Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Operasi sesar adalah cara melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen/ laparotomi dan dinding uterus (Cunningham et al., 2010). Dengan
banyaknya permintaan operasi sesar tanpa indikasi yang jelas menyebabkan angka
kejadian operasi sesar di dunia terus meningkat. Selain itu permintaan operasi
sesar tanpa indikasi yang jelas juga dapat meningkatkan risiko terhadap bayi dan
ibunya pada persalinan selanjutnya (Kennare et al., 2007).

Adanya paradigma Once a cesarean always a cesarean menyebabkan


semakin meningkatnya angka kejadian operasi sesar dari tahun ke tahun
(ACOG,2010). Berdasarkan petunjuk yang disusun oleh WHO yang sudah diubah
pada tahun 1994 dan masih berlaku sampai saat ini, seharusnya tingkat kelahiran
yang menggunakan tindakan operasi sesar berkisar antara 5-15% di dalam suatu
populasi.

Tingkat kelahiran yang menggunakan operasi sesar di negara berkembang


dan negara maju saat ini semakin bertambah bahkan melebihi batas toleransi yang
ditetapkan oleh WHO (Ghosh & James, 2010). Di Indonesia sendiri, menurut
Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat
angka persalinan operasi sesar secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4%
dari jumlah total persalinan sesuai dengan petunjuk WHO, namun pada pada
tahun 2006 jumlah persalinan operasi sesar di rumah sakit pemerintah adalah
sekitar 20-25% dari total persalinan, dan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat
tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan (depkes RI, 2006). Perlu diingat
bahwa selain risiko dari tindakan, operasi sesar sendiri berpengaruh terhadap
kehamilan berikutnya karena persalinan dengan riwayat bekas operasi sesar
merupakan persalinan yg berisiko tinggi (Rustam Mochtar, 1998). Sebenarnya
wanita yang mempunyai riwayat bekas sesar tidak diharuskan untuk melahirkan
secara sesar kembali, tetapi mereka mempunyai pilihan untuk merencanakan
persalinan selanjutnya dengan cara melakukan persalinan normal atau yang

1
dikenal dengan sebutan Vaginal Birth After Caesarean (VBAC) atau melakukan
kembali operasi sesar.

Akibat kurangnya informasi mengenai pilihan ini, wanita dengan riwayat


bekas sesar cenderung memilih untuk melakukan operasi sesar kembali pada
persalinan selanjutnya (ACOG, 2010). VBAC adalah mencoba persalinan vaginal
dimana wanita yang melakukan persalinan tersebut pernah melakukan operasi
sesar (Wing & Paul, 1999). Pada tahun 2004 American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) telah membuat suatu petunjuk yang digunakan untuk
mengetahui apakah pasien bekas sesar yang akan melahirkan anak selanjutnya
bisa menjadi kandidat untuk VBAC atau tidak (ACOG, 2010).

Insidensi VBAC sendiri meningkat dari tahun 1985 yaitu 5% menjadi


28,3% pada tahun 1996 sehingga pada tahun 1996 operasi sesar insidensinya
menurun sampai dengan 20%. Peningkatan VBAC diikuti dengan meningkatnya
kejadian terjadinya ruptur uterus sehingga pada tahun 2006 angka kejadian VBAC
sendiri menurun jadi 8,5% sedangkan operasi sesar meningkat menjadi 31,1%
(Menacker, Declercq, & Macdorman, 2006).

Walaupun dengan VBAC bisa menyebabkan peningkatan komplikasi


ruptur uteri yang membahayakan akibat lemahnya dinding uterus, tapi insidensi
terjadinya komplikasi ini adalah < 1% (Abel, 2003) Tindakan VBAC sendiri dapat
dicoba hanya di institusi yang memiliki perlengkapan untuk berespon terhadap
kedaruratan dengan dokter yang selalu siap untuk memberikan perawatan darurat
(ACOG, 1999). Pada tahun 2010, the National Institutes of Health (NIH)
melakukan pemeriksaan terhadap tingkat keamanan dan hasil yang diperoleh pada
saat melakukan tindakan VBAC serta meneliti faktor-faktor yang berhubungan
dengan penurunan angka kejadian VBAC. NIH lalu menemukan bahwa VBAC
adalah salah satu pilihan yang bisa diambil oleh wanita yang pernah melakukan
operasi sesar ketika melakukan persalinan selanjutnya (NIH, 2010).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang
dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada
kehamilan sebelumnya. (Cungniham FG, 2001)

2.2 Indikasi VBAC


American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu:
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang foto pelvik baik
3. Tidak ada bekas rupture uteri bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
dan seksio sesarea emergensi
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Kriteria yang masih kontroversi adalah:
a. Parut uterus yang tidak diketahui
b. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal

2.3 Kontraindikasi
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut American Collage of Obstetricians
and Gynecologists antara lain :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya
(termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,
makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.

3
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya
operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

Gambar 1 kontraindikasi VBAC

2.4 Resiko terhadap ibu dan Janin


2.4.1 Resiko pada Janin
Ruptur uterus dan komplikasi yang berkaitan dengannya meningkat pada
percoabaan persalinan. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Maternal Fetal
Medicine Units Network menyebutkan bahwa resiko terjadinya ruptur uteri lebih
tinggi pad wanita yang menjalani percobaan persalinan yaitu 7 per 1000 dan tidak
terjadi ruptur uteri pada kelompok sesarea elektif.
Angka lahir mati dan hypoxic ischemic encephalopathy lebih besar pada
kelompok percobaan persalinan. Resiko absolut ruptur uterus akibat percobaan
persalianan menyebabkan kematian janin yaitu 1 per 1000. Penelitian lain, Smith
dkk, menyebutkan bahwa resiko kematian perinatal akbat pelahiran adalah 1,3 per
1000 di antara 15.515 wanita yang menjalani VBAC.

4
2.4.2 Resiko pada Ibu
Penelitian Landon, dkk (2004) menyebutkan bahwa angka
mortalitasmaternal tidak berbeda secara bermakna antara wanita yang menjalani
persalinan percobaan dibandingkan dengan wanita yang menjalani sesarea elektif
berulang. Secara spesifik, angka kematian maternal untuk wanita yang menjalani
sesarea elektif berulang adalah 5,6 per 100.000 dibandingkan dengan 1,6 per
100.000 untuk menjalani percobaan persalianan.
Penelitian Rossi dan DAddrio (2008) juga melaporkan peningkatan
insiden komplikasi maternal keseluruhan yaitu wanita dengan VBAC yang gagal
sebesar 17% dibandingkan dengan VBAC yang berhasil 3%. 1 8 Wanita yang
mempertimbangkan pilihan untuk melahirkan setelah caesar sebelumnya
sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC yang direncanakan memiliki resiko
ruptur uterina sebesar 22-74/10.000. Tidak ada resiko ruptur uterina pada wanita
dengan ERCS. Ruptur uterina pada uterina tanpa skar sangat jarang sekitar 0.5
2.0/10,000 kelahiran, resiko ini terutama pada wanita kelahiran multipara. Studi
NICHD melaporkan bahwa resiko untuk ruptur uterina simptomatik saat aterm
sebesar 74/10,000 VBAC yang direncanakan. Terdapat tanpa resiko pada wanita
dengan ERCS. Studi dengan design metodologi berbeda melaporkan perkiraan
resiko ruptur uterina yang sama padaVBAC yang direncanakan. Pada review
sistematik dan non-sistematik sebesar 39,43, dan 62/10.000, studi retrospektif 22,
33, 35 dan 65/10.000.Walaupun jarang, ruptur uterina berhubungan dengan
morbiditas maternal dan perinatal serta mortalitas perinatal. Terdapat bukti dari
satu studi kasus-kontrol bahwa wanita yang mengalami demam intrapartum dan
postpartum pada kelahiran caesar sebelumnya mengalami peningkatan resiko
ruptur uterina pada persalinan VBAC direncanakan selanjutnya (OR 4.02, 95% CI
1.0415.5).Wanita yang mempertimbangkan pilihan untuk melahirkan setelah
caesar sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC direncanakan
dibandingkan dengan ERCS memiliki tambahan resiko 1 % transfusi darah atau
endometritis.Wanita yang mengalami VBAC yang direncanakan dibandingkan
dengan ERCS memiliki resiko membutuhkan transfusi darah lebih besar
(170/10,000 vs 100/10,000) dan endometritis (289/10,000 vs 180/10,000). Tidak
ada perbedaan signifikan secara statistik antara VBAC yang direncanakan dan

5
ERCS dalam hubungannya dengan histerektomi (23/10,000 vs 30/10,000),
penyakit tromboembolik (4/10,000 vs 6/10,000) atau kematian maternal
(17/100,000 vs 44/100,000). Mayoritas kasus kematian maternal pada wanita
dengan seksio cesarea sebelumnya akibat penyakit medis (seperti
tromboembolisme, embolisme cairan amnion, preeklampsia dan komplikasi
operasi). Kematian maternal dari ruptur uterina pada VBAC yang direncanakan
terjadi pada kurang dari 1/100.000 kasus di negara berkembang, perkiraan ini
berdasarkan informasi dari laporan kasus. Wanita yang mengalami VBAC yang
direncanakan sebaiknya diinformasikan bahwa keputusan ini menyebabkan
tambahan resiko kematian perinatal yang berhubungan dengan kelahiran sebesar
23/10,000 dibandingkan ERCS. Pada studi di large centre didapatkan VBAC
yang direncanakan berhubungan dengan resiko stillbirth antepartum di atas
kehamilan 39 minggu sebesar 10/10,000 dan 4/10,000 resiko kelahiran
berhubungan dengan kematian perinatal. Resiko ini bisa dikurangi dengan ERCS
saat awal minggu ke-39. Wanita yang mempertimbangkan pilihan kelahiran
setelah cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa VBAC yang
direncanakan memiliki resiko bayi mengalami hypoxic ischaemic encephalopathy
sebesar 8/10.000. Wanita yang mempertimbangkan untuk melahirkan setelah
seksio cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa resiko komplikasi
anestesi sangat rendah. Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur anestesi
sangat jarang. Dari wanita yang mengalami seksio cesarea (darurat dan elektif)
pada studi NICHD, 93 % mendapat anestesi regional dan hanya 3 % prosedur
regional gagal. Terdapat 1 kematian maternal (2.7/100,000) akibat masalah
anestesi (intubasi gagal). Wanita yang mempertimbangkan untuk melahirkan
setelah cesarea sebelumnya sebaiknya diinformasikan bahwa ERCS meningkatkan
resiko komplikasi serius pada kehamilan selanjutnya. Resiko yang meningkat
dengan bertambahnya jumlah kelahiran caesar yang berulang seperti plasenta
akreta, jejas ke kandung kemih, usus atau ureter, ileus, perlunya ventilasi post-
operasi, ICU admission, histerektomi, transfusi darah membutuhkan 4 atau
lebih unit dan durasi waktu operasi dan perawatan RS. 11 Pada studi NICHD,
plasenta akreta terjadi pada 0.24%, 0.31%, 0.57%, 2.13%, 2.33% dan 6.74%
wanita yang mengalami kelahiran caesar pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima

6
dan keenam. Histerektomi dibutuhkan pada 0.65%, 0.42%, 0.90%, 2.41%, 3.49%
dan 8.99% wanita yang mengalami kelahiran caesar pertama, kedua, ketiga,
keempat, kelima dan keenam. Pada wanita dengan plasenta previa, resiko plasenta
akreta sebesar 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk kelahiran caesar pertama,
kedua, ketiga, keempat dan kelima atau lebih. Sebuah studi retrospektif di Saudi
Arabia juga menunjukkan peningkatan resiko jejas kandung kemih (0.3%, 0.8%,
2.4%), histerektomi (0.1%, 0.7%, 1.2%) dan membutuhkan transfusi (7.2%, 7.9%,
14.1%) dengan riwayat 2, 3 dan 5 kelahiran Caesar.

2.5 Skoring Keberhasilan VBAC


Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. (Martel MJ, 2005)
Skor Weistein :
Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4
Grade A 0 6
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B 0 5
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT

Interpretasi :
Skor > 4 : keberhasilan > 58%
Skor > 6 : keberhasilan > 67%

7
Skor > 8 : keberhasilan > 78%

Skor > 10 : keberhasilan > 85%

Skor > 12 : keberhasilan > 88

Skor Alamia :
No Skor Alamia Nilai
.
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks
> 4 cm 2
> 2,5 < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah 2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
Interpretasi :
Skor 7 10 : keberhasilan 94,5%

Skor 4 6 : keberhasilan 78,8%

Skor 0 3 : keberhasilan 60,0%

Skor Flamm-Geiger :
No Kriteria Nilai
.
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan 1
kemajuan persalinan

8
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 1
cm
Interpretasi :
Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %

Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %

Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%

Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%

Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%

Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%

Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%

Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan


pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan : (Jhon C,
2001)
Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dapat dilakukan
persiapan seperti persalinan biasa.
Dilakukan pemerikssaan NST atau CST ( bila sudah inpartu ), jika
dimungkinkan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.
Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan
biasanya, yakni menggunakan partograf standar.
Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk
segera mengakhiri persalinan itu secepatnya ( yakni dengan seksio sesarea
kembali ).

9
Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga
harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau
ekstraksi vakum ) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.
Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan
dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio
sesarea terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tak terpenuhi ( misalnya
kala II dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea
kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan
mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat
1( satu ) bekas luka / irisan.

Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio


sesarea.Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi
maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada
penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura
uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan. Menurut The American
Academy of Pediatics dan The American College of Obstetricians and
Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin sebagai induksi
ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang
ketat.

10
2.6 Manajemen Persalinan
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura
uteri, yaitu (Ash, 1993):
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah
seksio sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat
demam pasca seksio sesarea serta usia ibu.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang: makrosomia,


usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi
janin.

3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi


dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.

4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio


sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri
suprasimpisis dan hematuria.

5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila


terjadi ancaman ruptura uteri

Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat


seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel
yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi
seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem
penilaian untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesaria. Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang
memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesaria akan berhasil atau tidak.

2.7 Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesarea adalah rupture uteri.

11
Secara anatomis, rupture uteri dibagi menjadi rupture uteri komplit
(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada uteri komplit
terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus
dan membran korioamnion, sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan
jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan.
Tanda ruptur uteri yang paling sering terjadi adalah Deselerasi lambat,
bradikardi, denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala tanda lain
termasuk nyeri uterus atau parut, hilangnya stasion bagian terbawah janin,
perdarahan pervaginam, hipotensi.
Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak
menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999). Dilaporkan bahwa kejadian
ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari
1 % (0,2 0,8 %).Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat
insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College
of Obstetricans and Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 9 %. Kejadian ruptur
uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan
dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu.
Kadang - kadang harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini
lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 %
sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA,
2002). Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi
lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi.Gejala klinis tambahan
adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen

12
2. Sensasi popping( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis,
kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi, maka harus dapat mengenali
faktor resiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalina
pervaginam dengna riwayat seksio sesarea. Adapun faktor resikonya adalah:
1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
3. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
8. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU).

2.8 Skema Penatalaksanaan VBAC

13
14
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Insidensi VBAC sendiri meningkat dari tahun 1985 yaitu 5% menjadi
28,3% pada tahun 1996 sehingga pada tahun 1996 operasi sesar insidensinya
menurun sampai dengan 20%. Peningkatan VBAC diikuti dengan meningkatnya
kejadian terjadinya ruptur uterus sehingga pada tahun 2006 angka kejadian VBAC
sendiri menurun jadi 8,5% sedangkan operasi sesar meningkat menjadi 31,1%
(Menacker, Declercq, & Macdorman, 2006).

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami


peningkatan yang cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan
tindakan pada persalinan berikutnya. Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
atau dikenal juga dengan Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang
sangat penting karena pro dan kontra akan tindakan ini. Banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea
sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio adalah pilihan terbaik bagi ibu
dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus
transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat
diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria
seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu: riwayat 1 atau 2 kali
seksio sesarea dengan insisi segmen bawah Rahim, secara klinis panggul adekuat
atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain
pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi, serta sarana dan personil anastesi siap
untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi klasik atau T
atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura
uteri, miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk
melaksanakan VBAC.

15
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari
terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat
pada pasien. Tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan
oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien
dalam pengawasan yang ketat.

16
BAB IV
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS ORANG SAKIT

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Bejo Gg Bambu Bandar Khalifah
No.Rekam Medik : 23-98-55
Tanggal masuk : 08-08-2016
Pukul : 16:00 WIB

Identitas Suami
Nama suami : Tn. A
Umur : 42 Tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Bejo Gg. Bambu Bandar Khalifah
II. ANAMNESA
Ny.A, 28 tahun, G3P2A0, Jawa, Islam, IRT, SMA, i/d Tn.A, 42 tahun, Melayu,
Islam, SMA, Wiraswasta. Pasien datang ke VK dengan:
Keluhan Utama : Perut Terasa Mulas-mulas
Telaah : Mulas-mulas mau melahirkan (+) sejak pagi tadi pukul
07:00 WIB tanggal 8 Agustus 2016 semakin lama mulas semakin sering. Keluar
lendir dan darah dari kemaluan (+), riwayat keluar air-air dari kemaluan (+).

17
Riwayat Persalinan:
1. Laki-laki,Aterm,SC, RS, Dokter Spesialis, 3300Kg, Sehat, 11 Tahun
2. Perempuan, Aterm, PSP, Klinik, Bidan, 3300Kg, Sehat, 6 Tahun
3. Hamil ini
Perdarahan Antepartum :
Kapan mulai : (-) Perdarahan ke : (-)
Banyaknya : (-) Darah Beku : (-)
Rasa Nyeri : (-)
Trauma : (-)

Tanda- tanda keracunan hamil :


Edema : (-) Vertigo : (-)
Pening : (-) Gangguan visus : (-)
Mual : (-) Kejang kejang :(-)
Muntah` : (-) Coma : (-)
Nyeri ulu hati : (-) Icterus : (-)

Anamnesa Obstetri :
Menarche : 13 tahun HPHT : ?-11-2015
Haid : 6-7 hari (2-3x ganti duk/hari) TTP : ?-08-2016
Dysmenorrhea: (-)
Flour albus : (-)
ANC : 5x dokter
Riwayat KB : tidak pernah

Perdarahan Post partum :


Anak ke : (-) Retensio plasenta: (-)
Kala : (-) Placenta rest : (-)
Banyaknya : (-) Infus/transfusi : (-)
Atonia uteri : (-)

18
Riwayat Kehamilan Dan Persalinan :
Kawin : 1 kali
Umur Kawin : 19 Tahun
Berobat Mandul : (-)
Family Planning : (-)

Penyakit yang Pernah diderita :


Anemia : (-) Tuberculosis : (-)
Hipertensi : (-) Penyakit jantung : (-)
Penyakit Ginjal: (-) Penyakit lain : (-)
Reuma : (-) Veneral diseases : (-)
Diabetes : (-) Operasi : (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status present
Ku : Tampak Sakit Sedang
Sens : CM Anemis : (-/-)
TD : 140/80 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 92 x/i Dyspnoe : (-)
RR : 24 x/i Sianosis : (-)
T : 36,50 C Oedem : (-)
TB : 155 cm Cor : DBN
BB : 65 kg Pulmo : DBN

B. Status Lokalis
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi fundus uteri : 4 Jari bpx
Punggung : Kiri
Bagian terbawah : kepala
Turunnya : 1/5
S.B.R :DBN

19
Ring V. Bandl : (-)
Meteorismus : (-)
Formula Johnson :(27-11) x 155= 2480 gram.
Osborn : (-)
HIS : 4x40
Gerak : (+)
DJJ : 136x/menit

X Ray Pelvimetri
Conj. Vera :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Conj. Transversa :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Conj . Oblique : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Ro Foto / Sinar tembus


Thorax :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Abdomen :Tidak Dilakukan Pemeriksaan

C. PEMERIKSAAN DALAM
Tanggal : 08-08-2016
Jam : 16.00 wib
Dokter/Bidan : PPDS
Pembukaan : 10 cm
Cervix : Anterior
Efficement : 100%
Bagian Terbawah : kepala
Posisinya : Arah jam 12
Promontorium : Teraba
Lin.inominata : Teraba 1/3 Anterior
Sacrum : Cekung
S.Ischiadica : Tidak menonjol
Arcus Pubis : Tumpul
Cocccigeus : Mobile

20
Vagina : Dalam Batas Normal
Vulva : Dalam Batas Normal
Sarung Tangan: Lendir darah (+), air ketuban (+)
Meconium : (-)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium tanggal 08-08-2016 pukul 20.05WIB


Hematologi
Darah rutin Nilai Satuan Nilai
Rujukan
Hemoglobin 12,7 g/dl 12 16
Hitung eritrosit 4,0 10^6/l 3,9 - 5,6
Hitung leukosit 10,000 l 4,000- 11,000
Hematokrit 36.9 % 36-47
Hitung trombosit 242,000 /l 150,000-
450,000

Index eritrosit
MCV 95 fL 80 96
MCH 30 pg 27 31
MCHC 32 % 30 34

Hitung jenis leukosit


Eosinofil 1 % 13
Basofil 0 % 01
N.Stab 3 % 26
N. Seg 65 % 53 75
Limfosit 40 % 20 45
Monosit 5 % 48
LED 15 mm/jam 0 - 20

Diagnosa
MG + KDR (38-39)minggu + PK + JH + JT + Inpartu

21
LAPORAN PERSALINAN

- Operator : dr. H. Anwar Siregar Sp.OG


- Tanggal :08/08/2016
- Jam :16:30WIB
Langkah-langkah persalinan :
Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi
Dilakukan pengosongan kandung kemih
Pada his yang adekuat tampak kepala maju mundur di introitus vagina dan
kemudian menetap.
Pada his adekuat berikutnya, dengan sub oxiput sebagai hypomoklion ibu
dipimpin mengedan putar paksi luar lahirlah berturut-turut UUK, UUB, dahi,
wajah, dagu, dan seluruh kepala, kemudian terjadi putar paksi luar.
Dengan pegangan biparietal, kepala ditarik kebawah untuk melahirkan bahu
depan, kepala ditarik keatas untuk melahirkan bahu belakang. Dengan
sanggah susur dilahirkan seluruh tubuh. Lahir bayi : Perempuan, BB : 2500gr,
PB : 46cm, A/S : 8/9. Anus (+) .
Tali pusat di klem di dua tempat dan digunting diantaranya, dengan
peregangan tali pusat terkendali, di tunggu 5 menit plasenta lahir, kesan:
lengkap.
Evaluasi jalan lahir : Terdapat laserasi jalan lahir grade 2, dilakukan reapere.
Evaluasi perdarahan : Kesan Terkontrol
KU ibu post partum baik
Terapi:
- IVFD RL + oksitosin 10 IU/ 20 gtt/i
- Cefadroxil 2 x 500 mg

22
- Asam Mefenamat 2 x 500 mg
- Neurodex 2 x 1
- Pospargin tab 2 x 1

Follow-Up 2jam Post Persalinan


Tanggal 08/08/2016
Pukul 17.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70
HR : 72x/i
RR : 24x/i
Perdarahan : (-)

Pukul 17.15 WIB


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/80
HR : 80x/i
RR : 28x/i
Perdarahan : (-)

Pukul 17.30 WIB


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 72x/i
RR : 24x/i
Perdarahan : (-)

Pukul 17.45 WIB


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
Perdarahan : (-)
Pukul 18.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 72x/i
RR : 24x/i

23
Perdarahan : (-)

Pukul 18.30 WIB


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
Perdarahan : (-)

Pukul 19.00 WIB


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 72x/i
RR : 28x/i
Perdarahan : (-)

FOLLOW UP
Follow Up Tgl 09-08-2016 pukul 06.00 WIB
KU : Tampak Sakit Ringan
S : Os Post Partum Care
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 110/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80 x/menit Dyspnoe :-
RR : 18x/menit Sianosis :-
T : 36,5C Oedem :-
Status Lokalisata :
Abd : Soepel, peristaltik (+) N
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-), Lochia Rubra (+)
BAK : (+) N
BAB : (-) N
ASI : (+)/(+)
A: Post PSP + NH1
P :- Cefadroxil 500mg 2x1
- Asam Mefenamat 500mg 3x1
- Neurodex tab 2x1
- Pospargin tab 2x1

24
Follow Up Tgl 10-08-2016 pukul 06.00 WIB
Ku : Baik
S : (-)
O: Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 100/60 mmHg Ikterik : -/-
HR : 84x/menit Dyspnoe :-
RR : 20x/menit Sianosis :-
T : 36,5C Oedem :-

SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) N


TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-), lochia Rubra (+)
BAK : (+)
BAB : (+)
ASI : (+)/(+)
A: Post PSP + NH2
P:
- Aff Infus
- Cefadroxil 500mg 2x1
- Asam Mefenamat 500mg 3x1
- Pospargin tab 2x1
- Neurodex tab 2x1

-PBJ ( Pasien Berobat Jalan )

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Velayazulfahd, H. Persalinan Pervaginam dengan Riwayat Seksio Sesarea


Http://www.Scribd.com/document/169166253/REFRAT-VBAC. Jakarta:
Rumah sakit Umum Budhi Asih
2. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia. 2012.
3. F Gary Cunningham et al. Obstetri Williams edisi 3 volume 1.
Jakarta:EGC.2012
4. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri &
Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri &
Ginekologi Fakultas
Udayana Bali, 2006.
5. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean
Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
6. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available
at :http://www.emedicine.medscape.com/article/272187722.
7. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin.
No.54, July 2004.
8. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International,
Chapter 14, 2nd Edition, 144-6.
9. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et
al. Perdarahan Obstetri. Obstetri Williams vol 1. Ed 21. Jakarta : EGC,
2001
10. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of
labor with an elective second cesarean section. The New England Journal
of Medicine. 1996; 335: 689-95.
11. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor
and fetal response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ;
48(4) : 249 57.

26
12. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams &
Wilkins, Inc. 2001;44:561-7
13. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of
labor among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet
Gynecol, 2000; 183: 1176-92

27

Anda mungkin juga menyukai