Anda di halaman 1dari 35

Tugas Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN DIAGNOSA
ATRESIA ANI

OLEH :

KELOMPOK 7

NAMA NIM
I Nyoman Juliana S.0020.P2.024
Wa Ode Ayu Lestari S.0020.P2.141
Elisya Fatwa Ningsi S.021.P.006
Narti Wati S.0020.P2.042
Mirandasari S.0020.P2.037
Ifdal Haris Saputra S.0020.P2.025

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI


PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
KENDARI
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabibil alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok (7) dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Diagnosa Atresia Ani”. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis
alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis mampu menyelesaikannya dengan
baik.

Makalah ini disusun guna membantu rekan-rekan mahasiswa/i lainnya


dalam mempelajari salah satu mata kuliah yakni Keperawatan Anak walaupun
pembahasannya masih dalam batasan yang umum saja. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang
telah memberikan motivasi kepada mahasiswa/i dalam menyelesaikan tugas.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini


masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan
dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Kendari, November 2021

Penulis
Kelompok (7)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ......................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 3
A. Konsep Dasar Penyakit ......................................................................... 3
1. Pengertian ........................................................................................ 3
2. Epidemiologi .................................................................................... 3
3. Etiologi............................................................................................. 4
4. Klasifikasi ........................................................................................ 5
5. Manifestasi Klinis ............................................................................ 10
6. Patofisiologi ..................................................................................... 10
7. Komplikasi dan Prognosis ............................................................... 11
8. Penatalaksanaan ............................................................................... 13
9. Pencegahan ...................................................................................... 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Atresia Ani ........................................... 16
1. Pengkajian ...................................................................................... 16
2. Diagnosa Keperawatan ................................................................... 18
3. Intervensi dan Implementasi ........................................................... 18
4. Evaluasi .......................................................................................... 28

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 31


A. Kesimpulan ........................................................................................... 31
B. Saran ..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup secara

abnormal. Atresia ani atau anus imperforate memiliki anus tampak rata,

cekung ke dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang ada

tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak terhubung

dengan saluran rectum. Rectum yang tidak terhubung dengan anus maka feses

tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal. Tidak adanya lubang

anus ini karena terjadi gangguan pemisahan kloaka pada saat kehamilan.

Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu 90%.

Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan kepadatan

penduduk dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat

menjadi factor pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan

bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang memperoleh informasi mengenai

kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.

Lingkungan yang terpapar dengan zat zat racun seperti asap rokok, alcohol

dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan janin. Atresia ani merupakan

suatu penyakit yang terjadi karena factor genetic, lingkungan dan atau

keduanya. Kelainan ini harus segera ditangani, jika tidak maka akan terjadi

komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.

1
Maka dari itu untuk menambah wawasan, penulis mengangkat tema

atresia ani ini untuk mengurangi angka kejadian atresia ani di Indonesia.

Makalah ini ditulis bertujuan untuk mengetahui komplikasi, penatalaksanaan,

dan asuhan keperawatan mengenai atresia ani.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Atresia Ani?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan

diagnose Atresia Ani

D. Manfaat

1. Mahasiswa/i dapat memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien

atresia ani sesuai dengan teori

2. Dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi untuk asuhan

keperawatan kepada pasien atresia ani sehingga angka kematian,

kesakitan, dan kekambuhan pasien menurun.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.

Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal

pada anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus

imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak

mempunyai lubang ke luar (Wong,2004).

Menurut kamus kedoktaran, Atresia berarti tidak adanya lubang

pada tempat yang seharusnya berlubang. Sihingga atresia ani berarti tidak

terbentuknya lubang pada anus. (NANDA NIC-NOC 2015)

Pada Atresia ani bentuk anus tampak rata, cekung ke dalam,

kadang berbentuk seperti anus tetapi tidak ada lubang atau lubang

abnormal sehingga tidak terhubung dengan rectum. Atresia ani terjadi

karena gangguan pemisahan kloaka pada saat kehamilan.

2. Epidemiologi

Atresia Ani adalah kegagalan pemisahan kloaka saat embrional

dalam kandungan ibu, sehingga tidak terbentuknya lubang anus.

Sebenarnya kelainan ini sangat mudah diketahui, tetapi bisa juga

terlewatkan karena kurangnya pemeriksaan pada perineum. Malformasi

anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

3
Dengan angka kejadian rata- rata malformasi anorektal di seluruh dunia

adalah 1 dalam 5000 pada setiap kelahiran.

Dari data yang ditemukan kelainan yang paling banyak ditemui

pada bayi laki-laki adalah Fistula rektouretra lalu diikuti oleh fistula

perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal

yang paling banyak ditemui adalah anus imperforate kemudian diikuti

fistula rektovestibular dan fistula perineal.

Pada Orang tua yang mempunyai gen karier terhadap Atresia ani

mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan kepada anaknya dan

30% Anak dengan kelainan genetik, kelainan kromosom atau kelainan

kongenital lain yang juga beresiko untuk menderita atresia ani.

Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2%

atresia ani adalah Atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan

perempuan 4:0. Kejadian yang tinggi terjadi pada daerah India selatan (M

Kisra, 2005). Malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan

dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi itu adalah hasil penelitian

Boocock dan Donna di Manchester.

3. Etiologi

Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada

beberapa penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic

maupun factor lingkungan yang terpapar oleh zat-zat beracun, lingkungan

yang kumuh dan pola nutrisi bayi selama dalam kandungan. Atresia ani

dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :

4
a) Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah anus, sehingga bayi

lahir tanpa lubang anus.

b) Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna

karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari

tonjolan embrionik.

c) Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan

pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3

bulan.

d) Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua

menjadi carier maka 25%-30% menjadi peluang untuk terjadinya

atresia ani, kemudian adanya kelainan sindrom genetic, kromosom

yang tidak normal dan kelainan congenital lainnya juga dapat beresiko

menderita atresia ani.

e) Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus

urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum

urogenital pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan,

4. Klasifikasi

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) dijelaskan bahwa, atresia

ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

a) Golongan I yaitu pada anak penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi

menjadi 4 kelainan yaitu :

- Kelainan pada fistelurin

- Atresia rectum,

5
- Perineum yang datar

- Tidak adanya Fistel.

Namun jika ada fistelurin, tampak mekonium keluar dari

orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun

ke vesika urinaria. Cara menentukan letak fistelnya adalah dengan

memasang kateter urin. Dan jika kateter telah terpasang kemudian urin

yang keluar jernih, itu pertanda bahwa fistel terletak di uretra karena

fistel tersebut tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung

mekonuim maka fistel ke vesika urinaria kemudian pengeluaran feses

tersebut tidak lancar, itu pertanda penderita memerlukan kolostomi

segera agar fases keluar dengan semestinya. Pada perempuan penderita

atresia rectum, tindakannya sama seperti laki-laki yaitu harus dibuat

kolostomi dan Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi juga.

b) Golongan II yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi 4

kelainan yaitu :

- Kelainan pada fistel perineum

- Membran anal

- Stenosis anus

- Fistel tidak ada.

Fistel perineum yang ada pada laki-laki ini sama dengan pada

wanita yaitu lubangnya terdapat anterior dari letak anus yang normal.

6
Sedangkan pada membran anal, biasanya terlihat bayangan mekonium

di bawah selaput. Saat evakuasi feses sedang tidak ada sebaiknya

dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama

dengan perempuan yaitu tindakan definitive harus dilakukan. Bila

tidak ada fistel dan udara.

c) Golongan I pada perempuang dibagi 5 kelainan yaitu :

- Kelainan kloaka

- Fistel vagina

- Fistel rektovestibular

- Atresia rectum

- Fistel tidak ada

- Invertogram : udara >1 cm dari kulit

Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.

Evakuasi fecesnya menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan

kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.

Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.

Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.

Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.

Bila terdapat kloaka maka tidak perlu ada pemisahan antara traktus

urinarius, traktus genetalis dan jalan cernanya. Evakuasi pengeluaran

feses yang umumnya tidak sempurna sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi. Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada

pemerikasaan dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Dan

7
tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu juga segera dilakukan

kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuatkan vertogram.

d) Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu

- Kelainan pada fistel perineum,

- Stenosis anus

- Fistel tidak ada

- Invertogram : udara <1 cm dari kulit.

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan

tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu

menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di

tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal

lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila

tidak ada fistel dan pada invertogram udara.

Selanjutnya klasifikasi atresia ani juga dibagi menjadi ada 4

yaitu :

1) Anal stenosis yaitu terjadinya penyempitan anus sehingga feses

tidak dapat keluar pada semestinya.

2) Membranosus atresia adalah terdapat membrane pada anus.

3) Anal agenesis yaitu penderita masih memiliki anus tetapi ada

daging diantara rectum dengan anus.

