Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA MASA NIFAS

Dosen Pembimbing:

Hasmia Naningsi, SST, M. Keb

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Asha Almeira (P00324020006)

Herlina (P00324020017)

Nirwaana (P00324020029)

Rindu Agista Rahma Agung (P00324020038)

Siti Rahmadhani Aror (P00324020045)

POLITEKNIK KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KESEHATAN KENDARI

PRODI D-III KEBIDANAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran ALLAH SWT. Atas curahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tidak lupa kita hanturkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad Saw yang telah membimbinng kita dari arah kegelapan
menuju zaman yang terang menderang seperti yang kita rasakan saat ini.

Makalah yang berjudul “Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas” ini di susun oleh
kelompok 4 untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Dan Neonatal dari dosen Hasmia Naningsi, SST, M. Keb dimana sumber materi yang
kami ambil berasal dari internet yang relevan guna menunjang keakuratan materi yang nantinya
akan di gunakan.

Kelompok kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih ada
kesalahan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, kami berterima kasih apabila pembaca ingin memeberikan
masukan dan saran yang membangun agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi. Kami
mengharap makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai Asuhan Kegawatdaruratan
Pada Masa Nifas.

Kendari, 22 Februari 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 6
C. TUJUAN MASALAH ............................................................................... 6
BAB II : PEMBAHASAN
A. Asuhan kegawatdaruratan ibu nifas dengan pendarahan
postpartum sekunder ................................................................................. 7
B. Deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas ......................................... 22
C. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan puerperium ....................................... 27
D. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis ............................................. 30
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................... 36
Saran ............................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat kandungan
kembali normal seperti sebelum hamil.Selama masa pemulihan berlangsung, ibu
akanmengalami banyak perubahan fisik maupun psikologis.Perubahan tersebut sebenarnya
bersifat fisiologi, namun jika tidak ada pendampingan melalui asuhan kebidanan,
akanberubah menjadi patologis. Sehingga sudah menjadi tujuan para tenaga kesehatan
untuk melakukan pendampingan secara berkesinambungan agar tidak terjadi berbagai
masalah, yang mungkin saja akan menjadi komplikasi masa nifas (Purwati,2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu selama kehamilan
dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaansosial ekonomi, keadaan
kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan,kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran, tersedianya danpenggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
ternasuk pelayanan prenatal danobstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan
keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
prenatal dan obstetri yang rendah pula(Dinas Kesehatan Provinsi jawa tengan,2012). AKI
di Indonesia tahun 2012 berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
sebesar 359/ 100.000 kelahiran hidup.Angka tersebut mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan SDKI tahun 2007, dimana AKI sekitar 228/100.000 kelahiran
hidup.Diperkirakan setiap tahunnya 300.000 ibu di dunia meninggal saat
melahirkan.Penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan nifas sekitar 26,9%.
Kematian ibu di Indonesia sebesar 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari
angka tersebut di sebabkan oleh perdarahan postpartum karena atonia uteri (Depkes
RI,2011). Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 berdasarkanlaporan dari
kabupaten/kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 sebesar116,01/100.000 kelahiran hidup.
Sebesar 57,93% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar
24,74% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33%. Berdasarkan audit pemerintah jawa
tengah, penyebab kematian ibu disebabkan oleh perdarahan 16,44%. Dari angka tersebut,
diperoleh gambaran etiologi antara lain adalah karena atonia uteri (50%-60%) (Dinas
kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2012). AKI di Kabupaten Demak pada tahun 2009 adalah
