Anda di halaman 1dari 28

Mata kuliah : Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan, Maternal, dan Neonatal

Dosen : Hasmia Naningsih, SST, M.Keb

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PADA IBU


BERSALIN

(Distosia Bahu dan Ruptur Uteri)

OLEH :
Kelompok 6

Putri Melati Sukma (P00324016034)


Andini Puspa Dewi (P00324016007)
Ilfiani S. Nuhun (P00324016016)
Mutmainnah (P00324016026)
Selvianti (P00324016042)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKKES KEMENKES KENDARI
PRODI DIII KEBIDANAN
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
Kami berharap dengan terselesaikannya Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah
“ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL” dan teman-teman mahasiswi yang sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat saya harapkan. Mohon maaf apabila makalah ini
belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

Kendari, 21 Maret 2018

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Distosia Bahu
2.2 Etiologi Distosia Bahu
2.3 Patofisiologi Distosia Bahu
2.4 Komplikasi
2.5 Faktor Resiko
2.6 Pencegahan Distosia Bahu
2.7 Diagnosa Distosia Bahu
2.8 Penanganan Distosia Bahu
3.1 Definisi Ruptura Uteri
3.2 Jenis Ruptura Uteri Dan Macam Robekannya
3.3 Tanda Dan Gejala Ruptur Uteri
3.4 Penyebab Terjadinya Ruptur Uteri
3.5 Penatalaksanaan dan Penanganan Ruptur Uteri
3.6 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Distosia Bahu

BAB III PENUTUP


3.1Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Distosia bahu merupakan presentasi kepala, kepala telah lahir tetapi bahu
tidak dapat dilahirkan dengan cara-cara biasa (Oxorn, 2003).
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-
0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup danangka kematian bayi
sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat
melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan
sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran
hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari
faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di
samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri
dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu),
perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca
persalinan.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Distosia Bahu dan ruptura uteri?
2. Apa saja jenis ruptura uteri dan macam robekannya?
3. Apa saja faktor resiko dan jenis komplikasi pada distosia bahu?
4. Apa tanda dan gejala ruptura uteri ?
4. Apa saja penyebab ruptura uteri?
5. Bagaimana pencegahan Distosia bahu dan ruptura uteri?
6. Bagaimana penatalaksanaan Distosia bahu dan ruptura uteri ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari distosia bahu dan ruptura uteri
2. Untuk mengetahui jenis ruptura uteri dan macam robekannya
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala ruptura uteri
4. Untuk mengetahui penyebab ruptura uteri
5. Untuk mengetahui pencegahan distosia bahu dan ruptura uteri.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan distosia bahu dan ruptura uteri

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Distosia Bahu

Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir,


dengan mencoba salah satu metoda persalinan bahu ( Manuaba, 2001).
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik
oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan bayi ( Prawirohardjo, 2009).
Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri karena terbatasnya
waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibunya. Kejadiannya
sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura, dan persalinan
bahu mengalami kesulitan (Manuaba, 2001).

2.2 Etiologi
Distosia bahu ada hubungannya dengan obesitas ibu, pertambahan berat
badan yang berlebihan, bayi berukuran besar, riwayat saudara kandung yang besar
dan diabetes pada ibu (Hakimi, 2003).

2.3 Patofisiologi

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu


memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu posterior
berada di cekungan tulang sakrum atu disekitar spina ischiadika, dan memberikan
ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang
tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam
posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu
posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.
Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat
melakukan putaran paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi
antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign) (Prawirohardjo,
2009).

2.4 Komplikasi
a. Pada janin : 1.Meninggal, intrapartum atau neonatal
2. Paralisis plexus brachialis
3. Fraktur clavicula
b. Ibu : Robekan perineum dan vagina yang luas (Hakimi, 2003).

6
2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu, yaitu:
a. Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi > 4 kg
b. Ibu Obesitas
c. Penambahan Berat Badan Berlebih
d. Panggul Sempit
e. Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambat gerakan koksik dan sakrum yang memperberat terjadinya
“distosia lahir-tempat tidur”
f. Diabetes maternal
g. Kala II Lama
h. Distosia bahu sebelumnya (Chapman, 2006)

2.6 Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara :
1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko
tinggi: janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera
pada janin.
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan
persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu).