4) Rectal atresia adalah penderita yang tidak memiliki rektum.

8
Kemudian Kalsifikasi pasien penderita Atresia ani

diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1) Anomali rendah / infralevator

Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang

normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan

eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak

terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2) Anomali intermediet

Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah

tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada

pada posisi yang normal.

3) Anomali tinggi / supralevator

Pada anomaly tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan

sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan

fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina

(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit

perineum lebih dari 1 cm.

9
Gambaran malforasi anorektal pada perempuan :

5. Manifestasi Klinis

a) Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

b) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.

c) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam

d) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.

e) Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.

f) Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi

bertahap

g) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

h) Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan

congenital lain.

i) Perut kembung 4-8 jam setelah lahir. (Betz. Ed 7. 2002)

6. Patofisiologi

Atresia ani terjadi dikarenakan kegagalan penurunan septum

anorektal pada embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik

bagian belakang. Kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan

struktur anorektal berkembang awalnya dari ujung ekor dari bagian

10
belakang. Penyempitan pada kanal anorektal menyebabkan terjadinya

stenosis anal. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak ada kelengkapan

migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam

perkembangan fetal. Kegagalan migrasi tersebut juga diakibatkan karena

kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.

Di usus besar yang keluar hingga anus tidak terjadi pembukaan sehingga

menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami

obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya

fistula. Obstruksi tersebut berakibat distensi abdomen, sekuestrasi cairan,

muntah dengan segala akibatnya.

Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin

akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses

mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada

keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ

sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau

perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya

fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak

rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).

7. Komplikasi dan Prognisis

a) Komplikasi

1) Asidosis hiperkloremia.

2) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

3) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

11
4) Komplikasi jangka panjang yaitu :

a) Eversi mukosa anal,

b) Stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).

c) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan

d) Prolaps mukosa anorektal.

e) Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

f) Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan

infeksi).(Ngastiyah, 2005).

Factor factor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi

pada atresia ani adalah kegagalan menentukan letak kolostomi,

persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan

anatomi, dan keterampilan operator yang kurang serta perawatan post

operasi yang buruk.

b) Prognosis

Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan

pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia

fekal. Sedangkan beda dengan kelainan anorektal letak tinggi

diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal.

Adapun pada kelainan ini, sfingterani eksternus tidak memadai dan

tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung

fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan

Beasley (1990) mendapatkan hasil penelitian klinis, dalam jangka

12
panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi

perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang

secara sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur

lebih 10 tahun lebih rendah dibanding penderita yang lebih muda. Pada

kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang baik, 1/3 lagi

dapat mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik

daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet.

Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat

dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990).

masalah-masalah kontinensia biasanya terjadi pada beberapa penderita

dengan kelainan anorektal letak tinggi terutama ketika dilakukan

pembedahan dibanding letak rendah.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak

ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987)

menganjurkan pada:

a) Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau

TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif

(PSARP)

b) Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas

otot sfingter ani ekternus

13
c) Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan

pembedahan untuk membuat lubang anus pada anus malformasi fistel

rendah misalnya pada anocutan fistel, anus vestibular yang tidak

adekuat dan pada anus membranaseus

d) Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin

Pelaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu sebagai berikut:

a) Kolostomi

Kolostomi adalah suatu tindakan membuat lubang pada

dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang

biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka.

Saat ini tatalaksana atresia ani yang paling ideal adalah divided

descending colostomy karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya

dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional

yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap

terapi definitive. Kolostomi pada sigmoid juga dianggap lebih

menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal, karena

proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih

mudah. Loop colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma

proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi

rektal, dan impaksi feses. Kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah

sering terjadi kesalahan karena proses ini membuat segmen distal

menjadi terlalu pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull

through.

14
b) PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

PSARP adalah suatu tindakan membelah muskulus sfingter

eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi

kantong rectum dan pemotongan fistel. PSARP umumnya ditunda 9

sampai 12 bulan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan

pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan

bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status

nutrisinya.

c) Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari

setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya BAB

akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang

frekuensinya dan agak padat.

d) Perawatan Postoperasi

Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien

menjalani anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai

dengan umur pasien dan saat businasi terasa lancar dan tidak terasa

sakit. Kemudian dilakukan tappering businasi dengan menurunkan

frekuensi sampai beberapa bulan, biasanya sekitar 6 bulan. Orang tua

pasien harus diikutsertakan dalam program ini karena orang tua yang

menjalankan dan orang yang paling dekat dengan anak.

