Anda di halaman 1dari 17

RESUME

Vaginal Birth After Cesarean-section

DI SUSUN OLEH
TANTRI RINUKTI

STIKES AL-ISLAMIYAH AL-IRSYAD CILACAP


JURUSAN KEBIDANAN ALIH JENJANG
Vaginal Birth After Cesarean-section

A. Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea.

Sebagai usaha untuk mengurangi angka kejadian SC, American College of


Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa ibu
yang memiliki riwayat SC dengan insisi uterus transversal pada segmen
bawah rahim dapat melakukan konseling untuk mencoba melakukan
persalinan normal pada kehamilan berikutnya atau yang dikenal dengan
sebutan Vaginal Birth After Cesarean-section (VBAC) untuk menurunkan
angka kejadian persalinan sesar (Cunningham, 2012),

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) mendefinisikan


vertical birth after caesarea adalah proses melahirkan normal pada ibu
dengan riwayat persalinan sesar. Syarat dilakukan VBAC adalah satu kali
riwayat persalinan sesar transversal rendah, pelvis adekuat, tidak terdapat
ruptur uterus, dokter mudah dihubungi, tersedianya anestesi dan sarana
untuk SC emergensi , dalam jurnal Keberhasilan Vaginal Birth After
Caesarean-section (VBAC) Berdasarkan Riwayat Persalinan Di RSD dr.
Soebandi Kabupaten Jember, 2016

VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat


peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public
Health Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean
Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi
uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman
dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio
sesarea pada tahun 2000 menjadi 15% (Cunningham FG, 2012).
B. INDIKASI VBAC
Menurut Cunningham FG (2012) kriteria seleksinya adalah berikut :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat
Sedangkan, kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

C. Kontraindikasi VBAC
kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang
luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal
D. Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial
of scar memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli
anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan
seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf
disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor
denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia (Caughey
AB, Mann S, 2013).

Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan


yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi
apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2015).

E. Faktor yang berpengaruh


Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah
syarat persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini
dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-
masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan
mana yang terbaik untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2012).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti


selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan
tingkat keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio (Caughey
AB, Mann S, 2013).
F. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien
dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada
tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan
komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi
serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. (Toth PP,
Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2012). Menurut American College
of Obstetricians and Gynecologists (2015), tiada perbedaan dalam
mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis
atau longitudinalis.

G. Jumlah seksio sesarea sebelumnya


VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau
lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih
baik dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm BL, 20013).

Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea


sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada
bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien dengan
bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih
besar dari bekas seksio sesarea satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham
FG, 2012).
Menurut Farmakides (1996) dalam Miller (2013) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik. Menurut
Cunningham (2012), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan
bekas seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan
pengawasan yang ketat.

Menurut Miller (2014) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2


kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau
lebih. Pada penelitian ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1
kali adalah 83% manakala 2 kali atau lebih adalah 17 %.

1. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu


Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan
VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan
persalinan pervaginal sebesar 60 – 65 % manakala fetal distress
memberikan keberhasilan sebesar 69 – 73% (Caughey AB, Mann S,
2013).

Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada


waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila
seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari
5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan
pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu
dilakukan pada keadaan distosia pada kala II (Cunningham FG, 2012).

Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan


penanganan VBAC boleh dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea
yang lalu seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan
keberhasilan penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu Keberhasilan VBAC (%)

Letak sungsang 80.5


Fetal distress 80.7
Solusio plasenta 100
Plasenta previa 100
Gagal induksi 79.6
Disfungsi persalinan 63.4

(Troyer, 2013)
H. Induksi VBAC

Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas


seksio sesarea satu kali memberi kesimpulkan bahwa induksi persalinan
dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita hamil
dengan bekas seksio sesarea satu kali dibandingkan dengan partus spontan
tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan peningkatan yang
bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip
akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat (Zelop CM, 2011).

Menurut Scott (2015) tingkat keberhasilan pemberian oksitosin pada


persalinan bekas seksio sesarea cukup tinggi yaitu 70% pada induksi
persalinan dan 100% pada akselerasi persalinan.
I. Risiko terhadap maternal
Menurut Kirt EP (1990) dan Goldberg (2000) menyatakan resiko terhadap
ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio
sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal
yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio
sesarea insiden demam lebih tinggi
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan
pervaginal dibanding dengan seksio sesarea elektif.
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8
kali dari seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan
pervaginal sangat rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih
singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan
penurunan insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio
sesarea elektif

J. Risiko terhadap anak


Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500
persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada
persalinan percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea
elektif namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital
berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari persalinan
pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan
elektif (Kirk, 1990).
Menurut Flamm BL (1997) melaporkan angka kematian perinatal adalah 7
per 1.000 kelahiran hidup pada persalinan pervaginal, angka ini tidak
berbeda secara bermakna dari angka kematian perinatal dari rumah sakit
yang ditelitinya yaitu 10 per 1.000 kelahiran hidup.

Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi
yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah
8 atau lebih. Menurut McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir
tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan
elektif. Menurut Flamm BL (1997) juga melaporkan morbiditas bayi yang
lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang
berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.

K. Komplikasi VBAC
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea
sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA,
1999). Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea
insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8 %). Kejadian
ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio
sesarea korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College of
Obstetricans and Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 – 9 %. Kejadian
ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak
0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).

Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta
ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur
uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio
sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).

Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala
klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi
janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).

Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :


(Caughey AB, et al, 2001)

1. Nyeri akut abdomen


2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal
dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).

Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur


uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi,
endometritis, kematian maternal dan gangguan-gangguan lain. Nilai
lengkap data tersebut adalah seperti berikut :-
Tabel 2.2 : Komplikasi maternal berdasarkan keberhasilan trial of labor

(Landon, 2004)

Menurut Landon (2004), secara keseluruhannya bayi yang dilahirkan term


secara trial of labor (TOL) mempunyai efek yang lebih buruk berbanding
bayi yang dilahirkan secara elective repeated cesarean delivery (ERCD).
Penilaian yang digunakan adalah antepartum stillbirth, intrapartum
stillbirth, hypoxic-ischemic encephalopathy dan kematian neonatus.
Tabel 2.3 : Komplikasi perinatal berdasarkan keberhasilan trial of labor

(Landon, 2004)

L. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi
akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat
kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian
transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di rumah
sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan
persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali
lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).

Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah


seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian
pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada
persalinan ini (Caughey AB, 1999).
Menurut Farmer (1991) dalam Caughey AB (1999), pasien dengan bekas
seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal
maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat
melalui monitor kardiotokografi; denyut jantung janin dan tekanan intra
uterin dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini
sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa
diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.

M. Sistem skoring VBAC


Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm
dan Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas
seksio sesarea dalam bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah
membuat suatu sistem skoring untuk pasien bekas seksio
sesarea (Weinstein D, 1996, Flamm BL, 1997).

Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah
seperti tertera pada table dibawah ini:
Tabel 2.4 : Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger
No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam
keadaan inpartu:
- 75 % 2
- 25 – 75 % 1
- < 25 % 0
5 Dilatasi serviks > 4 cm 1
(Flamm BL dan Geiger AM, 1997)

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 : Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger


Skor Angka Keberhasilan (%)
0–2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8 – 10 95-99
Total 74-75
(Flamm BL dan Geiger AM, 1997)
Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea,
adapun sistem skoring yang digunakan adalah :

Tabel 2.6 : Skor VBAC menurut Weinstein


FAKTOR TIDAK YA
Bishop Score  4 0 4
Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea 0 2
Indikasi seksio sesarea yang lalu
Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar 0 6
HAP, PRM, Persalinan Prematur 0 5
Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat 0 4
Makrosemia, IUGR 0 3

(Weinstein D, 1996)

Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
skoring menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut :

Tabel 2.7 : Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein


Nilai skoring Keberhasilan
4  58 %
6  67 %
8  78 %
 10  85 %
 12  88 %
(Weinstein D, 1996)
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) Practice Bulletin. 2014.


Vaginal Birth after Previous Cesarean Delivery. Clinical Management Guidelines for
Obstetrician-Gynecologists, No.115

Cunningham G.F., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y.,et al.
2012. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Company

Caughey A.B. 2013. Vaginal Birth after caesarean delivery.


http://emedicine.medscape.com/article/272187-overview 21 Juli 2013.

Jukelevics N. 2000. Evaluating the Risk of Uterine Rupture.


http://abcbirth.com/VBAC.html 15 Mei 2011.

Lianawati, 2017. Hubungan Persalinan Yang Pertama Dengan Persalinan Berikutnya Di


Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta

Landon B.M., Hauth J.C., Leveno K.J., Spong C.T., Leindecker S., dan Varner C.V.,
et.al. 2004. Maternal and Perinatal Outcomes Associated with a Trial of Labor after
Prior Cesarean Delivery. New England Journal of Medicine (NEJM), 351 (25) : 2581
– 9.

Anda mungkin juga menyukai