Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

Epidural Hemoragik

Oleh:
dr. Puspa Oktaviani

RS BADAN PENGUSAHAAN BATAM


KOTA BATAM
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hematoma epidural atau ekstradural hematoma adalah jenis cedera otak


traumatis di mana penumpukan darah terjadi antara duramater (membran luar
yang keras dari sistem saraf pusat) dan tengkorak . Duramater juga mencakup
tulang belakang, sehingga perdarahan epidural juga bisa terjadi pada tulang
belakang. Hematoma epidural sering disebabkan trauma. Kondisi ini berpotensi
mematikan karena penumpukan darah dapat meningkatkan tekanan dalam ruang
intrakranial dan kompres jaringan otak. Tiga persen dari cedera kepala
menimbulkan hematoma epidural, 15-20% dari hematoma epidural adalah fatal. 1
Hematoma epidural bersifat cepat karena biasanya dari arteri dan
tekanannya tinggi. Perdarahan epidural dari arteri dapat bertambah hingga
mencapai ukuran puncaknya pada enam sampai delapan jam pasca cedera,
menumpahkan dari 25 ke 75 cm3darah ke dalam ruang intrakranial.2 Perdarahan
epidural dapat menjadi besar dan menaikkan tekanan intrakranial, menyebabkan
otak bergeser, kehilangan suplai darah. Hematoma yang lebih besar menyebabkan
lebih banyak kerusakan. Hematoma epidural dapat cepat mengompresi batang
otak, menyebabkan ketidaksadaran, sikap yang abnormal dan abnormal refleks
cahaya. 3
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan CT scan dan MRI. Hematoma
epidural biasanya terlihat dalam bentuk cembung karena ekspansinya berhenti di
tulang tengkorak, dimana dura mater erat melekat pada tengkorak. Dengan
demikian perluasan terjadi ke dalam otak seperti yang terjadi pada hematoma
subdural. Bentuk lensa-seperti hematoma menyebabkan munculnya berdarah
ini menjadi lentiform.4 Epidural hematoma dapat terjadi dalam kombinasi
dengan hematoma subdural, atau dapat terjadi sendiri. CT scan dapat mendeteksi
hematoma subdural atau epidural pada 20% pasien tidak sadar. 5
Penyebab paling umum dari hematoma epidural intrakranial adalah trauma,
walaupun perdarahan spontan diketahui terjadi, 10% dari perdarahan epidural
adalah pembuluh darah vena. Epidural hematoma biasanya dihasilkan dari trauma

2
ke sisi kepala. Hanya 20 sampai 30% dari hematoma epidural terjadi di luar
wilayah dari temporal bone.6
Pada hematoma intrakranial, darah bisa diangkat melalui pembedahan untuk
menghilangkan massa dan mengurangi tekanan pada otak. Hematoma ini
dievakuasi melalui lubang kraniotomi. 7
Pada pasien dengan epidural hematoma, prognosis lebih baik jika ada lucid
interval (waktu kesadaran sebelum kembali koma) daripada jika pasien dalam
keadaan koma saat cedera. Tidak seperti kebanyakan bentuk cedera kepala, orang
dengan epidural hematoma dan Glasgow Coma Scale dari 3 (nilai terendah)
diharapkan untuk membuat hasil yang baik jika mereka dapat menerima operasi
dengan cepat.8

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. N Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 5 Tahun Suku bangsa : Indonesia

Status perkawinan : belum menikah Agama : Islam

Pekerjaan : - Pendidikan :-

Alamat : Pulau Kasu

Tanggal masuk RS :

II. ANAMNESIS  Alloanamnesis (Orang tua pasien)


Keluhan utama :
Jatuh dari pohon teras rumah ± 5 meter 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Otorita Batam pada tanggal 20 Mei 2019 pukul
18.50 dengan keluhan jatuh dari teras rumah. Pasien jatuh dari teras rumah yang
merupakan rumah pangung dan membentur batu fondasi rumah. Dengan posisi
terjatuh kepala bagian samping yang terbentur terlebih dahulu. Setelah terjatuh,
pasien sadar dan menangis selama kurang dari 10 menit dan merasakan sakit
kepala yang berdenyut di sisi yang terkena benturan yaitu sebelah kiri Menurut
keluarganya pasien sempat pingsan kurang lebih 5 menit setelah itu pasien
kembali sadar dan tidak di dapatkan.
Terdapat keluhan berupa muntah tidak menyembur, keluarnya cairan atau
darah dari telinga atau hidung disangkal. Pasien menyangkal adanya kejang,
pandangan ganda, kelemahan 1 sisi, dan bicara pelo juga disangkal.

1
2

Sebelum ke IGD RSBP Batam pasien sudah terlebih dahulu berobat ke


puskesmas Pulau Kasu dan sudah dilakukan penjahitan luka situasional
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit
kencing manis. Riwayat keluhan yang sama seperti saat ini disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien tidak mengetahui adanya riwayat tekanan darah tinggi dalam
keluarga. Riwayat penyakit kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat pengobatan :
Tidak ada obat yang dikonsumsi secara rutin oleh pasien.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : Tidak dilakukan

Nadi : 76 x/menit

Suhu : 36,3oC

Pernafasaan : 19 x/menit

Kepala

Ekspresi wajah : tampak simetris

Rambut : hitam

Bentuk : normocephali

Mata

Konjungtiva : pucat (-/-)


3

Sklera : ikterik (-/-)

Kedudukan bola mata : ortoforia/ortoforia

Pupil : bulat isokor diameter 3mm/3mm.

Telinga

Selaput pendengaran : sulit dinilai Lubang : lapang

Penyumbatan : -/- Serumen : +/+

Perdarahan : -/- Cairan : -/-

Mulut

Bibir : sianosis (-) luka (-)

Leher

Trakhea terletak di tengah

Tidak teraba benjolan/KGB yang membesar

Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar

Thoraks

Bentuk : simetris

Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran pembuluh darah

Paru – Paru

Pemeriksaan Depan Belakang


4

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis

Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan


dinamis dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba ictus cordis sela iga V, 1cm sebelah lateral linea

midklavikularis kiri.

Perkusi :

Batas kanan : Sela iga III-V linea sternalis kanan.

Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah lateral linea midklavikularis kiri.

Batas atas : Sela iga III linea parasternal kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen
5

Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris,
smiling

umbilicus (-), dilatasi vena (-)

Palpasi

Dinding perut : supel, tidak teraba adanya massa / benjolan, defense muscular
(-),

tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium, tidak terdapat nyeri


lepas.

Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Ginjal : ballotement -/-

Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).

Kelenjar Getah Bening

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar


6

STATUS NEUROLOGIS

A. GCS : E4V5M6 Compos Mentis


B. Gerakan Abnormal : -
C. Leher : sikap baik, gerak terbatas

D. Tanda Rangsang Meningeal :

E. Nervus Kranialis
N.I ( Olfaktorius )

Subjektif Tidak Dilakukan

N. II ( Optikus )

Tajam penglihata (visus normal normal


bedside)

Lapang penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Ukuran Isokor, D 3mm Isokor, D 3mm

Fundus Okuli Tidak dilakukan

N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )

Nistagmus - -

Pergerakan bola mata Baik ke 6 arah Baik ke 6 arah

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Reflek Cahaya Langsung & Tidak + +


Langsung

Diplopia - -
7

N.V (Trigeminus)

Membuka mulut + +

Menggerakan Rahang + +

Oftalmikus + +

Maxillaris + +

Mandibularis + +

N. VII ( Fasialis )

Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan

Motorik Oksipitofrontalis Baik Baik

Motorik orbikularis okuli Baik Baik

Motorik orbikularis oris Baik Baik

N.VIII ( Vestibulokoklearis )

Tes pendengaran Tidak dilakukan

Tes keseimbangan Tidak dilakukan

N. IX,X ( Vagus )

Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan

Refleks Menelan Baik

Refleks Muntah Tidak Dilakukan

N.XI (Assesorius)

Mengangkat bahu Baik

Menoleh Baik
8

N.XII ( Hipoglosus )

Pergerakan Lidah Baik

Disatria Tidak

F. Sistem Motorik Tubuh


Kanan Kiri

Ekstremitas Atas

Postur Tubuh Baik Baik

Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik

Tonus Otot Normal Normal

Gerak involunter (-) (-)

Kekuatan Otot 5555 5555

Kanan Kiri

Ekstremitas Bawah

Postur Tubuh Baik Baik

Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik

Tonus Otot Normal Normal

Gerak involunter (-) (-)

Kekuatan Otot 5555 5555

G. Refleks
Pemeriksaan Kanan Kiri

Refleks Fisiologis

Bisep + +

Trisep + +
9

Patella + +

Achiles + +

Pemeriksaan Kanan Kiri

Refleks Patologis

Babinski - -

Chaddok - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Klonus - -

Hoffman Tromer - -

H. Gerakan Involunter
Kanan Kiri

Tremor - -

Chorea - -

I. Tes Sensorik (sentuhan)  Sulit dinilai

J. Fungsi Autonom
Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Sekresi keringat : Baik

K. Keseimbangan dan koordinasi


10

Hasil

Tes disdiadokokinesia Tidak dilakukan

Tes tunjuk hidung dan jari Tidak dilakukan

Tes tunjuk jari kanan dan kiri Tidak dilakukan

Tes romberg Tidak dilakukan

Tes tandem gait Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Leukosit 9,7 ribu/μL 3,8-10,6

Eritrosit 4,8 juta/μL 4,4-5,9

Hemoglobin 8,4 gr/dL 13,2-17,3

Hematokrit 33 % 40-52

Trombosit 261 ribu/μL 150-440

MCV 90 fL 80-100

MCH 30,3 pg 26-34

MCHC 30,2 gr/dL 32-36

RDW 13,1 % <14

Glukosa Darah
Sewaktu
11

EKG : tidak dilakukan pemeriksaan

Radiologi :

CT-Scan kepala tanpa kontras


12

- Tampak lesi hiperdens (CT Number +- 71 HU volum 27,06 ml)


Bentuk bikonveks batas tegas, pada region frontalis dan parietal
kanan yangmemberikan efek masa dan midline shifting ke kiri
serta menyebabkan ventrikel lateralis kanan kiri dan ventrikel III
- Ventrikel IV normal
- Sulcus corticalis dan fissra sylvii kanan kiri tampak sempit
- Pons danserebelum baik
- Pada bone window : tampak diskontinuitas linier pad os
frontoparietal kanan

KESAN :

- Epidural Hematom Pada Lobus Frontalis Dan Parietal Kanan


(Volume 27,06 Ml)
- Tampak Tanda-Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
- Fraktur Linear Pada Os Frontoparietal Kanan

VI. Diagnosis

Fraktur linear os frontoparietal kanan dengan epidural Hematom pada


lobus frontalis dan parietal kanan.
Diagnosis klinis : Pingsan, sakit kepala berdenyut, muntah

Diagnosis etiologi : Trauma kapitis

Diagnosis topis : Epidural temporal dextra

Diagnosa patologis : Pecah pembuluh darah meningens

VII. Penatalaksanaan:

1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan yang
diberikan.
13

o Apabila keluarga pasien menemukan pasien mengalami penurunan


kesadaran, diharapkan keluarga pasien segera melapor ke petugas medis.
2. Medikamentosa
 Dari Spesialis Bedah Saraf :

IX. Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala


2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP, yaitu: skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar, dan
pericranium.9,10 Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah yang sukar
mengadakan vasokonstriksi sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit
kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-
anak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak (intrakranial).10

Gambar 2.1 Lapisan Kulit Kepala

2.1.2 Tulang Tengkorak


Terdiri dari kalvaria (atap tengkorak) dan basis kranii (dasar tengkorak).
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang, yaitu frontal, parietal, temporal,
dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun dilapisi
oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai

21
22

bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa, yaitu: fossa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fossa media adalah tempat lobus temporalis, dan fossa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.9,10
Fraktur tengkorak adalah diskontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur kalvaria dapat berbentuk garis/ linier atau bintang/ stelata,
terbuka atau tertutup, dan dapat pula impresi atau non impresi (tidak masuk/
menekan kedalam). Tulang tengkorak terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga (diploe), dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (tabula
interna) yang mengandung alur-alur arteri meningea anterior, media dan
posterior.9,11

Gambar 2.2 Lapisan Tulang Tengkorak

2.1.3 Lapisan Pelindung Otak / Meningen dan Ruangan


Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
1. Durameter merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri meningea, yang
terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural),
23

dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera


adalah arteri meningea media yang terletak pada fossa temporalis (fossa
media).10,11
2. Arakhnoidmater adalah membran tipis dan tembus pandang, tidak
menempel pada duramater. Karena tidak melekat pada selaput dura di atasnya,
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara
duramater dan arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.10,11
3. Piamater adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus dan melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain
hanya menjembatani sulkus. Diantara arakhnoid dan piamater terdapat ruang
subarakhnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu,
merupakan tempat bersikulasi cairan serebrospinal.10,11

Gambar 2.3 Meningen


24

Bagan 2.4 Skema Anatomi Kepala

2.1.4 Otak
Otak manusia terdiri dari sereberum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falx serebri,
yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer
serebri kiri terdapat pusat bicara yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada
>85% orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut
sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara
motorik). Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.
Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung
jawab dalam proses penglihatan9,10.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons, dan medulla
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di
25

bawahnya.10,11 Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam koordinasi dan
keseimbangan, terletak dalam fossa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.11
Gambar 2.5 Otak

2.1.5 Cairan Serebrospinalis (CSS)


CSS dihasilkan oleh plexus khoroideus (terletak di atap ventrikel) dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.10
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
(hidrosefalus komunikans pasca trauma).10 Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.12
26

Gambar
2.8 Aliran CSS

2.1.6 Tekanan Intra Kranial (TIK)


TIK adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan
CSS di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Berbagai proses patologis yang
mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan TIK. Kenaikan TIK dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK
normal pada keadaan istirahat sebesar 10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg,
terutama bila menetap berhubungan langsung dengan hasil akhir yang buruk.10
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu perubahan perilaku,
penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, letargi, defisit neurologis (kelemahan,
rasa baal, perubahan gerak bola mata, penglihatan ganda), muntah proyektil,
kejang.11
27

2.1.7 Pendarahan Otak


Otak disuplai oleh dua a.carotis interna dan dua
a.vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis
pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya
yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke
dalam sinus venosus cranialis9,11.

2.2 Definisi Cedera


Kepala
Cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun
degeneratif, tetapi
disebabkan oleh
serangan/ benturan fisik
dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik12.

2.3 Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu10:
2.3.1 Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
28

2.3.2 Beratnya Cedera


Glasglow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera otak. Komponen yang dinilai pada GCS meliputi eye
opening (E), motor response (M), dan verbal response (V).
1. Cedera kepala ringan (CKR)
Jika GCS antara 14-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak, kontusio atau hematom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang (CKS)
Jika GCS antara 9-13, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).
3. Cedera kepala berat (CKB)
Jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio
serebral, laserasi atau adanya hematoma atau edema.

Gambar 2.6 Komponen Mata


29

Gambar 2.7 Komponen Motorik

Gambar 2.8 Komponen Verbal


2.3.3 Morfologi
1. Fraktur Kranium
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang
ditransmisikan ke dalam jaringan otak. Fraktur tengkorak dapat terjadi pada
kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah terbuka atau
tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur basis kranii
sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya memerlukan CT scan
dengan teknik bone-window untuk memperjelas garis fraktur. Tanda-tanda
klinis fraktur basis kranii, yaitu ekimosis periorbital (Racoon eyes sign),
ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran CSS (rinorea, otorea), paresis
nervus fasialis, dan kehilangan pendengaran yang dapat timbul segera atau
beberapa hari setelah trauma10.
30

Fraktura kalvaria terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara


laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya duramater.
Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko perdarahan intrakranial sebesar
400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar10.
2. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal, yaitu
perdarahn epidural, perdarahan subdural, kontusio, dan perdarahan
intraserebral.10
a. Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan normal sampai
kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan
kesadaran dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai
beberapa menit dan mungkin mengalami amnesia retro/ antegrad. Cedera
otak difus yang berat biasanya akibat hipoksia, iskemi dari otak karena
syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah
trauma. Cedera aksonal difus (CAD) adalah trauma otak berat dengan
prognosis buruk. Pada CT scan menunjukkan gambaran titik-titik
perdarahan multipel di seluruh hemisfer otak yang terkonsentrasi di batas
area putih dengan abu-abu.10
b. Epidural hematom (EDH)
Adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna
dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya a.meningea media akibat
fraktur tulang tengkorak. Perdarahan biasanya dianggap berasal arteria,
namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus.
Kadang-kadang, EDH mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama
diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walaupun EDH relatif tidak
terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera
kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak
segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak
31

disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada


status pasien sebelum operasi. Cirinya berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung.

Gambaran radiologi
o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan
vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau
vertex juga mungkin diamati.
o Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan
epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan
dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena
kecacatan kranium yang lebih besar.

 CT-scan
o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam
o mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang
ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema
bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi
tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul
pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar
mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat.
32

o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu


hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin
dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.
o Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak
dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan
hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian
menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas
(yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati
sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin
mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level
hemoglobin serum yang rendah.
o Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana
konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural
vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan
aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan
efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus,
rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi
hematom pada lempengan coronal.
o Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi
intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural,
kontusio serebral, dan hematom intraserebral
33

 MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan


cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma
akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

c.Subdural hematom (SDH)


Adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoidmater.
SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging di permukaan korteks serebri. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari SDH biasanya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari EDH. Mortalitas umumnya 60%, dapat
diperkecil oleh tindakan operasi yang segera dan pengelolaan medis yang
agresif.

Pencitraan
o Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai subdural
hematom. Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP) lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film, bertujuan untuk
mencari adanya fraktur tulang pada daerah frontoparietotemporal.
34

o CT Scan
Gambaran CT scan pada Subdural hemorrhage akut terdiri dari
hyperdense, homogen, crescentic (bulan sabit), lesi bentuk
contrecoup yang terdapat di hemisfer. Derajat dari massa,
tergantung dari banyaknya perdarahan yang dapat menyebabkan
trauma pada parenkim cerebrum.

d. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yakni antara lapisan
arachnoidmater dengan piamater. Pada keadaan normal ruang ini berisi
35

cairan serebrospinal (CSF) yang jernih dan tidak berwarna. 14 Penyebab


SAH yang paling banyak adalah karena ruptur aneurisma dan trauma
kepala. Pada usia muda, penyebab utamanya adalah tabrakan kendaraan
bermotor. Pada SAH darah bercampur dengan CSF dan tidak menggumpal
kecuali pada perdarahan yang masif.15,16
Gejala utama pada SAH adalah rasa nyeri hebat yang mendadak. Gejala
lainnya adalah penurunan kesadaran, mual muntah, fotofobia, dan
gangguan penglihatan. Nyeri leher, punggung dan kaki bisa terjadi akibat
rangsang meningeal, tapi muncul beberapa jam setelah perdarahan. Pada
pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan kesadaran, kaku kuduk,
gangguan pergerakan bola mata maupun defisit neurologis lainnya.14,15,16
Pemeriksaan radiologis yang dianjurkan pada SAH adalah CT Scan tanpa
kontras, yang akan memberikan gambaran hiperdens pada cavum
subarachnoid yang pada keadaan normal tampak hipodens. Gambaran ini
terlihat pada sulcus-sulcus di hemisfer otak, dan tampak lebih jelas pada
cavum subarachnoid yang lebar, terutama di cisterna suprasellar dan
fissura Sylvii. CT Scan dapat mendeteksi SAH dalam hitungan menit
setelah terjadi perdarahan, selain itu juga dapat membedakan antara SAH
karena aneurisma atau karena trauma. Pada trauma, area hiperdens
umumnya terlihat di sulcus otak yang berdekatan dengan gambaran fraktur
di kranium, atau pada sisterna basalis jika penyebabnya merupakan trauma
leher.17,18,19,20
36

e. Kontusio dan perdarahan intraserebral (PIS)


Kontusio serebri sering terjadi (20% – 30% dari cedera otak berat) dan
sebagian besar terjadi di lobus frontal dan temporal. Kontusio serebri
dapat dalam waktu beberapa jam atau hari berubah menjadi PIS yang
membutuhkan tindakan operasi. Cara mendeteksi terbaik adalah dengan
mengulang CT scan dalam 12 – 24 jam setelah CT scan pertama.
PIS adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak.
Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau
pada sisi lainnya (countrecoup). Karena darah keluar ke parenkim otak,
bagian otak di distal perdarahan akan mengalami iskemik dan
menimbulkan gejala stroke.21,22
Gejala yang timbul adalah defisit neurologis fokal tergantung dari letak
perdarahan, yang sering ditemui antara lain kelemahan, kebutaan,
hilangnya sensasi tubuh dan penurunan kesadaran yang terjadi secara tiba-
tiba. Dapat disertai nyeri kepala namun bukan merupakan gejala utama.21
Pemeriksaan radiologis yang dianjurkan pada ICH adalah menggunakan
CT Scan tanpa kontras karena dapat mendeteksi ICH segera setelah
37

terjadinya trauma. Tampak area hiperdens pada parenkim otak yang


dikelilingi oleh area hipodens karena adanya edema. Gambaran ini
memberikan efek pendesakan minimal dibandingkan ukuran area
hiperdens yang tampak, berbeda dengan gambaran massa yang sama-sama
hiperdens tetapi memberikan efek pendesakan lebih nyata pada parenkim
otak.19,20

There is a focal area of haemorrhagic contusion in the right frontal


lobe, with surrounding low density due to infarction or oedema. This
is a frequent location for a contre-coup injury following a blow to the
back of the head

2.4 Patofisiologi
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
countrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan
dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut countrecoup. Akselarasi-
deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
38

saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)
dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (countrecoup).

Gambar 2.12 Mekanisme Coup dan Countercoup


BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien merupakan korban jatuh dari teras rumah. Pasien
pingsan beberapa saat, setelah sadar, pasien mengeluh nyeri kepala hebat lalu
dibawa ke RSBP. Keluhan kelemahan otot (-) , penurunan kesadaran (-),
gangguan, tidak ada darah maupun cairan yang keluar dari hidung dan telinga,
mual muntah (-)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di daerah frontoparietal. Tidak
ditemukan kelainan lain. Pada pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan hasil
dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT-scan diperoleh gambaran epidural
hematom pada lobus frontalis dan parietal kanan dengan volume 27,06ml ,
tampak tanda tanda peningkatan intrakanial yang ditandai denga midline shifting.
Pada bone window terdapat gambaran fraktur linear pada os frontoparietal kanan.
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan maka didapatkan bahwa pasien mengalami cedera
kepala ringan dengan GCS 15 dengan epidural hematom dan fraktur linier pada os
frontoparietal namun sudah mengalami perbaikan.
Pasien mendapatkan program craniotomy, Kemudian dirawat inap dan
diberikan infus DS ¼ TTS (16tpm), cefexime 50mg tab tiap 12 jam untuk
mencegah infeksi, paracetamol tab 3x1 hari hingga keadaan membaik. Diet yang
diberikan adalah diet biasa dalam hal ini diet nasi dengan lauk pauk, sayur dan
buah sesuai kebutuhan.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien tersebut adalah pengawasan
keadaan umum dan tanda vital pasien. Juga perlu dilakukan pengawasan terhadap
hilangnya gejala dan munculnya tanda-tanda perbaikan,tingkat kesadaran, efek
samping terapi, serta laboratorium darah. Perlu direncanakan juga tanggal kontrol
kembali untuk penderita.
Setelah mendapat perawatan, pasien sadar GCS 15, keluhan nyeri (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-), dan keluar perdarahan (-).

27
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini didapatkan seorang anak perempuan 5 tahun dengan fraktur
linear os frontoparietal dan epidural hematom. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal ini sudah sesuai
dengan tatalaksana trauma kepala dengan epidural hematom. Pada pemeriksaan
CT-scan diperoleh gambaran epidural hematom pada lobus frontalis dan parietal
kanan dengan volume 27,06 ml , tampak tanda tanda peningkatan intrakanial yang
ditandai denga midline shifting. Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada
pasien ini adalah craniotomy, pemberian obat-obatan (antibiotic, anti nyeri,
infuse)

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sanders MJ and McKenna K. 2001. Mosby’s Paramedic Textbook, 2nd


revised Ed. Chapter 22, "Head and Facial Trauma. Mosby.
2. University of Vermont College of Medicine. Neuropathology: Trauma to
the CNS. Singh J and Stock A. 2006. Head Trauma. Emedicine.com.
3. Downie A. 2001. Tutorial: CT in Head Trauma.
4. McCaffrey P. 2001. The Neuroscience on the Web Series: CMSD 336
Neuropathologies of Language and Cognition. California State University,
Chico. Graham DI and Gennareli TA. Chapter 5, Pathology of Brain Damage
After Head Injury 2000. Head Injury, 4th Ed. Morgan Hill, New York
5. Smith SW, Clark M, Nelson J, Heegaard W, Lufkin KC, Ruiz E (2010).
Emergency department skull trephination for epidural hematoma in patients
who are awake but deteriorate rapidly. J Emerg Med 39 (3): 377–83.
6. Zink BJ (2001). Traumatic brain injury outcome: Concepts for emergency
care. Ann Emerg Med 37 (3): 318–32
7. Drake RL., Vogl W., Mitchell AW. 2007. Gray’s Anatomy for Students.
Elsevier p.769, 782, 785
8. American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala.
Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia, penerjemah. Edisi 7. hlm.168 – 193
9. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk,
(penerjemah). Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC: 2006. hlm. 740-59
10. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. disitasi dari
http://www.biausa.org/about-brain-injury.htm
11.Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning
System LLC;2003
12. Becske T. Subarachnoid Hemorrhage. c2011]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1164341
13. Pubmed Health. Subarachnoid hemorrhage. c2012. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001720

29
42

14. Dimitri P. Agamanolis. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial


Pressure. [cited 2012 March 11]. Available from : http://neuropathology-
web.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html
15. Gershon A. Imaging in Subarachnoid Hemorrhage. c2012 [updated 2011
May 27; cited 2012 March 11]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/344342
16. J. van Gijn, G. J. E. Rinkel. Subarachnoid Haemorrhage: Diagnosis,
Causes and Management. Brain (2001) 124 (2): 249-
278.doi: 10.1093/brain/124.2.249
17. Mayil S. Krishnam. CT Emergencies : Head. In: Emergency Radiology.
Available from : http://www.cambridge.org.
18. Andrew D. Perron. How to Read A Head CT Scan. In : Emergency
Medicine. 1st ed. Canada: Saunders Elsevier; 2012.
19. UCLA Neurosurgery. Intracerebral Hemorrhage. c2012.. Available from:
http://neurosurgery.ucla.edu
20. University of Michigan. Intracerebral Hemorrhage (ICH). c2011. Available
from: http://www.med.umich.edu/1libr/neurosurgery/ICH.pdf

Anda mungkin juga menyukai