2.7 Diagnosis Distosia Bahu


Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi menekan vulva dengan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis (Prawirohardjo, 2009)

2.8 Penanganan Distosia Bahu


Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta
bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa
bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati

7
pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada
kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk
panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau
posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura
uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh
waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan
laju 0,04unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak
mengalamai hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut:


Diagnosis
i
Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
i
Manuver McRobert
(Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
i
Manuver Rubin
(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
i
Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau Manuver Wood

A. Langkah pertama : Manuver McRobert

Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi


McRobert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi
sedekat mungkinke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi).
Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi McRobert
akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam
panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan
pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah
simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal
dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan,
langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan persentasi kepala.

8
Manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia
bahu derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo, 2009).

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan Analisa menggunakan X-ray
Paha ibu pada abdomen sebagai terlihat pada Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi
(Paha horizontal). Asisten melakukan rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior
Tekanan suprapubic secara bersamaan terbebas dari simfisis pubis
(panah vertikal)

Gambar 2.1 Posisi McRobert

B. Langkah Kedua: Manuver Rubin

Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada
diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu
diubah menjadi posisi oblik atau transversanya untuk memudahkan
melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk
mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara
langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit
menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada
bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi
posisi oblik atau transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah
yang membuat punggung bayi menghadap ke arah anterior (Manuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih
rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi
menghadap ke arah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi
punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya

9
mengecil. Dengan bantuan tekanan siprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior
(Prawirohardjo, 2009).

A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah


B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong
Kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil
Dan membebaskan bahu anterior yang terjepit

Gambar 2.2 Manuver Rubin

C. Langkah ketiga: Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak,


atau manuver Wood

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi


dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan
dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri
berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atasdan
buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti).
Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi.
Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup
bagi bahu anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal
dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

10
Tangan kanan penolong di belakang bahu
posterior janin.
Bahu kemudian diputar 180o sehingga
bahu anterior terbebas dari tepi bawah pubis

Gambar 2.3 Manuver Wood

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi


sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm
dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium.
Pada posisi telentang atau litotomi, sandi sakroiliaka menjadi terbatas
mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua
lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan
melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar
sebagai uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah
melahirkannya. Manuver wood dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan
dan berseberangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu
posterior menjadi bahu anterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan
demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah
arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat
dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan
selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca
tindakan serta perawatan pascatindakan. Perawatan pascatindakan termasuk
menuliskan laporan di lembar catatan medik dan memberikan konseling
pascatindakan (Prawirohardjo, 2009).

3.1 Definisi Ruptura Uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

11
Menurut Chapman, 2006;h.288) Ruptur uteri adalah robekan di dinding
uterus, dapat terjadi selama periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan
kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium uteri.

3.2 Jenis Ruptura Uteri dan Macam Robekannya


Jenis ruptur uteri:
1. Ruptura uteri spontan
a. Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan
b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
2. Ruptur uteri traumatik
a. Terjadi pada persalinan
b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi forsep,
ekstraksi vakum, dll
3. Ruptur uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

Pembagian ruptur uteri menurut robekannya dibagi menjadi :

1. Ruptur uteri kompleta


a. Jaringan peritoneum ikut robek
b. Janin terlempar ke ruangan abdomen
c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah terjadi infeksi
2. Ruptura uteri inkompleta
a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

3.3 Tanda dan Gejala Ruptur Uteri


1) Nyeri tajam, pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
2) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
3) Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
4) Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak )
5) Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
6) Bagian janin lebih mudah dipalpasi
7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi
tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar

12
8) Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
9) Kemungkinan terjadi muntah
10) Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
11) Nyeri berat pada suprapubis
12) Kontraksi uterus hipotonik
13) Perkembangan persalinan menurun
14) Perasaan ingin pingsan
15) Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) karena kandung kencing
teregang atau tertekan
16) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan
17) DJJ mungkin akan hilang karena anak mengalami hipoksia, yang
disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan

3.4 Penyebab Terjadinya Ruptura Uteri


Ruputur uteri bisa disebabkan karena :
1. Kecelakaan, seperti jatuh dan tabrakan
2. Disproporsi janin
3. Disproporsi panggul
4. Partus macet
5. Trauma
6. Parut uterus (seksio sesaria)
7. Abortus sebelumnya
8. Miomektomi

3.5 Penanganan / Penatalaksanaan

Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya


mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap bidan
kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan adalah
melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga dapat melakukan rujukan
bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat. Oleh karena itu, kerja sama
dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat penting.

Menghadapi ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus


dilakukan :
1. Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk
mengatasi keadaan syok
2. Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi
dapat dikurangi.

13
3. Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat
memberikan pertolongan
4. Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk
menghindari terjadinya perdarahan baru.

Penanganan ruptura uteri :


1. Berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam fisiologis) 500 ml
dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan reparasi uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkhawatirkan lakukan histerektomi
5. Antibiotika dan serum anti tetanus.

Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila
terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan
perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5
ml IM

14
3.6 ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN DISTOSIA
BAHU

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 Mei 2012
Jam : 03.00 WIB
Tempat : Bidan Tuti Darmawan

A. DATA SUBYEKTIF
1. Biodata
Nama istri : Eka Setianti Nama suami : M. Purwanto
Umur : 24 tahun Umur : 29 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMU Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : Karyawan swasta
Penghasilan : Rp 1.500.000, - Penghasilan : Rp 2.000.000,-
Alamat : Jl. Bunga Coklat 10 – Alamat : Jl. Bunga Coklat 10 -
Malang Malang

2. Keluhan utama
Ibu mengatakan hamil 9 bulan dan mengeluh mules pada perut bagian
bawah menjalar ke punggung serta keluar lendir bercampur darah sejak
pukul 21.00 WIB.

3. Tanda-tanda persalinan
Kontraksi uterus sejak tanggal 15 Mei 2012 jam 21.00 WIB
Kekuatan : kuat
Lokasi ketidaknyamanan : perut bagian bawah, menjalar ke punggung
Pengeluaran per vaginam
Lendir darah : ya
Air ketuban : tidak, banyaknya - cc, warna -
Darah : tidak ada, banyaknya - cc, warna –

4. Riwayat Menstruasi
a) Menarche : 12 tahun
b) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 16 Agustus 2011
c) Siklus Menstruasi : teratur

15
d) Lama Menstruasi : 7 hari
Banyak Perdarahan : 3-4 kali ganti pembalut/
hari
e) Keluhan Terkait Menstruasi
Nyeri Haid : tidak ada
Fluor Albus : tidak ada
f) Perkiraan Taksiran Persalinan : 23 Mei 2012

5. Riwayat Kehamilan Sekarang


a) ANC
Frekuensi : 5 kali teratur
Tempat : Bidan Tuti Darmawan
b) Gerakan Janin dalam 24 jam : 10x/12 jam
c) Tanda Bahaya Yang Timbul : tidak ada
d) Keluhan Umum Tentang Kehamilan Sekarang: -
e) Jenis Kelamin Bayi Yang Diinginkan : apa saja yang penting
selamat
f) Kehawatiran –Kekhawatiran Khusus : tidak ada
g) Imunisasi TT
Imunisasi TT 1 : ya , tanggal 17-05-2009
Imunisasi TT 2: ya, tanggal 17-06-2009
Imunisasi TT 3 : ya, tanggal 17-12-2010
Imunisasi TT 4 : ya,tanggal 17-12-2011
Informasi yang pernah didapat : pola makan selama hamil (makan
sedikit dan sering serta makan makanan tinggi kalori tinggi protein),
tanda bahaya selama kehamilan (adanya perdarahan, ketuban pecah,
gerakan janin berkurang, pusing hingga pandangan kabur, bengkak
pada wajah dan tangan) dan tanda-tanda persalinan
h) Terapi yang didapat beserta dosisnya : Fe 1 tablet/hari , B complex 1
tablet/hari.

