Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

VAGINAL BIRTH AFTER CAESAREA (VBAC)

Disusun oleh:
Puspa Oktaviani
110.2012.214

Pembimbing:
Dr. Indiarto Wityawan, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 AGUSTUS 2016 22 OKTOBER 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Indiarto
Wityawan, Sp.OG, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini atas bimbingan
dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga referat ini dapat
diselesaikan dengan baik
Semoga referat ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia kesehatatan
kebidanan dan kandungan, khususnya pada topik

Persalinan Pervaginam dengan

Riwayat Seksio Sesarea.


Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, semoga
bermanfaat.

Jakarta, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................5
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

DEFINISI .......................................................................................................5
INDIKASI VBAC...........................................................................................6
KONTRAINDIKASI VBAC..7
PRASYARAT VBAC.....................................8
FAKTOR YANG BERPENGARUH..............................................................8
RISIKO TERHADAP MATERNAL ...........................................................12
RISIKO TERHADAP ANAK.......................................................................12
KOMPLIKASI..............................................................................................13
MANAJEMEN PERSALINAN....................................................................15

BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 21

BAB I

PENDAHULUAN
Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan
yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi umum,
namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa faktor
peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang diinginkan
makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi
untuk peningkatan angka seksio sesarea.(1)
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea standar
antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat
persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di
Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980
sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965
sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari
hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an
dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka
tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.(1,2)
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan
seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan
pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam
pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan
tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam
sekitar 50 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5
1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk
3

persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka
kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada tahun 1996. (2,3,4)

BAB II
PEMBAHASAN
4

DEFINISI
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal
Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang dilakukan
terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada kehamilan
sebelumnya.
VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam
bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis
ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan
ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang yang pernah melakukan seksio
harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan
section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat peningkatan
angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service, melalui Consensus
Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa
VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang
aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada
tahun 2000 menjadi 15%

(6)

. Pada tahun 1989 National Institute of Health dan American

College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen, yang menganjurkan para


ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang telah mengalami
seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang aman sebagai
pengganti seksio sesarea ulangan

(3)

. Walau bagaimanapun, mulai tahun 1996 jumlah

percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang kepada peningkatan jumlah
partus secara seksio sesarea ulang.

Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH Consensus Development
Conference Statement, 2010)

INDIKASI VBAC
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.

Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu(4,5,6):


1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan
seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang

5. Kehamilan lewat waktu


6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

KONTRAINDIKASI
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain(2,5) :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk
riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa, makrosomia,
malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator,
anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

PRASAYARAT VBAC

Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1999
dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran
seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian
dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi
dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut
jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi
dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur
uteri.
FAKTOR YANG BERPENGARUH
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea
kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat persalinan pervaginal
terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang
pilihan serta resiko masing-masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis
persalinan mana yang terbaik untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama
bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan
persalinan pervaginal pada bekas seksio.

1. Teknik operasi sebelumnya


Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi ini
mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio
sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu
misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut
American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam
mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.

2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya

VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada
kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut
diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal.
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah
sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur
uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.

3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan
horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal.
Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh
kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di
tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus
seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan
sembuh dalam 2 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang
dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus
dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui
ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak
sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG
pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas
seksio sesarea.
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan
bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan
histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi
yang pada prinsipnya :

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan

Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.(6)

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya


Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC.
Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginal sebesar 60
65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 73%. (3) Keberhasilan
VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea
yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat
pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan
persalinan pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada
keadaan distosia pada kala II (6)
Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan penanganan
VBAC dapat dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea yang lalu seperti pada tabel
dibawah ini.

5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian
didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang
lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea
mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada
wanita yang berumur kecil dari 40 tahun.

10

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa
dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi uterus tidak
pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya
sama dengan insisi pada seksio sesarea klasik.

7. Riwayat persalinan pervaginam


Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea
mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC. (6)
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal
memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien tanpa persalinan pervaginal (3).

8. Keadaan serviks pada saat partus


Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC. Laju
dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas
seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan pervaginal sedangkan
sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio
sesarea yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif
1.25 cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42 cm/jam.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada
maternal dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio
sesaraea segmen bawah rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan
transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan. (7)

9. Keadaan selaput ketuban


Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan
bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal dengan menunggu
terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan yang tinggi yaitu 91 % dengan
menghindari pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu
antara ketuban pecah dini sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu
dan bayi baik.(6)

11

RISIKO TERHADAP MATERNAL


Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan
seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang berhasil
dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea
insiden demam lebih tinggi
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal
dibanding dengan seksio sesarea elektif.
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali dari
seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal sangat
rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat,
penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden
demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif (8)