sebesar 143.06/ 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan
yang signifikan yaitu sebesar 98,98/100.000 kelahiran hidup. Kematian waktu bersalin
sebesar 86,80%, sebesar 81,25% kematian paritas <5, sebesar 87,5% kematian ibu hamil
periksa ANC< 4x , penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan karena atonia
uteri sebesar 6%, sebesar 8% karena infeksi, sebesar 12% karena eklamsi (Dinas Kesehatan
Kota Demak,2010). Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar terjadi
60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 25% dari kematian ibu pada masa
nifasyang terjadi pada 24jam pertama setelah persalinan (Saleha,2009). Mortalitas ibu
setelah persalinan menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga dan
semua pihak yang terlibat dalam perawatanya, rangkaian sejarah.
Dapat berubah karena beberapa hal karena mortalitas yang tidak terduga
tersebut(Donnison1988). Sejak dulu, sejumlah besar ibu yang menjalani persalinan normal
atau lancar, kemudian meninggal setelahnya akibat sepsis yang terjadi selama
nifas(Loudon1986). Ketika persalinan dipersulit dengan perdarahan yang mengancam jiwa
(Fraser dan Cooper,2009). Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor
penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia dan infeksi. Sedangkan faktor
yang tidak langsung penyebab kematian ibu adalah masih banyaknya kasus 3 Terlambat 4
Terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 28%,
eklampsia24%, infeksi11%, partus lama 5%, aborsi5%, dan lain-lain 27%, yang didalam
terdapat penyulit pada kehamilan dan penyulit pada masa persalinan (Departemen
Kesehatan RI,2010).Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab penting kamatian
ibu, ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pasca persalinan,
plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri) disebakan
oleh perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pasca persalinan biasanya terjadi segera
setelah ibu melahirkan. Terutama di dua jam pertama setelah bersalin, ibu belum boleh
keluar dari kamar bersalin dan masih dalam pengawasan. Adakalanya perdarahan yang
terjadi tidak kelihatan karena darah berkumpul di rahim,jadi begitu keluar akan cukup
deras. Ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kematian (Anggaini,2010).
Perdarahan pascapartum segera merupakan perdarahan yang terjadi segera setelah
kelahiran plasenta lengkap, yang menandai selesainya kala tiga persalinan. Pada 80 sampai
90 persen kasus perdarahan pascapartum segera, salah satu penyebabnya adalah atoni
uterus(Varney,2007).
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas adalah memberikan perawatan dan
dukungan sesuai kebutuhan ibu, melalui kemitraan dengan ibu dan dengan cara mengkaji
kebutuhan, menentukan diagnosa dan kebutuhan, merencanakan asuhan, melaksanakan
asuhan, mengevaluasi bersama pasien dan membuat rencana tindak lanjut
(Bahiyatun,2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Islam NU Demak,
maka dapat diketahui ibu nifas pada tahun 2012 dari bulan Januari - Desemberada sejumlah
417orang. Dari data tersebut terdapat kasus perdarahan karena atonia uteri sebanyak (1
orang), infeksi (2 orang) dan sisanya ibu nifas normal dan pada tahun 2013 dari bulan
Januari – Desember terdapat sejumlah 312 orang. Dari data tersebut terdapat kasus
perdarahan karena retensio plasenta (1 orang), infeksi (3 orang) dan laserasi (2 orang),
sebanyak (306 orang) nifas normal. ( RSI NU Demak, 2013). Dari data diatas bahwa
perdarahan dapat menyebabkan angka kematian ibu jika tidak segera dilakukan tindakan.
Maka penulis tertarik untuk mengambil Karya Tulis Ilmiah tentang “Asuhan Kebidanan
Ibu Nifas Patologi dengan Perdarahan Postpartum Primer pasca atonia uteri di Rumah Sakit
Islam Nahdlatul Ulama ( RSINU ) Demak”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Kegawatdaruratan Ibu Nifas dengan Perdarahan Post Partum
Sekunder?
2. Bagaimana Deteksi Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas?
3. Bagaimana Kegawatdaruratan iIbu Nifas dengan Puerperum?
4. Bagaimana Kegawatdarurtan Ibu Nifas dengan Mastitis?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kegawatdaruratan Ibu Nifas dengan Perdarahan
Post Partum Sekunder
2. Untuk mengetahui bagaimana Deteksi Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas
3. Untuk mengetahui bagaimana Kegawatdaruratan iIbu Nifas dengan Puerperum
4. Untuk mengetahui bagaimana Kegawatdarurtan Ibu Nifas dengan Mastitis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuhan kegawatdaruratan ibu nifas dengan pendarahan postpartum sekunder


