap
maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi
proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang jaringan
maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan
ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :
1. Trisomi
2. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika,
atresia duodenal, dan anus imperforata).
3. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot,
dan patent ductus arteriosus).
4. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
5. Gangguan Muskuloskeletal
6. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah
bening).
7. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus
memiliki kelainan lahir lai
G. Patofisologi
Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini
terletak pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus
berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan,
bagian mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang.
Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari
trakea pada hari ke- 26 masa gestasi.
Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju
pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak
sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses
apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embryogenesis
atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor
genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta
paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan
atresia esophagus.
Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa fektor muncul
menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses
embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa
gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan
sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ
tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.
H. Diferensial Diagnosis
Diagnosis dari atresia esofagus/fistula trakeoesofagus bisa
ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus
diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana
terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia
esofagus.
Selain itu, diagnosa esofagus juga bisa ditentukan pada waktu
diruang persalinan, karena aspirasi paru adalah faktor yang menentukan
prognosis. Kesulitan memasukkan kateter kedalam lambung biasanya
memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11
cm dari garis gusi atas.
Akan tetapi untuk penentuan diagnosis yang terbaik akan
dijelaskan secara sistematik sebagai berikut:
1. Memasukkan selang nasogastrik
2. Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya
udara di lambung serta usus.
Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :
1. Kasus polihidramnion ibu,
2. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak
bisa dimasukkan ke dalam lambung,
3. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan,
4. Jika tersendak, sionosis, atau batu pada waktu berupaya menelan
makanan.
I. Diagnosis
Tanda awal dari atresia esofagus pada bayi yang berupa
polihidramnion menyebabkan atresia esofagus memiliki banyak diferensial
diagnosis, antara lain :
1. Atresia intestinal
2. Hidrofetalis
3. Cacat batang otak
4. Hernia difragmatika
5. Lesi intrathorakal
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita
seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung
masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan
dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatikan yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan
pengelolaan anomaly penyerta.Sebelum dilaksanakan tindakan bedah,
maka anomali kogenital lain pada bayi terlebih dahulu dievaluasi. Foto
thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi
kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen
bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan
malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi,
penggunaan kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi
atresia esofagus. Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin dapat
membantu.
Terkadang karena keadaan penderita, maka operasi dilakukan
secara bertahap, tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan
pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan, dan langkah
kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari kesepuluh akan menolong keberhasilan
anastomosis.
Adapun komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi
perbaikan pada atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah sebagai
berikut:
1. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot
dinding esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah
operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan
dan minum.
2. Gastrosofagus refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjadi operasi
ini akan mengalami gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak
atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks ke esofagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau
pembedahan
3. Fistula trakeosofagus berulang. Pembedahan ulang adalah terapi
untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya
makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki.keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air mutu tertelannya makanan dan
mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersendak. Konplikasi ini berhubungan
dengan proses menalar makanan, terhadap makanan dan aspirasi
makanan kedalam trakea.
6. Batuk kronis batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esophagus. Hal ini disebabkan oleh kelemahan
dari trakea.
7. Meningkatkan infeksi saluran pernafasan.pencegahan keadaan ini
adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita Flu,
dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen.
K. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus
ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
1. Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3
bulan dilakukan koreksi sekaligus.
2. Eksisi membran anal.
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk
untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru,
cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
L. Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot
dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah
operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini
kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau
dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi
ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi
untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan
pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi
dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan
proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan
ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini
adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu,
dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen.
BAB III
PENUTUP
A. K e s i mp u l a n
Atresia esofagus merupakan suatu kelainan kongenital
dengan variasi fistulatrakeoesofageal maupun kelainan kongenital
lainnya. Atresia esofagus yang dapat dicurigai sejak kehamilan,
dan di diagnosa segera setelah bayi baru lahir. Bahaya utama pada
atresia esofagus adalah resiko aspirasi , sehingga perlu dilakukan
suction berulang. Penatalaksanaanya pada atresia esofagus adalah
pembedahan, tetapi tetap dapat meninggalkan komplikasi lebih
lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas esofagus.
