VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal setelah
pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu
kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah
VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah „Orang
yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.‟
Faktor yang berpengaruh
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama bertahun-
tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan
pervaginal pada bekas seksio
Indikasi VBAC
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan pervaginal
Prasyarat VBAC
Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch
disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia
(Caughey AB, Mann S, 2001).Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit
persalinan yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio
sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal
distress atau ruptur uteri
Induksi VBAC
Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas seksio sesarea satu kali memberi kesimpulkan
bahwa induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita hamil dengan bekas
seksio sesarea satu kali dibandingkan dengan partus spontan tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan
peningkatan yang bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi persalinan dengan
oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat (Zelop CM, 1999).
Risiko terhadap maternal
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea
ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea insiden demam lebih tinggi
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal dibanding dengan seksio sesarea elektif.
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah
2.8 kali dari seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal sangat rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska
persalinan dan penurunan insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif
Risiko terhadap anak
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan pervaginal
adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan
tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999). Dilaporkan bahwa kejadian
ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 %
(0,2 – 0,8 %).
monitoring