Perdarahan pada Masa Nifas/Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage) merupakan perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam dengan kehilangan darah
lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal. Akibat kehilangan darah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik
< 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2. Bila di dapatkan setelah 24
jam postpartum terjadi pendarahan, maka harus mewaspadai melalui tanda dan gejala.
Penyebab terjadinya pendarahan post partum :
1. Atonia uteri
Atonia uteri atau uterine atony adalah kondisi di mana rahim gagal berkontraksi
ketika bayi sudah lahir. Kondisi ini tentu berbahaya karena setelah melahirkan
seharusnya rahim masih berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta dan menghentikan
pendarahan. Kontraksi ini juga berfungsi menekan pembuluh darah yang ada di
plasenta untuk mencegah terjadinya pendarahan. Jadi, ketika atonia uteri terjadi,
pendarahan akan terjadi sehingga ibu akan kehilangan banyak darah. Atonia uteri perlu
diwaspadai karena sekitar 75-80% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh
kondisi ini.
Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah
melahirkan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan yang dapat
membahayakan nyawa ibu. Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi
adalah penyebab paling umum perdarahan postpartum atau perdarahan setelah
persalinan yang menjadi salah satu faktor utama penyebab kematian ibu. Gagalnya
rahim berkontraksi biasanya ditandai dengan gejala berikut ini:
 meningkatnya detak jantung
 menurunnya tekanan darah
 nyeri punggung
 keluar darah yang sangat banyak setelah bayi dilahirkan

Atonia uteri tidak bisa diprediksi sebelumnya sehingga tidak ada pencegahan pasti
yang bisa dilakukan. Kondisi ini baru bisa terlihat setelah persalinan benar-benar
dijalani. Untuk melakukan pencegahan atonia uteri, dokter juga selalu memeriksa tanda
vital tubuh ibu melahirkan untuk deteksi dini jika terjadi pendarahan pasca persalinan.
Tanda vital yang diperiksa, antara lain:

 pemantauan denyut nadi


 pemantauan tekanan darah
 jumlah darah yang keluar
 Selain itu, penting bagi ibu hamil untuk menjaga kondisi fisik dengan meminum
suplemen yang diperlukan tubuh.
Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan rahim menjadi rileks dan tidak lagi
berkontraksi setelah melahirkan, antara lain:
 waktu melahirkan yang terlalu lama
 waktu melahirkan yang terlalu cepat
 persalinan yang menggunakan induksi
 rahim meregang terlalu besar
 penggunaan obat bius atau oksitosin selama persalinan
 kehamilan kembar
 ukuran bayi yang terlalu besar
 wanita di atas 35 tahun
 mengalami obesitas
 sudah pernah mengalami persalinan beberapa kali
 pernah mengalami proses persalinan macet
Akibatnya, ibu bisa kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai denga meningkatnya
detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada punggung. faktor selama
kehamilan dan proses melahirkan diduga berkontribusi terhadap terjadinya kondisi ini.
Selain kelelahan, anemia, dan hipotensi ortostatik karena perdarahan, atonia uteri juga
dapat menimbulkan komplikasi syok hipovolemik, yaitu syok karena kurangnya
volume darah yang dapat mengancam nyawa ibu.

a. Langkah Pencegahan Atonia Uteri


Atonia uteri kadang tidak bisa dicegah. Namun, risiko seseorang untuk mengalami
kondisi ini bisa diprediksi, walaupun mungkin sulit karena hanya berdasarkan riwayat
dan pemeriksaan umum kehamilan. Tidak seperti kelainan pada plasenta, tanda-tanda
atonia uteri tidak dapat terlihat sebelum persalinan. Pemberian oksitosin setelah seluruh
plasenta keluar dan teknik pemijatan rahim yang benar dapat merangsang kontraksi
rahim dan mengurangi risiko terjadinya atonia uteri.
Selain itu, pemantauan denyut nadi, tekanan darah, jumlah darah yang keluar secara
ketat dapat mendeteksi perdarahan lebih dini, sehingga penyebab perdarahan bisa
segera dicari. Ibu hamil juga perlu menjaga kesehatan dengan baik dan mengonsumsi
suplemen kehamilan secara teratur agar tubuhnya tetap fit hingga akhir kehamilan dan
persalinan bisa berjalan dengan lancar.

b. Penanganan Atonia Uteri


Atonia uteri akan menyebabkan perdarahan dan bisa menjadi keadaan serius yang
perlu mendapatkan penanganan darurat. Prinsip penanganan atonia uteri adalah
merangsang rahim untuk berkontraksi, menghentikan pendarahan, dan mengganti
volume darah yang hilang. Berikut adalah rinciannya:Jika atonia uteri atau gagalnya
kontraksi rahim setelah melahirkan terjadi, ada sejumlah risiko yang mesti dihadapi ibu
melahirkan dan pihak medis yang menanganinya, antara lain:
 ibu melahirkan akan merasa sangat lelah ibu melahirkan berpotensi mengalami
anemia hipotensi ortostatik, gejala pusing karena tekanan darah yang rendah
 syok hipovolemik, syok karena kurangnya volume darah di dalam tubuh Risiko
anemia dan kelelahan bisa mengakibatkan depresi pasca persalinan pada seorang
ibu. Sedangkan risiko yang terakhir, yakni syok hipovolemik dapat mengancam
nyawa ibu yang bersangkutan.
Prinsip utama penanganannya adalah dengan merangsang rahim untuk
berkontraksi, menghentikan dan mencegah terjadinya pendarahan, dan mengganti
darah yang hilang dari tubuh ibu. Beberapa cara penanganan keadaan ini adalah sebagai
berikut.
a) Infus dan transfusi darah
Ketika rahim menunjukkan gejala gagal untuk berkontraksi, pihak medis biasanya
akan segera memasang infus untuk memasukkan obat penghentian pendarahan.
Selain itu, dokter atau perawat juga akan melakukan transfusi darah untuk
menyuplai darah di dalam tubuh ibu.
b) Merangsang kontraksi Rahim
Setidaknya ada dua cara untuk merangsang kontraksi rahim, yakni dengan obat-
obatan, seperti oksitosin, prostaglandin, methylergometrine, dan dengan pijatan
Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti. Luka jalan
lahir

2. Luka jalan lahir


Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forseps atau vakum ekstraksi (Prawirohardjo, 2008). Robekan jalan lahir selalu
memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi. Perdarahan dari jalan lahir
dapat dievaluasi, yaitu sumber perdarahan sehingga dapat diatasi. Perdarahan dapat
dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arteri atau
pecahnya vena (Nugraheny, 2010).
Faktor laserasi jalan lahir penyebab terjadinya perdarahan postpartum dalam
penelitian sebesar (76,8%) dan tidak perdarahan sebesar (23,2%). Pada umumnya
robekan jalan lahir terjadi pada persalinan yang mengalami trauma. Pertolongan yang
semakin manipulatif akan meningkatkan resiko robekan jalan lahir dan karena itu
apabila pembukaan belum lengkap maka hindari untuk memimpin persalinan.
a. Laserasi Jalan Lahir dengan Perdarahan
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan post
partum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. perdarahan post
partum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
servik atau vagina (Wiknjosastro, 2010). Menurut peneliti sebagian besar hasil
penelitian didapatkan responden post partum yang tidak terjadi laserasi jalan lahir
lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi laserasi. Jika responden pada proses
persalinan terjadi laserasi maka dapat terjadi perdarahan post partum. Laserasi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
 bayi yang terlalu besar lebih dari 400 g
 persalinan dengan tindakan
 ekstraksi vakum
 ekstraksi cunam
 persalinan dengan riwayat bekas secsio sesaria dan lain-lain
 meneran yang salah
b. Tingkat Robekan Vagina Setelah Melahirkan
Robekan pada vagina dan perineum setelah melahirkan dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tingkat sesuai ukuran atau kedalamannya, yaitu:
 Tingkat 1
Robekan terjadi di lapisan kulit dan jaringan sekitar vagina, namun belum mencapai
otot. Robekan berukuran kecil dan dapat sembuh tanpa proses penjahitan.
 Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam dan tidak hanya melibatkan kulit dan jaringan
sekitar vagina, tapi juga otot. Robekan tingkat 2 sering kali perlu dijahit lapis demi
lapis dan membutuhkan waktu berminggu-minggu agar bekas jahitan bisa pulih.
 Tingkat 3
Robekan tingkat 3 mencakup robekan pada kulit, otot perineum, hingga otot yang
mengelilingi anus. Robekan ini tergolong parah dan harus dijahit di ruang operasi.
Pada kasus tertentu, ibu yang mengalami robekan perineum yang berat ini bisa
mengalami komplikasi berupa inkontinensia tinja dan nyeri saat berhubungan
seksual.
 Tingkat 4
Robekan tingkat 4 lebih dalam dari otot anus, bahkan mencapai usus. Proses
penjahitan pun juga harus dilakukan di ruang operasi.
Sama seperti robekan tingkat 3, robekan tingkat 4 juga dapat menimbulkan
komplikasi meski sudah dijahit. Komplikasi tersebut dapat berupa inkontinensia
tinja dan rasa nyeri yang bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Ibu yang
melahirkan normal kebanyakan akan mengalami robekan perineum tingkat 1 dan 2
dan hanya sebagian kecil ibu yang mengalami robekan perineum tingkat 3 dan 4.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang ibu melahirkan lebih
berisiko mengalami robekan tingkat 3 dan 4, yaitu:
- Melahirkan anak pertama atau bayi sungsang
- Menjalani persalinan dengan bantuan forceps
- Melahirkan bayi dengan ukuran besar atau berat bayi lebih dari 4 kilogram
- Mengejan terlalu lama
- Memiliki riwayat robekan tingkat 3 atau 4 pada persalinan sebelumnya
- Untuk mengurangi risiko terjadinya robekan yang parah pada perineum ketika
melahirkan, ibu hamil disarankan untuk rutin berolahraga serta melakukan
senam Kegel.
Selain itu, untuk meningkatkan kelenturan otot jalan lahirnya dan
mencegah terjadinya robekan perineum yang parah, ibu hamil juga bisa
melakukan pijat perineum ketika usia kehamilannya sudah sekitar 34 minggu.
3. Retensi plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir setengah jam sesudah bayi
lahir (Wiknjosastro, 2010). Retensi plasenta adalah suatu kondisi ketika seseorang
gagal mengeluarkan plasenta dan membran dalam kurun waktu 30 menit setelah
kelahiran bayi. Kondisi ini disebut juga dengan membran janin yang tertahan atau
pembersihan yang tertahan Retensi plasenta dapat terjadi pada 2-3 persen dari
persalinan yang ada dan diketahui dapat menyebabkan perdarahan postpartum pada
pengidapnya. Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tidak keluar
dengan sendirinya atau tertahan di dalam rahim setelah melahirkan. Kondisi ini sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi, bahkan kematian.
Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika masa kehamilan
dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin, serta
sebagai saluran untuk membuang limbah sisa metabolisme dari darah janin. Perawatan
termasuk ekstraksi plasenta manual atau operatif. Kondisi ini berpotensi untuk
meningkatkan risiko perdarahan, infeksi, dan rawat inap yang berkepanjangan.

a. Penyebab Retensi Plasenta


Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang mengidap retensi
plasenta ketika melahirkan. Berikut adalah beberapa penyebabnya:
 Plasenta Percreta, hal ini terjadi ketika plasenta tumbuh sepanjang dinding
rahim. Uterine Atony, gangguan pada plasenta ini terjadi ketika kontraksi
wanita berhenti atau tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta dari
rahimnya.
 Adherent Placenta, gangguan pada plasenta ini terjadi ketika semua atau
sebagian plasenta menempel di dinding rahim wanita. Dalam situasi yang jarang
terjadi ini, hal tersebut disebabkan karena plasenta telah tertanam dalam di
dalam rahim.
 Plasenta Accreta, hal ini terjadi ketika plasenta telah tertanam dalam di dalam
rahim, kemungkinan karena bekas luka operasi caesar sebelumnya. Plasenta
yang Terperangkap, yaitu yang terjadi ketika plasenta terlepas dari rahim tetapi
tidak dikeluarkan. Sebaliknya, plasenta tersebut menjadi terperangkap di
belakang serviks yang sudah tertutup atau serviks yang sudah tertutup sebagian.
 Trapped placenta, Trapped placenta adalah kondisi ketika plasenta sudah
terlepas dari dinding rahim, tetapi belum keluar dari rahim. Kondisi ini terjadi
akibat menutupnya leher rahim (serviks) sebelum plasenta keluar.

