DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
Afia Mulyaningsih
200603013
Agnes Bekti Wardani
200603132
Hartining Puji Rahayu
200603044
Lia Nurmega
200603057
Ruri Priyandari
200603090
Elisabeth Bunapa
200603131
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1. VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC).............................3
2.1.1 DEFINISI...............................................................................................3
2.1.2 INDIKASI VBAC.................................................................................4
2.1.3 KONTRA INDIKASI............................................................................5
2.1.4 PERSYARATAN VBAC......................................................................6
2.1.5 MANFAAT VBAC.................................................................................7
2.1.6 FAKTOR YANG BERPENGARUH....................................................7
2.1.7 RISIKO TERHADAP MATERNAL..................................................11
2.1.8 RISIKO TERHADAP ANAK.............................................................12
2.1.9 KOMPLIKASI......................................................................................12
2.2 PEMILIHAN JENIS KELAMIN BAYI...............................................18
BAB III KESIMPULAN................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Untuk pemilihan jenis kelamin bayi dilakukan sebelum proses pembuahan
caranya dengan mengisolasi sperma pembawa kromosom X dan sperma pembawa
kromosom Y agar jenis kelamin bayi hasil pembuahan dapat diatur, sperma dapat
membawa kromosom Y , sedangkan sel telur membawa kromosom X. Bila sel
telur dibuahi oleh kromosom Y hasilnya adalah anak laki - laki. Bila sperma
dibuahi oleh kromosom X hasilnya adalah perempuan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Grafik 1. Angka seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH
Consensus Development Conference Statement, 2010)
4
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
2.1.3 KONTRAINDIKASI
5
2.1.4. PERSYARATAN VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan pusat studi merekomendasikan pada setiap unit
persalinan yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi
apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri.
6
2.1.5. MANFAAT VBAC
Manfaat VBAC :
1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat
jika ibu ingin hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya
lebih sedikit.
2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit
memerlukan tranfusi darah.
3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.
4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.
5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat
pada ibu.
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan
tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas
maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau
longitudinalis.
7
2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal. Resiko ruptur uteri meningkat dengan
meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea
lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur
uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %.
Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima
kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.
8
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler
dan bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari
hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio
sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
9
5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan
resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35
tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang
berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko
kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada wanita
yang berumur kecil dari 40 tahun.
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat
mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada
seksio sesarea klasik.
10
persalinan pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat.
Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25
cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42
cm/jam.
Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu
dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal
dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan
yang tinggi yaitu 91 % dengan menghindari pemberian induksi persalinan
dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini
sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi
baik.
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang
berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
11
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali
dari seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal
sangat rendah.
Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500
persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan
percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika
berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan
maka angka kematian perinatal dari persalinan pervaginal tidak berbeda secara
bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif.
Dilaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal
mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Skor Apgar
bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea
ulangan elektif. Dilaporkan juga morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea
ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhasil
VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan
bayi yang lahir normal.
2.1.9. KOMPLIKASI
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya
kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.
Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi.
Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi
12
diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan
membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan
parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan.
Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia
neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling
sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan
deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut
jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri
uterus atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan
pervaginam, hipotensi.
13
- Jumlah seksio sesarean sebelumnya >2x meningkatkan risiko 4,5x
- Induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan risiko 4,6x
- Jenis sayatan rahim juga sangat mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik
berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah 1–7 %, sedangkan insisi
transversal rendah 0,1-1,5%.
- Adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya menurunkan risiko ruptur
0,2.
- Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,6-3,5
mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm.
- Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi ruptura
uteri.3,6,10
Skor Weistein :
Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4
14
Grade A 0 6
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B 0 5
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT
Interpretasi :
Skor > 4 : keberhasilan > 58%
Skor > 6 : keberhasilan > 67%
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor > 10 : keberhasilan > 85%
Skor > 12 : keberhasilan > 88%
Skor Alamia :
No. Skor Alamia Nilai
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks
15
> 4 cm 2
> 2,5 < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah –2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
Interpretasi :
Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5%
Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8%
Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0%
Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria Nilai
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan 1
kemajuan persalinan
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 1
4 cm
Interpretasi :
Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %
16
Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%
17
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio
sesarea. Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi
maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada
penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura
uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan.
Menurut The American Academy of Pediatics dan The American College
of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat.
Metode Ericsson
Metode ini memiliki tingkat keberhasilan 78-85% untuk anak laki-laki dan
73-75% untuk anak perempuan.
Metode MicroSort
Metode MicroSort memiliki tingkat keberhasilan 75% untuk anak laki-laki
dan 90% untuk anak perempuan.
18
Metode PGD (Preimplantation Genetic Diagnosis)
Metode PGD untuk bayi tabung memiliki akurasi mendekati 100%. Meski
demikian, pasien perlu konsultasi yang cukup untuk memilih cara ini.
19
Menghindari garam, ragi, daging, ikan, kopi, dan minuman bersoda.
Program diet ini perlu dilakukan selama 9-12 minggu sebelum melakukan
program hamil. Jika sedang menggunakan KB, jangan lepas KB sebelum program
diet ini selesai. Setelah diet selesai, jadwalkan hubungan seks dengan metode
Shettles.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien
dalam pengawasan yang ketat.
22
DAFTAR PUSTAKA
23