RISIKO TERHADAP ANAK


Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan
pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah 2.1
kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika berat badan janin < 750 gram
dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari
persalinan pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif. (9)
Dilaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal mempunyai skor
Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda
bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan elektif. Dilaporkan juga morbiditas
bayi yang lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak
berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal. (3,9)

12

KOMPLIKASI
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.
Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi.
Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi
diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran
khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus
tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan. (6,7,8)
Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus,
kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi
adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang.
Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga
dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion
bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor
risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesarea. Adapun faktor risiko itu adalah (3) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis parut uterus


Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis.
Jumlah seksio sesarea sebelumnya
Riwayat persalinan pervaginam
Jarak kelahiran
Usia ibu
Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )

13

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, terdapat beberapa faktor


risiko terjadinya ruptur uteri;

Usia ibu > 40 tahun lebih berisiko 3x daripada ibu dengan usia < 30
tahun.

Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko 3x, dan mempunyai 86%
keberhasilan dengan jarak kehamilan lebih dari 18 bulan.

Demam setelah seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko 4x

Jahitan 1 lapis pada rahim meningkatkan risiko hampir 4x dibandingkan


dengan 2 lapis

Jumlah seksio sesarean sebelumnya >2x meningkatkan risiko 4,5x

Induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan risiko 4,6x

Jenis sayatan rahim juga sangat mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik


berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah 17 %, sedangkan insisi
transversal rendah 0,1-1,5%.

Adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya menurunkan risiko


ruptur 0,2.

Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,63,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm.

Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi
ruptura uteri.(3,6,10)

14

MANAJEMEN PERSALINAN
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu (9,10) :
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah seksio
sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam
pasca SS serta usia ibu.
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia,
usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi
janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi dan
augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio
sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri
suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi
ancaman ruptura uteri
Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu
nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea
sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk
memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.

15

Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan
apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesaria;
Skor Weistein :
Weinstein
Indikasi SC yang lalu
Grade A
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D
Makrosomia
PJT

Tidak
0
0

Ya
4
6

Interpretasi :

Skor > 4 : keberhasilan > 58%


Skor > 6 : keberhasilan > 67%
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor > 10 : keberhasilan > 85%
Skor > 12 : keberhasilan > 88%

Skor Alamia :
No. Skor Alamia
1
Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
2
Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif
Distosia pada pembukaan < 5 cm
Distosia pada pembukaan > 5 cm

Nilai
2
2
1
0
16

Dilatasi serviks
> 4 cm
> 2,5 < 4 cm
< 2,5 cm
Station dibawah 2
Panjang serviks < 1 cm
Persalinan timbul spontan

4
5
6

2
1
0
1
1
1

Interpretasi :

Skor 7 10 : keberhasilan 94,5%


Skor 4 6 : keberhasilan 78,8%
Skor 0 3 : keberhasilan 60,0%

Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria
1
Usia dibawah 40 tahun
2
Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea
- setelah seksio sesarea pertama
- sebelum seksio pertama
- Belum pernah
3
Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan
persalinan
4
Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75%
- 25 75 %
- < 25%
5
Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm

Nilai
2
4
2
1
0
1

2
1
0
1

Interpretasi :

Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %


Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%
Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan

pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :

17

Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan

persiapan seperti persalinan biasa.


Dilakukan pemerikssaan NST atau CST (bila sudah inpartu), jika dimungkinkan

malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.


Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan biasanya,

yakni menggunakan partograf standar.


Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera

mengakhiri persalinan itu secepatnya (yakni dengan seksio sesarea kembali).


Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus
diambil tindakan untuk mempercepat kala II (ekstraksi forseps atau ekstraksi

vakum) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.


Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding
uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea

terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi (misalnya kala

II dengan kepala yang masih tinggi), dapat dilakukan seksio sesarea kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan
mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat satu
bekas luka / irisan.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea.

Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi maupun induksi


pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya tidak
menunjukkan

nilai

yang

cukup

signifikan.

Namun

pada

penelitian

lainnya

penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali dibandingkan
dengan lahir secara spontan. Menurut The American Academy of Pediatics dan The
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa
penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat. (2,3,4,6)
18

BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami peningkatan
yang cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan
berikutnya. Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio
adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC
dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan
dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba

VBAC menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen
bawah Rahim, secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas

19

ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk
melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio

sesarea emergensi, serta sarana dan

personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi

klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi,
ruptura uteri, miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk
melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi
ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien . Tidak ada suatu
cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring
untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun
penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas
Udayana Bali, 2006.
2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available at :
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
4. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin. No.54, July
2004.
5. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter 14,
2nd Edition, 144-6.
6. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et

al.

Perdarahan Obstetri. Obstetri Williams vol 1. Ed 21. Jakarta : EGC, 2001

20

7. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor with
an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine. 1996;
335: 689-95.
8. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal
response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 57.
9. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
2001;44:561-7
10. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor among
women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183: 1176-9

21

Anda mungkin juga menyukai