Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

VAGINAL BIRTH AFTER CAESAREAN (VBAC)


&
PEMILIHAN JENIS KELAMIN BAYI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
Afia Mulyaningsih
200603013
Agnes Bekti Wardani
200603132
Hartining Puji Rahayu
200603044
Lia Nurmega
200603057
Ruri Priyandari
200603090
Elisabeth Bunapa
200603131

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA JAKARTA
Jl. Kubah Putih No. 7, Jatibening, Pondokgede, RT.002/RW.014, Jatibening, Kec.
Pondokgede, Kota Bks, Jawa Barat 17412

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1. VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC).............................3
2.1.1 DEFINISI...............................................................................................3
2.1.2 INDIKASI VBAC.................................................................................4
2.1.3 KONTRA INDIKASI............................................................................5
2.1.4 PERSYARATAN VBAC......................................................................6
2.1.5 MANFAAT VBAC.................................................................................7
2.1.6 FAKTOR YANG BERPENGARUH....................................................7
2.1.7 RISIKO TERHADAP MATERNAL..................................................11
2.1.8 RISIKO TERHADAP ANAK.............................................................12
2.1.9 KOMPLIKASI......................................................................................12
2.2 PEMILIHAN JENIS KELAMIN BAYI...............................................18
BAB III KESIMPULAN................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan


alasan yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi
umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa
faktor peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang
diinginkan makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu
juga berkontribusi untuk peningkatan angka seksio sesarea.
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea
standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari
empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio
sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia
pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi
17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika
Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar
peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara
barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di
Amerika Serikat.
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan
dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang
pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi
atau partus pervaginam pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak
bebas dari risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka
keberhasilan partus pervaginam sekitar 50 – 85 %, dengan komplikasi yang dapat
terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5 – 1 %, histerektomi, cedera operasi, dan
infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian
ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk persalinan pervaginam pada pasien
dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka kelahiran dengan seksio
sesarea 20,7% pada tahun 1996.

1
Untuk pemilihan jenis kelamin bayi dilakukan sebelum proses pembuahan
caranya dengan mengisolasi sperma pembawa kromosom X dan sperma pembawa
kromosom Y agar jenis kelamin bayi hasil pembuahan dapat diatur, sperma dapat
membawa kromosom Y , sedangkan sel telur membawa kromosom X. Bila sel
telur dibuahi oleh kromosom Y hasilnya adalah anak laki - laki. Bila sperma
dibuahi oleh kromosom X hasilnya adalah perempuan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC)


2.1.1.DEFINISI
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang
dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada
kehamilan sebelumnya.
VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya
dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam
kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah
VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah
“Orang yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.‟ Juga
banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah
melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan section
adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15% (6). Pada
tahun 1989 National Institute of Health dan American College of Obstetricans
and Gynecologists mengeluarkan statemen, yang menganjurkan para ahli obstetri
untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang telah mengalami
seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang aman
sebagai pengganti seksio sesarea ulangan . Walau bagaimanapun, mulai tahun
(3)

1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang


kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.

3
Grafik 1. Angka seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH
Consensus Development Conference Statement, 2010)

2.1.2 INDIKASI VBAC


American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.

Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu


1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
dan seksio sesarea emergensi
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Kriteria yang masih kontroversi adalah:


1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang

4
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Beberapa persyaratan lainnya antara lain:


1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin lintang,
sungsang, bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea
sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda
persalinan.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya
6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu – 41 minggu ).
7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal
8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam
9. Tidak ada tanda-tanda infeksi
10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.

2.1.3 KONTRAINDIKASI

Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain(2,5) :


1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk
riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,
makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya
operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

5
2.1.4. PERSYARATAN VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan pusat studi merekomendasikan pada setiap unit
persalinan yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi
apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri.

6
2.1.5. MANFAAT VBAC
Manfaat VBAC :
1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat
jika ibu ingin hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya
lebih sedikit.
2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit
memerlukan tranfusi darah.
3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.
4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.
5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat
pada ibu.

2.1.6. FAKTOR YANG BERPENGARUH


Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat
persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter
mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-masingnya.
Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik
untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio.

1. Teknik operasi sebelumnya

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan
tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas
maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau
longitudinalis.

7
2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal. Resiko ruptur uteri meningkat dengan
meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea
lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur
uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %.
Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima
kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.

3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi
kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah
uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim,
hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan horizontal
(seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low
Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh
dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang
dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus.
Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan
dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim
(SBR) < 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang
sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan
SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu
dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.

8
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler
dan bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari
hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio
sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
 Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
 Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya


Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan
VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan
pervaginal sebesar 60 – 65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan
sebesar 69 – 73%.(3) Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi
serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 %
apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil
dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan
pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan
pada keadaan distosia pada kala II. Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya
mendapatkan keberhasilan penanganan VBAC dapat dihubungkan dengan
indikasi seksio sesarea yang lalu seperti pada tabel dibawah ini.

9
5. Usia maternal

Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan
resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35
tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang
berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko
kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada wanita
yang berumur kecil dari 40 tahun.

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya

Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat
mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada
seksio sesarea klasik.

7. Riwayat persalinan pervaginam


Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio
sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC. Pasien dengan bekas
seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal memiliki angka
keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien tanpa persalinan pervaginal.

8. Keadaan serviks pada saat partus

Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC.


Laju dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100
pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil

10
persalinan pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat.
Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25
cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42
cm/jam.

Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur


uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya 1 kasus
ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama
dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum
tindakan induksi persalinan.

9. Keadaan selaput ketuban

Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu
dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal
dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan
yang tinggi yaitu 91 % dengan menghindari pemberian induksi persalinan
dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini
sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi
baik.

2.1.7. RISIKO TERHADAP MATERNAL

Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan


dengan seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti
berikut:

1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang
berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif

2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio


sesarea insiden demam lebih tinggi

3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal


dibanding dengan seksio sesarea elektif.

11
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali
dari seksio sesarea elektif.

5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal
sangat rendah.

6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat,


penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan
insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif.

2.1.8. RISIKO TERHADAP ANAK

Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500
persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan
percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika
berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan
maka angka kematian perinatal dari persalinan pervaginal tidak berbeda secara
bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif.

Dilaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal
mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Skor Apgar
bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea
ulangan elektif. Dilaporkan juga morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea
ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhasil
VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan
bayi yang lahir normal.

2.1.9. KOMPLIKASI
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya
kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.
Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi.
Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi

12
diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan
membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan
parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan.

          Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia
neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling
sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan
deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut
jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri
uterus atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan
pervaginam, hipotensi.

         Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali


faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Adapun faktor risiko itu adalah :
1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis.
3. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
8. Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, terdapat beberapa


faktor risiko terjadinya ruptur uteri;
- Usia ibu > 40 tahun lebih berisiko 3x daripada ibu dengan usia < 30 tahun.
- Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko 3x, dan mempunyai 86%
keberhasilan dengan jarak kehamilan lebih dari 18 bulan.
- Demam setelah seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko 4x
- Jahitan 1 lapis pada rahim meningkatkan risiko hampir 4x dibandingkan
dengan 2 lapis

13
- Jumlah seksio sesarean sebelumnya >2x meningkatkan risiko 4,5x
- Induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan risiko 4,6x
- Jenis sayatan rahim juga sangat mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik
berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah 1–7 %, sedangkan insisi
transversal rendah 0,1-1,5%.
- Adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya menurunkan risiko ruptur
0,2.
- Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,6-3,5
mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm.
- Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi ruptura
uteri.3,6,10

Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan


riwayat seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa
variabel yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan
indikasi seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah
menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Namun, menurut ACOG, tidak ada
suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.

Skor Weistein :

Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4

14
Grade  A 0 6
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade  B 0 5
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT

Interpretasi :
 Skor > 4 : keberhasilan > 58%
 Skor  > 6 : keberhasilan   > 67%
 Skor  > 8 : keberhasilan   > 78%
 Skor  > 10 : keberhasilan   > 85%
 Skor  > 12 : keberhasilan   > 88%
Skor Alamia :
No. Skor Alamia Nilai
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks

15
> 4 cm 2
> 2,5  < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah –2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1

Interpretasi :
 Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5%
 Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8%
 Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0%
Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria Nilai
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan 1
kemajuan persalinan
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
-  > 75% 2
-  25 – 75 % 1
-  < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 1
4 cm

Interpretasi :
 Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %

16
 Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
 Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
 Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
 Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
 Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
 Skor 8-10  : keberhasilan VBAC 95-99%

Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan


pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :
 Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan
persiapan seperti persalinan biasa.
 Dilakukan pemerikssaan NST atau CST (bila sudah inpartu), jika
dimungkinkan malahan dilakukan continuous electronic fetal heart
monitoring.
 Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan
biasanya, yakni menggunakan partograf standar.
 Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk
segera mengakhiri persalinan itu secepatnya (yakni dengan seksio sesarea
kembali).
 Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga
harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II (ekstraksi forseps atau
ekstraksi vakum) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.
 Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan
dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio
sesarea terdahulu.
 Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).
 Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi (misalnya
kala II dengan kepala yang masih tinggi), dapat dilakukan seksio sesarea
kembali.
 Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin
irisan mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan
terdapat satu bekas luka / irisan.

17
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio
sesarea. Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi
maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada
penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura
uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan.
Menurut The American Academy of Pediatics dan The American College
of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat.

2.2. PEMILIHAN JENIS KELAMIN BAYI

Jenis kelamin adalah perbedaan anatara perempuan dengan laki- laki


secara biologis sejak seorang itu dilahirkan. Perbedaan biologis dan fungsi
biologis laki – laki dan perempuan tidak dapat ditukar, fungsinya akan tetap
sebagai lelaki dan sebagai perempuan.
Di dunia kedokteran, metode dan teknik pemilihan jenis kelamin telah
banyak mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pemilihan jenis kelamin
bayi ini bisa dilakukan dengan metode alami maupun dengan bantuan medis.
Namun, apa pun metodenya, jenis kelamin bayi tetap saja bisa tidak sesuai dengan
yang diinginkan.

Ada beberapa metode pemilihan sperma yang dikenal di dunia kedokteran,


yaitu:

 Metode Ericsson
Metode ini memiliki tingkat keberhasilan 78-85% untuk anak laki-laki dan
73-75% untuk anak perempuan.
 Metode MicroSort
Metode MicroSort memiliki tingkat keberhasilan 75% untuk anak laki-laki
dan 90% untuk anak perempuan.

18
 Metode PGD (Preimplantation Genetic Diagnosis)
Metode PGD untuk bayi tabung memiliki akurasi mendekati 100%. Meski
demikian, pasien perlu konsultasi yang cukup untuk memilih cara ini.

Selain dengan ketiga prosedur medis di atas, dalam merencanakan jenis


kelamin bayi dengan cara yang alami. Untuk mendapatkan jenis kelamin bayi
yang diinginkan, maka perlu melakukan diet khusus dan menjadwalkan hubungan
seksual. Presentase keberhasilan cara ini adalah sekitar 70-80%.

Diet atau pengaturan pola makan tersebut perlu dilakukan sebelum


pembuahan, bukan selama hamil.

Caranya adalah sebagai berikut:

Diet untuk mendapatkan anak laki-laki

Agar bisa mendapatkan anak laki-laki, dianjurkan untuk:

 Memenuhi asupan 2500 kalori/hari.


 Memperbanyak asupan natrium, misalnya dari ikan asin, telur asin,
daging, sereal, jus sayur, makanan kaleng, dan roti.
 Memperbanyak asupan kalium, misalnya dari pisang, kentang, daun hijau,
alpukat, susu, tomat yang dimasak, ikan, jamur, dan labu.
 Menghindari susu, mentega, keju dan yogurt.

Diet untuk mendapatkan anak perempuan

Agar bisa mendapatkan anak perempuan, dianjurkan untuk:

 Membatasi asupan kalori


 Mengonsumsi sayur-sayuran yang rendah natrium.
 Mengonsumsi makanan tinggi magnesium, seperti alpukat, yogurt, biji-
bijian, kedelai, ikan, daun hijau gelap, pisang, dan cokelat.
 Meningkatkan asupan kalsium, misalnya dari susu, keju, yogurt, tahu,
bayam, kacang-kacangan, ikan teri, dan kerang.

19
 Menghindari garam, ragi, daging, ikan, kopi, dan minuman bersoda.

Program diet ini perlu dilakukan selama 9-12 minggu sebelum melakukan
program hamil. Jika sedang menggunakan KB, jangan lepas KB sebelum program
diet ini selesai. Setelah diet selesai, jadwalkan hubungan seks dengan metode
Shettles.

Menjadwalkan hubungan Seksual dengan Metode Shettles

Jika menginginkan anak laki, dianjurkan untuk melakukan hubungan


seksual sedekat mungkin dengan masa subur. Lakukan douche vagina dengan
cairan basa, seperti air soda, 15 menit sebelum melakukan hubungan seks.
Menurut penelitian, metode ini menghasilkan anak laki-laki dengan presentase
keberhasilan 57%.

Jika menginginkan anak perempuan, lakukan hubungan seksual setiap hari


sejak awal siklus haid hingga 2 hari sebelum masa subur. Lakukan douche vagina
dengan cairan asam, 15 menit sebelum melakukan hubungan seksual.

20
BAB III
KESIMPULAN

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami


peningkatan yang cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan
tindakan pada persalinan berikutnya. Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
atau dikenal juga dengan Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang
sangat penting karena pro dan kontra akan tindakan ini. Banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea
sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio adalah pilihan terbaik bagi ibu
dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus
transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat
diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria
seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali
seksio sesarea dengan insisi segmen bawah Rahim, secara klinis panggul adekuat
atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain
pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi, serta sarana dan personil anastesi siap
untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi klasik atau T
atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura
uteri, miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk
melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari
terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat
pada pasien. Tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan

21
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien
dalam pengawasan yang ketat.

Jenis kelamin bayi bisa direncanakan. Namun, tingkat keberhasilannya


berbeda-beda dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang perlu digarisbawahi,
metode di atas tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus dengan bimbingan
dokter. Jadi, konsultasikanlah dulu dengan dokter agar peluang keberhasilannya
lebih besar.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri &


Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri &
Ginekologi Fakultas Udayana Bali, 2006.
2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Caesarean Delivery. Article available at :
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
4. Vaginal Birth after Previous Caesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin.
No.54, July 2004.
5. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International,
Chapter 14, 2nd Edition, 144-6.
6. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et al.
Perdarahan Obstetri. Obstetri Williams vol 1. Ed 21. Jakarta : EGC, 2001
7. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of
labor with an elective second cesarean section. The New England Journal of
Medicine. 1996; 335: 689-95.
8. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and
fetal response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 –
57.
9. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams &
Wilkins, Inc. 2001;44:561-7
10. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor
among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000;
183: 1176-9

11. dr. Akbar Novan Dwi Saputra, SpOG (Dokter Spesialis Kandungan)

23

Anda mungkin juga menyukai