Disusun oleh:
Puspa Oktaviani
110.2012.214
Pembimbing:
Dr. Indiarto Wityawan, Sp. OG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Indiarto
Wityawan, Sp.OG, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini atas bimbingan
dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga referat ini dapat
diselesaikan dengan baik
Semoga referat ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia kesehatatan
kebidanan dan kandungan, khususnya pada topik
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................5
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
DEFINISI .......................................................................................................5
INDIKASI VBAC...........................................................................................6
KONTRAINDIKASI VBAC..7
PRASYARAT VBAC.....................................8
FAKTOR YANG BERPENGARUH..............................................................8
RISIKO TERHADAP MATERNAL ...........................................................12
RISIKO TERHADAP ANAK.......................................................................12
KOMPLIKASI..............................................................................................13
MANAJEMEN PERSALINAN....................................................................15
BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan
yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi umum,
namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa faktor
peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang diinginkan
makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi
untuk peningkatan angka seksio sesarea.(1)
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea standar
antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat
persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di
Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980
sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965
sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari
hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an
dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka
tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.(1,2)
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan
seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan
pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam
pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan
tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam
sekitar 50 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5
1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk
3
persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka
kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada tahun 1996. (2,3,4)
BAB II
PEMBAHASAN
4
DEFINISI
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal
Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang dilakukan
terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada kehamilan
sebelumnya.
VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam
bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis
ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan
ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang yang pernah melakukan seksio
harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan
section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat peningkatan
angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service, melalui Consensus
Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa
VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang
aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada
tahun 2000 menjadi 15%
(6)
(3)
percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang kepada peningkatan jumlah
partus secara seksio sesarea ulang.
Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH Consensus Development
Conference Statement, 2010)
INDIKASI VBAC
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
KONTRAINDIKASI
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain(2,5) :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk
riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa, makrosomia,
malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator,
anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.
PRASAYARAT VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1999
dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran
seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian
dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi
dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut
jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi
dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur
uteri.
FAKTOR YANG BERPENGARUH
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea
kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat persalinan pervaginal
terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang
pilihan serta resiko masing-masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis
persalinan mana yang terbaik untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama
bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan
persalinan pervaginal pada bekas seksio.
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada
kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut
diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal.
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah
sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur
uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.
Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.(6)
5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian
didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang
lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea
mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada
wanita yang berumur kecil dari 40 tahun.
10
11
12
KOMPLIKASI
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.
Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi.
Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi
diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran
khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus
tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan. (6,7,8)
Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus,
kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi
adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang.
Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga
dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion
bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor
risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesarea. Adapun faktor risiko itu adalah (3) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
Usia ibu > 40 tahun lebih berisiko 3x daripada ibu dengan usia < 30
tahun.
Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko 3x, dan mempunyai 86%
keberhasilan dengan jarak kehamilan lebih dari 18 bulan.
Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,63,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm.
Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi
ruptura uteri.(3,6,10)
14
MANAJEMEN PERSALINAN
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu (9,10) :
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah seksio
sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam
pasca SS serta usia ibu.
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia,
usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi
janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi dan
augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio
sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri
suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi
ancaman ruptura uteri
Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu
nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea
sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk
memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.
15
Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan
apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesaria;
Skor Weistein :
Weinstein
Indikasi SC yang lalu
Grade A
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D
Makrosomia
PJT
Tidak
0
0
Ya
4
6
Interpretasi :
Skor Alamia :
No. Skor Alamia
1
Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
2
Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif
Distosia pada pembukaan < 5 cm
Distosia pada pembukaan > 5 cm
Nilai
2
2
1
0
16
Dilatasi serviks
> 4 cm
> 2,5 < 4 cm
< 2,5 cm
Station dibawah 2
Panjang serviks < 1 cm
Persalinan timbul spontan
4
5
6
2
1
0
1
1
1
Interpretasi :
Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria
1
Usia dibawah 40 tahun
2
Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea
- setelah seksio sesarea pertama
- sebelum seksio pertama
- Belum pernah
3
Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan
persalinan
4
Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75%
- 25 75 %
- < 25%
5
Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm
Nilai
2
4
2
1
0
1
2
1
0
1
Interpretasi :
17
Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan
terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi (misalnya kala
II dengan kepala yang masih tinggi), dapat dilakukan seksio sesarea kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan
mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat satu
bekas luka / irisan.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea.
nilai
yang
cukup
signifikan.
Namun
pada
penelitian
lainnya
penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali dibandingkan
dengan lahir secara spontan. Menurut The American Academy of Pediatics dan The
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa
penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat. (2,3,4,6)
18
BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami peningkatan
yang cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan
berikutnya. Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio
adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC
dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan
dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba
VBAC menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen
bawah Rahim, secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas
19
ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk
melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi
klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi,
ruptura uteri, miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk
melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi
ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien . Tidak ada suatu
cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring
untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun
penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas
Udayana Bali, 2006.
2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available at :
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
4. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin. No.54, July
2004.
5. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter 14,
2nd Edition, 144-6.
6. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et
al.
20
7. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor with
an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine. 1996;
335: 689-95.
8. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal
response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 57.
9. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
2001;44:561-7
10. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor among
women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183: 1176-9
21