Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI

BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

“ATRESIA REKTI DAN ATRESIA ANI”

PENGAMPU

Farida Nur K., S.Si.T.M.Kes

DISUSUN OLEH

1. Lisa Fitriyani (201801010)

2. Mahmudah Riski H. (201801013)

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

AKADEMI KEBIDANAN DUTA DHARMA PATI

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Kami panjatkan atas

terselesaikannya makalah ini dengan judul “PEMBERIAN ASUHAN PADA

NEONATUS DAN BAYI DENGAN MASALAH ATRESIA REKTI DAN

ATRESIA ANI SERTA PERMASALAHANYA” sebagai hasil penugasan mata

ajaran Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yang

dibimbing oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan.

Dengan terselesaikannya makalah ini kami berharap semoga makalah ini

dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Makalah ini tidaklah luput dari

kekurangan, oleh karena itu kami memohon maaf atas segala kekurangan tersebut

dan kami harapkan juga saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini. Demikian

sedikit dari kami, atas perhatian kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Pati, 09 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A.Latar Belakang ............................................................................................ 2

B.Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

C.Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4

A. Pengertian Atresia Rekti Dan Anus ........................................................... 4

B. Patofisiologi Atresia Rekti Dan Anus ........................................................ 5

C. Etiologi Atresia Rekti Dan Anus ................................................................ 5

D. Tabda Dan Gejala Atresia Rekti Dan Anus ................................................ 6

E. Komplikasi Atresia Rekti Dan Anus ........................................................... 7

F. Klasifikasi Atresia Rekti Dan Anus ............................................................ 7

G.Penyebab Atresia Rekti Dan Anus .............................................................. 9

H. Diagnosa Atresia Rekti Dan Anus ............................................................. 11

I. Gambaran Klinis Atresia Rekti Dan Anus ................................................... 11

ii
J. Penatalaksanaan Atresia Rekti Dan Anus ................................................... 12

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 16

A.Kesimpulan ................................................................................................. 16

B.Saran ............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir ( neonatus ) adalah bayi, dari lahir sampai usia 4 minggu

lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. (Donna L. Wong,

2003).Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang

tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian

kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini

telah berhasil dalam program KB serta telah memasyarakatkan NKKBS, maka

pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioritas

utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup anak adalah cacat bawaan. Laporan dari beberapa penelitian dari

dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke

tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar

negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun, tetapi penyebab

kematian mulai bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian

besar disebabkan masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka

akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga

penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat

dominan, tetapi masalah cacat. Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi

sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun

1
non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa

cacat fisik saja.

Atresia merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan

insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi

AE di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi

bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat

di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Masalah pada atresia

retri dan anus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal,

bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan

permasalahannya yaitu“ Bagaimana Tata Pelaksanaan Bayi dengan Kelainan

Atresia Retri dan Anus ”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melalui makalah ini di harapkan mahasiswi dapat mengerti dan

memahami serta mengetahui lebih detail tentang Atresia Retri dan Anus.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memenuhi tugas Askeb Neonatus

b. Mengerti mengenai Pengertian, etiologi, patofisiologi, klinis, diagnosis,

anomali penyerta, penatalaksanaan, dari Atresia Retri dan Anus

2
c. Dapat mencurigai, melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosa, dan

memberi penatalaksanaan sementara untuk mencegah komplikasi, untuk

selanjutnya merujuk pasien dengan atresia esofagus

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Atresia Rekti dan Anus

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada

dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia

adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak

mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa

atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus

atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain

menyebutkan atresia rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi

gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak

mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan

pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus

akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada

pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

4
B. Patofisiologi Atresia Rekti dan Anus

Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat

proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus

dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang

berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito urinari dan

struktur anorektal. Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya

migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama

perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya

agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada

proses obstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak adanya

pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak

dapat dikeluarkan.

C. Etiologi Atresia Rekti dan Anus

Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada

sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan

pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada

kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot

dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin

tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa

gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua

yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25%

untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai

sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga

5
beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan

rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus

urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum

urorektal yang memisahkannya.

