Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ATRESIA ANI
DOSEN PENGEMPU : Katrina Feby Lestari, S.Kep., Ns., MPH

KEPERAWATAN ANAK II

KELAS III C KEPERAWATAN

KELOMPOK II :

MUH.FARDIANSYAH 201801116

NOVITA A. BOGOLEMBA 201801120

RIZKHI AMALIA 201801131

RANI ISLAMIATI 201801127

SEPTIANA 201801134

NI KOMANG RENIASI 201801117

NUR AINUN. J 201701136

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
TA.2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Atresia Ani” dapat
terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklain
untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban Mata Kuliah Keperawatan
ANAK II serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas
yang diberikan.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Katrina Feby Lestari, S.Kep., Ns., M.P.H selaku dosen pengampu serta
semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
referensi bagi pembaca.

Palu, 5 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Konsep Medis................................................................................................
1. Definisi.....................................................................................................
2. Konsep Epidemiologi...............................................................................
3. Etiologi.....................................................................................................
4. Patofisiologi.............................................................................................
5. Patway......................................................................................................
6. Manifestasi Klinis....................................................................................
7. Klasifikasi................................................................................................
8. Penatalaksanaan.......................................................................................
9. Komplikasi ..............................................................................................
B. Proses Keperawatan Secara Teori..................................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah atresia berasal dari bahasa yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal. Atresia aniadalah malformasi kongenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley, 1996). Atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah
kondisi  dimana rektal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama
pertumbuhan dalam kandungan.
Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional
berupa tidaksempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu
gangguan pertumbuhan septum urorektal, dimana tidak terjadi  perforasi
membran yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui,  namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Angka kejadian rata-
rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran
( Grosfeld J, 2006). Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada
laki-laki daripada perempuan.
Oleh karena itu penting bagi seorang perawat memahami tentang Atresia
Ani ini, sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan
pasien yang mengalami Atresia Ani ini bisa mendapatkan perawatan yang
maksimal.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja tinjauan teori Atresia Ani?
2. Apa saja tinjauan asuhan keperawat Atresia Ani secara teoritismengetahui
tinjauan teori Atresia Ani?

C. Tujuan
3. Untuk mengetahui tinjauan teori Atresia Ani?
4. Untuk mengetahui tinjauan asuhan keperawat Atresia Ani secara teoritis?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau
anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia ani adalah tidak lengkapnyaperkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal(Suriadi,2001).
Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu“a” artinya tidak ada,
trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia
itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal
ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain
yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti
keadaan normalnya.
2. Etiologi
secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan pembentukan anusdari tonjolan embriogenik.
Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainanrectum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis
anus, sfingterinternal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa genautosomalresesif yang
menjadi penyebab atresia ani.
Orangtuayangmempunyai gen carrier penyakit ini
mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkanpada anaknya
saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic,
kelainankromosom atau kelainancongenital lain jugaberesiko untuk
menderita atresiaani.Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi
karena gangguan pemisahan kloaka menjadirectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan
perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Atresia ani dapat disebabkan karena:
a. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang   dubur.
b. Gangguan organ ogenesis dalam kandungan.
c. Berkaitan dengan sindrom down.
d. Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan
bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki
saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam
5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's
syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia
ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik
(Levitt M, 2007).

3. Aspek Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh
dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran.
Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-
laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan
yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang
paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal.
4. Pathway

Kelainan congenital

Gangguan pertumbuhan

Inkontensi bowel

Intake nutrisi Evakuasi feses tidak lancer Pembedahan

Mual/muntah Konstipasi
Pre OP Post OP
Gg. pola
eliminasi Kurang
Gg. informasi
Pemenuhan
nutrisi Perawatan Pembuatan
kolostomi anus