6. Riwayat Kehamilan,Persalinan Dan Nifas Yang Lalu


Perk Keh Lahir Pen Tempat Bayi Jenis Riwayat Hidu
a ami olo Persali Persalinan Persalin p
wina lan ng -nan an/Nifas Umur
n ke Ater Pre- Abortu Jen BB Spt Tinda (HPP)
m Matu s is L kan
r (gr)
- - - - - - - - - - - - -

16
7. Riwayat Kontrasepsi

Ibu menyatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

8. Riwayat Kesehatan/Penyakit Yang Pernah Diderita Sekarang Dan


Dahulu
 Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan, seperti :
DM, Asma
 Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit menular, seperti :
TBC, Hepatitis, Penyakit Menular Seksual, (HIV AIDS) dll
 Ibu tidak pernah menderita penyakit jantung, ginjal, hipertensi, malaria
 Ibu tidak pernah menderita penyakit infeksi panggul
 Ibu tidak pernah menderita keputihan

9. Riwayat Operasi
Ibu tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

10. Riwayat Kesehatan Keluarga


 Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang menderita
penyakit keturunan , seperti: DM, Asma
 Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang menderita
penyakit menular, seperti : TBC, Hepatitis, Penyakit Menular Seksual
dll
 Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang memiliki
keturunan kembar
 Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang mengalami
sindrom Down

11. Riwayat Sosial


a) Status Perkawinan
Menikah Berapa Kali : 1 kali
Lama Menikah : 2 tahun
b) Respon Ibu Dan Keluarga Terhadap Kehamilan : senang
c) Dukungan Keluarga : keluarga sangat mendukung
d) Pengambil Keputusan Dalam Keluarga : Suami
e) Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Tidak ada
f) Adat Yang Dipercaya : Tidak ada
g) Gizi Yang Dikonsumsi Dan Kebiasaan Makan

17
 Sebelum Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, nasi, lauk : tahu, tempe, ikan,
daging, sayur : bayam, kangkung, buah
(pisang,pepaya,apel).
Minum : ± 8 gelas belimbing sehari
 Saat Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, macam : nasi, sayur (kangkung,
bayam), lauk-pauk (tempe, tahu, ikan), buah
(pisang,papaya,apel)
nasi, lauk : tahu, tempe, ikan, daging, sayur :
bayam, kangkung.
Minum : ± 10 gelas belimbing sehari

h) Pola Istirahat
Istirahat Tidur Siang/Malam : Cukup,tidur malam 8 jam/hari, tidur
siang 1 jam
Gangguan Tidur : tidak ada
i) Pola Eliminasi
BAB : 1 x/ hari konsistensi lunak, keluhan(-)
BAK :  6x/hr, warna jernih, keluhan (-)
j) Beban Kerja Dan Aktivitas Sehari-Hari
Pekerjaan : karyawan swasta dan ibu rumah tangga
Aktivitas Dalam Bekerja : ibu melakukan kegiatan sebagai ibu rumah
tangga seperti menyapu, mengepel,
memasak dan mencuci baju.
k) Pola seksual
Frekuensi : 1 x/2 minggu
Keluhan : tidak ada
l) Kebiasaan Hidup Sehat, Merokok, Minum Minuman Keras, Penggunaan
Obat Terlarang( ibu dan keluarga yang lain)
Merokok : tidak pernah
Minum Alkohol : tidak pernah
Menggunakan Obat Terlarang : tidak pernah

18
m) Keadaan Psiko Sosio Spiritual/ kesiapan menghadapi proses persalinan

Pengetahuan tentang tanda-tanda persalinan dan proses persalinan

- Ibu telah mengetahui tanda-tanda persalinan, yaitu perut mulas secara


teratur, mulasnya semakin sering dan lama, keluar lendir bercampur
darah dari jalan lahir, keluar cairan ketuban dari jalan lahir
- Ibu sudah mengetahui sekilas mengenai proses persalinan melalui cerita
ibunya, yaitu bayi dapat lahir saat pembukaan rahim telah lengkap, lalu
akan dilakukan bimbingan meneran oleh bidan hingga bayi berhasil
dilahirkan.