1. Faktor predisposisi

Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan

kongenital saat lahir seperti :

a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,

anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).

b. Kelainan sistem pencernaan.

c. Kelainan sistem pekemihan.

d. Kelainan tulang belakang.

D. Tanda dan Gejala Atresia Rekti dan Anus

Tanda dan Gejala atresia anus :

1. Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.

2. Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium

3. Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.

4. Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.

5. Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.

6. Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam

paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.

6
E. Komplikasi Atresia Rekti dan Anus

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1. Asidosis hiperkioremia.

2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4. Komplikasi jangka panjang.

a. Eversi mukosa anal

b. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7. Prolaps mukosa anorektal.

8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

F. Klasifikasi Atresia Rekti dan Anus

Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2

kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus

gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini

terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau

rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan

dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara

waktu.

7
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam

keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk

menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk

intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3

sub kelompok anatomi yaitu :

a. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot

puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang

baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran

genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung

anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

c. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak

ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –

retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu

rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti

dan anus dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel

urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.

8
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan

yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum

dan fistel tidak ada. Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu

kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada.

Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior

dari letak anus normal. Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3

kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada.

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak

anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.

Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi

sangat sempit.

G. Penyebab Atresia Rekti dan Anus

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi

lahir tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3

bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah

usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara

minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai

derajat.

9
5. Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya

membran anus

6. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang

buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya

terbentuk (lekukan anus)

7. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu

yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai

kantung buntu.

8. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang

normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam

proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.

9. Kelainan letak rendah, Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga

sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal

contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis

yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu

terletak dianterior lokasi anus yang normal).

10. Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk

secara lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun,

pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra

yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.

11. Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-

laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan.

Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula

10
rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat

ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula

rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih

pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium

jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium

dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat

terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus

juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan

pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.

H. Diagnosis Atresia Rekti dan Anus

1. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

2. Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula

3. Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah

Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis

dan pemeriksaan perineum yang teliti .Cara penegakan diagnosis pada kasus

atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus

dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk

mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus

imperforata atau tidak.

I. Gambaran Klinis Atresia Rekti dan Anus

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering

ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses

keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal.

11
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus

dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan

sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking

yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari

tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih

tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa

perut kembung, muntah dan berwarna hijau.

J. Penatalaksanaan Atresia Rekti dan Anus

Penanganan secara preventif antara lain:

1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk

berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan dan alkohol yang dapat

menyebabkan atresia ani

2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika

sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia ani karena hal ini dapat

berdampak feses atau tinja akan tertimbung hingga mendesak paru-parunya.

3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari

konstipasi.

a. Penanganan Medis

1) Eksisi membran anal

2) Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah

umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.

b. Rehabilitasi Dan Pengobatan

1) Melakukan pemeriksaan colok dubur

12
2) Melakukan pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen

bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu

setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi

terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan

sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral

setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.

3) Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera

diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.

4) Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan

kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil

selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah

dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah

stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.

5) Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan

dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.

6) Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui

anoproktoplasti pada masa neonates

7) Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:

a) Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)

b) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)

c) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

13
8) Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian

dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi

adalah antara lain:

a) Mengatasi obstruksi usus

b) Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan

dengan lapangan operasi yang bersih

c) Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan

pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum

yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik

Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya

akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini

merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli

Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena

harus membuka dinding perut.

c. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan

penunjang sebagai berikut :

1) Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

14
2) Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan

untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

3) Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam

system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti

obstruksi oleh karena massa tumor.

4) CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5) Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan

menggunakan selang atau jari.

6) Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang

berhubungan dengan traktus urinarius.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai

lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka

yang terjadi saat kehamilan. Kelainan ini terjadi karena kegagalan

pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan,

fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran

pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena

ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu

atau tiga bulan. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

B. Saran

Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya

atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki

polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang

terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu

dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia,

sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan

sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan

pemberian cairan intravena.

16
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal

yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:

1. Tidak merokok dan menghindari asap rokok

2. Menghindari alcohol

3. Menghindari obat terlarang

4. Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

5. Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup

6. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

7. Mengkonsumsi suplemen asam folat

8. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi

9. Menghindari zat-zat yang berbahaya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.

Edisike-3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.

Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri

Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai