Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HISTEREKTOMI ABDOMINAL

OLEH

KELOMPOK 6

MARIA FRANSISKA

DINI HARDIANTI

HIKMA RIFANY

FARCE

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 16 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Tujuan pembelajaran

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian
B. Indikasi dan kontraindikasi
C. Klasifikasi Histerekomi
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostik
F. Teknik Operasi Histerektomi
G. Prosedur Histerektomi
H. Efek Samping dan Komplikasi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Histerektomi berasal dari bahasa yunani yakni hystera yang berarti “rahim” dan
ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi berarti operasi pengangkatan
rahim. Beberapa keadaan yang memerlukan pengangkatan rahim :
1. Mioma uteri
2. Endometriosis berat dan Adenomiosis
3. Kanker mulut rahim dan badan rahaim
4. Kanker indung telur
Pelaksanaan histerektomi dengan pendekatan vaginal sebagai cara pengangkatan
kandungan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dianggap lebih baik
dibanding dengan teknik yang lain. Para dokter bedah ginekologi mempunyai
kewajiban memberikan akses cara operasi yang paling baik yang bisa dilakukan
dalam suasana klinis yang ada. (Prof Dr dr H Ibnu Pranoto SpOG(K) SpAnd
‘Histerektomi Vaginal sebagai Cara Pengangkatan Kandungan untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita’. dalam histerektomi maka jalan yang
paling baik pendekatan vaginal atau histerektomi vaginal yang merupakan rute
primer paling baik.
Histerektomi abdominal merupakan tindakan operasi yang invasif pada
perempuan dengan kelainan ginekologik. Prosedur terbaru yaitu histerektomi
laparoskopik memerlukan kemampuan operasi yang tinggi, sedang histerektomi
vaginal tidak memiliki luaran yang lebih buruk dan dinilai lebih aman.

B. Tujuan pembelajaran
1. Untuk mengetahui pengertian histerektomi abdominal
2. Untuk mengetuhui Praoperatif histerektomi abdominal
3. Untuk mengetahui Intra histerektomi abdominal
4. Untuk mengetahui Pascaoperatif histerektomi abdominal
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di sekitarnya.(Yatim,


2005).

Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang


dilakukan oleh ahli kandungan. (Rasjidi, 2008).

Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan paling umum


dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh
endometriosis tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mngancam jiwa,
dan kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau rupture uterus
yang tidak dapat di perbaiki (Marylin 2008).

Jadi, dapat di simpulkan histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan


mengangkat rahim yang umum di lakukan untuk keganasan atau bukan
keganasan.

B. Indikasi dan kontraindikasi

1. Indikasi
a. Ruptur uteri
b. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada,
misalnya pada :
1) Atonia uteri
2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio plasenta dan
lainnya.
3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
4) Arteri uterina terputus.
5) Plasenta inkreta dan perkreta.
6) Hematoma yang luas pada rahim.
c. Infeksi intrapartal berat.
d. Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus
dengan isinya diangkat sekaligus.
e. Uterus miomatosus yang besar.

f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan


kelainan darah.

g. Kanker leher rahim.

2. Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromoflebitis
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial
pada adneksa
g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix)
dan abses pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi
pembentukan perlekatan.

C. Klasifikasi Histerekomi

1. Histerektomi parsial (subtotal)

Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim (serviks)
tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker
mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan
leher rahim) secara rutin.

2. Histerektomi total

Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara


keseluruhan. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut
diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan
prekanker. Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi
supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih besar.

Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau


mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit,
kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus
didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada
pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering
terjadi mikrometastase. Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada
histerektomi total seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks)
diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi total juga disertai dengan
pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan.
Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba
falopii) maka tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah
kedua ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi,
yang disebut histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah
pengangkatan rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung telur.
Pada tindakan histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan
pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran
kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai histerektomi radikal
(radical hysterectomy).

Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya


tindakan histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti
pendarahan hebat yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan,
kanker rahim atau mulut rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran telur
(falopi). Selain itu, beberapa gangguan atau kelainan reproduksi yang sangat
mengganggu kualitas hidup wanita, seperti miom atau endometriosis dapat
menyebabkan dokter mengambil pilihan dilakukannya histerektomi.

3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral

Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii,


dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita
seperti menopause meskipun usianya masih muda.

4. Histerektomi radikal

Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar


limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa
jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.
Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal,
vaginal dan laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi
yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai
pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap merupakan pilihan jika
uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain. Histerektomi vaginal
awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga dikerjakan
pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal.
Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive yang lebih rendah
dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi laparoskopik, ada
bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998).

D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostik

1. USG

Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium


dan keadaan adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya leiomiosarkoma
sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma
dan konfirmasinya membutuhkan diagnose jaringan.

1) Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di


rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
2) Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma
submukosa disertai dengan infertilitas.
3) Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
4) Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
5) Tes kehamilan.
6) D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai
perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi pada
rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).

F. Teknik Operasi Histerektomi

Pilihan teknik pembedahan tergantung pada indikasi pengangkatan uterus,


ukuran uterus, lebarnya vagina, dan juga kondisi pendukung lainnya. Lesi
prekanker dari serviks, uterus, dan kanker ovarium biasanya dilakukan
histerektomi abdominal, sedangkan pada leimioma uteri, dilakukan
histerektomi abdominal jika ukuran tumor tidak memungkinkan diangkat
melalui histerektomi vaginal.

1. Histerektomi abdominal

Pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut,


baik irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan
teknik ini adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan
leluasa uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang
untuk melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan
pada mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus.
Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang
lebih berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih panjang, serta
menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.

2. Histerektomi vaginal

Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui


irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan
pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina.
Prosedur ini biasanya digunakan pada  prolapsus uteri. Kelebihan
tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak
ada jaringan parut yang tampak.

3. Histerektomi laparoskopi

Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang


dibantu laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy,
LAVH) dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic
supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi
vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui
irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta
untuk membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak
menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada
perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus
kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar
melalui lubang laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan
sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.

Tindakan pengangkatan rahim menggunakan laparoskopi


dilakukan menggunakan anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu
yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya penyakit, berkisar
antara 40 menit hingga tiga jam. Pada kasus keganasan stadium awal,
tindakan histerektomi radikal dapat pula dilakukan menggunakan
laparoskopi. Untuk ini diperlukan waktu operasi yang relatif lebih
lama. Apabila dilakukan histerektomi subtotal, maka jaringan rahim
dikeluarkan menggunakan alat khusus yang disebut morcellator
sehingga dapat dikeluarkan melalui llubang 10 mm.Apabila dilakukan
histerektomi total, maka jaringan rahim dikeluarkan melalui vagina,
kemudian vagina dijahit kembali. Operasi dilakukan umumnya
menggunkan empat lubang kecil berukuran 5‐ 10 mm, satu di pusar
dan tiga di perut bagian bawah.

G. Prosedur Histerektomi

a. Persiapan Pre Operasi 1 hari sebelum operasi

1. Persiapan urogenital

Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateterisasi


nkandung kemih.

2. Obat-obat Premedikal

Yaitu penyuntikan pengantar pada pendrita yang sudah ditentukan


oleh ahli bius

3. Bahan yang harus dibawa bersama pasien ke kamar operasi

a. Status klien
b. Hasil-hasil laboratorium

4. Persiapan psikologis

a. Pasien dan keluarga perlu diberi kesempatan bertanya mengenai


fungsi reproduksi dan seksnya.

b. Beri penjelasan tentang operasi histerektomi yang akan dilakukannya.

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a. Cek gelang identitas


b. Lepas tusuk konde, wig, tutup kepala dengan mitella.
c. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan.
d. Bersihkan cat kuku.
e. Lepaskan kontak lens.
f. Alat bantu pendengaran dapat dipasang bila pasien tidak
dapat mendengarkan tanpa alat.
g. Pasang kaos kaki anti emboli bila pasien resiko tingi
terhadap syok.
h. Ganti pakaian operasi
6. Transportasi ke kamar operasi

Perawat menerima status pasien, memeriksa gelang pengenal,


menandatangani inform concent, pasien dilindungi dari kedinginan
dengan memberi selimut katun.

b. Persiapan Operasi
1. Inform Concent

Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan


sebelum operasi, alasan, tujuan, jenis operasi, keuntungan dan kerugian
operasi.

2. Puasa

Pada operasi kecil, tidak perlu ada perawatan khusus. Hanya perlu puasa
beberapa jam sebelum operasi dan makan makanan ringan yang mudah
dicerna malam hari sebelumnya. Pada operasi besar, pada hari akan
dilakukan operasi, pasien hanya mendapatkan terapi cairan saja. Pada
persiapan praoperatif penderita malnutrisi, juga diberikan hiperalimentasi
per oral atau intravena.

3. Persiapan usus, persiapan usus praoperatif berguna untuk hal-hal berikut:

a. Pengurangan isi gastrntestinal memberi ruang tambahan pada pelvis


dan abdomen sehingga memperluas lapangan operasi.
b. Pengurangan jumlah flora patgen pada usus menurunkan resiko infeksi
pascaoperasi

Cedera usus saat pembedahan tidak selalu berhasil untuk dihindari,


terutama sering terjadi pada pasien yang menjalani operasi karsinoma,
endometriosis, penyakit peradangan pelvis, pasien dengan prosedur
pembedahan berulang atau penyakit peradangan usus.

4. Persiapan kulit

Persiapan kulit disarankan untuk dilakukan pada are pembedahan,


bukan karena takut terjadi kontaminasi, akan tetapi lebih karea alasan
teknis. Pasien dicukur hanya pada area disekitar insisi. Pencukuran
sebaiknya dilakukan segera sebelum operasi, untuk mengurangi resiko
infeksi pasca perasi. Membersihkan kulit dengan sabun antiseptic pada
malam hari sebelum operasi atau pagi hari dapat mengurangi frekuensi
infeksi luka pascaoperasi.

5. Persiapan vagina

Apabila terdapat infeksi vagina, sebaiknya diterapi sebelum operasi.


Vaginosis bacterial dapat diterapi dengan metrodinazole atau krim
klindamisin 2%. Pada wanita pasca menopause dengan atrofi mucosa
vagina, krim estrogen meningkatkan penyembuhan luka setelah
operasi vagina. Segera sebelum operasi, vagina dibersihkan dengan
larutan antisepsis, seperti iodine PVB, chlorhexidine atau octenidindil-
hydricloride.

6. Persiapan kandung kencing dan ureter

Segera sebelum pemeriksaan di bawah anestesi,kandung kencing


dikosngkan dengan kateterisasi. Jik akan dilakukan operasi denga
durasi lama, sebelumnya dipasang kateter folley.

c. Prosedur Histerektomi

Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian bawah


atau vagina, dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat perut
dilakukan melalui sayatan melintang seperti yang dilakukan pada operasi
sesar. Histerektomi lewat vagina dilakukan dengan sayatan pada vagina
bagian atas. Sebuah alat yang disebut laparoskop mungkin dimasukkan
melalui sayatan kecil di perut untuk membantu pengangkatan rahim lewat
vagina.

Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen


karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun
demikian, keputusan melakukan histerektomi lewat perut atau vagina tidak
didasarkan hanya pada indikasi penyakit tetapi juga pada pengalaman dan
preferensi masing-masing ahli bedah.

Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya


bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya
adalah pendarahan dan penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma) pos
operasi, infeksi dan reaksi abnormal terhadap anestesi.
H. Efek Samping dan Komplikasi

1. Efek Samping

Efek samping yang utama dari histerektomi adalah bahwa seorang wanita
dapat memasuki masa menopause yang disebabkan oleh suatu operasi,
walaupun ovariumnya masih tersisa utuh. Sejak suplai darah ke ovarium
berkurang setelah operasi, efek samping yang lain dari histerektomi yaitu
akan terjadi penurunan fungsi dari ovarium, termasuk produksi progesterone.

Efek samping Histerektomi yang terlihat :

a. Perdarahan intraoperatif

Biasanya tidak terlalu jelas, dan ahli bedah ginekologis sering kali
kurang dalam memperkirakan darah yang hilang (underestimate). Hal
tesebut dapat terjadi, misalnya, karena pembuluh darah mengalami
retraksi ke luar dari lapangan operasi dan ikatannya lepas.

b. Kerusakan pada kandung kemih

Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan diseksi


untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak
dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.

c. Kerusakan ureter

Jarang dikenali selama histerektomi vaginal walaupun ureter sering


kali berada dalam resiko kerusakan. Kerusakan biasanya dapat
dihindari dengan menentukan letak ureter berjalan dan menjauhi
tempat tersebut.

d. Kerusakan usus

Dapat terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas,


menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi
yang serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau melihat
material fekal yang cair pada lapangan operasi. Pentalaksanaan
memerlukan laparotomi untuk perbaikan atau kolostomi

e. Penyempitan vagina yang luas


Disebabkan oleh pemotongan mukosa vagina yang berlebihan. Lebih
baik keliru meninggalkan mukosa vagina terlalu banyak daripada
terlalu sedikit. Komplikasi ini memerlukan insisi lateral dan packing
atau stinit vaginal, mirip dengan rekonstruksi vagina.

2. Komplikasi

a. Hemoragik

Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi


dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini
diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh
darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu sejak dilakukan
pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika
tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian
dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa interna dan eksterna.

b. Thrombosis vena

Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi


membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli
paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi dengan
penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin subkutan
profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan sebelum mobilisasi
sesudah pembedahan yang memadai.

c. Infeksi

Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya


didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.

d. Pembentukan fistula

Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan


1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari
histerektomi radikal adalah fistula atau striktura ureter. Keadaan ini
sekarang telah jarang terjadi, karena ahli bedah menghindari pelepasan
ureter yang luas dari peritoneum parietal, yang dulu bisa dilakukan.
Drainase penyedotan pada ruang retroperineal juga digunakan secara
umum yang membantu meminimalkan infeksi.
I. Pencegahan komplikasi

a. Pencegahan perlekatan

Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara


lembut dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan
integritas serosa usus, pemasangan tampon dgunakan apabila usus
mengalami intrusi menghalangi lapangan pandang operasi. Untuk
mencegah infeksi, darah harus dievakuasi dari kavum peritonei. Hal
ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan larutan RL dan
melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati

b. Drainase

Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi


cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk
mencegah infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat
membantu evakuasi pus dan sekresi luka dan menjaga luka tetap
terbuka. System drainase ada yang bersiat pasif (drainase penrose),
aktif (drainase suction) da juga ada yang bersiat terbuka atau tertutup.

c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli


1) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan menurunkan
berat badan dan memperbaiki keadaan umum pasien sampai
optimal. Kontrasepsi oral harus dihentikan minimal empat minggu
sebelum operasi. Mobilisasi pasien dilakukan sedini mungkin dan
diberikan terapi fisik dan latihan paru.
2) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san
pencegahan infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan hipotensi
selama pembiusan. Hindari statis vena sedapat mungkin, terutama
dengan memperhatikan posisi kaki.
3) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik dilanjutkan.
Upaya fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam pertama
pascaoperasi, bersamaan dengan fisioterapi. Disamping itu bisa
juga dnegan pemakaian stocking ketat dan mengankat kaki.

J. Penatalaksanaan

1. Preoperative
Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal
dicukur dengan sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air
(beberapa dokter bedah tidak menganjurkan pencukuran pasien).
Traktus intestinal dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pasien dibawa keruang operasi untuk mencegah kontaminasi dan
cidera yang tidak sengaja pada kandung kemih atau traktus intestinal.
Edema dan pengirigasi antiseptic biasanya diharuskan pada malam
hari sebelum hari pembedahan, pasien mendapat sedative. Medikasi
praoperasi yang diberikan pada pagi hari pembedahan akan membantu
pasien rileks.

2. Postoperative

Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah


abdomen diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi
perifer untuk mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose,
tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai dan menggunakan stoking.
DAFTAR PUSTAKA

Rasjidi, Imam. 2008. Manual Histerektomi. Jakarta: EGC

Kasdu, Dini. 2008. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Leveno, Kenneth J . 2009. Obstetric wiliam. Jakarta : EGC.

Bagian obstetri & gineekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Bandung : Elstar

Friedman, Borten, Chapin. 1998. Seri skema Diagnosa & penatalaksanaan


Ginekologi Edisi 2. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo &
JNKKR-POGI.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Keperawatan, edisi 8. EGC. Jakarta

http://jama.ama-assn.org/content/291/12/1526.full.pdf+html

http://www.nature.com/bjc/journal/v90/n9/full/6601763a.html

Anda mungkin juga menyukai