Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Ridho-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.

Ronald Latuasan, Sp.OG, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini,

atas bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga

referat ini dapat diselesaikan dengan baik

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, semoga

bermanfaat.

Bangli, 10 Oktober 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju,

dengan alasan yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan

dan populasi umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin

meningkat. Beberapa faktor peningkatan itu adalah terlambat mendapat

keturunan, jumlah anak yang diinginkan makin kecil, dan meningkatnya

usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi untuk peningkatan

angka seksio sesarea (Gondo, 2006)

Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio

sesarea standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di

Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di

Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif

stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%,

pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988,

angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya

4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun

1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002

mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat

(Gondo, 2006; Martel, 2005).

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah

Sakit Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka

4
persalinan dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan

dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan

seksio sesarea lagi atau partus pervaginam pada pasien dengan riwayat

operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko (Martel, 2005; Caughey, 2018;

ACOG, 2004)

Sebagai usaha untuk mengurangi angka kejadian SC, American

College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan

bahwa ibu yang memiliki riwayat SC dengan insisi uterus transversal pada

segmen bawah rahim dapat melakukan konseling untuk mencoba

melakukan persalinan normal pada kehamilan berikutnya atau yang dikenal

dengan sebutan Vaginal Birth After Cesarean-section (VBAC) untuk

menurunkan angka kejadian persalinan sesar (Cuningham, 2012).

Keuntungan dari melahirkan secara pervaginam adalah mortalitas maternal

lebih rendah, lama perawatan post partum lebih sedikit dan berkurangnya

malposisi serta malformasi plasenta pada kehamilan berikutnya (NIH,

2010). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan VBAC, salah

satunya riwayat persalinan. Riwayat persalinan pervaginam, sebelum atau

sesudah persalinan sesar dapat meningkatkan prognosis persalinan

pervaginam berikutnya (Mencer et al., 2008).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2010).

Kehamilan dengan jaringan parut uterus adalah kehamilan yang disertai

riwayat seksio sesaria sebanyak satu kali atau lebih atau pasca miomektomi

atau kornuektomi pada kehamilan sebelumnya (Prosedur Tetap Obstetri

dan Ginekologi, 2008) Hal-hal yang perlu diketahui sebelum memutuskan

persalinan perabdominan atau pervaginam pada kehamilan dengan jaringan

parut uterus adalah indikasi seksio sesarea sebelumnya, berapa kali

persalinan dengan seksio sesarea, jenis sayatan, komplikasi operasi, dan

riwayat persalinan (Valentina, 2010).

Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam

yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio

sesarea pada kehamilan sebelumnya (Valentina, 2010).

2.2 Prevalensi

Di Amerika Serikat, persalinan setelah seksio sesarea meningkat dari

3% pada tahun 1980, 20% pada tahun 1990, dan 28% pada tahun 1996. Hal

ini disebabkan oleh mulai diperkenalkannya Vaginal Birth After Cesarean

(VBAC) dan Trial of Labor After Cesarean (TOLAC). Namun, angka ini

6
menurun sebanyak 7,6 – 8,5% pada tahun 2006. Makin sedikit ibu hamil

yang melakukan TOLAC. Hal ini berkaitan dengan rekomendasi yang

dikeluarkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists

yang menyatakan keperluan personil dan fasilitas yang spesifik untuk

melakukan TOLAC ataupun VBAC. Pasien juga makin banyak yang

mengetahui tentang resiko kegagalan VBAC. Padahal angka keberhasilan

VBAC adalah 60 – 80% (Valentina, 2010).

VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat

peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health

Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth

pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal

pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima

dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000

menjadi 15% (Cuningham, 2012). Pada tahun 1989 National Institute of

Health dan American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan

statemen, yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of

labor" pada pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya,

dimana VBAC merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio

sesarea ulangan (Caughey, 2018). Walau bagaimanapun, mulai tahun 1996

jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang kepada

peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.

7
Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH

Consensus Development Conference Statement, 2010)

2.3 Indikasi dan Kontra indikasi Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada

tahun 1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien

yang direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.

Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu

(Wing, 2007; Dodd, 2007) :

1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.

2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,

persalinan dan seksio sesarea emergensi.

5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

8
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain (Martel,

2005):

1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya

(termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).

2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,

makrosomia, malpresentasi, malposisi)

3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.

4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak

adanya operator,anastesia, staf atau fasilitas.

5. Kehamilan kembar.

6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak

bergantung pada indikasi sesar sebelumnya. Secara umum, sekitar 60 – 80

% percobaan persalinan setelah sesar menghasilkan pelahiran pervaginam.

Angka keberhasilan sedikit meningkat jika sesar sebelumnya dilakukan atas

indikasi presentasi bokong atau distres janin dibandingkan jika indikasinya

adalah distosia. Faktor prognostik yang paling mendukung adalah riwayat

melahirkan pervaginam (Valentina, 2010).

Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat SC.

Namun, penelitian yang telah dilakukan selama ini menyatakan bahwa

induksi persalinan aman selama terdapat indikasi pada ibu dan janin serta

pasien merupakan kandidat yang memenuhi syarat untuk VBAC. Obat yang

dapat digunakan untuk pematangan serviks pada bekas SC adalah

9
Prostaglandin E2 gel, yang pemberiannya bisa langsung pada forniks

posterior vagina atau dioleskan pada kanal serviks. Kedua metode ini

tampaknya cukup aman dan efektif pada pasien yang akan menjalani

VBAC. Misoprostol yang saat ini sangat banyak digunakan untuk

pematangan serviks pada wanita tanpa riwayat SC ternyata tidak boleh

digunakan untuk tujuan yang sama pada bekas SC karena tingginya kejadian

robeknya parut (Valentina, 2010).

Infus Oksitosin merupakan metode yang dominan untuk menginduksi

ataupun augmentasi persalinan. Dari hasil metaanalisis, kejadian ruptur

uterus pada bekas SC dibandingkan tanpa riwayat SC yang mendapat infus

Oksitosin adalah seimbang, kira-kira 0,5 –0 1 % pada kedua kelompok

(Valentina, 2010).

Mengenai apakah terdapat perbedaan dosis Oksitosin pada wanita

tanpa dan dengan riwayat SC dihubungkan dengan terjadinya ruptur uterus

masih merupakan pertanyaan. Goetzl, dkk melakukan suatu penelitian case

control tentang hal ini dan menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam hal penggunaan oksitosin antara yang belum pernah SC dengan yang

pernah, baik dalam hal dosis awal, interval titrasi dosis, dosis maksimum,

waktu saat dosis maksimum (Valentina, 2010).

2.4 Faktor predisposisi Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah

diteliti selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan

tingkat keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio.

10
1. Teknik operasi sebelumnya

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim

transversal merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC,

dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih

rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T

pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu

misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan

VBAC. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists

(2004), tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada

insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis (Cuningham, 2012).

2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya

VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal

sebelumnya maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali

berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea

elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal

(Cuningham, 2012).

Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio

sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali

mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur

uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien

dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima

kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali (Cuningham, 2012).

11
3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya

Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya

melalui sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang

disebut insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke

uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut

segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini

berupa sayatan horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan

uterus seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi

uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat

juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea

klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan

cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi

sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya (Cuningham, 2012).

Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu

dapat mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen

bawah rahim (SBR) ≥ 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah

petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh

sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu

pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining

dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea (Cuningham, 2012).

12
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari

fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari

keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di

daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada

prinsipnya (Cuningham, 2012) :

 Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik

pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan

 Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau

hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam

uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya

Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi

keberhasilan VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan

keberhasilan persalinan pervaginal sebesar 60 – 65 % manakala fetal

distress memberikan keberhasilan sebesar 69 – 73% (Caughey, 2018).

Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks

pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 %

apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks

kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan

persalinan pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang

lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II (Cuningham, 2012).

13
Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan

keberhasilan penanganan VBAC dapat dihubungkan dengan indikasi

seksio sesarea yang lalu seperti pada tabel dibawah ini.

Indikasi Seksio Lalu Keberhasilan VBAC (%)


Letak Sungsang 80.5
Fetal Distress 80.7
Solusio Plasenta 100
Plasenta Previa 100
Gagal Induksi 79.6
Disfungsi Persalinan 63.4

5. Usia maternal

Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun

sampai 35 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun

digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang

berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih

tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio

sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih

besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun

(Caughey, 2018).

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya

Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada

plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna

kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat

14
mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi

pada seksio sesarea klasik (Caughey, 2018).

7. Riwayat persalinan pervaginam

Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah

seksio sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC. Pasien

dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal

memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal (Caughey,

2018).

8. Keadaan serviks pada saat partus

Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan

VBAC. Laju dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan

VBAC. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahim

didapat 84 % berhasil persalinan pervaginal sedangkan sisanya adalah

seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio

sesarea yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam

manakala fase aktif 1.25 cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada

bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal pada fase laten rata-rata 0.44

cm/jam dan fase aktif adalah 0.42 cm/jam (Caughey, 2018).

Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko

ruptur uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya

1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim

15
transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal

misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan (Caughey, 2018).

9. Keadaan selaput ketuban

Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37

minggu dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya

dapat pervaginal dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan

didapat angka keberhasilan yang tinggi yaitu 91 % dengan menghindari

pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama

waktu antara ketuban pecah dini sampai terjadinya persalinan adalah 42,6

jam dengan keadaan ibu dan bayi baik (Cuningham, 2012).

2.5 Induksi Persalinan

McDonagh MS et al dalam suatu sistematik review mengidentifikasi

14 penelitian dan belum ada suatu penelitian yang baik untuk mengetahui

keuntungan dan kerugian induksi persalinan pada pasien dengan persalinan

sesar sebelumnya. Mereka mendapatkan bahwa induksi lebih sering

mengakibatkan persalinan secara sesar dibandingkan dengan persalinan

spontan, yang secara tak terduga konsisten terlihat pada pasien tanpa parut

uterus. Angka persalinan sesar pada pasien dengan riwayat sesar yang

mengalami persalinan spontan dan induksi dengan oksitosin kira-kira 20%

(11-35%) dan 32% (18-44%) (Wing, 2007).

Dodd JM et al pada suatu sistematik review yang lain menduga risiko

ruptura parut uterus pada lebih dari 20 ribu pasien dengan riwayat sesar

antara tahun 1987-1996. Rata-rata terjadi ruptur 4,5 per 1000 (91 dari

16
20.095). Pada persalinan dengan induksi perlu pertimbangan selanjutnya

terhadap risiko yang berhubungan dengan induksi prostaglandin dan non-

prostaglandin. Sedangkan McDonagh mengemukakan OR ruptur uteri

adalah 6,15 (95% CI 0,74-51,4) untuk induksi persalinan dibanding dengan

persalinan spontan (McDonagh, 2005).

1. Induksi dengan oksitosin

Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data

bahwa pada pasien dengan riwayat persalinan sesar tidak didapatkan

gangguan parut uterus yang lebih besar pada pasien yang menggunakan

oksitosin dalam persalinan dibandingkan dengan persalinan spontan. (OR

2,1 95% CI 0,76-5,78). Hasil ini memberikan pengertian yang serius

karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random, kualitas

kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan

rangkaian dilaporkan tentang peningkatan risiko ruptura uteri dengan

induksi tetapi dengan interval kepercayaan yang luas sehingga arti

statistik tidak bisa ditunjukkan. Penting juga dicatat bahwa maksimal

dosis oksitosin yang digunakan jarang dilaporkan dengan begitu ambang

batas dosis yang dapat menyebabkan ruptura uteri tidak dapat dipastikan

dari data yang ada.

Suatu penelitian prospektif terbesar mengevaluasi risiko ruptura

pada wanita dengan satu atau lebih persalinan sesar (n=17.898 trials of

labor dan 15.801 seksio sesar ulangan) tidak tercakup dari analisis

tersebut di atas. Dalam rangkaian ini wanita yang di induksi dengan

17
oksitosin secara signifikan mempunyai risiko tertinggi terjadi ruptura

uteri dibanding dengan persalinan spontan (OR 3.01, 95% CI 1,66-5,46).

Angka kategori kejadian ruptura uteri adalah:

a. Seksio sesar ulangan belum dalam persalinan adalah 0

b. Persalinan spontan adalah 4 dari 1000

c. Induksi persalinan dengan oksitosin adalah 11 dari 1000

Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada

penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita yang

mencoba vaginal birth after caesarean (VBAC) yang berhubungan

peningkatan risiko ruptura uteri. Yang pasti pengambilan keputusan

klinis seperti pada penggunaan oksitosin pada pasien dengan riwayat

sesar dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ada tidaknya aktivitas

uterus sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat

induksi, riwayat persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi.

Tidak adanya data yang pasti menunjukkan risiko tinggi ruptura, Wing et

all menggunakan oksitosin untuk induksi persalinan pada VBAC jika ada

indikasi standar obstetrik.

2. Induksi dengan prostaglandin

Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin

belum ada data dari percobaan random yang besar dan kurangnya data

dari kontrol penelitian yang berkualitas sebagai dasar rekomendasi

penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk induksi pada VBAC.

18
Perhatian tentang penggunaan prostaglandin muncul setelah adanya

publikasi penelitian cohort dari 20.095 primipara yang melahirkan bayi

tunggal secara sesar dan sesudahnya melahirkan bayi kedua. Angka

kejadian rupture adalah:

a. Seksio sesar ulangan belum dalam persalinan adalah 1,6/1000

b. Persalinan spontan adalah 5,2/1000

c. Induksi bukan prostaglandin adalah 7,7/1000

d. Induksi prostaglandin adalah 24,5/1000

Kejadian ruptura pada persalinan spontan dan persalinan induksi

bukan dengan prostaglandin secara signifikan tidak berbeda, tetapi

keduanya lebih tinggi dibanding dengan seksio sesar ulangan belum

dalam persalinan. Risiko ruptura tertinggi terjadi pada induksi persalinan

dengan prostaglandin. Dibandingkan dengan seksio sesar ulangan belum

dalam persalinan risiko rupture pada persalinan spontan adalah RR 3,3

(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI 8,1-30,0).

Landon (2004) membandingkan risiko ruptura penggunaan

prostaglandin (140/10.000) dengan foley kateter (89/10.000) untuk

dilatasi serviks. Suatu penelitian retrospektif yang besar di skotlandia

pada lebih 36.000 wanita dengan riwayat sesar, 4.600 diantaranya

menggunakan prostaglandin menunjukkan peningkatan risiko ruptura

uteri sebagai penyebab utama kematian perinatal yang berhubungan

dengan penggunaan prostaglandin.

19
ACOG ( American College of Obstetricians and Gynecologists)

menyarankan adanya konseling seperti risk dan benefit terhadap induksi

persalinan, seleksi wanita yang akan menjalani VBAC dan menghindari

penggunaan prostaglandin E1 dan oxytosin. SOGC (Society of

Obstericians and Gynaecologists of Canada) juga merekomendasi hal

yang sama.

3. Induksi dengan mekanik

Data metode mekanik untuk cervical ripening sangat terbatas.

Menggabungkan hasil dari dua penelitian yang menunjukkan bahwa

kejadian ruptura pada induksi dengan transervikal foley kateter/oksitosin

sama dengan persalinan spontan pada VBAC yaitu 5 dari 384 (1,3%)

atau 22 dari 2081 (1,1%).

2.6 Risiko Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) Terhadap Maternal

Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginal

dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio

sesarea adalah seperti berikut (Zelop, 1999) :

1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang

berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif

2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio

sesarea insiden demam lebih tinggi

3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal

dibanding dengan seksio sesarea elektif.

4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8

kali dari seksio sesarea elektif.

20
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal

sangat rendah

6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat,

penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan

insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif.

2.7 Risiko Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) Terhadap Anak

Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari

4.500 persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal

pada persalinan percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio

sesarea elektif namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan

kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari

persalinan pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea

ulangan elektif (Zinberg, 2001).

Dilaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal

mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Skor

Apgar bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding

seksio sesarea ulangan elektif. Dilaporkan juga morbiditas bayi yang lahir

dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi

dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang

berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal

(Zinberg, 2001; Caughey, 2018).

21
2.8 Manajemen Persalinan Vaginal Birth After Cesarean (Vbac)

Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura

uteri, yaitu (Caughey, 2018; Cuningham, 2012; Ravasia, 2000) :

1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah

seksio sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan,

riwayat demam pasca SS serta usia ibu.

2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang :

makrosomia, usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen

bawah uterus, presentasi janin.

3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti

induksi dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada

persalinan.

4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat

seksio sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi

ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.

5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit

bila terjadi ancaman ruptura uteri.

Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan

riwayat seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan

beberapa variabel yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio

sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia

dkk telah menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan

persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Namun, menurut

22
ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah

persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau

tidak (ACOG, 2004).

Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan

pervaginam dengan riwayat seksio sesaria (Zinberg, 2001; Ravasia, 2000);

Skor Weistein :
Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4
Grade A 0 6
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B 0 5
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT
Interpretasi :
 Skor > 4 : keberhasilan > 58%
 Skor > 6 : keberhasilan > 67%
 Skor > 8 : keberhasilan > 78%
 Skor > 10 : keberhasilan > 85%
 Skor > 12 : keberhasilan > 88%

23
Skor Alamia :
No. Skor Alamia Nilai
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks
> 4 cm 2
> 2,5 < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah –2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
Interpretasi :
 Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5%
 Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8%
 Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0%

Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria Nilai
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan 1
kemajuan persalinan

4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit


- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1

24
Interpretasi :
 Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %
 Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
 Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
 Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
 Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
 Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
 Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%

Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan

persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus

dilakukan :

 Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan

persiapan seperti persalinan biasa.

 Dilakukan pemerikssaan NST atau CST (bila sudah inpartu), jika

dimungkinkan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.

 Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan

biasanya, yakni menggunakan partograf standar.

 Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk

segera mengakhiri persalinan itu secepatnya (yakni dengan seksio sesarea

kembali).

 Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit,

sehingga harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II (ekstraksi

forseps atau ekstraksi vakum) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.

25
 Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan

dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan

seksio sesarea terdahulu.

 Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).

 Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi

(misalnya kala II dengan kepala yang masih tinggi), dapat dilakukan

seksio sesarea kembali.

 Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin

irisan mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya

akan terdapat satu bekas luka / irisan.

Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat

seksio sesarea. Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai

augmentasi maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat

seksio sesarea sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan.

Namun pada penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko

terjadinya ruptura uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan.

Menurut The American Academy of Pediatics dan The American College of

Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan

oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama

pasien dalam pengawasan yang ketat (Martel, 2005; Caughey, 2018;

ACOG, 2004; Cuningham, 2012).

26
2.9 Komplikasi Vaginal Birth After Cesarean (Vbac)

Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan

persalinan pervaginam adalah ruptura uteri. Ruptura jaringan parut bekas

seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang

khas. Dilaporkan bahwa kejadian ruptura uteri pada bekas seksio sesarea

insisi Segmen Bawah Rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8 % ). Kejadian

ruptura uteri pada persalinan pervaginam dengan riwayat insisi seksio

sesarea korporal dilaporkan oleh Scott dan American College of

Obstetricans and Gynekologists adalah sebesar 4 – 9 %. Farmer

melaporkan kejadian ruptura uteri selama partus percobaan pada bekas

seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7% (ACOG, 2004).

Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi

akan keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan

menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta

ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptura

uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan

seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptura uteri pada seksio sesarea

klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah

rahim 0,5-1 % (ACOG, 2004).

Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau

tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri

komplit (symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada

ruptura uteri komplit, terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan

27
hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan

disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan

lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan (Cuningham, 2012;

McMahon, 1996; Abel, 2003).

Tanda yang sering dijumpai pada ruptura uteri adalah denyut jantung

janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi

deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala

klinis tambahan adalah perdarahan pervaginam, nyeri abdomen, presentasi

janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Gondo, 2006).

Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :

a. Nyeri akut abdomen

b. Sensasi popping (seperti akan pecah)

c. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold

d. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi

e. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam

f. Perdarahan pervaginam

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak

dilakukan persalinan pervaginam karena risiko ruptura 2-10 kali dan

kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seksio sesarea pada segmen bawah rahim (Gondo, 2006).

28
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. NWS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 Tahun
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Alamat : Br. Kayuambua, Ds. Tiga, Kec. Susut, Kab. Bangli
Nama Suami : IKA
Pekerjaan : Petani
No. RM : 277616
Tanggal MRS : 9September 2018 pukul 02.20 WITA.

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sakit perut hilang timbul

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh keluarganya ke VK Ponek RSU Bangli dengan
keluhan sakit perut hilang timbul seperti mau melahirkan sejak pukul 18.00
WITA (8/9/2018), yang bertambah sering dan lama serta tidak hilang dengan
istirahat. Keluar air dari kemaluan (-). Keluar lendir bercampur darah dari
kemaluan (-). Gerak janin dirasakan baik oleh ibu. Riwayat keputihan selama
hamil disangkal oleh ibu. BAK (+), BAB (+).

29
Riwayat Menstruasi
 Menarche umur ± 14 tahun, siklus teratur 28hari, lamanya3-4 hari tiap
kali menstruasi. Pasien mengganti pembalut sebanyak3 kali dalam
sehari saat menstruasi. Tidak ada keluhan saat menstruasi.
 Hari pertama haid terakhir : 30 November 2017
 Taksiran persalinan : 7 September 2018

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang, lama menikah 15 tahun, saat
pasien berusia 21 tahun.

Riwayat Kehamilan
1. Laki-laki, aterm, BBL 3200 gram, lahir dengan operasi SC di RSU atas
indikasi … , sekarang berumur 14 tahun.
2. Hamil ini.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakkan KB suntik 3 bulan setelah kelahiran anak
pertamaselama 12 tahun dan 1 tahun yang lalu tidak dilanjutkan karena ingin
hamil lagi.

Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke bidan dan dokter spesialis
kandungan sebanyak 6 kali.Selama kehamilan berat badan pasien terus
meningkat dari 52 kg sebelum hamil menjadi 64 kg saat hamil (naik 12 kg).
Tekanan darah pasien dan denyut jantung janin selama kehamilan dikatakan
normal. Pasien mendapat imunisasi TT sekali selama kontrol kehamilan.
Tablet besi diminum teratur. Pasien sudah melakukan pemeriksaan USG di
dokter spesialis kandungan selama kehamilan.

30
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes
mellitus, asma, penyakit jantung, dan ginjal.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
tertentu.

Riwayat Operasi
Pasien pernah menjalani operasi SC pada kehamilan pertamanya pada tahun
2004.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, dan ginjal.

Riwayat Penyakit Ginekologi


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginekologi.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.Pasien tinggal bersama suami
dan anak pertamanya. Pasien dan suami tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, rokok, ataupun obat-obatan terlarang. Biaya untuk
persalinan ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Presents
Keadaan umum : Baik
GCS : E4V5M6(Compos Mentis)
Tekanan D arah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit

31
Respirasi : 20x/menit
Suhu Aksila : 36,5ºC
Berat Badan : 64 kg
Tinggi Badan : 145 cm
IMT : 30,4 kg/m2

Status Generalis
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.
Mata :Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik
THT :Kesan tenang
Leher :Tidak teraba perbesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing-/-
Mammae : Bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran(-),
kebersihan cukup
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-)

Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Mammae
Inspeksi : Bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi areola mammae,
puting susu menonjol, tidak tampak pengeluaran cairan
dari puting susu, kebersihan cukup
Abdomen
Inspeksi :
- Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan
striae ablicantus)
- Tampak jaringan parut atau luka bekas operasi

32
Auskultasi :
- Frekuensi denyut jantung janin (132x/menit)
Palpasi
- Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah prosesus
xiphoideus(31cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan
bokong)
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan bagian-
bagian kecil di kanan (kesan ekstremitas)
III. Teraba bagian bulat dan keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah seluruhnya teraba diatas simfisis pubis (5/5),
divergen
- TBJ : 3100 gram
- His : 1x/10 menit selama 5-10 detik
- Gerak janin (+) baik
Vagina
Inspeksi : Blood slyme(+), air ketuban (-)
Pemeriksaan Dalam
VT (02.20 WITA) :V/v normal, porsio lunak, pembukaan 1 cm,
effacement <25%, teraba kepala, UUK belum
teraba, penurunan kepalaHodge I, tidak teraba
bagian kecil atau tali pusat.

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaandarah lengkap (9/9/2018)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan


WBC 11,8 x109/L 3,5 - 10,00 Tinggi
HGB 12,8 g/dl 11,5 - 16,5 Normal
HCT 39,1 % 35,0 - 55,0 Normal
PLT 179 x109/L 100–400 Normal

33
Pemeriksaan hematologi (9/9/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Masa Perdarahan 2’00” Menit 1–4 Normal
Masa Pembekuan 8’00” Menit 3–15 Normal

Pemeriksaanurinalisis (9/9/2018)

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan


Ph 6,5 5,0 – 6,5 Normal
Keton Negatif (-) Negatif (-) Normal
Protein Negatif (-) Negatif (-) Normal
Leukosit Negatif (-) Negatif (-) Normal
Eritrosit Negatif (-) Negatif (-) Normal

3.5 DIAGNOSIS
G2P1001 UK 40-41 minggu Tunggal/Hidup + PK I fase laten + LMR 1x +
Primi Tua Sekunder
TBJ :3100 gram

3.6 PENATALAKSANAAN
Rencana Terapi
Ekspektatif pervaginam
Rencana Monitoring
Keluhan, tanda-tanda vital, his, dan detak jantung janin (kelola sesuai
partograf WHO).
Rencana Edukasi
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin, rencana tindakan, risiko
tindakan, dan komplikasi tindakan yang akan dilakukan.

34
3.7 PERJALANAN PERSALINAN PASIEN
9September 2018
Pk 03.45 WITA
S : Pasien dipindahkan dari VK Ponek ke Ruang Kenanga. Sakit perut
dikatakan masih hilang timbul namun intensitasnya meningkat, gerak
anak (+) baik.
O : Status Present
TD : 110/80mmHg N : 86x/menit
RR : 20x/menit Tax : 36,7˚C
Status General
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Thoraks
Cor :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas :Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Status obstetri
Abdomen :His (+)1-2x/10’~ 10-15”
DJJ (+)142x/menit
Vagina : VT v/v normal, porsio lunak, PØ 1 cm,
effacement <25%, ketuban (+), teraba kepala,
penurunan kepala Hodge I, blood slyme (-)
Tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.
A : G2P1001 UK 40-41minggu Tunggal/Hidup, PK I fase laten + LMR 1x +
Primi Tua Sekunder
TBJ : 3100 gram
P : IVFD RL 20 tpm
Mx – Observasi cortonen, his, penurunan bagian terendah janin, dan
bandle (CHPB)

35
9 September 2018
Pk 06.40 WITA
S : Sakit perut dirasakan bertambah, pasien merasa ingin mengedan, gerak
anak (+) baik.
O : Status Present
TD : 110/70mmHg N : 82x/menit
RR : 19x/menit Tax : 36,5˚C
Status General
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Thoraks
Cor :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas :Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Status obstetri
Abdomen :His (+)4-5x/10’~ 40-45”
DJJ (+)140x/menit
Vagina : VT PØ lengkap, effacement 100%, ketuban (-)
teraba kepala,UUK depan, penurunan Hodge III+,
tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.
A : G2P1001 UK 40-41minggu Tunggal/Hidup, PK II + Primi Tua Sekunder
P : Pimpin persalinan
Mx - Observasi his, denyut jantung janin, keluhan, dan vital sign
KIE - Cara mengedan yang benar

9 September 2018
Pk 06.50 WITA
Lahir bayi laki-laki secara spontan, segera menangis, kulit kemerahan, gerak
aktif, BBL 3200 gram, panjang badan 49 cm, APGAR Score 7-8, anus (+),
kelainan kongenital (-).
S : Sakit perut bawah (+)

36
O : Status Present
TD : 110/70mmHg N : 88x/menit
RR : 18x/menit Tax : 36,7˚C
Status General
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Thoraks
Cor :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas :Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Status obstetri
Abdomen :Tinggi fundus uteri setinggi pusat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : Sisa air ketuban jernih
Luka episiotomi (+)
Tali pusat menjuntai
Tampak semburan darah
A : G2P1001 persalinan spontan belakang kepala, post-partum hari ke-0, PK
III + Primi Tua Sekunder
P : Manajemen Aktif Kala III :
1. Injeksi oksitosin 10 IU (IM)
2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Masase fundus uteri.

9 September 2018
Pk 06.55 WITA
Lahir plasenta kesan lengkap, kalsifikasi (-), hematoma (-).
S : Nyeri jalan lahir (+)
O : Status Present
TD : 110/70mmHg N : 85x/menit
RR : 20x/menit Tax : 36,2˚C

37
Status General
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Thoraks
Cor :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas :Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Status obstetri
Abdomen :Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : Perdarahan aktif (-)
Robekan jalan lahir (+)
A : P2002 persalinan spontan belakang kepala, post partum hari ke-0, PK IV
+ Primi Tua Sekunder
P : Hecting perineum
Amoxicillin 3x500 mg PO
Sulfas ferosus 2x300 mg PO
Asam mefenamat 3x500 mg PO
Methylergometrine 3x0,125 mg PO
Mx –Observasi 2 jam post-partum
KIE - Mobilisasi dini, ASI eksklusif, menjaga kebersihan vulva dan
vagina

Tabel Observasi 2 Jam Post-Partum


Tinggi
TD Nadi Suhu Kontraksi Kandung
Waktu Fundus Pendarahan
(mmHg) (x/menit) (˚C) Uterus Kemih
Uteri
2 jari Tidak
07.10 110/70 84 36,5 (+) baik ±20
bpst penuh
2 jari Tidak
07.25 110/70 80 (+) baik penuh ±20
bpst

38
2 jari Tidak
07.40 110/70 80 (+) baik penuh ±20
bpst
2 jari Tidak
07.55 110/70 80 (+) baik penuh ±20
bpst
2 jari Tidak
08.25 110/70 80 36,0 (+) baik penuh ±10
bpst
2 jari Tidak
08.55 110/70 84 (+) baik penuh ±10
bpst

9 September 2018
Pk 08.55 WITA
Evaluasi 2 jam post-partum.
S : Nyeri luka jahitan (+), perdarahan aktif (-), ASI (+)
O : Status Present
TD : 110/70mmHg N : 82x/menit
RR : 20x/menit Tax : 36,0˚C
Status General
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Thoraks
Cor :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas :Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Status obstetri
Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : Perdarahan aktif (-)
Lokia rubra (+)
Jahitan terawat baik.
A : P2002 persalinan spontan belakang kepala,
P : Pasien diperbolehkan pulang

39
Amoxicillin 3x500 mg PO
Sulfas ferosus 2x300 mg PO
Asam mefenamat 3x500 mg PO
Methylergometrine 2x0,125 mg PO.

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas dalam laporan ini adalah persalinan normal dengan
Locus Minorus Resisten (riwayat seksio sesarea). Diagnosis pasien dalam kasus
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis dimana pasien datang ke RSU Bangli
dengan keluhansakit perut hilang timbul sejak pukul 18.00 WITA
(8/9/2018).Nyeri yang dirasakan semakin memberat dan semakin sering, serta
tidak menghilang saat istirahat. Keluhan tersebut tidak disertai dengan keluarnya
air maupun lendir bercampur darah dari kemaluan.Riwayat keputihan selama
hamil disangkal oleh pasien.Gerak janin dirasakan baik oleh pasien. BAB BAK
(+).
Pada anamnesis didapatkan pula mengenai riwayat menstruasi dan
persalinan pasien. Pasien menarche pada usia ±14tahun, siklus menstruasinya
teratur setiap bulan dengan siklus setiap 28 hari selama 3-4 hari tiap kali
menstruasi dan mengganti pembalut sebanyak 3 kali dalam sehari. Pasien
mengatakan pernah menggunakan KB suntik 3 bulan setelah kelahiran anak
pertamanya selama 12 tahun dan 1 tahun yang lalu tidak dilanjutkan karena ingin
hamil lagi.Hari pertama haid terakhir pasien pada tanggal 30 November 2017,
sehingga taksiran persalinan pasien berdasarkan rumus Naegle adalah tanggal 7
September 2018.Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua.Pada kehamilan
pertamanya pasien melahirkan denga metode seksio sesarea atas indikasi blablaba.
Pasien mengatakan rutin untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 6
kali di bidan dan dokter spesialis kandungan.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan tanda-tanda inpartu pasien, yaitu
adanya sakit perut hilang timbul yang tidak menghilang saat istirahat, dengan
frekuensi yang semakin sering dan semakin memberat, namun belum disertai
dengan keluarnya lendir bercampur darah. Tanda inpartu yang lain adalah pada
pemeriksaan dalam atau VT didapatkan adanya pembukaan serviks 1 cm,

41
effacement <25%, ketuban (-), teraba kepala dengan ubun-ubun kecil kanan
melintang, penurunan Hodge II, tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.
Pada kala I, pasien dijelaskan agar jangan mengedan terlebih dahulu dan
mengosongkan kandung kemihnya secara spontan, karena kandung kemih yang
penuh dapat menghambat penurunan kepala janin. Posisi berbaring pasien
sebaiknya ke arah kiri untuk menjaga sirkulasi uteroplasenta yang baik. Posisi
tersebut untuk mencegah tertekannya aorta abdominalis dan vena kava inferior
sehingga mencegah hipoksia intrauterin dan edema tungkai bawah. Pada pukul
07.45 WITA, pasien mengeluh ingin meneran seperti buang air besar.
Tanda masuknya persalinan kala II adalah keinginan ibu untuk meneran,
seperti ada tekanan pada anus, yang disertai dengan perineum menonjol dan vulva
yang membuka. Kala II juga dibuktikan dengan pemeriksaan dalam yang
mendapatkan pembukaan serviks sudah lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa kala
I telah berakhir dan proses persalinan sudah memasuki kala II. Pada
pukul07.45WITA di RSUD Mangusada Badung, pasien ingin mengeran sehingga
dilakukan tindakan memimpin persalinan. Pasien harus dipimpin meneran pada
puncak his dengan posisi setengah duduk. Saat kepala janin telah sampai di dasar
panggul, vulva mulai membuka lebih lebar, rambut kepala janin mulai tampak,
perineum dan anus tampak mulai meregang. Dilakukan prosedur episiotomi dan
perineum ditahan dengan tangan kanan yang beralaskan kain kasa steril untuk
mencegah terjadinya robekan perineum yang tidak beraturan (perasat Ritgen).
Setelah kepala lahir, mulut dan hidung dibersihkan dengan kasa steril. Lalu bayi
akan mengadakan putaran paksi luar sesuai letak punggung janin sambil diselidiki
apakah ada belitan tali pusat pada leher. Dilanjutkan melahirkan kedua bahu janin,
badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Bayi lahir segera menangis.
Jalan napas dibersihkan, tali pusat diklem lalu digunting dan pada bayi dilakukan
inisiasi menyusui dini. Pasien disuntik oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada
paha anterolateral untuk membantu kontraksi ritmik uterus dan membantu
mengeluarkan plasenta serta mengurangi perdarahan.
Pukul 07.50 WITA lahir bayi laki-laki secara spontan, presentasi
belakang kepala, segera menangis, kulit kemerahan, gerak aktif, berat badan lahir

42
3.250 gram, panjang badan 50 cm, APGAR Score 8-9, anus (+), kelainan
kongenital (-).
Seterusnya dilanjutkan dengan kala III. Kala III dimulai sejak bayi lahir
sampai plasenta lahir lengkap. Penegangan tali pusat terkendali dilakukan dengan
perasat Kustner untuk mengetahui lepasnya plasenta. Setelah plasenta lahir,
diteliti apakahkotiledon-kotiledon lengkap atau ada bagian yang tertinggal dalam
kavum uteri karena sisa plasenta dapat menimbulkan perdarahan postpartum.
Masase fundus uteri dilakukan untuk membantu kontraksi uterus. Kontraksi uterus
pada pasien ini baik. Kemudian perdarahan dan robekan jalan lahir dievaluasi.
Setelah melewati kala III, pasien diobservasi selama 2 jam atau pasien
memasuki kala IV. Pada kala IV ini diperhatikan kontraksi uterus sudah baik,
tidak ada perdarahan aktif dari vagina, kandung kencing tidak penuh, bayi dalam
keadaan baik, ibu dalam keadaan baik, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Hasil observasi kala IV pada pasien ini adalah normal. Pasien kemudian
dipindahkan ke ruang Margapati dan dilakukan follow up tanda-tanda vital,
keluhan, serta diberikan KIE untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya,
mobilisasi dini, dan cara menjaga kebersihan diri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus ini adalah persalinan
normal yang sesuai dengan definisi persalinan normal, yaitu bayi lahir melalui
vagina secara spontan, pada kehamilan cukup bulan, tanpa bantuan alat, tidak
terjadi komplikasi pada ibu ataupun janin, dengan presentasi belakang kepala, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.

43
DAFTAR PUSTAKA

Abel, O'Brien N, 2003, Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor
and fetal response. Journal of midwifery and women's health, Vol.48 (4),
Hal. 249 – 57.

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG), 2004, Vaginal Birth


after Previous Sesarean Delivery, ACOG Practice Bulletin, No.54.

Caughey, A.B., 2018, Vaginal Birth After Casarean Delivery.


http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877 [diakses tanggal
10 Oktober 2018].

Cuningham, F.G., Gant, N.F., Leveno K.J., Larry C, John C, Kathrarine D, et


al., 2012, Obstetri Williams, Vol 1. Ed 23, EGC.

Dodd, J.M., Crowther, C.A., 2007, Elective repeat caesarean section versus
induction of labour for woman with a previous caesarean birth. The
Cochrane Library, Issue 4

Gondo, H.K., Sugiharta, K., 2006, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri &
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri
& Ginekologi Fakultas Udayana Bali.

Martel, M.J. et al, 2005, Guidelines for Vaginal Birth After Previous
Caesarean Birth, SOGC Clinical Practice Guidelines, No.155

McDonagh, M.S., Osterweil, P., Guise, J.M., 2005, The benefits and risks of
inducing labour in patients with prior caesarean delivery : a systematic
review, BJOG, Vol.112, No.1007

McMahon M.J., Luther, E.R., Bowes, W.A., Olshan, A.F., 1996, Comparison
of trial of labor with an elective second cesarean section. The New
England Journal of Medicine.Vol.335, No.689.

44
Mercer, B.M., Gillbert, S., dan Landon, M.B., 2008, Labor Outcomes With
Increasing Number of Prior Vaginal Birth After Caesarean Delivery,
Obstet Gynecol, Vol.111, No. 285.

NIH Consensus Development Conference, 2010, Vaginal birth after cesarean,


Bethesda (MD): NIH.

Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, 2008, Bagian/Staf Medik Fungsional


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Denpasar.
Ravasia D.J., Wood, S.L., Pollard, J.K., 2000, Uterine rupture during induce
trial of labor among women with previous cesarean delivery, Am J Obstet
Gynecol, Vol.183, No.1176

Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter


14, 2nd Edition, 144-6.

Wiknjosastro G.H, Saifuddin A.B., Rachimhadhi T., 2010, Ilmu Kebidanan,


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Wing, D.A., 2007, Induction of labor in woman with prior cesarean delivery.
Up ToDate, https://www.uptodate.com/contents/induction-of-labor-in-
woman-with-prior-cesarean-
delivery?search=Induction%20of%20labor%20in%20woman%20with%
20prior%20cesarean%20delivery.&source=search_result&selectedTitle=
1~150&usage_type=default&display_rank=1 [diakses tanggal 10
Oktober 2018].

Zelop C.M., Shipp, T.D., Repke, J.T., Cohen, A., Caughey, A.B., Lieberman
E., 1999, Uterine rupture during induced or augmented labor in gravid
woman with one prior cesarean delivery, Am J Obstet Gynecol, Vol.181

45
Zinberg S., 2001, Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A
continuing controversy, Clinical obstetrics and gynecology, Lippincott
Williams & Wilkins, Vol.44, No.561

46

Anda mungkin juga menyukai