B. S a r a n
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari
ada tidaknya atresia esofagus pada bayi baru lahir terutama
dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun
tanda dari bayi seperti mulut berbusa,air liur yang terus keluar,
batuk, dan sesak nafas, ataupun kembung.Dalam peru jukan,perlu
dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk
mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi.Dengan
suction berulang,dan gangguan sirkulasi berulang, dan gangguan
sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektroli t
dengan pemberian cairan intravena.
C. Kasus
IDENTITAS
1. Bayi
a. Nama : By. Ny. I
b. Umur : 14 hari
c. Jam Lahir : 15.00 WITA
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
e. Anak ke : Kedua
2. Orang Tua
IBU AYAH
Nama Ny. I Tn.T
Umur 36 Tahun 33 Tahun
Agama Islam Islam
Pekerjaan IRT Swasta
Pendidikan SD SMU
Suku/Bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Alamat Komp.Banua Permai
PROLOG
Ny I datang membawa anaknya yang sedang sakit ke RS Melati . Ny I mengeluh
bayinya muntah setelah disusui, pada saat pasca persalinan bayi tidak mau
menyusu, dan bayi tersedak saat berupaya menelan makanan. Ny I juga mengeluh
bayinya kadang susah bernapas. Bayi Ny I berumur 14 hari dengan BB 2200 gram
dan PB 47 cm, dan berjenis kelamin laki-laki. Ny I berkata ada riwayat merokok
dan minum alcohol selama kehamilan.
SUBJEKTIF
Bayi tidak menangis dan susah bernafas.
OBJEKTIF
Bayi terlihat dispnea, membrane mukosa pucat, sianosis, ditemukan suara nafas
tambahan (ronkhi basah), suhu : 37◦C Pernafasan : 60x/menit Nadi : 140x/menit.
ditemukan retraksi dinding dada dan pada saat dilakukan palpasi, perut bayi
tampak kembung, serta sekresi saliva berlebihan.
ANALISA
Bayi Usia 14 hari dengan Atresia Esofagus
PENATALAKSANAAN
1. Melakukan pengkajian pada bayi secara umum dan menyeluruh.
2. Beri posisi telentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang
ditinggikan (kurang lebih derajat) untuk menurunkan tekanan pada rongga
torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esofagus distal dan ke
dalam trakea, serta bronkhi.
3. Membersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan abnormal antara
esofagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
4. Melakukan pengisapan sesuai kebutuhan untuk menghilangkan penumpukan
sekret diorofaring.
5. Beri oksigen bila bayi sianosis, untuk membentu menghilangkan distres
pernapasan.
6. Monitor kecepatan,irama,kedalaman, dan kesulitan bernafas.
7. Lakukan prosedur diagnositk seperti radiografi dada dan abdomen.
8. Melakukan Pemasangan kateter dengan perlahan dimasukkan ke dalam
esofagus, apabila ditemukan tahanan artinya lumen tersebut tersumbat. Jika
ditemukan atresia, kateter akan tertahan 10 sampai 12 cm dari tepi alveoler.
9. Setelah kateter terpasang, lalu dpat dilakukan pengambilan gambar melaui foto
X-ray. Pada suatu kondisi (jarang), media kontras diteteskan melalui suatu
kateter uretra, jhal ini akan memberikan gambaran dari kantong esofagus yang
buntu. Apabila memungkinkan, diambil juga gambaran lateral untuk
memperlihatkan adanya fistula.
10. Selama pemeriksaan bayi harus tidur terlengkup dan media diaspirasi
setelah selesainya pemeriksaan. Apabila terdapat fistulatrakheoesofagus,
seperti pada sembilan puluh persen kasus, gmbaran sinar X-ray aka
memeperlihatkan udara didalam lambung.
DAFTAR PUSTAKA
Marmi, Dkk . 2012 . Asuhan Neonates, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah .
Yogyakarta ; Pustaka Pelajar
Yulianti, Ai Yeyeh Rukiyah, Dkk. 2013 . Asuhan Neonates Bayi dan Anak
Balita . Jakarta ; TIM