Resiko Cemas Kerusakan


kekurangan integritas
volume Kurang kulit
cairan pengetahuan
5. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi
atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
d. Berkaitan dengan sindrom down
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak:
a. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan
kulit perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
b.  Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
c. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional.Manifestasi klinis diakibatkan
adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus
urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).
Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla,
2009).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah
kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau
stenosis kanal rektal, adanya membran anal dan fistula eksternal
pada perineum (Suriadi,2001). Gejala yang menunjukan terjadinya
atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.Bayi muntah- muntah
pada usia 24 - 48 jam setelah lahir ini merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapatberwarna
hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan
karenacairan mekonium.
Gejala itu dapat berupa :
a. Perut kembung.
b. Muntah.
c. Tidak bisa buang air besar.
d. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik
dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan (FK UII,
2009).
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak
rendah dimana rektum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu
sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi
anorektal intermedia dimana ujung darirektum dekat ke uretra dan
malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada
(Departement of Surgery University of Michigan, 2009). Sebagian
besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%.
Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi
yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara
kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam
nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan
dengan malformasi anorektal adalah:
a. Kelainan Kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect
dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan
vebtrikular septal defect.
b. Kelainan Gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
c. Kelainan Tulang Belakang dan Medulla Spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah
kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly
vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang
sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
d. Kelainan Traktus Genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 %
sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul
bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL
(Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal,
Renal and Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).
7. Penatalaksanan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada
atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan
prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih
tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh
Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel
(Faradilla, 2009).
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi
fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk
menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain
dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang
terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang
kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula (Faradilla,
2009).
Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla
menganjurkan pada :
a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid
kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan
tindakan definitif (PSARP).
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot
untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan
Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
(Faradilla, 2009).
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak
tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk
dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat
ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital
anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti (Faradilla, 2009).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata klien
b. Riwayat keperawatan :
c. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang.
d. Riwayat kesehatan masa lalu.Riwayat psikologis
e. Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
f. Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal.
1) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
2) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
3) Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
g. Riwayat sosial
h. Hubungan sosial
i. Pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang-
kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan
melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi
lahir, tinja dalam urin dan vagina.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia bowel (tidak efektif fungsi eksretorik b.d tidak
lengkapnya pembentukan anus
b. Resiko kerusakan intregitas kulit b.d kolostomi.
c. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
dan anoreksia.
e. Kecemasan keluarga b.d prosedur pembedahan dan kondisi bayi
3. Intervensi
Berikut diagnosa serta intervensi untuk pasien dengan atresia ani :
a. Inkontinensia bowel (tidak efektif fungsi eksretorik b.d tidak
lengkapnya pembentukan anus.
Tujuannya          : terjadi peningkatan fungsi usus
Kriteria hasil      : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja
lembek, terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak
terjadi perdarahan.
Intervensi           :
1) Dilatasikan anal sesuai program.
2) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai
fungsi usus normal.
b. Resiko kerusakan intregitas kulit b.d kolostomi.
Tujuannya          : tidak terjadi gangguan intergitas kulit.
Kriteria hasil      : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi
kerusakan di daerah sekitar anoplasti.
Intervensi
1) Kaji area stoma.
2) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakian lembut dan
longgar pada area stoma.
3) Sebelum terpasang kolostomi bag ukur dulu sesuai stoma.
4) Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih
besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma.
5) Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
c. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.
Tujuannya          : tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil      : tidak ada infeksi, TTV normal, leukosit
normal.
Intervensi
1) Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada
prosedur medis atau perawatan.
2) Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
3) Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
4) Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika
memungkinkan.
5) Beri antibiotik sesuai resep dokter.
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
dan anoreksia.
Tujuannya          : kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.
Kriteria hasil      : menunjukkan peningkatan BB, bebas tanda
mal nutrisi.
Intervensi 
1) Pantau masukan/pengeluaran makanan atau cairan.
2)  Kaji kesukaan makanan anak.
3) Beri makan sedikit tapi sering.
4) Pantau BB secara periodik.
5) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah,
membujuk anak untuk makan.
6) Beri perawatan mulut sebelum makan.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi.
f. Kecemasan keluarga b.d prosedur pembedahan dan kondisi
bayi.
Tujuannya          : memberi support emosional pada keluarga.
Kriteria hasil      : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan
pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan
pengobatan.
Intervensi 
1) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2) Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan
perawatan.
3) Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
pasien.
4) Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan
pada pasien.
5) Jelaskan terapi IV, NGT, pengukuran TTV dan pengkajian.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan
melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya. Evaluasi respon klien dari implementasi yang dilakukan
sesuai criteria hasil yang ada pada Intervensi, dalam hal ini
diperlukan pengetahuan kesehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari
evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani atau anus imperforata  adalah suatu kelainan kongenital
tanpaanus atau tertutupnya lubang anus secara abnormal dengan
beberapa penyebab diantaranya adalah putusnya saluran pencernaan di
atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang   dubur,
gangguan organ ogenesis dalam kandungan dan berkaitan dengan
sindrom down.
B. Saran
kritik serta saran untuk penulisan makalah ini yang bersifat membangun
sangatlah kami harapkan agar penulisan makalah menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. (2015). Buku ajar pediatri rudolph, Edisi 20. Jakarta : EGC
Depkes RI. 2016. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Apipah, Siti. (2013). Pengertian motivasi menurut para ahli. menurut terry. g. r
dalam malayu. Diakses di http:// edu. dzihni. Com. Diunduh pada tanggal 7
September 2016.
Febrianti, Lina (2016). Manajemen Perawatan Luka Dehisensi Pasien Ca Recti
Dengan Calcium Alginate Di Rsup Dr M Djamil Padang 2015. Jurnal luka
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai