OLEH :
Kelompok 6
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
Kami berharap dengan terselesaikannya Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah
“ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL” dan teman-teman mahasiswi yang sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat saya harapkan. Mohon maaf apabila makalah ini
belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Distosia Bahu
2.2 Etiologi Distosia Bahu
2.3 Patofisiologi Distosia Bahu
2.4 Komplikasi
2.5 Faktor Resiko
2.6 Pencegahan Distosia Bahu
2.7 Diagnosa Distosia Bahu
2.8 Penanganan Distosia Bahu
3.1 Definisi Ruptura Uteri
3.2 Jenis Ruptura Uteri Dan Macam Robekannya
3.3 Tanda Dan Gejala Ruptur Uteri
3.4 Penyebab Terjadinya Ruptur Uteri
3.5 Penatalaksanaan dan Penanganan Ruptur Uteri
3.6 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Distosia Bahu
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Distosia bahu merupakan presentasi kepala, kepala telah lahir tetapi bahu
tidak dapat dilahirkan dengan cara-cara biasa (Oxorn, 2003).
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-
0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup danangka kematian bayi
sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat
melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan
sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran
hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari
faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di
samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri
dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu),
perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca
persalinan.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Distosia Bahu dan ruptura uteri?
2. Apa saja jenis ruptura uteri dan macam robekannya?
3. Apa saja faktor resiko dan jenis komplikasi pada distosia bahu?
4. Apa tanda dan gejala ruptura uteri ?
4. Apa saja penyebab ruptura uteri?
5. Bagaimana pencegahan Distosia bahu dan ruptura uteri?
6. Bagaimana penatalaksanaan Distosia bahu dan ruptura uteri ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari distosia bahu dan ruptura uteri
2. Untuk mengetahui jenis ruptura uteri dan macam robekannya
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala ruptura uteri
4. Untuk mengetahui penyebab ruptura uteri
5. Untuk mengetahui pencegahan distosia bahu dan ruptura uteri.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan distosia bahu dan ruptura uteri
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Distosia bahu ada hubungannya dengan obesitas ibu, pertambahan berat
badan yang berlebihan, bayi berukuran besar, riwayat saudara kandung yang besar
dan diabetes pada ibu (Hakimi, 2003).
2.3 Patofisiologi
2.4 Komplikasi
a. Pada janin : 1.Meninggal, intrapartum atau neonatal
2. Paralisis plexus brachialis
3. Fraktur clavicula
b. Ibu : Robekan perineum dan vagina yang luas (Hakimi, 2003).
6
2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu, yaitu:
a. Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi > 4 kg
b. Ibu Obesitas
c. Penambahan Berat Badan Berlebih
d. Panggul Sempit
e. Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambat gerakan koksik dan sakrum yang memperberat terjadinya
“distosia lahir-tempat tidur”
f. Diabetes maternal
g. Kala II Lama
h. Distosia bahu sebelumnya (Chapman, 2006)
2.6 Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara :
1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko
tinggi: janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera
pada janin.
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan
persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu).
7
pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada
kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk
panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau
posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura
uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh
waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan
laju 0,04unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak
mengalamai hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
8
Manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia
bahu derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo, 2009).
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan Analisa menggunakan X-ray
Paha ibu pada abdomen sebagai terlihat pada Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi
(Paha horizontal). Asisten melakukan rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior
Tekanan suprapubic secara bersamaan terbebas dari simfisis pubis
(panah vertikal)
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada
diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu
diubah menjadi posisi oblik atau transversanya untuk memudahkan
melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk
mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara
langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit
menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada
bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi
posisi oblik atau transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah
yang membuat punggung bayi menghadap ke arah anterior (Manuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih
rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi
menghadap ke arah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi
punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
9
mengecil. Dengan bantuan tekanan siprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior
(Prawirohardjo, 2009).
10
Tangan kanan penolong di belakang bahu
posterior janin.
Bahu kemudian diputar 180o sehingga
bahu anterior terbebas dari tepi bawah pubis
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
11
Menurut Chapman, 2006;h.288) Ruptur uteri adalah robekan di dinding
uterus, dapat terjadi selama periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan
kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium uteri.
12
8) Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
9) Kemungkinan terjadi muntah
10) Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
11) Nyeri berat pada suprapubis
12) Kontraksi uterus hipotonik
13) Perkembangan persalinan menurun
14) Perasaan ingin pingsan
15) Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) karena kandung kencing
teregang atau tertekan
16) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan
17) DJJ mungkin akan hilang karena anak mengalami hipoksia, yang
disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan
13
3. Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat
memberikan pertolongan
4. Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk
menghindari terjadinya perdarahan baru.
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila
terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan
perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5
ml IM
14
3.6 ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN DISTOSIA
BAHU
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 Mei 2012
Jam : 03.00 WIB
Tempat : Bidan Tuti Darmawan
A. DATA SUBYEKTIF
1. Biodata
Nama istri : Eka Setianti Nama suami : M. Purwanto
Umur : 24 tahun Umur : 29 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMU Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : Karyawan swasta
Penghasilan : Rp 1.500.000, - Penghasilan : Rp 2.000.000,-
Alamat : Jl. Bunga Coklat 10 – Alamat : Jl. Bunga Coklat 10 -
Malang Malang
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan hamil 9 bulan dan mengeluh mules pada perut bagian
bawah menjalar ke punggung serta keluar lendir bercampur darah sejak
pukul 21.00 WIB.
3. Tanda-tanda persalinan
Kontraksi uterus sejak tanggal 15 Mei 2012 jam 21.00 WIB
Kekuatan : kuat
Lokasi ketidaknyamanan : perut bagian bawah, menjalar ke punggung
Pengeluaran per vaginam
Lendir darah : ya
Air ketuban : tidak, banyaknya - cc, warna -
Darah : tidak ada, banyaknya - cc, warna –
4. Riwayat Menstruasi
a) Menarche : 12 tahun
b) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 16 Agustus 2011
c) Siklus Menstruasi : teratur
15
d) Lama Menstruasi : 7 hari
Banyak Perdarahan : 3-4 kali ganti pembalut/
hari
e) Keluhan Terkait Menstruasi
Nyeri Haid : tidak ada
Fluor Albus : tidak ada
f) Perkiraan Taksiran Persalinan : 23 Mei 2012
16
7. Riwayat Kontrasepsi
9. Riwayat Operasi
Ibu tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
17
Sebelum Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, nasi, lauk : tahu, tempe, ikan,
daging, sayur : bayam, kangkung, buah
(pisang,pepaya,apel).
Minum : ± 8 gelas belimbing sehari
Saat Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, macam : nasi, sayur (kangkung,
bayam), lauk-pauk (tempe, tahu, ikan), buah
(pisang,papaya,apel)
nasi, lauk : tahu, tempe, ikan, daging, sayur :
bayam, kangkung.
Minum : ± 10 gelas belimbing sehari
h) Pola Istirahat
Istirahat Tidur Siang/Malam : Cukup,tidur malam 8 jam/hari, tidur
siang 1 jam
Gangguan Tidur : tidak ada
i) Pola Eliminasi
BAB : 1 x/ hari konsistensi lunak, keluhan(-)
BAK : 6x/hr, warna jernih, keluhan (-)
j) Beban Kerja Dan Aktivitas Sehari-Hari
Pekerjaan : karyawan swasta dan ibu rumah tangga
Aktivitas Dalam Bekerja : ibu melakukan kegiatan sebagai ibu rumah
tangga seperti menyapu, mengepel,
memasak dan mencuci baju.
k) Pola seksual
Frekuensi : 1 x/2 minggu
Keluhan : tidak ada
l) Kebiasaan Hidup Sehat, Merokok, Minum Minuman Keras, Penggunaan
Obat Terlarang( ibu dan keluarga yang lain)
Merokok : tidak pernah
Minum Alkohol : tidak pernah
Menggunakan Obat Terlarang : tidak pernah
18
m) Keadaan Psiko Sosio Spiritual/ kesiapan menghadapi proses persalinan
- Ibu dan keluarga merasa senang menyambut kelahiran bayi, karena ini
adalah anak pertama sekaligus cucu pertama.
B. DATA OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran dan Postur Tubuh : baik, lordosis
2. Keadaan umum : Composmentis
3. Antropometri
TB : 156cm
BB : Sebelum Hamil 57 kg
Saat Hamil 69 kg
LILA : 26 cm
19
4. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,6 ° C
Respirasi : 24 x / menit
6. Memeriksa Payudara
Inspeksi
Kesimetrisan : simetris/ normal
Putting Payudara : menonjol
Kebersihan payudara : bersih
Palpasi
Kolostrum Atau Cairan Lain : tidak ada
Massa Atau Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada
7. Memeriksa Abdomen
Inspeksi
Bekas Luka Operasi : tidak ada
Linea Alba/Nigra : ada
Striae livide/albicans : tidak ada
Pembesaran : membujur
Bentuk : normal, tidak menggantung
Palpasi Abdomen Untuk Mengetahui Letak, Presentasi, Posisi Dan
Penurunan Kepala Janin
20
Leopold I : TFU 2 jari dibawah processus xiphoideus, pada
bagian fundus teraba bagian bulat, lunak, dan tidak
melenting (bokong)
Leopold II : pada bagian kiri perut ibu teraba bagian keras janin
seperti papan (punggung)
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bagian keras, bulat
dan tidak dapat digerakkan (kepala), sudah masuk
PAP
Leopold IV : divergen
TFU dalam cm : 36 cm
Perlimaan : 2/5
HIS : 10’. 3x. 30”
Sedang
TBJ : 3875 gram
Auskultasi
DJJ : punctum maksimum di kuadran kiri bawah perut
ibu
Frekuensi : 148x / menit
Keteraturan : regular
Intensitas : Kuat
9. Anus
Hemoroid : tidak
Pemeriksaan Dalam
Tanggal 15 Mei 2012
Jam 03.20 WIB
v/v : lendir bercampur darah, tidak ada kondiloma, tidak odem, tidak varises,
tidak ada jaringan parut
21
v/t : Perineum elastis, tidak ada kelainan di jalan lahir vagina, pembukaan 5
cm, effacement serviks 60 %, ketuban utuh, presentasi belakang kepala, molase 0
UUK kiri depan, penurunan kepala di H-II
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
II. DIAGNOSA
Diagnosa : G1 P0000 Ab000, UK 39 minggu, janin tunggal hidup intrauterin,
presentasi belakang kepala, inpartu kala 1 fase aktif
22
VI. TINDAKAN
Tanggal : 15 Mei 2012 Jam : 03.35 WIB
VII. EVALUASI
Tanggal : 15 Mei 2012 Jam : 07.00 WIB
1. Keadaan ibu sudah tenang
2. Kemajuan persalinan berlangsung lebih cepat
3. Ibu sudah mengkonsumsi satu mangkok sayur sop tanpa nasi ,meminum
susu juga memakan buah jeruk dan pear, makan roti, dan sudah minum dua
gelas air mineral.
23
Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2012
Jam : 07.30 WIB
S : Ibu merasa ingin mengejan serta ibu merasa lelah dan haus.
O : KU lemah dan pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
DJJ 150 x/menit, teratur
His 4 x dalam 10, tidak teratur lamanya 45 detik
Ibu meneran dengan baik, kepala sudah lahir tidak ada lilitan tali pusat
tetapi tidak melakukan putar paksi luar
24
A : G1P0000A000 UK 38 minggu inpartu kala II dengan distosia bahu
P : Memberikan infus RL 20 tetes per menit
Melakukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan
Melakukan episiotomy mediolateral untuk memperluas jalan lahir
Melakukan tekanan suprapubik untuk membantu bahu depan bebas dari
simpisis
Melakukan Maneuver Mc Robert
- Bahu tetap tertahan setelah dilakukan Maneuver Mc Robert
Melakukan maneuver Woods dengan posisi merangkak.
- Seluruh badan bayi lahir
25
Tanggal Pengkajjian : 16 Mei 2012
Jam : 07.55 WIB
26
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala terjadinya distosia bahu yaitu :
pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi luar
yang normal. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan
besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas.
Usaha untuk melakukan putaran paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu. Untuk penatalaksanaannya dengan melakukan episiotomi
secukupnya dan Manuver McRobert karena Manuver McRobert sebgai pilihan
utama adalah sangat beralasan. Karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau
bersalin merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janinnya.
Kematian ibu dan bayinya karena ruptur uteri masih tinggi terutama dinegara
berkembang.
Penyabab ruptur uteri yaitu disproporsi janin dan panggul, partus macet
atau traumatik. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika, dsb.
Terjadinya ruptur uteri dapat di cegah dengan prenatal care, pimpinan
persalinan yang baik dan tepat, kecepatan untuk merujuk dan penyediaan darah
bagi ibu ruptur uteri.
4.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
a. Tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan pelayanan kesehatan
mulai dari awal kehamilan dan saat persalinan dengan baik untuk
menghindari ruptur uteri
b. Tenaga kesehatan harus cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan
dalam penatalaksanaan ruptur uteri.
2. Bagi ibu dan keluarga
a. Melakukan kunjungan ANC selama kehamilan
b. Bersalin di Nakes
c. Segera datang ketenaga kesehatan jika terdapat tanda – tanda bahaya pada
kehamilan dan tanda – tanda bahaya persalinan.
27
DAFTAR PUSTAKA
28