15
9. Pencegahan

a) Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu

hamil mengenai informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam kandungan.

b) Promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan.

c) Menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun seperti asap rokok, nikotin,

dan zat yang berbahaya lainnya.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Pengkajian Pada Anak :

1) Kaji biodata pasien

2) Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir

3) Kaji adanya pasase mekonium, perhatikan bila mekonium

tampak pada orifisium yang tidak tepat.

4) Kaji feses yang seperti korban pada bayi yang lebih besar

atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan

defekasi atau distensi abdomen

5) Kaji adanya tinja dalam urine dan vagina

Pengkajian Pada Orang Tua :

1) Kaji riwayat kehamilan

2) Kaji riwayat infeksi

3) Kaji psikososial keluarga

4) Kaji pengetahuan keluarga

16
b) Pemeriksaan Fisik

a. Periksa keadaan anus

Adanya malformasi anorektal tidak terbentuk anus.

b. Perikasa ada atau tidaknya pistula rektovaginal dan fistula

rekburetra

Pada pengkajian kperawatan pasien dengan atresia ani

akan ditemukan data-data sebagai berikut :

- Penyumbatan anus (anus tidak normal)

- Adanya kembung dan muntah pada 24-28 jam setelah lahir

- Pada bayi laki-laki dengan fistula urinary didapatkan

mekonium pada urine dan pada bayi perempuan dengan

fistula urogenital ditemukan mekonium dalam vagina

- Pada pemeriksaan fisik (dengan memasukkan jari

kelingking dengan memakai sarung tangan atau juga

dengan memasukkan thermometer sepanjang ± 2cm) tidak

ditemukan anus secara bormal

- Adanya berbagai bentuk seperti stinosis rectum yang lebih

rendah atau juga pada anus

- Membrane anus yang menetap

- Adanya fistula antara rectum dan tractus urinaria

- Adanya fistula antara rectum, vagina atau perineum pada

perampuan

17
2. Diagnosa Keperawatan

a) Pra bedah

1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan melalui rute abnormal

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan

paparan

b) Pasca bedah

1) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma post op

colostomy

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mencerna

makanan

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilisasi.

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya

insisi pembedahan

3. Intervensi dan Implementasi

a) Pra Bedah

1) Diagnosa 1 : Resiko kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute

abnormal.

18
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan

elektrolit pasien adekuat

NOC : Fluid Balance

Kriteria Hasil :

- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan

BB, Bj urine normal HT normal

- TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

- Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit baik,

membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan

Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC : Fluid Management

Intervensi :

- Timbang popok / pembalut jika diperlukan

- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

- Minitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,

nadi adekuat, tekanan darah ortostatik)

19
- Monitor TTV

- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake

kalori harian

- Kolaborasi pemberian cairan IV

- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

- Tawarkan snack / jus buah segar

2) Diagnosa 2 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan

keterbatasan paparan

Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami

tanda-tanda infeksi.

NOC : Knowledge : Disease Process

Kriteria Hasil :

- Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang

penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur

yang dijelaskan secara benar

- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa

yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya

Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

20
4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan

NIC : Teaching : Disease Process

Intervensi :

- Jelaskan patofisiolagi dari penyakit

- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada

penyakit dengan cara yang benar

- Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan

cara yang tepat

- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang

akan datang dan proses pengontrolan penyakit

b) Pasca Bedah

1) Diagnosa 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan trauma

post op colostomy.

Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami

tanda-tanda infeksi.

NOC : Knowledge : Infection Control

Kriteria Hasil :

- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi

21
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor

yang mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaannya

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan

NIC : Infection Control

Intervensi :

- Batsi pengunjung bila perlu

- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan

- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

- Tingkatkan intake nutrisi

- Berikan terapi antibiotic bila perlu

22
2) Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik

Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan nyeri berkurang / hilang

NOC : Pain Control

Kriteria Hasil :

- Mengenal faktor penyebab

- Mengenal serangan nyeri

- Gunakan tindakan preventif

- Gunakan tindakan pertolongan non analgetik

- Gunakan analgetik yang tepat

Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan

NIC : Pain Management

Intervensi :

- Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

dan faktor presipitasi

23
- Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat

mengekspresikan

- Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga

- Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab,

berapa lama terjadi dan tindakan pencegahan

- Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi

- Berikan analgetik sesuai anjuran

- Tingkatkan tidur istirahat yang cukup

- Monitor kenyamanan pasien terhadap management

nyeri

- Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri

3) Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam

mencerna makanan

Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi

terpenuhi.

NOC : Nutritional Status

Kriteria Hasil :

- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

24
Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan.

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC : Nutrition Management

Intervensi :

- Kaji adanya alergi makanan

- Anjurkan pasien untuk meningkat intake Fe

- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake protein

- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

4) Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

immobilisasi.

Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan tidak terjadi intoleransi

aktivitas.

NOC : Activity Tolerance

Kriteria Hasil :

25
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

peningkatan TD,Nadi,RR.

- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara

mandiri.

Keterangan Skala :

1 : Tidak dilakukan sama sekali

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan

NIC : Activity Theraphy

Intervensi :

- Kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam

merencanakan program terapi yang tepat.

- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang

dapat dilakukan.

- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktivitas.

- Bantu klien membuat jadwal latihan di waktu luang.

5) Diagnosa 5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan adanya insisi pembedahan

26
Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali

baik / normal.

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria Hasil :

- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan

- Tidak ada luka / lesi pada kulit

- Perfusi jaringan baik

- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah terjadinya cedera berulang

- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami

Keterangan Skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC : Pressure Management

Intervensi :

- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang

longgar

- Hindari kerutan pada tempat tidur

27
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

- Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali

- Monitor kulit akan adanya kemerahan

- Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang

tertekan

- Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat

4. Evaluasi

a) Pra Bedah

1) Diagnosa 1

Kriteria Hasil :

- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan

BB, Bj urine normal HT normal (skala 5)

- TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal (skala 5)

- Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit baik,

membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan (skala 5)

2) Diagnosa 2

Kriteria Hasil :

- Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang

penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

(skala 5)

- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur

yang dijelaskan secara benar (skala 5)

28
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa

yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya (skala

5)

b) Pasca Bedah

1) Diagnosa 1

Kriteria Hasil :

- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi (skala 5)

- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor

yang mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaannya (skala 5)

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi (skala 5)

- Jumlah leukosit dalam batas normal (skala 5)

- Menunjukkan perilaku hidup sehat (skala 5)

2) Diagnosa 2

Kriteria Hasil :

- Mengenal faktor penyebab (skala 5)

- Mengenal serangan nyeri (skala 5)

- Gunakan tindakan preventif (skala 5)

- Gunakan tindakan pertolongan non analgetik (skala 5)

- Gunakan analgetik yang tepat (skala 5)

3) Diagnosa 3

Kriteria Hasil :

29
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

(skala 5)

- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan (skala 5)

- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (skala 5)

- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (skala 5)

4) Diagnosa 4

Kriteria Hasil :

- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

peningkatan TD,Nadi,RR (skala 5)

- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara

mandiri (skala 5)

5) Diagnosa 5

Kriteria Hasil :

- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (skala 5)

- Tidak ada luka / lesi pada kulit (skala 5)

- Perfusi jaringan baik (skala 5)

- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah terjadinya cedera berulang (skala 5)

- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami (skala 5)

30
BAB III

PENUTUP

A. Keseimpulan

Atresia ani merupakan suatu penyakit dimana tidak ada lubang anus pada

tempat yang seharusnya. Penyakit ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir.

Atresia ani ini dapat disebabkan oleh kelainan genetic dan lingkungan. Untuk

mencegah terjadinya atresia ani ini dapat dilakukan melalui pendidikan

kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil mengenai informasi

kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan,

promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan, dan menjauhkan ibu hamil

dari bahan beracun seperti asap rokok, nikotin, dan zat yang berbahaya

lainnya. Untuk penanganannya dapat dilakukan dengan kolostomi, yaitu

pembuatan lubang pada abdomen yang fungsinya sebagai pengganti anus.

B. Saran

Untuk mencegah penyakit atresia ani ini sebaiknya keluarga dengan ibu

hamil memperbaiki pola nutrisi saat kehamilan, serta menjaga kebersihan

lingkungan sekitar. Dan bagi perawat, sebaiknya dapat memberikan asuhan

keperawatan secara professional.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarifin, Hardhi Kusuma 2015. Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa NANDA NIC NOC 2015. Jogjakarta: MdiAction

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediarik”
Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Hidayat, A. Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika

http://adly-alpiansyah.blogspot.co.id/2013/09/askep-atresia-ani.html (diakses pada


tanggal 13 November 2021 pukul 09.11 WIB)

32

Anda mungkin juga menyukai