Disusun oleh :
ANGGI MULYANA
KHGC 18008
4A S1 KEPERAWATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKes KARSA HUSADA GARUT
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
2010). Menurut Royal College of Obstetricians and Gynaecologists
(RCOG) tahun 2002 melaporkan bahwa 7,3 persen dari kasus sectio
caesarea primer di Inggris dilakukan atas permintaan ibu (Thompson,
2010).
Tahun 1992 di Amerika, angka ini sedikit menurun sampai 22,6
persen (Bobak, 2005). Tahun 1996 sebanyak 28,3 persen menjadi 10,1
persen pada tahun 2005 (American College of Obstetricians and
Gynaecologist/ ACOGS, 2009 dalam Baxter, 2010). Di Australia juga terjadi
penurunan pada tahun 1998 sampai 2006 dari 31 persen menjadi 19 persen
(Baxter, 2010). Penurunan ini disebabkan karena ada usaha yang lebih besar
untuk mengupayakan kelahiran per vaginam setelah suatu kelahiran sesar
(Bobak, 2005).
Tindakan sectio caesarea dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi
fisiologis maupun psikologis. Dengan demikian klien dan keluarga perlu
mendapat informasi mengenai masalah yang ada, perawat juga diharapkan
dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan
perlu diinformasikan pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah
operasi sectio caesarea. Selain itu perawat juga diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah yang timbul post sectio caesarea. Oleh karena itu,
penulis sangat tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada klien sectio caesarea.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. ETIOLOGI
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus Lama
e. Partus Tak Maju
f. Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi janin
4
a. Kelainan Letak
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin Mati
b. Syok, anemia berat sebelum diatasi
c. Kelainan congenital Berat
C. Manifestasi Klinis
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panggul sempit
3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidak seimbangan
antara ukuran kepala dan ukuran panggul
4. Ruptur uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distorsia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin: letak lintang, letak bokong,
presentasi dan muka (letak defleksi), presentasi rangkap jika reposisi
tidak berhasil.
D. Klasifikasi
5
kesehatan dan wanita (misalnya kelahiran sesar berulang). Para wanita
ini biasanya memiliki waktu untuk persiapan psikologis.
6
a. Sayatan memanjang (longitudinal).
b. Sayatan melintang (transversal).
c. Sayatan huruf T (T insicion).
E. Patofisiologi
F. Komplikasi/ Risiko
7
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
G. Pathway
SECTIO CAESAREA
Komplikasi lain:
Harapan yang tidak pasti,
Deep vein thrombosis, Luka Insisi pada abdomen dan uterus khawatir dengan kondisi diri
pada VU dan usus, Emboli
dan bayinya, perubahan
pulmoner, rupture uteri pd
Luka pada abdomen konsep diri yang mendadak
kehamilan selanjutnya dsb.
Ansietas
Nyeri Akut Ruang insisi diisi Kematian sel epitel, sel
gumpalan darah dermis & jaringan kulit
Risiko Infeksi
(Bobak, 2005; Gregory et al, 2011; Mochtar, 2002; Saifuddin, 2002; Santoso, 2005)
H. Pemeriksaan Penunjang
9
2. Anestesi; regional atau general. Perjanjian dari orang terdekat untuk
tujuan sectio caesaria.
3. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
4. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
5. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
6. Persiapan kulit pembedahan abdomen
7. Persetujuan ditandatangani.
8. Pemasangan kateter foley.
10
a. Insisi vertikal, insisi vertikal garis tengah intra umbilikus, insisi
ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan.
Oleh karena itu, panjang insisi harus sesuai dengan taksiran
berat janin.
b. Insisi transversal atau lintang, kulit dan jaringan subkutan
disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit
melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan
diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus.
