Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

ASKEB KOLABORASI PADA KASUS PATOLOGI DAN KOMPLIKASI


DISTOSIA BAHU ( KALA II PERSALINAN)

Dosen Pengampu : Endah Wijayanti, M.Keb

Disusun oleh kelompok 4

1. Hasbriani 6. Rusmaleny
2. Juju Jamilah 7. Rima Fitriyani
3. Jumiyati 8. Nur Hasanah
4. Septi Kurniawati 9. Nathalia Putri W
5. Noor Eka Safitri

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayaNya makalah ini
dapat disusun dengan sebaiknya yang berjudul ‘’Distosia Bahu”. Pembuatan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahan dan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca serta
untuk memenuhi tugas mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi Pada Kasus Patologi dan Komplikasi.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih juga kepada Endah Wijiyanti, M. Keb yang telah
memberikan tugas .

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, masih terdapat kekurangan dan kekeliruan maka
penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat memperbaikin serta
melengkapi makalah.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat serta tercatat sebagai suatu amal sholeh.

Tanah Paser, 15 Maret 2022

Penyusun

Kelompok 4
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...........................................................................................................1
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................5
A. Distosia Bahu..........................................................................................................5
1. Definisi distosia bahu.............................................................................................5
2. Epidemiologi ........................................................................................................ 5
3. Faktor Predisposisi Distosiabahu.........................................................................6
4. Faktor-faktor Penyebab........................................................................................6
5. Mekanisme Distosia Bahu.....................................................................................6
6. Etiologi dan Patofisologi........................................................................................7
a.Etiologi.................................................................................................................7
b.Patofisiologi.........................................................................................................7
c.Gambaran Klinis Dan Diagnosis........................................................................7
d.Prognosis.............................................................................................................8
7. Komplikasi..............................................................................................................8
8. Penatalaksanaan....................................................................................................9
BAB III.................................................................................................................................15
ASUHAN KEBIDANAN.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karateristik kemajuan persalinan
yang abnormal atau lambat. Perslinan abnormal atau lambat umum terjadi bila disproporsi antara ukuran
bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling
umum saat ini untuk seksio sesaria primer. CPD(cephalopelvic dispropotion) adalah akibat dari panggul
sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua diatas. Setiap
penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distoasia selama
perslinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau
umumnya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet,
diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan dengan evaluasi
ukuran kepala janin. Panggul sempit disebut-sebut sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara
normal karena menyebabkan obstucted labor yang insidensinya adalah 1-3% dari persalinan.
Di Indonesia pada tahun 2015 memiliki angka kematian ibu yaitu 126 per 100.000 kelahiran hidup
dengan jumlah 6400 kematian ibu per tahun. Pada tahun 2015 di Indonesia Angka Kematian Neonatal
yaitu 14 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 74 kematian neonatus per tahun, sedangkan untuk
Angka Kematian Bayi adalah 23 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 125 kematian bayi per tahun
dan Angka Kematian Balita yaitu 27 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 147 kematian balita per
tahun (WHO, 2015). Derajat Kesejahteraan suatu bangsa dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut laporan WHO tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) di
dunia yaitu 216 jiwa per 100.000 kelahiran hidup. (WHO, 2015
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiritanpa pengambilan
tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin.Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang
dapat menimbulkan dehidrasiserta asidosis, dan infeksi intrapartum,ruptur uteri mengancam serta
resikoterjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis,atau fistularektovaginalis karena
tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul.Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa
meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin bahkan bisa
menimbulkan fraktur pada os parietalis.
Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat
promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia
bahu merupakan kejadian dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin dilahirkan. Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) dibawah rambut pubis. Dorongan saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu
depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan
dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan
terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari distosia bahu ?
2. Apa saja epidemologi distosia bahu ?
3. Faktor predisposisi distosia bahu ?
4. Faktor – faktor penyebab distosia bahu ?
5. Mekanisme distosia bahu ?
6. Etiologi dan Patofisiologi distosia bahu ?
7. Apa saja Komplikasi distosia bahu ?
8. Bagaimana Penalalaksanaan distosia bahu?
9. Asuhan kebidanan distosia bahu
C. Tujuan
1. Untuk mengetahuai definisi dari distosia bahu ?
2. Untuk mengetahui epidemologi distosia bahu ?
3. Untuk mengetahui Faktor predisposisi distosia bahu ?
4. Untuk mengetahui Faktor – faktor penyebab distosia bahu ?
5. Untuk mengetahui Mekanisme distosia bahu ?
6. Untuk mengetahui Etiologi dan Patofisiologi distosia bahu ?
7. Untuk mengetahui apa saja Komplikasi distosia bahu ?
8. Untuk mengetahui bagaimana Penalalaksanaan distosia bahu?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Distosia Bahu
1. Definisi distosia bahu
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk kedalam panggul, atau bahu tersebut bias
lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor).
(Maryunani, 2013).
Distosia bahu atau bahu macet adalah gagalnya bahu melewati pelvis secara
spontan setelah pelahiran kepala. Bahu anterior terperangkap dibelakang atau pada
simpisis pubis,sementara bahu posterior berada di lubang sacrum atau tinggi diatas
promontorium sacrum. (Damayanti, 2014)
Distosia bahu tidak bisa diprediksi secara akurat biasanya terjadi tanpa diduga,
posisi lutut dada yang ekstrim (Manuver Mc.Robert) telah terbukti hanya sedikit
mengakibat morbiditas pada neonatal dibandingkan maneuver lain. Penekanan fundus
dapat mengakibatkan tingginya morbiditas neonatal. (Nurrobikha, 2015)
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
melipat kedalam panggul (mis. Pada makrosomia) disebakan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepalyang
terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu behasil melipat masuk kedalam panggul.
(Triana, 2015)
Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk melahirkan
bahu secara spontan menenmpatkan ibu dan bayi beresiko untuk terjadinya trauma.
Insedens distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0,3- 1%, sedangkan pada berat
badan bayi diatas 4000 gram insidens meningkatkan menjadi 5-7% dan pada berat
badan bayi lebih dari 4500 gram insidensnya menjadi antara 8-10%. (Triana, 2015)
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam kondisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu
sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior
berada di cekungan tulang sakrum atau sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang
yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis
atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior
ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan
promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala
yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat
adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle
sign).
Atas pertimbangan itu, distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri yang
perlu mendapat perhatian khusus. Persalinan kepala umumnya diikuti oleh persalinan
bahu dalam waktu 24 detik, sedangkan jika persalinan bahu lebih dari
60 detik, dianggap distosia bahu. Waktu 60 detik sebagai batas persalinan bahu
dipergunakan sebagai dasar diagnosis karena sulit menegakkan diagnosis sebelumnya.

2. Epidemiologi
Angka kejadian Distosia Bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.
Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi
kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala
dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%. Gross,
dkk (1987) menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam
medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa. Presentase kejadian distosia bahu
diperkirakan 0,2% - 0,6% dari semua persalinan pervaginam (Baskett & Allen, 1995).
Insidensi dapat meningkat dengan adanya peningkatan ukuran badan bayi dan hampir
mendekati 1 : 100 kelahiran di masyarakat Eropa yang akan berbeda di masyarakat lain.
Insiden 2% akan meningkat pada persalinan bayi besar, 3% jika berat lahir >4000 gr
(Hansmann dan Hincker). Selain itu wanita yang pernah melahirkan bayi distosia bahu
yang mengakibatkan cedera pada janin, memiliki resiko yang lebih besar untuk
terjadinya distosia bahu pada kehamilannya yang berikutnya.
3. Faktor Predisposisi Distosiabahu

Tabel 2.1 Faktor predisposisi distosiabahu

Antepartum Intrapartum

1) Multiparitas a) Kala I persalinan memanjang


2) Riwayat distosia bahu sebelumnya b) Secondary arrest
3) Makrosomia > 4500 g c) Kala II persalinan memanjang
Diabetess mellitus d) Kala II pendek
5) IMT >30 kg/m2 e) Partus Presipitatus
Induksi persalinan f) Augmentasi oksitosin
g) Persalinan pervaginam yang
ditolong

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar


4. Faktor-faktor Penyebab
1. Ada riwayat obstetrik/persalinan dengan bayi besar dan riwayat distosia bahu
sebelumnya,
2. Bayi besar dan selalu ada riwayat bahu besar (namun dalam kebanyakan kasus
distosia bahu, berat bayi dapat ditemukan masih dalam batas normal ; dan untuk
bayi yang besar juga, distosia bahu kadang-kadang tidak terjadi.
3. Tergantung dari faktor meneran ibu, panggul dan kesigapan penolong untuk
menolong persalinan),
4. Riwayat DM (diabetes melitus) pada ibu hamil dan keluarga : (7% insiden distosia
bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional),
5. Wanita dengan kontraktur pelvis terutama diameter anteroposterior,
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh
setelah usia kehamilan 42 minggu,
7. Ibu dengan obesitas
8. Multiparitas,
9. Tidak menunggu kepala melakukan putaran paksi luar pada saat menolong
kelahiran bahu.
5. Mekanisme Distosia Bahu

Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat
mengatasi tebalnya segmen bawah Rahim dan servik yang masih belum mengalami
dilastasi. Perkembangan otot uterus didaerah fundus uteri dan daya dorongan terhadap
bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi serviks lengkap, hubungan mekanisme antara ukuran dan posisi kepala
janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila sudah terjadi
desensus janin.gangguan fungsi otot uterus dapat disebabkan oleh regangan uterus
berlebihan dan atau partus macet (obstructed labor). Dengan demikian maka persalinan
yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic
disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic

disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal
tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat. Kondisi tulang panggul bukan satu-
satunya penentu keberhasilan berlangsunya proses persalinan pervaginam.
Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus
dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat
berhasil pada sebuah persalinan yang diperkirakan akan berlansung tidak efektif. Banyak
ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas
untuk menurunkan kejadian section Caesar.

Gambar 2.1: Mechanism Of Shoulder Dystocia

6. Etiologi dan Patofisologi

a. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
“melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala
telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
b. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran
akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
c.Gambaran Klinis Dan Diagnosis
Akibat mekanisme yang sudah dijelaskan diatas, kepala yang sudah dilahirkan akan
tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi
antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
1. Biasanya ada perlambatan kemajuan turunnya kepala pada kala II yang ditandai
dengan kesulitan dalam melahirkan bahu,
2. Biasanya ada kelahiran kepala yang perlahan, dengan ekstensi kepala
mengambil waktu lebih lama daripada biasanya, Sekali kepala lahir, kepala
masuk lagi ke vagina dan kepala terlihat tidak mampu bergerak,
3. Tidak terjadi putaran paksi luar.
Distosia Bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan,
b. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang,
c. Dagu tertarik dan menekan perineum,
d. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
cranial simphysis pubis.
Begitu Distosia Bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya
harus segera dilakukan.

d. Prognosis
1) Distosia bahu dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada tali pusat dan
mengakibatkan:
a. Penurunan pH arterial pH 0.04 setiap menit
b. Penurunan pH arterial 0.28 setelah tujuh menit
c. pH arterial bawah 7.0 akan menyebabkan tindakan resusitasi menjadi sulit
2) komplikasi karena distosia bahu
a. kerusakan pleksus brachialis karena rudapaksa dalam persalinan (10%)
b. keadaan ini pada umumnya akan mengalami perbaikan pada tahun pertama,
tetapi beberapa diantaranya menjadi kelainan menetap.
c. Erb-Duchenne Palsy
d. Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang
belakang servikal V dan VI
e. Paralisis Klumpke’s
f. Parasilis yang terjadi pada nervus kolumna vertebralis setnggi tulang belakang
servikal VIII dan thorakal I
g. Patah tulang: fraktur klavikula, Fraktur Humerus
h. Asfiksia janin
i. Kematian bayi
7. Komplikasi

Komplikasi Distosia Bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan
humerus), cedera pleksus brachialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan
permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat
melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya
dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan di terapi dengan
memadai. Cedera pleksus brachialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi
sekuele dapat terjadi pada 50% kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomy ataupun atonia uteri. Persalinan
Distosia Bahu mempunyai komplikasi yang cukup serius.Terbagi 2,
Komplikasi distosia bahu pada janin

5) Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum. Pada saat


persalinan melahirkan bahu beresiko anoksia sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan otak.
6) Kerusakan syaraf. Kerusakan atau kelumpuhan pleksus brachial (Erb’s) dan
keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula. (Damayanti, 2014)

Gambar 2.2. Shoulder Dystocia

7) Komplikasi distosia bahu pada ibu

1. Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas

2. Gangguan psikologis sebagai dampak dari pengalaman persalinan


traumatic
3. Depresi jika janin cacat atau meninggal. (Damayanti, 2014)
8. Penatalaksanaan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan.
Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior
sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan
semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan
ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan
episiotomy yang luas disertai posisi McRobert
(posisi dada-lutut). Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin
menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping
perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan
pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala
lahir akan terjadi penurunan pH Arteria Umbilikalis dengan laju 0,04 unit/menit.
Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu
antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera
hipoksik pada otak.

Makin pendek waktu melahirkan bahu, hasilnya akan makin baik. Karena dugaan
distosia bahu sulit ditentukan, setiap ahli obstetri harus dapat mengerjakan. Secara
sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut :
1) Manuver McRobert
a. Teknik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik, dkk tahun 1983 dan
selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of
Texas di Houston. Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu
dalam posisi McRobert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha
sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki
ke arah luar (abduksi). Ternyata penarikan paha ke arah badan
menyebabkan : sacrum bertambah lurus, memutar simphysis pubis ke arah
kepala ibu hamil, mengurangi sudut inklinasi tulang pelvis dan
membebaskan bahu depan dari cengkraman simphysis pubis. Kemudian
lakukan episiotomy. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan
mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke
dalam panggul. Pada posisi berbaring terlentang, minta ibu menarik
lututnya sejauh mungkin kea rah dadanya dan diupayakan lurus, lakukan
penekanan ke bawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk
menggerakan bahu anterior diatas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan
mendorong fundus uteri , beresiko terjadinya rupture uteri. Ganti posisi
ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada diatas tekan keatas untuk
melahirkan bahu depan, tekan kepala janin mantap ke bawah untuk
melahirkan bahu belakang.

Gambar 2.3. Manuver Mcrobert


2) Manuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :

 Mengubah posisi bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan
tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah
berikutnya yaitu :
 Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk
melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan
melepaskan bahu depan dari simphysis pubis.
Gambar 2.4. Manuver Rubin II Diameter bahu terlihat antara kedua tanda
panah,bahu anak→yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak
sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit.
3) Manuver Wood
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 180 secara “crock screw (Masukkan
satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior ke arah
sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu)” maka
bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.

Gambar 2.5. Manuver Crock Screw (Wood).

4) Melahirkan bahu belakang


Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior
janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan
mempertahankan posisi fleksi siku, tangan janin dicekap dan lengan diluruskan
melalui wajah janin, lengan posterior dilahirkan.

Gambar 2.6. Teknik Pelahiran Bahu Belakang

5) Manuver Zavanelli
Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui Seksio
Cessaria, memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior bila kepala
janin sudah berputar dari posisi tersebut, membuat kepala anak menjadi fleksi dan
secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina dan yang terakhir lakukan
Seksio Cessaria darurat dengan anestesi lokal (+ ketamin drip).
Gambar 2.7. Manuver Zavanelli
6) Simfisiotomi
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan
serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
a.Minta bantuan asisten, ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi
b.Kosongkan vesika urinaria bila penuh
c.Lakukan episiotomi mediolateral luas
d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk
melahirkan kepala
e. Lakukan manuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten

A. ASUHAN KEBIDANAN
a. ANC (Antenatal Care)
Pengertian Ante Natal Care (ANC) Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan
kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan
reproduksi secara wajar. (Kutipan Sihombing, 2012 dari Manuaba, 2008)
Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan
paling sedikit 4 kali :
1) Satu kali kunjungan selama trimester I (14 minggu)
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah
minggu ke 36) (Depkes RI, 2013)
Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar
pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal
dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut
(Kutipan Sihombing, 2012 dari Depkes RI, 2013):
1. Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Ukur tinggi fundus uteri
4. Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap
5. Pemberian Tablet Besi minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara (konseling dan pemecahan masalah)
8. Tentukan persentasi janin dan hitung DJJ
9. Tetapkan status gizi (ukur LILA)
10. Tatalaksana Kasus

Namun, dalam penerapan praktis pelayanan ANC, menurut Dinkes,


standar minimal pelayanan ANC adalah 14 T yaitu :
a. Timbang berat badan
b. Tekanan darah
c. Tinggi fundus
d. Tetanus toxoid lengkap
e. Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Tes VDRL
g. Tes reduksi urine.
h. Tes protein urine
i. Tes penyakit menular seksual (PMS)
j. Tes Hb
k. Terapi malaria
l. Terapi kebugaran.
m. Terapi iodium
n. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Apabila suatu daerah tidak bisa melaksanakan 14 T sesuai kebijakan dapat
dilakukan standar minimal pelayanan ANC yaitu 7 T (nomor 1-7 pada10 T di atas).
Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan
tidak diberikan oleh dukun bayi. (Kutipan Sihombing, 2012 dari Prawiroharjo, 2010)
b. Asuhan kolaborasi
Pelayanan Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama)
dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien. Dalam
praktiknya, kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama
dalam penatalaksanaan dan pemberian asuhan. Masing-masing tenaga kesehatan dapat saling
berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu
hadir ketika tindakan dilakukan. Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien
bertanggung jawab terhadap keseluruhan penatalaksanaan asuhan. Pelayanan kebidanan
kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya di
lakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan.
Tujuan pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai
ruang lingkup masing-masing.Elemen kolaborasi mencakup:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi dan pertolongan
pertama pada.
3) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
4) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pertolongan pertama pada
kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi. Memberikan asuhan kebidanan
pada balita resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi. Contoh kasus :Kolaborasi bidan dengan ahli gizi
Ny. T datang ke bidan A untuk konsultasi tentang keadaannya yang masih dalam
masa nifas. Ternyata setelah diperiksa, status gizi Ny. T buruk dan Ny. T
mengalami anemia berat. untuk menangani hal itu, bidan A berkolaborasi dengan
ahli gizi dalam upaya perbaikan status gizi Ny.T yang mengalami gizi buruk dan
anemia berat. Kolaborasi bidan dengan Psikolog Anak Ny. W meninggal satu
minggu yang lalu, akibat hal itu Ny. W mengalami depresi. Untuk
menangani depresi Ny. W yang kehilangan anaknya, bidan A berkolaborasi dengan
psikolog. a. Perkembangan Proses Kolaborasi Pada awalnya, praktik kolaborasi
menggunakan model hierarki yang menekankan komunikasi satu arah, kontak
terbatas antara pasien dan dokter, dan menempatkan dokter sebagai tokoh yang
dominan. Pola tersebut berkembang menjadi model praktik kolaborasi yang
menekankan
komunikasi dua arah, tetapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan
membatasi hubungan antara dokter dan pasien. Pola yang ketiga lebih berpusat pada
pasien. Sesama pemberi pelayanan harus dapat bekerja sama, begitu juga dengan
pasien. Model ini berbentuk melingkar. Menekankan kontinuitas dan kondisi timbal
balik satu sama lain. Tidak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara
terus menerus. b. Kolaborasi Dalam Praktik Kebidanan Dalam praktik pelayanan
kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan kebidanan yang diberikan kepada
klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat.
Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional lainnya. Bidan
merupakan anggota tim. Bidan meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap
menjaga, mendukung, dan menghargai proses fisiologis manusia. Intervensi dan
penggunaan teknologi dalam asuhan hanya atas indikasi. Rujukan yang efektif
dilakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya. Bidan adalah praktisi
yang mandiri. Bidan bekerja sama mengembangkan kemitraan dengan anggota dan
kesehatan lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi, dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan, dan
kemampuannya
5) kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi. Memberikan asuhan kebidanan
pada ibu dalam masa persalinan dan pertolongan pertama pada
kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda, yang dapat
bekerjasama secara timbal balik dengan baik. Anggota kelompok harus bersikap
tegas dan mau bekerjasama. Kelompok harus memberi pelayanan yang
keunikannya dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian yang di berikan
oleh setiap anggota tim tersebut.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Persalinan dengan Distosia Bahu

Tanggal dan Waktu Pengkajian : 20 Agustus 2021 / 10.30 WITA


Tempat : R. Bersalin
Oleh : Mahasiswa

KALA I PERSALINAN
S :

Identitas Klien
Nama Ibu : Ny. D Nama Suami : Tn . U
Umur : 30 Tahun Umur : 38 Tahun
Suku : Bugis ,Paser Suku : Paser
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Rt 05 Tanah Grogot

1. Alasan datang periksa/Keluhan utama


Ibu mengatakan perutnya semakin sering terasa kencang-kencang teratur dan adanya keluar lendir
darah dari kemaluannya.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu mengatakan pada tanggal 20 Agustus 2021 pukul 07.22 Wita, ibu merasa perutnya kencang-
kencang secara teratur namun belum ada pengeluaran lendir darah sehingga ibu masih bisa
menahan sakitnya sehingga ibu masih tetap dirumah. Untuk mempercepat proses persalinan ibu
melakukan jalan-jalan di sekitar rumah dan pada pukul 10.00 Wita ibu mengatakan keluar lendir
darah dari kemaluannya dan rasa sakitnya semakin sering dan pukul 10.30 WITA suami
memutuskan untuk membawa ibu pergi ke Rumah sakit

3. Riwayat Kesehatan Lalu


Ibu tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis ataupun HIV/AIDS. Selama
hamil ibu memiliki alergi terhadap makanan, tetapi tidak memiliki alergi obat-obatan tertentu. Ibu
tidak pernah mengalami operasi pembedahan dan tidak pernah mengalami penyakit TORCH,
penyakit malaria, ataupun penyakit infeksi lain yang dapat mempengaruhi kehamilannya.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Di dalam keluarga ibu tidak pernah menderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS,
Jantung, Ginjal, Asma, Hepatitis, Hipertensi dan lain-lain

5. Riwayat Menstruasi

Ibu mendapatkan menstruasi pertama kali saat usia 12 tahun dengan siklus yang teratur. Lama
menstruasi ± 7 hari dengan banyak 2-3 kali ganti pembalut. Keluhan yang dirasakan saat
menstruasi adalah nyeri pinggang. HPHT : 21 November 2020 dan TP: 28 Agustus 2021

. Riwayat Obstetrik
Kehamilan Persalinan Anak Nifas

No
Ab Lkt
Suami Ank UK Peny Jns Pnlong Tmpat Pnykt JK BB/PB H M Peny
nor si

1 Tn.I 1 aterm - Spt bidan klinik - P 2900 gr/ 2 th - - 1 th -


50 cm

Hamil
2.
ini

7. Riwayat Kontrasepsi

Ibu memakai alat KB terakhir suntik 3 bulan, ibu selama ini melakukan KB teratur. Ibu
menggunakan KB selama 1 tahun dan selama pemakaian KB ibu tidak mengalami keluhan, hanya ibu
tidak mendapatkan haid sejak menggunkan KB. Ibu tidak menggunakan KB sejak 6 bulan yang lalu
dan sejak 3 bulan lepas KB haid ibu kembali normal.

8 Riwayat Kehamilan Saat Ini

Ibu mengatakan mulai mencurigai dirinya mengalami kehamilan pada saat ibu tidak
mengalami haid. Selama ini siklus haid ibu lancar setiap bulannya. Ibu melakukan test pack di
rumah dan hasilnya menunjukkan ibu positif hamil. Dimulai awal kehamilan trimester pertama
ibu mengalami mual dan terkadang muntah. Ini merupakan kehamilan kedua ibu. Ibu sudah
pernah memeriksakan kehamilannya 1 kali dan saat ini merupakan kunjungan ketiga ibu di
kehamilan trimester 1 ini.

9. Pola Fungsional Kesehatan

Pola Saat Hamil Saat ini


Aktivitas Ibu mengurangi aktivitas dan Ibu lebih banyak
kegiatan ibu dibantu suami. berbaring.

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

Ibu terlihat cemas menghadapi persalinannya saat ini, namun ibu yakin dapat bersalin secara normal .
Ibu dan keluarga tidak memiliki kebiasaan dan adat istiadat yang dapat mempengaruhi
persalinannya. Ibu mengatakan ibu dan suami selalu berdoa agar ibu bisa menjalani proses
persalinannya dengan lancar.
O :
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran composmentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,7 °C, nadi
85 x/menit, pernafasan 20 x/menit.

2. Pemeriksaan Fisik
Mata : Konjungtiva berwarna merah muda tidak pucat, sklera berwarna putih, tidak
teraba oedema pada kelopak mata
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, kelainan bentuk, kebersihan cukup, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
Dada : Bentuk simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak tampak menggunakan otot
bantu pernapasan.
Payudara : membesar, puting susu menonjol,terdapat pengeluaran kolostrum, tidak teraba
benjolan/massa.
Abdomen : terdapat striae albicans, linea nigra, simetris dan tidak ada bekas luka operasi.
TFU= 35 cm,
Leopold I : Pada fundus teraba bagian lunak, kurang bulatdan kurang
melenting (bokong),
Leopold II :Teraba bagian panjang dan keras seperti papan pada sebelah kanan
ibu dan dibagian sebaliknya teraba bagian kecil janin (punggung kanan),
Leopold III: Pada SBR, teraba bagian keras, bulat dan melenting. Bagian ini tidak
dapat digoyangkan (kepala),
Leopold IV: Bagian terendah janin sudah masuk Pintu Atas Panggul (divergen),
punctum maksimum terletak pada kuadran kanan bawah. TBJ : (35-11) x 155) =
3720 gram, DJJ : 130 x/menit.

3. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan His : HIS : frekuensi 3 x 10’, dengan durasi 35-40”, intensitas sedang.
b.Pemeriksaan Dalam
Tanggal : 20 Agustus 2021 Pukul : 10.30 WITA Oleh : Mahasiswa
Vulva / vagina tidak tampak oedema, tidak tampak benjolan, tidak teraba pembesaran pada
kelenjar bartholini, massa dan jaringan parut, tampak lendir bercampur darah, portio tipis lunak,
pembukaan 5 cm, effacement 50%, ketuban utuh, presentasi kepala, denominator UUK, disekitar
bagian terendah janin tidak teraba bagian terkecil janin, penurunan kepala di Hodge II.

A : Diagnosis : GIIP1001 usia kehamilan 38 minggu 6 hari inpartu kala I fase aktif, persalinan
normal.
Janin tunggal, hidup.
Masalah :
-Sering kencang-kencang dan keluar lendir darah.
-Ibu merasa cemas dengan persalinannya di karenakan janin besar dari hasil
USG tanggal 5 April 2020, TBJ 3775 gram
Diagnosa potensial : Bayi Besar, Distosia Bahu

Masalah Potensial :
Pada Ibu :
- Perdarahan pasca persalinan
- Robekan Jalan Lahir
- Rupture Uterus
Pada Janin
- Asfiksia
- Fraktur Clavicula
- Kematian
Kebutuhan Segera : Tidak ada

P:
Tanggal/ Penatalaksanaan Pelaksana
Jam
20 Agustus Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa Mahasiswa
2021 keadaan ibu dan janin dalam keadaan sehat, dan saat
10.30 Wita ini pembukaan 5 cm
Evaluasi :
Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
Menganjurkan ibu untuk memenuhi asupan Mahasiswa
nutrisinya.
Evaluasi :
Ibu minum air putih dan susu.
Mengajarkan ibu posisi yang nyaman guna Mahasiswa
meningkatkan pembukaan.
Evaluasi :
Posisi ibu berbaring miring kiri.
Menyiapkan partus set dan APD serta kelengkapan Mahasiswa
pertolongan persalinan lainnya.
Evaluasi :
Partus set telah tersedia, alat dalam partus set
lengkap, APD telah lengkap disiapkan, alat
dekontaminasi alat juga telah siap, washlap, tempat
pakaian kotor, 2 buah lampin bayi tersedia.
Keseluruhan siap digunakan.
Menyiapkan pakaian bayi dan pakaian ganti ibu Mahasiswa
Evaluasi :
Pakaian ibu (baju ganti, sarung, pempers, dan
gurita) dan pakaian bayi (lampin, popok, topi,
sarung tangan dan kaki) sudah tersedia dan siap
dipakai.
11.00 Wita Melakukan Observasi His dan Melakukan Mahasiswa
pemeriksaan DJJ.
Evaluasi :
His : 3 x 10’ = 40-45”
DJJ : 128 x/ menit
N : 86 x/menit
11.30 Wita Melakukan Observasi His. Mahasiswa
Melakukan pemeriksaan DJJ.
Evaluasi :
His : 4 x 10’ = 40-45”
DJJ : 126 x/ menit
N : 87 x/menit
12.00 Wita Melakukan Observasi His. Mahasiswa
Melakukan pemeriksaan DJJ.
Evaluasi :
His : 4 x 10’ = 40-45”
DJJ : 130 x/ menit
N : 87 x/menit
12.30 Wita Melakukan Observasi His. Mahasiswa
Melakukan pemeriksaan DJJ.
Evaluasi :
His : 4 x 10’ = 40-45”
DJJ : 131 x/ menit
N : 87 x/menit
13.00 Wita Melakukan pemeriksaan dalam Mahasiswa
Evaluasi :
Vulva tidak oedema, tidak tampak benjolan, tidak
teraba pembesaran pada kelenjar bartholini, massa
dan jaringan parut, tampak lendir bercampur darah,
portio lunak, pembukaan 9 cm, effacement 90%,
ketuban utuh, presentasi kepala, denominator UUK,
disekitar bagian terendah janin tidak teraba bagian
terkecil janin, penurunan kepala di Hodge II.
13.20 Wita Memasang infuse dengan cairan Ringer Laktat 500 Mahasiswa
ml + Oksitosin 10 IU
pada tangan kiri 10 tetes/menit
Evaluasi : Infus telah terpasang
13.25 Wita Memasang oksigen 2 L/menit dengan selang nasal Mahasiswa
Evaluasi : Oksigen telah terpasang
13.30 Wita Melakukan Observasi His Mahasiswa
Melakukan pemeriksaan DJJ dan TTV
Evaluasi :
HIS : 4 x 10’, dengan durasi 40 - 45”
DJJ : 130 x/ menit
N : 89 x/menit
Mengajarkan Ibu teknik nafas dalam untuk Mahasiswa
mengurangi nyeri karena adanya kontraksi.
Evaluasi :
Ibu menarik nafas dalam seraya berbaring miring
kiri. Ibu merasa nyaman dengan posisi tersebut.

Memastikan kelengkapan alat pertolongan Mahasiswa


persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin &
memasukan spuit sekali pakai 3 ml ke dalam partus
set.
Evaluasi :
Alat pertolongan telah lengkap, ampul oksitosin
telah dipatahkan dan spuit telah dimasukkan ke
dalam partus set.
Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, Bidan dan
mencuci tangan dengan sabun di air mengalir dan Mahasiswa
memakai APD
Evaluasi :
Perhiasan tidak dikenakan, tangan telah dicuci
dengan menggunakan sabun dan air mengalir
dengan teknik mencuci tangan 7 langkah dan
memakai APD..
KALA II PERSALINAN
S :
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2. Ibu merasa seperti ingin BAB.
3. Ibu merasakan adanya tekanan yang kuat pada vaginanya.
4. Ibu merasakan pengeluaran lendir bercampur darahnya semakin banyak.
O :
1. Pemeriksaan Umum
2. Kesadaran composmentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,6 °C, nadi
85 x/menit, pernafasan 20 x/menit.
3. Pemeriksaan Fisik
Abdomen : DJJ : Terdengar jelas, teratur, frekuensi 141 x/menit, DJJ terdengar di
kuadran kanan bawah.
Anus : Tampak adanya tekanan pada anus.
Genetalia : Perineum tampak menonjol, vulva tampak membuka.
Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan His: HIS : frekuensi 5 x 10’, dengan durasi 40 -45”,
intensitas kuat
b. Pemeriksaan Dalam
Tanggal : 20 Agustus 2021 Jam : 13.45 Wita Oleh : Mahasiswa
Vagina tidak oedema, terdapat pengeluaran lendir bercampur darah, pembukaan 10 cm,
effacement 100 %, ketuban jernih, presentasi kepala, denominator UUK, tidak terdapat
bagian terkecil di sekitar bagian terendah janin, presentasi kepala terletak di hodge IV.

A: Diagnosis : GIIP1001 kala II persalinan normal.


Janin tunggal, hidup.
Masalah : Bayi Besar
Diagnosa potensial : Distosia Bahu
Masalah Potensial : Laserasi jalan lahir, fraktur clavicula
Kebutuhan Segera : Lahirkan bahu bayi dengan Teknik pertolongan persalinan distosia bahu

P:
Tanggal Penatalaksanaan Pelaksana
/ Jam
20 Memastikan pembukaan telah lengkap. Mahasiswa
Agustus Evaluasi :
2021 Pembukaan telah lengkap, tampak pengeluaran lendir bercampur
13.35 darah dalam jumlah banyak.
Wita

Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu. Mahasiswa

Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali Mahasiswa


kelengkapan alat dan bahan

Menjelaskan pada ibu bahwa pembukan telah lengkap dan ibu Mahasiswa
boleh mengejan pada saat kontraksi
Evaluasi :
Ibu mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
Membimbing ibu untuk meneran dengan baik dan benar. Mahasiswa
Evaluasi :
Ibu meneran ketika kontraksi, dagu ditempelkan didada, mata
melihat kearah perut ibu

Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai– Mahasiswa


pastikan DJJ dalam batas normal.
Evaluasi : DJJ : 130x/ menit
Melahirkan kepala setelah kepala bayi membuka vulva 5-6 cm Mahasiswa
dengan cara melindungi perineum dengan satu tangan yang
dilapisi duk steril.
Evaluasi :
Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin. Mahasiswa
Evaluasi:
Terdapat lilitan longgar tali pusat pada leher bayi dan bisa
dilepaskan melewati atas kepala bayi.
Menunggu hingga kepala janin melakukan putaran paksi luar
secara spontan. Mahasiswa
Evaluasi:
Kepala janin tidak melakukan putaran paksi luar.
Melakukan pertolongan distosia bahu
a) Manuver mc.Robert
Meminta ibu untuk melipat kedua pahanya, sampai kedua lutut
berada
sedekat mungkin pada dada ibu dan dibantu oleh asisten agar Mahasiswa
fleksi
maksimal paha. Secara bersamaan meminta asisten untuk
memberikan
sedikit tekanan suprapubis kearah bawah dengan lembut untuk
membantu
persalinan pengeluaran bahu.
Evaluasi: bahu bayi belum lahir, lakukan maneuver massanti
b) Manuver Massanti
Meletakkan tangan di atas simfisis dan menekan ke arah dada
untuk
mengecilkan diameter bahu bayi, sambil tarik kepala bayi ke
bawah untuk
melahirkan bahu anterior dan tarik perlahan ke atas untuk
melahirkan
bahu posterior. Setelah kedua bahu bayi lahir, lakukan sanggah
susur
dengan menyusuri seluruh tubuh bayi sampai ke kaki bayi, lalu
letakkan
di atas perut ibu.
Evaluasi: Bayi lahir spontan
Melakukan penilaian selintas Bayi baru lahir. Mahasiswa
Evaluasi :
Bayi menangis kuat dan bergerak aktif, air ketuban jernih.
KALA III PERSALINAN

S : Ibu merasakan mules pada perutnya.


O :
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum ibu baik dan kesadaran composmentis.
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak tampak pucat
Abdomen : Tinggi Fundus Uteri : 1 jari diatas pusat
Kontraksi Uterus : kuat
Kandung Kemih : kosong
Genitalia : Tampak semburan darah dan tali pusat tampak memanjang.
3. Data Bayi Lahir
Bayi lahir spontan tanggal 20 Agustus 2021 pukul 13.50 WITA, dengan jenis kelamin laki-laki dan
APGAR score 9/10.

A: Diagnosis : GIIP1001 kala III persalinan normal.


Masalah : Tidak ada
Diagnosa potensial : Tidak ada
Masalah Potensial : Tidak ada
Kebutuhan Segera : Tidak ada

P:
Jam Penatalaksanaan Pelaksana
13.51 Wita Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak Mahasiswa
ada lagi bayi dalam uterus.
Memberitahu ibu bahwa akan disuntik oksitosin
agar uterus berkontraksi baik. Mahasiswa
Evaluasi :
Ibu mengerti dan bersedia disuntik oksitosin.
Menyuntikkan Oksitosin dalam waktu 1 menit
setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit secara
IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral. Mahasiswa
Evaluasi :
Suntikan oksitosin 10 unit telah diberikan
Menjepit tali pusat dengan klem umbilikak. Mahasiswa
Evaluasi :
Tali pusat telah diikat dengan klem umbilikal.
Menjepit tali pusat dengan klem 1 cm dari depan Mahasiswa
klem umbilikal. Mendorong isi tali pusat ke arah
distal (ibu) dan menjepit kembali tali pusat pada 2
cm distal dari klem pertama.
Evaluasi :
Tali pusat telah dijepit dengan menggunakan klem.
Memegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi Mahasiswa
perut bayi), dan menggunting tali pusat diantara 2
klem
Evaluasi :
Tali pusat telah dipotong
Meletakkan bayi diatas perut ibu untuk melakukan Mahasiswa
IMD
Evaluasi :
Bayi ibu E diletakkan diatas perut ibu untuk
dilakukan IMD selama 1 jam.
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 Mahasiswa
-10 cm dari vulva
Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu di Mahasiswa
tepi atas simfisis, untuk mendeteksi kontraksi dan
sambil menegangkan tali pusat.
Evaluasi :
Kontraksi uterus baik.
Melakukan penegangan tali pusat dan dorongan Mahasiswa
dorsokranial, menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros
jalan lahir.
Evaluasi :
Tali pusat tampak memanjang dan ada semburan
darah tiba-tiba.

Melakukan penangkapan plasenta secara sirkuler jika


plasenta sudah terlihat didepan vulva. Mahasiswa
13.53 Wita Evaluasi :
Plasenta telah terlepas dan keluar pukul 13.53 Wita
Mahasiswa
Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta
dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa
seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir
lengkap dan masukan kedalam waskom yang
tersedia.
Evaluasi :
Plasenta lahir utuh dan lengkap
KALA IV PERSALINAN

S : Ibu mengatakan perutnya mules

O :
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran composmentis, TD : 110/80 mmHg, T : 36,7 °C, nadi 81 x/menit, pernafasan 19
x/menit.
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak tampak pucat
Mata : Konjungtiva merah muda
Abdomen : TFU setinggi pusat, kontraksi baik, kandung
kemih kosong
Genitalia : Pengeluaran lochea rubra dengan jumlah perdarahan ± 110 cc.

A : Diagnosis : P2002 kala IV persalinan normal dengan distosia bahu.


Masalah : Nyeri pada luka daerah perineum
Diagnosa potensial : Tidak ada
Masalah Potensial : Tidak ada
Kebutuhan Segera : Tidak ada

P:
Tanggal/ Penatalaksanaan Pelaksana
Jam
20 Agustus Mengevaluasi laserasi dan melakukan heating pada Bidan dan
2021 laserasi; robekan perineum derajat II, dan telah diheating Mahasiswa
13.55 Wita dengan menggunakan anastesi lidocaine 2% (2 ml).
Evaluasi :
Telah dilakukan heacting
Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. Mahasiswa
Evaluasi :
Jumlah kehilangan darah ± 200 cc.
Mengajarkan ibu cara melakukan masase uterus dan Mahasiswa
menilai kontraksi dengan cara menggosok fundus uteri
secara sirkuler menggunakan telapak tangan hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
Evaluasi :
Ibu bersedia melakukan masase uterus.
14.10 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
14.15 Wita Membersihkan ibu dan mengenakan pakaian ibu Mahasiswa
Mendekontaminasi alat dan tempat dengan larutan klorin
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam
larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10menit).
Evaluasi :
Ibu telah mengenakan pakaian.
Alat telah didekontaminasi.
Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin Mahasiswa
0,5%, melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik
dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% Mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir.
14.25 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan .
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
Mencuci alat setelah didekontaminasi Mahasiswa
Evaluasi :
Alat yang telah bersih di setting kembali untuk di
sterilkan.
14.40 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan.
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
Menganjurkan keluarga memberikan ibu minum dan Mahasiswa
makan.
Evaluasi :
Keluarga memberikan ibu teh manis, dan roti.
14.55 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan.
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
15.15 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan.
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
15.45 Wita Melakukan pemantauan kala IV: Mahasiswa
memeriksa TTV, kontraksi rahim, TFU, kandung kemih
dan perdarahan.
Evaluasi :
Terlampir dalam partograf.
16.00 Wita Melengkapi partograf. Mahasiswa
Evaluasi :
Partograf telah terisi lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

AKG. (2013). Permenkes RI No. 75 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa
Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

APN. (2017). Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

APN. (2017). Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (4th ed.). Jakarta: EGC.

Buku Acuan Midwifery Update. (2016). Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.

Cunningham. (2012). Obstetri williams (23rd ed.). Jakarta: EGC.

Dewi, V. N. L., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kebidanan Untuk Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika.

Indrayani, & Djami, M. E. U. (2016). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir (Pertama). Jakarta:
Trans Info Media.

Kukuh, M. (2013). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Y: Pustaka Belajar.

Mangkuji, B., Ginting, I., Suswaty, Lubis, R., & Wildan. (2014). Asuhan Kebidanan 7 Langkah
SOAP. Jakarta: EGC.

Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.

Manurung, S., Tutiany, & Suryati. (2011). Asuhan Keperawatan Antenatal (Pertama). Jakarta:
Trans Info Media.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Mochtar, R. (2011). Sinopsis Obstetri (2nd ed.). Jakarta: EGC.

Pollard, M. (2017). ASI : Asuhan Berbasis Bukti. (E. A. Mardella & M. S. B. Hutagalung, Eds.).
Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC

Varney. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai