PENDAHULUAN
1
dikenal dengan sebutan Vaginal Birth After Caesarean (VBAC) atau melakukan
kembali operasi sesar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang
dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada
kehamilan sebelumnya. (Cungniham FG, 2001)
2.3 Kontraindikasi
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut American Collage of Obstetricians
and Gynecologists antara lain :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya
(termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,
makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
3
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya
operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.
4
2.4.2 Resiko pada Ibu
Penelitian Landon, dkk (2004) menyebutkan bahwa angka
mortalitasmaternal tidak berbeda secara bermakna antara wanita yang menjalani
persalinan percobaan dibandingkan dengan wanita yang menjalani sesarea elektif
berulang. Secara spesifik, angka kematian maternal untuk wanita yang menjalani
sesarea elektif berulang adalah 5,6 per 100.000 dibandingkan dengan 1,6 per
100.000 untuk menjalani percobaan persalianan.
Penelitian Rossi dan DAddrio (2008) juga melaporkan peningkatan
insiden komplikasi maternal keseluruhan yaitu wanita dengan VBAC yang gagal
sebesar 17% dibandingkan dengan VBAC yang berhasil 3%. 1 8 Wanita yang
mempertimbangkan pilihan untuk melahirkan setelah caesar sebelumnya
sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC yang direncanakan memiliki resiko
ruptur uterina sebesar 22-74/10.000. Tidak ada resiko ruptur uterina pada wanita
dengan ERCS. Ruptur uterina pada uterina tanpa skar sangat jarang sekitar 0.5
2.0/10,000 kelahiran, resiko ini terutama pada wanita kelahiran multipara. Studi
NICHD melaporkan bahwa resiko untuk ruptur uterina simptomatik saat aterm
sebesar 74/10,000 VBAC yang direncanakan. Terdapat tanpa resiko pada wanita
dengan ERCS. Studi dengan design metodologi berbeda melaporkan perkiraan
resiko ruptur uterina yang sama padaVBAC yang direncanakan. Pada review
sistematik dan non-sistematik sebesar 39,43, dan 62/10.000, studi retrospektif 22,
33, 35 dan 65/10.000.Walaupun jarang, ruptur uterina berhubungan dengan
morbiditas maternal dan perinatal serta mortalitas perinatal. Terdapat bukti dari
satu studi kasus-kontrol bahwa wanita yang mengalami demam intrapartum dan
postpartum pada kelahiran caesar sebelumnya mengalami peningkatan resiko
ruptur uterina pada persalinan VBAC direncanakan selanjutnya (OR 4.02, 95% CI
1.0415.5).Wanita yang mempertimbangkan pilihan untuk melahirkan setelah
caesar sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC direncanakan
dibandingkan dengan ERCS memiliki tambahan resiko 1 % transfusi darah atau
endometritis.Wanita yang mengalami VBAC yang direncanakan dibandingkan
dengan ERCS memiliki resiko membutuhkan transfusi darah lebih besar
(170/10,000 vs 100/10,000) dan endometritis (289/10,000 vs 180/10,000). Tidak
ada perbedaan signifikan secara statistik antara VBAC yang direncanakan dan
5
ERCS dalam hubungannya dengan histerektomi (23/10,000 vs 30/10,000),
penyakit tromboembolik (4/10,000 vs 6/10,000) atau kematian maternal
(17/100,000 vs 44/100,000). Mayoritas kasus kematian maternal pada wanita
dengan seksio cesarea sebelumnya akibat penyakit medis (seperti
tromboembolisme, embolisme cairan amnion, preeklampsia dan komplikasi
operasi). Kematian maternal dari ruptur uterina pada VBAC yang direncanakan
terjadi pada kurang dari 1/100.000 kasus di negara berkembang, perkiraan ini
berdasarkan informasi dari laporan kasus. Wanita yang mengalami VBAC yang
direncanakan sebaiknya diinformasikan bahwa keputusan ini menyebabkan
tambahan resiko kematian perinatal yang berhubungan dengan kelahiran sebesar
23/10,000 dibandingkan ERCS. Pada studi di large centre didapatkan VBAC
yang direncanakan berhubungan dengan resiko stillbirth antepartum di atas
kehamilan 39 minggu sebesar 10/10,000 dan 4/10,000 resiko kelahiran
berhubungan dengan kematian perinatal. Resiko ini bisa dikurangi dengan ERCS
saat awal minggu ke-39. Wanita yang mempertimbangkan pilihan kelahiran
setelah cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC yang
direncanakan memiliki resiko bayi mengalami hypoxic ischaemic encephalopathy
sebesar 8/10.000. Wanita yang mempertimbangkan untuk melahirkan setelah
seksio cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa resiko komplikasi
anestesi sangat rendah. Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur anestesi
sangat jarang. Dari wanita yang mengalami seksio cesarea (darurat dan elektif)
pada studi NICHD, 93 % mendapat anestesi regional dan hanya 3 % prosedur
regional gagal. Terdapat 1 kematian maternal (2.7/100,000) akibat masalah
anestesi (intubasi gagal). Wanita yang mempertimbangkan untuk melahirkan
setelah cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa ERCS meningkatkan
resiko komplikasi serius pada kehamilan selanjutnya. Resiko yang meningkat
dengan bertambahnya jumlah kelahiran caesar yang berulang seperti plasenta
akreta, jejas ke kandung kemih, usus atau ureter, ileus, perlunya ventilasi post-
operasi, ICU admission, histerektomi, transfusi darah membutuhkan 4 atau
lebih unit dan durasi waktu operasi dan perawatan RS. 11 Pada studi NICHD,
plasenta akreta terjadi pada 0.24%, 0.31%, 0.57%, 2.13%, 2.33% dan 6.74%
wanita yang mengalami kelahiran caesar pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima
6
dan keenam. Histerektomi dibutuhkan pada 0.65%, 0.42%, 0.90%, 2.41%, 3.49%
dan 8.99% wanita yang mengalami kelahiran caesar pertama, kedua, ketiga,
keempat, kelima dan keenam. Pada wanita dengan plasenta previa, resiko plasenta
akreta sebesar 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk kelahiran caesar pertama,
kedua, ketiga, keempat dan kelima atau lebih. Sebuah studi retrospektif di Saudi
Arabia juga menunjukkan peningkatan resiko jejas kandung kemih (0.3%, 0.8%,
2.4%), histerektomi (0.1%, 0.7%, 1.2%) dan membutuhkan transfusi (7.2%, 7.9%,
14.1%) dengan riwayat 2, 3 dan 5 kelahiran Caesar.
Interpretasi :
Skor > 4 : keberhasilan > 58%
Skor > 6 : keberhasilan > 67%
7
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor Alamia :
No Skor Alamia Nilai
.
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks
> 4 cm 2
> 2,5 < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah 2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
Interpretasi :
Skor 7 10 : keberhasilan 94,5%
Skor Flamm-Geiger :
No Kriteria Nilai
.
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan 1
kemajuan persalinan
8
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 1
cm
Interpretasi :
Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %
9
Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga
harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau
ekstraksi vakum ) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.
Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan
dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio
sesarea terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tak terpenuhi ( misalnya
kala II dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea
kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan
mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat
1( satu ) bekas luka / irisan.
10
2.6 Manajemen Persalinan
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura
uteri, yaitu (Ash, 1993):
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah
seksio sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat
demam pasca seksio sesarea serta usia ibu.
2.7 Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesarea adalah rupture uteri.
11
Secara anatomis, rupture uteri dibagi menjadi rupture uteri komplit
(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada uteri komplit
terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus
dan membran korioamnion, sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan
jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan.
Tanda ruptur uteri yang paling sering terjadi adalah Deselerasi lambat,
bradikardi, denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala tanda lain
termasuk nyeri uterus atau parut, hilangnya stasion bagian terbawah janin,
perdarahan pervaginam, hipotensi.
Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak
menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999). Dilaporkan bahwa kejadian
ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari
1 % (0,2 0,8 %).Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat
insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College
of Obstetricans and Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 9 %. Kejadian ruptur
uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan
dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu.
Kadang - kadang harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini
lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 %
sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA,
2002). Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi
lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi.Gejala klinis tambahan
adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
12
2. Sensasi popping( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis,
kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi, maka harus dapat mengenali
faktor resiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalina
pervaginam dengna riwayat seksio sesarea. Adapun faktor resikonya adalah:
1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
3. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
8. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU).
13
14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Insidensi VBAC sendiri meningkat dari tahun 1985 yaitu 5% menjadi
28,3% pada tahun 1996 sehingga pada tahun 1996 operasi sesar insidensinya
menurun sampai dengan 20%. Peningkatan VBAC diikuti dengan meningkatnya
kejadian terjadinya ruptur uterus sehingga pada tahun 2006 angka kejadian VBAC
sendiri menurun jadi 8,5% sedangkan operasi sesar meningkat menjadi 31,1%
(Menacker, Declercq, & Macdorman, 2006).
15
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari
terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat
pada pasien. Tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien
dalam pengawasan yang ketat.
16
BAB IV
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS ORANG SAKIT
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Bejo Gg Bambu Bandar Khalifah
No.Rekam Medik : 23-98-55
Tanggal masuk : 08-08-2016
Pukul : 16:00 WIB
Identitas Suami
Nama suami : Tn. A
Umur : 42 Tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Bejo Gg. Bambu Bandar Khalifah
II. ANAMNESA
Ny.A, 28 tahun, G3P2A0, Jawa, Islam, IRT, SMA, i/d Tn.A, 42 tahun, Melayu,
Islam, SMA, Wiraswasta. Pasien datang ke VK dengan:
Keluhan Utama : Perut Terasa Mulas-mulas
Telaah : Mulas-mulas mau melahirkan (+) sejak pagi tadi pukul
07:00 WIB tanggal 8 Agustus 2016 semakin lama mulas semakin sering. Keluar
lendir dan darah dari kemaluan (+), riwayat keluar air-air dari kemaluan (+).
17
Riwayat Persalinan:
1. Laki-laki,Aterm,SC, RS, Dokter Spesialis, 3300Kg, Sehat, 11 Tahun
2. Perempuan, Aterm, PSP, Klinik, Bidan, 3300Kg, Sehat, 6 Tahun
3. Hamil ini
Perdarahan Antepartum :
Kapan mulai : (-) Perdarahan ke : (-)
Banyaknya : (-) Darah Beku : (-)
Rasa Nyeri : (-)
Trauma : (-)
Anamnesa Obstetri :
Menarche : 13 tahun HPHT : ?-11-2015
Haid : 6-7 hari (2-3x ganti duk/hari) TTP : ?-08-2016
Dysmenorrhea: (-)
Flour albus : (-)
ANC : 5x dokter
Riwayat KB : tidak pernah
18
Riwayat Kehamilan Dan Persalinan :
Kawin : 1 kali
Umur Kawin : 19 Tahun
Berobat Mandul : (-)
Family Planning : (-)
B. Status Lokalis
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi fundus uteri : 4 Jari bpx
Punggung : Kiri
Bagian terbawah : kepala
Turunnya : 1/5
S.B.R :DBN
19
Ring V. Bandl : (-)
Meteorismus : (-)
Formula Johnson :(27-11) x 155= 2480 gram.
Osborn : (-)
HIS : 4x40
Gerak : (+)
DJJ : 136x/menit
X Ray Pelvimetri
Conj. Vera :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Conj. Transversa :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Conj . Oblique : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
C. PEMERIKSAAN DALAM
Tanggal : 08-08-2016
Jam : 16.00 wib
Dokter/Bidan : PPDS
Pembukaan : 10 cm
Cervix : Anterior
Efficement : 100%
Bagian Terbawah : kepala
Posisinya : Arah jam 12
Promontorium : Teraba
Lin.inominata : Teraba 1/3 Anterior
Sacrum : Cekung
S.Ischiadica : Tidak menonjol
Arcus Pubis : Tumpul
Cocccigeus : Mobile
20
Vagina : Dalam Batas Normal
Vulva : Dalam Batas Normal
Sarung Tangan: Lendir darah (+), air ketuban (+)
Meconium : (-)
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Index eritrosit
MCV 95 fL 80 96
MCH 30 pg 27 31
MCHC 32 % 30 34
Diagnosa
MG + KDR (38-39)minggu + PK + JH + JT + Inpartu
21
LAPORAN PERSALINAN
22
- Asam Mefenamat 2 x 500 mg
- Neurodex 2 x 1
- Pospargin tab 2 x 1
23
Perdarahan : (-)
FOLLOW UP
Follow Up Tgl 09-08-2016 pukul 06.00 WIB
KU : Tampak Sakit Ringan
S : Os Post Partum Care
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 110/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80 x/menit Dyspnoe :-
RR : 18x/menit Sianosis :-
T : 36,5C Oedem :-
Status Lokalisata :
Abd : Soepel, peristaltik (+) N
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-), Lochia Rubra (+)
BAK : (+) N
BAB : (-) N
ASI : (+)/(+)
A: Post PSP + NH1
P :- Cefadroxil 500mg 2x1
- Asam Mefenamat 500mg 3x1
- Neurodex tab 2x1
- Pospargin tab 2x1
24
Follow Up Tgl 10-08-2016 pukul 06.00 WIB
Ku : Baik
S : (-)
O: Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 100/60 mmHg Ikterik : -/-
HR : 84x/menit Dyspnoe :-
RR : 20x/menit Sianosis :-
T : 36,5C Oedem :-
25
DAFTAR PUSTAKA
26
12. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams &
Wilkins, Inc. 2001;44:561-7
13. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of
labor among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet
Gynecol, 2000; 183: 1176-92
27