Persiapan persalinan yang telah dilakukan (pendamping ibu, biaya, dll)

- Sudah mempersiapkan biaya persalinan dengan tabungan bersalin


- Sudah mempersiapkan perlengkapan persalinan untuk ibu dan bayi
(jarit 2, baju ganti 3, grito untuk ibu<sejenis stagen>, pakaian dalam
untuk ganti, perlengkapan mandi, grito bayi, baju bayi, gedong, topi
bayi, kaos tangan, kaos kaki, minyak telon dan bedak bayi )
- Sudah direncanakan suami yang akan mendampingi dalam proses
persalinan.
- Ibu telah merencanakan untuk bersalin di Rumah Bidan Tuti Darmawan
- Sudah disiapkan donor darah dari keluarga untuk kemungkinan terjadi
komplikasi saat persalinan yaitu ayah dari ibu.
- Telah disiapkan alat transportasi dari bidan penolong untuk rujukan

Tanggapan ibu dan keluarga terhadap proses persalinan yang dihadapi

- Ibu dan keluarga merasa senang menyambut kelahiran bayi, karena ini
adalah anak pertama sekaligus cucu pertama.

B. DATA OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran dan Postur Tubuh : baik, lordosis
2. Keadaan umum : Composmentis
3. Antropometri
TB : 156cm
BB : Sebelum Hamil 57 kg
Saat Hamil 69 kg
LILA : 26 cm

19
4. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,6 ° C
Respirasi : 24 x / menit

5. Memeriksa Kepala Dan Leher


 Edema Pada Wajah : tidak ada
 Chloasma gravidarum : tidak ada
 Memeriksa Mata
Conjuctiva : tidak pucat
Sklera : tidak ikterus
 Memeriksa Gigi
Caries : tidak ada
Epulis : tidak ada
 Palpasi Leher
Pembesaran Kelenjar Tiroid : tidak ada pembesaran
Bendungan Vena Jugularis : tidak ada
Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada

6. Memeriksa Payudara
 Inspeksi
Kesimetrisan : simetris/ normal
Putting Payudara : menonjol
Kebersihan payudara : bersih
 Palpasi
Kolostrum Atau Cairan Lain : tidak ada
Massa Atau Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada

7. Memeriksa Abdomen
 Inspeksi
Bekas Luka Operasi : tidak ada
Linea Alba/Nigra : ada
Striae livide/albicans : tidak ada
Pembesaran : membujur
Bentuk : normal, tidak menggantung
 Palpasi Abdomen Untuk Mengetahui Letak, Presentasi, Posisi Dan
Penurunan Kepala Janin

20
Leopold I : TFU 2 jari dibawah processus xiphoideus, pada
bagian fundus teraba bagian bulat, lunak, dan tidak
melenting (bokong)
Leopold II : pada bagian kiri perut ibu teraba bagian keras janin
seperti papan (punggung)
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bagian keras, bulat
dan tidak dapat digerakkan (kepala), sudah masuk
PAP
Leopold IV : divergen
TFU dalam cm : 36 cm

Perlimaan : 2/5
HIS : 10’. 3x. 30”
Sedang
TBJ : 3875 gram
 Auskultasi
DJJ : punctum maksimum di kuadran kiri bawah perut
ibu
Frekuensi : 148x / menit
Keteraturan : regular
Intensitas : Kuat

8. Memeriksa Tangan Dan Kaki


 Inspeksi Dan Palpasi
Edema, Pucat Pada Kuku Jari : tidak ada
 Varises : tidak ada
 Perkusi Reflek Patella : +/+

9. Anus
Hemoroid : tidak

Pemeriksaan Dalam
Tanggal 15 Mei 2012
Jam 03.20 WIB
v/v : lendir bercampur darah, tidak ada kondiloma, tidak odem, tidak varises,
tidak ada jaringan parut

21
v/t : Perineum elastis, tidak ada kelainan di jalan lahir vagina, pembukaan 5
cm, effacement serviks 60 %, ketuban utuh, presentasi belakang kepala, molase 0
UUK kiri depan, penurunan kepala di H-II

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

II. DIAGNOSA
Diagnosa : G1 P0000 Ab000, UK 39 minggu, janin tunggal hidup intrauterin,
presentasi belakang kepala, inpartu kala 1 fase aktif

III. DIAGNOSA POTENSIAL


-
IV. KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
-
V. RENCANA TINDAKAN
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya
2. Siapkan obat dan peralatan untuk persalinan yang di butuhkan ( partus set ,
heacting set, alat resusitasi )
3. Lakukan asuhan sayang ibu :
- Berikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tidak khawatir
menghadapi persalinan.
- Informasikan pada ibu mengenai proses persalinan dan batasan yang
diberlakukan.
- Melakukan usapan pada abdomen dan punggung untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
- Ajarkan cara bernafas yang benar saat terjadi kontraksi.
4. Anjurkan pada ibu untuk berjalan-jalan dan tidak terlalu sering tidur
telentang
5. Lakukan pemeriksaan Nadi ibu, memeriksa DJJ janin setiap 30 menit, suhu
tiap 2 jam, Tekanan darah tiap 4 jam
6. Anjurkan ibu untuk minum susu, teh, atau makan makanan yang cukup gizi
7. Jelaskan pada ibu tentang kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi.
8. Anjurkan pada ibu untuk banyak berdoa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.

22
VI. TINDAKAN
Tanggal : 15 Mei 2012 Jam : 03.35 WIB

1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya


2. Menyiapkan obat dan peralatan untuk persalinan yang di butuhkan ( partus
set , heacting set, alat resusitasi )
3. Melakukan asuhan sayang ibu :
- Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tidak khawatir
menghadapi persalinan.
- Menginformasikan pada ibu mengenai proses persalinan dan batasan yang
diberlakukan.
- Melakukan usapan pada abdomen dan punggung untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
- Mengajarkan cara bernafas yang benar saat terjadi kontraksi.
4. Menganjurkan pada ibu untuk berjalan-jalan tidak terlalu sering tidur
telentang
5. Melakukan pemeriksaan Nadi ibu, memeriksa DJJ janin setiap 30 menit,
suhu tiap 2 jam, Tekanan darah tiap 4 jam
6. Menganjurkan ibu untuk minum susu, teh, atau makan makanan yang cukup
gizi
7. Menjelaskan pada ibu tentang kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi.
8. Menganjurkan pada ibu untuk banyak berdoa sesuai dg agama dan
kepercayaannya.

VII. EVALUASI
Tanggal : 15 Mei 2012 Jam : 07.00 WIB
1. Keadaan ibu sudah tenang
2. Kemajuan persalinan berlangsung lebih cepat
3. Ibu sudah mengkonsumsi satu mangkok sayur sop tanpa nasi ,meminum
susu juga memakan buah jeruk dan pear, makan roti, dan sudah minum dua
gelas air mineral.

23
Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2012
Jam : 07.30 WIB

S : Ibu mengatakan rasa ingin BAB dan ingin mengejan


O : KU baik
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 120/80 mmHg Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit Suhu : 370 C
DJJ 145 x/menit, teratur
His 4 x dalam 10, teratur lamanya 45 detik
v/v : keluar lendir bercampur darah, vulva dan sfingter ani membuka ,
perineum menonjol
v/t : pembukaan 10 cm, eff 100 %, ketuban (-) jernih, presentasi belakang
kepala, UUK anterior, molase 0, hodge III,tidak teraba bagian kecil janin
A : G1P0000A000 UK 38 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala,
inpartu kala II
P : Menginformasikan kepada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan
kondisi janin baik.
Meminta keluarga untuk membantu ibu dalam posisi yang nyaman dan
memberikan minum pada saat ibu merasa lelah
Membimbing ibu untuk meneran ketika ada dorongan untuk meneran
Meminta ibu untuk bernafas biasa jika tidak ada kontraksi
Memeriksa DJJ diantara kontraksi
Menolong kelahiran kepala dengan perasat Ritgen.

Tanggal Pengkajjian : 16 Mei 2012


Jam : 07.45 WIB

S : Ibu merasa ingin mengejan serta ibu merasa lelah dan haus.
O : KU lemah dan pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
DJJ 150 x/menit, teratur
His 4 x dalam 10, tidak teratur lamanya 45 detik
Ibu meneran dengan baik, kepala sudah lahir tidak ada lilitan tali pusat
tetapi tidak melakukan putar paksi luar

24
A : G1P0000A000 UK 38 minggu inpartu kala II dengan distosia bahu
P : Memberikan infus RL 20 tetes per menit
Melakukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan
Melakukan episiotomy mediolateral untuk memperluas jalan lahir
Melakukan tekanan suprapubik untuk membantu bahu depan bebas dari
simpisis
Melakukan Maneuver Mc Robert
- Bahu tetap tertahan setelah dilakukan Maneuver Mc Robert
Melakukan maneuver Woods dengan posisi merangkak.
- Seluruh badan bayi lahir

Tanggal Pengkajjian : 16 Mei 2012


Jam : 07.50 WIB

S : Ibu merasa perutnya masih terasa mules


pemeriksaan pada ibu
O :KU lemah dan pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
His 4x dalam 10, teratur lamanya 30 detik
Pemeriksaan pada bayi
As : 7-8
Jenis kelamin bayi laki - laki
A : P1001A000 inpartu kala III
P : Memberikan suntikan oksitosin 10 IU IM pada sepertiga paha kanan atas
bagian luar
Memotong tali pusat bayi
Meletakkan bayi pada dada ibu untuk kontak kulit dan IMD
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
Melahirkan plasenta
Melakukan massase fundus sampai kontraksi uterus baik
Memeriksa kelengkapan plasenta baik sisi maternal maupun fetal
Memeriksa laserasi pada perineum dan vagina
Melakukan estimasi perdarahan

25
Tanggal Pengkajjian : 16 Mei 2012
Jam : 07.55 WIB

S : Ibu merasa lelah dan pusing


O : KU lemah ,pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 88 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
His 3x dalam 10, teratur lamanya 30 detik
Plasenta lahir lengkap
Perdarahan 450 cc
Laserasi derajat 3
A : P1001A000 inpartu kala IV dengan laserasi derajat 3
P : Menambah jumlah tetesan infuse menjadi 40 tetes per menit
Memantau kondisi bayi
Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kondisi ibu dan bayi
sekarang
Merujuk ibu ke Rumah Sakit

26
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala terjadinya distosia bahu yaitu :
pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi luar
yang normal. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan
besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas.
Usaha untuk melakukan putaran paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu. Untuk penatalaksanaannya dengan melakukan episiotomi
secukupnya dan Manuver McRobert karena Manuver McRobert sebgai pilihan
utama adalah sangat beralasan. Karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau
bersalin merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janinnya.
Kematian ibu dan bayinya karena ruptur uteri masih tinggi terutama dinegara
berkembang.
Penyabab ruptur uteri yaitu disproporsi janin dan panggul, partus macet
atau traumatik. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika, dsb.
Terjadinya ruptur uteri dapat di cegah dengan prenatal care, pimpinan
persalinan yang baik dan tepat, kecepatan untuk merujuk dan penyediaan darah
bagi ibu ruptur uteri.

4.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
a. Tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan pelayanan kesehatan
mulai dari awal kehamilan dan saat persalinan dengan baik untuk
menghindari ruptur uteri
b. Tenaga kesehatan harus cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan
dalam penatalaksanaan ruptur uteri.
2. Bagi ibu dan keluarga
a. Melakukan kunjungan ANC selama kehamilan
b. Bersalin di Nakes
c. Segera datang ketenaga kesehatan jika terdapat tanda – tanda bahaya pada
kehamilan dan tanda – tanda bahaya persalinan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo, sarwono: Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 1976

Llewellyn-jones derek: Dasar-dasar Ilmu Kebidanan dan Kandungan, E/6: Jakarta.


Hipokrates,1998

Heller,Iuz: gawat darurat ginekologi obsetri, jakarta,GC,1991

O’grady , john patrick, et al:operative obsetric. Baltimore, williams and wiklins,


1995

28

Anda mungkin juga menyukai