Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Disusun Oleh :

1. Feby Ardian
2. Reffy Diani
3. Witri Darma
4. Nilla Melisa
5. Winarti Ismiasih

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

Jl. Rawa Buntu No.10 , BSD City – Serpong

Kota Tangerang Selatan

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Allah SWT, karena berkat
limpahan karunia dan kasih sayang-Nya sehingga makalah mengenai ``Asuhan
Keperawatan Anak Sakit dengan ``Atresia Ani`` dapat diselesaikan tepat waktu. Selawat
serta salam tak lupa kami kirimkan kepada junjungan umat Muslim Muhammad saw.
Beserta Keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang tetap Istiqomah hingga Akhirul
zaman.
Tugas dari mata kuliah keperawatan Anak telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada beberapa sumber yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini dan tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak 2 Ibu Fenny Kusumadewi, S.Kep.,
M.Kep
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi memperoleh nilai Tugas dalam Mata
Kuliah Keperawatan Anak 2 mungkin belum bisa dikatakan sempurna dan mungkin
belum sesuai dengan harapan dosen pembimbing, sebab pasti ada kesalahan maupun
kekurangan dalam hal penulisan ,kalimat maupun struktur makalah ini. Selayaknya
manusia biasa yang tak lepas dari khilaf dan kekurangan, sebelumnya kami mengucapkan
permohonan maaf apabila penyusunan ini masih terdapat kekurangan. Di samping itu,
saran dan kritik dari dosen pembimbing sangat kami bubuhkan demi perbaikan pada
makalah-makalah selanjutnya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih
Assalamualaikum Wr.Wb.

Tangerang Selatan,27 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................5
C. Ruang Lingkup..............................................................................................................................5
D. Metode Penulisan...........................................................................................................................5
E. Sistematika Penulisan....................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...................................................................................................................................7
A. Pengertian......................................................................................................................................7
B. Etiologi............................................................................................................................................7
C. Patofisiologi....................................................................................................................................7
D. Penatalaksanaan Medis.................................................................................................................9
E. Asuhan Keperawatan Ateria ani pada anak................................................................................9
F. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Todler (1-3 tahun).......................................................15
G. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Todler (1-3 Tahun)...............................................................17
H. Asuhan keperawatan..................................................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................25
PENUTUP................................................................................................................................................25
Kesimpulan..........................................................................................................................................25
Saran.....................................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa
kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani,
namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down
syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,
hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson
dkk, 1990).

Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono catat 20-
40 pasien penyakit atresia ani yang dinujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4: 1. Insidensi
yang dibangun oleh kelompok etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam
10.000 kelahiran, Kaukasia 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam
10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono, 1993). Menurut catatan
Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan kecenderungan faktor keturunan pada pen
yakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).

Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi sahuran kemih


yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi
jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut
dianastomosis), masalah atau k elambatan yang berhubungan dengan toilet
training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), prolaps mukosa

4
anorektal dan fistula (karena diare pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut
dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan kesehatan benupa promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan
kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar
cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Penyusun membuat makalah berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan


Atresia Ani" bertujuan sebagai bahan pembelajaran ANAK pada tingkat II
Keperawatan, serta memenuhi syarat penyelesaian tugas dari mata kuliah ANAK,
2. Tujuan khusus

Selesainya tugas makalah AsuhanbKeparawatan pada Atresia Ani, penyusun


diharapkan mampu:

a. Memahami isi materi tentang Asuhan Keperawatan pada Anak dengan


Atresia Ani.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca tentang Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan Atresia Ani.

C. Ruang Lingkup
Penulis hanya membahas tentang Asuhan keperawatan pada Anak dengan Atresia
Ani

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah
metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran tentang Asuhan Keperawatan
pada Anak dengan Atresia Ani itu sendiri.

5
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani dari
tiga Bab, pada Bab I yaitu pendahuluan yang berisi kan latar belakang, tujuan,
metode bergerak, ruang lingkup, dan sistematika. Bab II yaitu pembahasan
mengenai materi Asuhan keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani. Bab III
yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran,

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Wang, D.L, 2003).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate termasuk
anus, rectum atau kedianya (Betz, C.L and Sowden, L. A, 2002).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada anus distal atau
tertutupnya secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Dari beberapa uraian di atas dapat diabaikan bahwa atresia ani adalah suatu kelainan
bawaan dimana tidak terdapat lubang atau saluran anus.

B. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan olch beberapa faktor, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan 12 minggu atau 3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam kehamilan.
d. Berkaitan dengan sindrom down.
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit

Atresia dan terjadi kegagalan kegagalan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang bagian belakang yang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal

7
genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Tarjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan janin. Kegagalan dapat juga
karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar dari anus penyebab fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga usus mengalami obstruksi. Manifestasi secara klinis diakibatkan adanya
obstruksi dan adanya fistila. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi schingga terjadi asidosis hiperkloremia, Agak feses
mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan inkksi berulang. Pada keadaan i
biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rekkovestibuler). Pada laki-laki
biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat.
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).

2. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia dan adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya membran anal dan fistula
ekstemal pada perineum (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Gejala lain yang tidak diketahui
adalah jika bayi tidak dapat membuang udara besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan usus, pembesaran perut. Pembuluh darah di kulit ubdomen akan terlihat
menonjol. Bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah lahir juga merupakan salah
satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

3. Komplilkasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:

1. Asidosis hiperkloremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

8
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan pelatihan toilet.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula (karena penyakit perut, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah,
2005).

4. Klasifikasi
a. Stenosis anal adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Agenesis anal adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

D. Penatalaksanaan Medis
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan kelainan keparahan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi setelah beberapa hari kelahiran, kemudian anoplasti perineal yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia
12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan untuk memberi waktu pada panggul
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga mendukung bayi
untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Jenis tindakan
pembedahan yang dapat dilakukan adalah:

1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan).


2. Fiktusi yaitu melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen).

9
E. Asuhan Keperawatan Ateria ani pada anak
Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memilki bagian entodem
yang mengakibatkan pelaporan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan
rektum (sumber Purwanto, 2001 RSCM) Waktu penanganan Atresia ani tergantung pada
jenis atresia ani, semakin tidak ada anus maka penanganan atresi ani semakin cepat dan
segera mungkin, penanganan atresia pasien yang membutuhkan waktu yang lama karena
operasi yang dilakukan untuk atresia ani pasien> 2 kali, operasi pemesanan coloctomi, PSA
dan penutupan colostomi. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan perawatan pra dan
pasca colostomi

Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate termasuk anus,
rektum atau singkirkan (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia atau anus imperforate adalah tidak
terjadi perforasi membran yang salah satu bagiannya entoderm transaksi, sebuah lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada anus distal atau tertutupnya secara abnormal (Suriadi, 2001).
Sumber lain menyebutkan bahwa ani adalah kondisi dimana rektal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 520: 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan
kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran
atau rongga tubuh, hal ini dapat terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.

10
Atresia dapat terjadi pada seluruh tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia
terjadi maka hampir selalu membutuhkan tindakan untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

a. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus


b. Membran anus yang menetap
c. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terietak pada bemacam-
macam jarak dari peritoneum
d. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya atresia ani adalah:

a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu / 3
bulan
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam kehamilan.
d. kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, pesanan,
dan pesanan anus dari tonjolan embriogenik
e. Atresia ani dapat terjadi dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti:
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trakea, esofahus, ginjal dan keluarga limfe)
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Sistem kelainan pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang

11
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen pembawa penyakit ini
mempunyai peluang sekitar 25% untuk hamil pada kehamilan saat kehamilan. 30% anak
yang sindrom sindrom genetik, kelainan kromosom atau kelainan bawaan lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan yang terjadi karena gangguan
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya mengalami
gangguan perkembangan septum urorektal yang rusaknya.

Manifestasi Klinik Manifestasi klinik atresia ani adalah:

a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam setelah kelahiran


b. Tidak dapat dilakukan pengeluaran suhu rektal pada bayi Mekonium keluar
melalui fistula atau anus yang salah.
c. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula) Bayi
d. Pembuluh darah dikulit perut akan terlihat menonjol.
e. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal.
f. Perut kembung

(Betz. Ed 7 2002)

Patofisiologi Atresia Ani

Terjadinya anus imperforata karena kelainan bawaan dimana saat proses perkembangan
embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan
selanjutnya ujung ekor dari betakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang
jadi genitor urinary dan struktur anoretal.

Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya hidup dan perkembangan kolon antara 12
minggu atau tiga bulan perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas
pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi
karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar dari anus sehingga menyebabkan
feses tidak dapat dikeluarkan.

12
Manifestasi secara klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
apabila urin mengalir melalui rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya aliran kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya,
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).
Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostat (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis)

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rektal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang


umum dilakukan pada gangguan ini. Pemeriksaan fisik rektum kepatenan
rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
b. Jika ada fistula, urin dapat menampung untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rektal.
d. Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
Ultrasound digunakan untuk melihat fungsi organ dalam terutama dalam
sistem pencernaan dan mencari adanya faktor yang dapat dibalik seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
e. Aspirasi jarum untuk pemeriksaan kantong rektal dengan menuukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dikatakan defek tingkat tinggi.

Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut

13
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini
harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil / anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi dinaikkan dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan bayangan udara dapat diukur.
d. Sinar X terhadap perut dilakukan untuk menentukan kejelasan total usus dan untuk jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingtemya.
e. Ultrasound terhadap abdomen digunakan untuk melihat fungsi organ, terutama dalam
sistem pencernaan dan mencari adanya faktor yang dapat dibalik seperti obstruksi oleh
karena tumor massa.
f. CT Scan digunakan untuk menentukan lesi.
g. Pyelografi intra vena digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
h. Pemeriksaan fisik rektum kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari. saya.
i. Rontgenogram perut dan panggul

juga bisa digunakan untuk memastikan adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.

Penatalaksanaan Atresia Ani

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan kelainan keparahan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus pemanen
(prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan
ini dilakukan pada usia 12 bulan untuk memberi waktu pada panggul untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga mendukung bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong
rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan

14
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut
dilubangi degan hemostratau skapel.

b. Pengobatan

1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)


2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI.
205).

F. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Todler (1-3 tahun)


Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan jumlah di seluruh tubuh yang
kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya
fungsi alat tubuh yang dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whalley &
Wong , 2000). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
dirumalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel. jaringan tubuh, organ-organ, dan
sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). Dengan demikian, aspek perkembangan
bersifat kualitatif, yaitu kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini
diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan bernafas,
sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, bicara, memungut benda-
benda disekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak. Tahap perkembangan
awal akan menentukan tahap perkembangan selanjutnya. Pada kenyataannya, manusia
dalam kehidupannya mengalami berbagai tahapan tumbuh kembang dan setiap tahap
mempunyai ciri tertentu.

Pertumbuhan melambat selama masa todler. Rata-rata pertambahan berat badan adalah
1,8 sampai 2,7 kg / tahun. Berat rata-rata pada usia 2 tahun adalah 12 kg. Berat badan
menjadi empat kali berat badan lahir pada usia 2% tahun, Kecepatan pertambahan tinggi
badan juga melambat. Perambahan tinggi yang biasa adalah bertambah 7,5 cm / tahun
dan terutama terjadi dalam penambahan tungkai dan bukan batang tubuh. Tinggi badan

15
rata-rata anak usia 2 tahun adalah 86,6 cm. Secara umum, tinggi badan orang dewasa di
sekitar dua kali tinggi badannya berusia 2 tahun.

Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa bayi, dan lingkar
kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia 1-2 tahun. Jumlah pertambahan
lingkar kepala umumnya selama tahun kedua adalah 2,5 cm. Kemudian kecepatan
pertambahan sampai usia 5 tahun, pertambahan tinggi badan menjadi kurang dari 1,25 cm
/ tahun. Fontanale anterior menutup antara usia 12 sumpai 18 bulan.

Keterampilan motorik kasar mayor selama masa todler adalah perkembangan lokomosi.
Pada usia 12 sampai 13 bulan todler sudah dapat berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki
untuk keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan mereka berusaha lari tetapi mudah
terjatuh. Antara usia 2 dan 3 tahun, posisi tegak dengan dua kaki menunjukan
peningkatan koordinasi dan keseimbangan. Pada usia 2 tahun anak balita dapat berjalan
menaiki dan menuruni tangga, dan pada usia 2% tahun mereka dapat masuk,
menggunakan kedua kaki, berdiri pada satu kaki selama satu atau dua detik, dan
melakukan beberapa langkah dengan berjinjit. Pada akhir tahun kedua mereka dapat
berdiri dengan satu kaki, berjalan jinjit, dan menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki.

Perkembangan motorik halus diperlihatkan dengan keterampilan deksteritas manual.


Misalnya, pada usia 12 bulan todler mampu menggenggam benda yang sangat kecil tetapi
tidak mampu melepaskan sesuai keinginannya. Pada 15 bulan mereka dapat menjatuhkan
kelereng ke dalam botol berleher sempit. Menangkap atau melempar benda dan
menangkapnya kembali menjadi aktivitas yang hampir obsesif pada usia sekitar 15 bulan.
Pada usia 18 bulan todler dapat melempar bola dari tangan tanpa kehilangan
keseimbangan.

Todler dihadapkan pada penguasaan beberapa tugas penting. Apabila kebutuhan untuk
membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan, mereka siap meninggalkan
ketergantungannya menjadi memiliki kontrol, mandiri, dan otonomi. Periode tugas
walikota adalah diferensiasi diri dari orang lain, terutama ibu. Proses diferensiasi atas

16
dua tahap: perpisahan, kemunculan anak dari kesatuan simbiosis dengan ibunya, dan
individualisasi, asumsi tersebut menganggap asumsi anak mengenai individu mereka di
dalam lingkungan. Meskipun proses ini dimulai selama paruh waktu masa bayi, yang
terbesar terjadi selama masa balita. Ciri perkembangan bahasa yang paling mengejutkan
selama masa kanak-kanak awal adalah tingkat pemahaman. Meskipun jumlah kata yang
dikuasai sekitar 4 pada usia saya tahun menjadi 300 pada usia 2 tahun-perlu, kemampuan
untuk memahami dan memahami jauh kurang lebih besar dibandingkan jumlah kata yang
dapat diucapkan anak. Ini terjadi terutama pada keluarga yang menggunakan dua bahasa,
yang perbendaharaan katanya bisa terlambat dikuasai tetapi kedua bahasa dapat
diterapkan dengan tepat (Chiocca, 1998 dikutip dari Wong, D. L. et.al, 2009).

G. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Todler (1-3 Tahun)

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
menghanuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjakani tempi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Selama proses terscbut, anak dan orang
tua dapat mengalami berbagai kejadian yang memurut beberapa penelitiun ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. Berbagai perasaan yang sering
muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong. 2000 dikutip
Supartini, 2004). Perasaan terscbut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan
sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan.

Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang fua menjadi stress pula, dan stress orang
tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini, 2004). Anak adalah
bagian dari kehidupan orang tuanya schingga upabila ada pengalaman yang mengganggu
kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress (Brewis, 1995 dikutip dari Supartini,
2004) Dengan demikian, asuhan keperawatan tidak bisa hanya berfokus pada anak, tetapi juga
pada orang tuanya.

17
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisusi sesuai dengan sumber stressnya. Sumber stress
yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya,
yaitu tahap protes putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis
berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dun makan, sedih dan
apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mukai
menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.

Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan


kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungarmya.
Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Tahadap
perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan imvasif,
seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit bibirnya, dan
memukul. Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengkomunikasikan rasa nyerinya.

H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata klien.
b. Riwayat keperawatan.
1. Riwayat keperawatan/ keschatan sekarang.
2. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat psikologis. Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d. Riwayat tumbuh kembang anak.
1. BB lahir abnormal.
2. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit.
3. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.

18
4. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat sosial.
f. Pemeriksaan fisik.
g. Pemeriksaan penunjang

Untuk memeriksa diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

a. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk melihat tidak ada obstruksi usus.


b. Sinar X terhadap perut dilakukan untuk menentukan kejelasan total usus dan
untuk jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdemen Digunakan untuk melihat fungsi organ dalam
terutama dalam sistem pencemaan dan mencari adanya faktor yang dapat
dibalik seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk memastikan
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

2. Diagnosa keperawatan
I. Diagnosa preoperasi:
a. Konstipasi hubungan dengan aganglion.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
ibu. Cemas orang tua berhubungan dengan pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur.
c. perawatan.

II. Diagnosa postoperasi:


a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan / insisi luka.

19
b. Kerusakan integritas kulit hubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
c. Resiko infeksi hubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap luka
suatu.
III. Kolostomi:
a. Perubahan pola eliminasi hubungan dengan kolostomi.
b. Hubungan erat dengan perawatan di rumah.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan pada diagnosa preoperasi:

a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion. Tujuan: Klien mampu mempertahankan


pola eliminasi BAB dengan teratur. Kriteria hasil:
1) Penurunan distensi abdomen.
2) Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi:

a. Lakukan enema atau irigasi rektal.


b. Kaji bising usus dan perut.
c. Ukur lingkar perut.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya asupan, muntah.

Tujuan: Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.

Kriteria hasil:

1. Output urin 1-2 ml / Kg / Jam.


2. Capillary refill 3-5 detik
3. Turgor kulit baik.
4. Membran mukosa lembab.

Intervensi:

1. Pantau TTV.
2. Pantau asupan-keluaran cairan.

20
3. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV.

c. Cemas orang tua berhubungan dengan pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Tujuan: Kecemasan orang tua dapat mengurangi.

Kriteria hasil:

1. Klien tidak lemas.

Intervensi:

1. Jelaskan istilah yang berhubungan dengan orang tua tentang anatomi dan fisiologi
sistem pencernaan normal.
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua.
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi.

Perencanaan keperawatan pada diagnosa postoperasi:

a. Nyeri berhubungan dengan teruma pembedahan / insisi luka.

Tujuan: Rasa nyeri teratasi / berkurang.

Kriteria hasil:

1. Klien tampak tenang dan merasa nyaman.


2. Klien tidak meringis kesakitan.

Intervensi:

1. Kaji skala nyeri,


2. Kaji lokasi, waktu dan intensitas nyeri.
3. Berikan lingkungan yang tenang.
4. Atur posisi klien.
5. Kolaborasi dalam mempersembahkan antibiotik. Sebuah.

b. Kerusakan integritas kulit hubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

21
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Kriteria hasil:

1. Penyembuhan luka tepat waktu.


2. Tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi

1. Kaji area stoma.


2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada daerah stoma.
3. Tanyakan apakah ada keluhan keluhan sekitar stoma.
4. Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi 1/4 atauka1/3 tong.
5. Lakukan perawatan luka kolostomi.

c. Resiko infeksi hubungan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap luka kolostomi.

Tujuan: Tidak terjadi infeksi,

Kriteria hasil:

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.


2) TTV normal.
3) Leukosit normal.

Intervensi:

a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.


b. Pantau TTV.
c. Pantau hasil laboratorium.
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
e. Kolaborasi dalam mempersembahkan antibiotik.

d. Perubahan eliminasi hubungan kolostomi.

Tujuan: Gangguan pola eliminasi teratasi.

22
Kriteria hasil:

1. BAB normal.
2. Frekuensi buang air besar 1-2x / hari,

Intervensi:

1. Kaji pola dan kebiasaan buang air besar.


2. Kaji faktor penyebab konstipasi / diare.
3. Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung serat tinggi
konstipasi.
4. Lakukan perawatan kolostomi.

e. Hubungan hubungan erat dengan perawatan di rumah.

Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

Kriteria hasil:

1. Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan kolostomi dirumah.

Intervensi:

1. Ajarkan perawatan kolostomi dan Partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada
anal secara tepat.
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk berbicarait (misalnya serat).

4. Pelaksanaan keperawatan

Tahap pelaksanaan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan melaksanakann


berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam

23
rencana tindakan keperrawatan. Dalam tahap ini, perawat harus melihat berbagai hal di
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta memahami tingkat
perkembangan perkembangan. Dalam pelaksanaan tindakan tindakan terdapat dua jenis
tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul,
2008: 122).

5. Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini
adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan
kesimpulan tentang pencapaian yang dicapai serta kemampuan menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi terdiri dari 2 kegiatan yaitu:

a. Evaluasi formatif evaluasi evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan


intervensi dengan respon segera,
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan ana lisis status
klien pada waktu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu kriteria yang
kriteria tertentu yang membuktikan apakah tercapai, tidak tercapai atau tercapai
sebagian.
1. Tujuan tercapai, tercapai bila klien telah menunjukan perubahan
dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan,
2. Tujuan yang dicapai sebagian Tujuan ini dikatakan tercapai untuk
memenuhi tujuan secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari
berbagai masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan
sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan kadang-kadang-
kadang muntah.
3. Tujuan tidak tercapai Dikatakan tidak dapat menunjukan bahwa
memang ada perubahan kriteria yang kriteria-kriteria yang
diharapkan.

24
Adapun evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosis adalah:

a. klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.


b. Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan. Sebuah.
c. Kecemasan orang tua dapat berkurang.
d. Rasa nyeri teratasi / berkurang.
e. Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut. ‘
f. Tidak terjadi infeksi.
g. Gangguan pola eliminasi teratasi.
h. Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah

25
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, D.L, 2003) Atresia ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforate termasuk anus, rectum atau Sowden, L. A,
2002). Belum diketahui, namun ada sumber penyebab kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pesan anus dari tonjolan
embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat yang
mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak, sehingga
kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak
tersebut. Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines
for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
EGC. Jakarta.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25.
Jakarta: EGC 
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC.
Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. USA: CV Mosby

27

Anda mungkin juga menyukai