2. Insisi Uterus
a. Insisi caesarea klasik
1) Insisi caesarea klasik adalah suatu insisi vertikal ke dalam
korpus uterus diatas segmen bawa uterus dan mencapai
fundus uterus. Sebagian besar insisi dibuat di segmen
bawah uterus secara melintang. Insisi melintang disegman
bawah memiliki keunggulan yaitu hanya memerlukan
sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium
dibawahnya. Indikasi dilakukan insisi klasik untuk
melahirkan janin, yaitu :
a) Apabila segman bawah uterus tidak bisa dipajankan
atau dimasuki dengan aman karena kandung kemih
melekat dengan erat akibat pembedahan
sebelumnya, atau apabila teardapat karsinoma
invasif diserviks.
b) Janin berukuran besar, terletak melintang, selaput
ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan lahir.
c) Plasenta previa dengan implantasi anterior.
d) Janin kecil, presentasi bokong, sementara segmen
bawah uterus tidak menipis.
e) Obesitas berat
11
b. Insisi caesarea transversal, insisi tranversal melalui segman
bawah uterus merupakan tindakan untuk presentasi kepala,
dengan proses kelahiran janin :
1) Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan kedalam
rongga uterus diantara simpisis dan kepala janin. Kepala
diangkat secara hati-hati dengan jari dan telapak tangan,
melalui lubang insisi dibantu oleh penekanan sedang
transabdomen pada fundus.
2) Hidung dan mulut diaspirasi dengan bola penghisap (bulb
syringe) untuk mencegah teraspirasinya cairan amnion dan
isinya oleh janin, dan dilakukan sebelum thorak bayi
dilahirkan.
3) Bahu dilahirkan dengan tanpa ringan disertai penekanan
pada fundus.
4) Bagian tubuh lainnya segera menyusul, setelah bahu
dilahirkan, ibu atau pasien diberi oksitosin 20 unit/liter
dengan kecepatan 10 ml/menit sampai uterus berkontraksi
dengan baik.
5) Tali pusat diklem, bayi dipegang setinggi dinding
abdomen.
6) Plasenta dikelurkan dari uterus.
7) Penjahitan uterus dan dinding abdomen dilakukan.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang dapat dilakukan pada klien dengan postpartum
persalinan sesar yaitu sebagai berikut:
a. Keluhan utama klien saat ini
b. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Keadaan klien meliputi :
12
1) Sirkulasi, hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin
terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego, dapat menunjukkan prosedur yang
diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi
negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik
diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan, abdomen lunak dengan tidak ada
distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori, kerusakan gerakan dan sensasi di bawah
tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan, mungkin mengeluh nyeri dari
berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung
kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Keamanan, balutan abdomen dapat tampak sedikit noda /
kering dan utuh.
7) Seksualitas, fundus kontraksi kuat dan terletak di
umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (adanya luka
post SC) dan agen injuri biologis (involusi uterus, dan terjadinya
pembengkakan payudara).
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer
yang tidak adekuat (adanya luka post SC).
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan
kelemahan.
4) Ansietas berhubungan dengan stres, ancaman kematian
13
5) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembedahan
6) Resiko cedera pada janin saat pembedahan
14
3. Intervensi Keperawatan
15
(adanya luka disekitar luka d. Petugas kesehatan
post SC). Mengetahui tanda dan memakai sarung tangan
gejala infeksi sebagai bentuk universal
Asupan nutrisi precaution
Robeknya kulit e. Berikan antibiotik
Luasnya tepi luka f. Gunakan peralatan steril
Keterangan: dalam melakukan
1= tidak ada pengetahuan tindakan yang
2= pengetahuan sedikit membutuhkan peralatan
3= pengetahuan sedang steril
4=pengetahuan baik g. Bersihkan dan sterilkan
5= pengetahuan sangat baik alat yang telah dipakai
h. Observasi luka klien
i. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam memberikan
diet
j. Bantu dan mengajari
kliren dalam melakukan
perawatan perineum
Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemampuan
perawatan keperawatan, diharapkan pasien pasien dalam melakukan
diri mampu melakukan perawatan diri ADL secara mandiri.
berhubungan secara menyeluruh dengan kriteria 2. Monitor kebutuhan
dengan nyeri hasil: pasien akan alat bantu
dan Batasan karakteristik Awal Target dalam melakukan ADL.
kelemahan Mampu mandi sendiri 3. Sediakan peralatan-
Mampu berpakaian peralatan pribadi yang
sendiri dibutuhkan pasien
Mampu merapikan (seperti deodoran, pasta
rambut sendiri gigi, dan sabun mandi,
Mampu toileting diapers).
sendiri 4. Bantu pasien dalam
Mampu makan dan melakukan ADL sampai
minum sendiri pasien atau keluarga
Keterangan: mampu melakukannya
1= tidak ada pengetahuan dengan mandiri.
2= pengetahuan sedikit
3= pengetahuan sedang
4=pengetahuan baik
5= pengetahuan sangat baik
16
2. Mengidentifikasi, prosedur
mengungkapkan dan 3. Pahami perspektif
menunjukan teknik untuk pasien terhadap stres
mengontrol cemas 4. Instruksikan pasien
3. Vital sign dalam batas normal menggunakan teknik
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, relaksasi
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukan
berkurangnya kecemasan.
Resiko NOC: fluid balance NIC: fluid balance
kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status
volume keperawatan, diharapkan pasien hidrasi
cairan tidak mengalami kekurangan volume 2. Monitor vital sign
berhubungan cairan dengan kriteria hasil: 3. Kolaborasi
dengan 1. Tanda-tanda vital normal pemberian iv
pembedahan 2. Tidak ada tanda dehidrasi 4. Berikan cariran iv
3. Turgor kulit baik, membran pada suhu ruangan
mukosa lembab 5. Kolaborasi dengan
dokter
6. Atur kemungkinan
transfusi
17
4. Implementasi
a. DX 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (adanya luka post SC)
dan agen injuri biologis (involusi uterus, dan terjadinya pembengkakan
payudara).
1) Melakukan pengkajian secara komprehensif mengenai lokasi,
karakteristik, lamanya, frekuensi, kualitas nyeri dan faktor presipitasi
2) Mengobservasi penyebab ketidaknyamanan klien secara verbal dan
nonverbal
3) Menyakinkan klien akan pemberian analgesik
4) Menggunakan komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
5) Mengkaji dampak dari pengalaman nyeri (ggg tidur, ggg hubungan)
6) Mengontrol faktor lingkungan yang menyebabkan klien merasa tidak
nyaman (ruangan, temperatur, cahaya)
7) Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi seperti bimbingan
imajinasi, nafas dalam
b. DX 2: Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat (adanya luka post SC).
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2) Menyediakan lingkungan yang bersih dan kenyamanan tempat tidur
3) Membatasi pengunjung
4) Petugas kesehatan memakai sarung tangan sebagai bentuk universal
precaution
5) Memberikan antibiotik
6) Menggunakan peralatan steril dalam melakukan tindakan yang
membutuhkan peralatan steril
7) Membersihkan dan sterilkan alat yang telah dipakai
8) Mengobservasi luka klien
9) Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet
10) Membantu dan mengajari kliren dalam melakukan perawatan perineum
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan kelemahan.
18
1) Memonitor kemampuan pasien dalam melakukan ADL secara mandiri.
2) Memonitor kebutuhan pasien akan alat bantu dalam melakukan ADL.
3) Menyediakan peralatan-peralatan pribadi yang dibutuhkan pasien (seperti
deodoran, pasta gigi, dan sabun mandi, diapers).
4) Membantu pasien dalam melakukan ADL sampai pasien atau keluarga
mampu melakukannya dengan mandiri.
d. Ansietas berhubungan dengan stres, ancaman kematian
1) Menyatakan dengan elas harapan yang menyenangkan
2) Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3) Memahami perspektif pasien terhadap stres
4) Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembedahan
1) Memonitor status hidrasi
2) Memonitor vital sign
3) Mengkolaborasi pemberian iv
4) Memberikan cariran iv pada suhu ruangan
5) Mengkolaborasi dengan dokter
6) Mengatur kemungkinan transfusi
5. Evaluasi
19
Tindakan intelektual untuk melengkap proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Evaluasi terdiri dari 2 jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
1) Evaluasi formatif (evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi
berjalan) dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan
dilakukan sampai tujuan tercapai.
2) Evaluasi sumatif (evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang),
evaluasi ini dilakukan diakhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan
menjadi metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang
diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”
DAFTAR PUSTAKA
20
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Bobak, I. M., Deitra L. L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas
EGC.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby.
Philadelphia.
Manuaba, I.B. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention clasification. Mosby. USA
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta :
EGC.
21