b. Faktor Risiko Retensi Plasenta


Faktor-faktor tertentu meningkatkan kemungkinan terhadap seorang wanita untuk
mengalami plasenta yang tertahan atau retensi plasenta. Hal-hal yang dapat
meningkatkan hal tersebut termasuk:
 Kehamilan yang terjadi pada wanita di atas usia 30 tahun.
 Memiliki persalinan prematur yang terjadi sebelum minggu ke 34 kehamilan.
 Mengalami tahap persalinan pertama dan kedua yang sangat panjang.
 Melahirkan bayi yang lahir mati.
 Pernah mengalami kasus retensi plasenta sebelumnya.
 Sudah mengalami lima kelahiran sebelumnya.
 Pernah mengalami operasi uterus sebelumnya.

Tanda utama retensi plasenta adalah tertahannya sebagian atau seluruh plasenta
di dalam tubuh lebih dari 30 menit setelah bayi dilahirkan. Keluhan lain yang dapat
dialami adalah:
 Demam
 Menggigil
 Nyeri yang berlangsung lama
 Perdarahan hebat
 Keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina

c. Pengobatan Retensi Plasenta


Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani retensi plasenta
yang terjadi pada seseorang. Cara menangani gangguan pada plasenta tersebut
adalah dengan mengeluarkan plasenta dari dalam rahim dengan menggunakan
beberapa metode, yaitu:
 Menggunakan Tangan
Salah satu cara untuk menangani hal tersebut adalah dengan cara
mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Hal ini harus
dilakukan secara hati-hati karena berpotensi meningkatkan risiko infeksi pada
ibu yang baru melahirkan tersebut.
 Mengonsumsi Obat-Obatan
Cara lainnya agar plasenta yang tersangkut dapat keluar dari tubuh adalah
dengan memberikan obat-obatan. Beberapa obat yang mungkin diberikan
4. Gangguan pembekuan darah
Semua wanita yang melahirkan pasti mengalami perdarahan selama kurang
lebih 40 hari. Sering kali, perdarahan ini disertai dengan bekuan darah yang ditunjukkan
dengan adanya gumpalan pada darah yang dikeluarkan. Banyak wanita yang
mempertanyakan apakah pembekuan darah setelah melahirkan normal terjadi. Nah,
untuk membedakan mana pembekuan darah yang normal dan yang bahaya setelah
melahirkan, berikut ulasannya. Sekitar 6-8 minggu setelah melahirkan, tubuh berada
dalam masa penyembuhan. Di waktu ini, tubuh biasanya mengalami perdarahan yang
dikenal nama lokia.
Tidak semua perdarahan setelah melahirkan berbentuk cair. Beberapa darah
justru mengalami penggumpalan dengan ukuran cukup besar yang biasanya
dikeluarkan dengan deras pada 24 jam setelah melahirkan. Pembekuan darah yang
berbentuk seperti kumpulan agar-agar ini juga normal terjadi saat rahim berkontraksi
dan mengecil serta melepaskan lapisannya setelah melahirkan. Pembekuan darah ini
biasanya bersumber dari jaringan yang rusak di rahim dan saluran lahir setelah Anda
melahirkan. Jenis penggumpalan darah setelah melahirkan Ada dua jenis
penggumpalan darah yang umumnya dialami wanita setelah melahirkan, yaitu:
a. Penggumpalan darah yang dikeluarkan melalui vagina pada masa-masa setelah
melahirkan yang berasal dari lapisan rahim dan plasenta.
b. Penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah tubuh. Ini adalah kasus
yang jarang terjadi tapi bisa mengancam nyawa.
Gejala pembekuan darah normal setelah melahirkan melahirkan normal tanpa rasa sakit
Menurut Queesland Clinical Guidelines, pembekuan darah, termasuk setelah
melahirkan, memiliki tampilan seperti agar-agar. Hal ini dikarenakan pembekuan darah
setelah melahirkan biasanya mengandung lendir dan jaringan tertentu yang ukurannya
bisa sampai sebesar bola golf. Pembekuan darah ini mungkin Anda alami sesaat setelah
melahirkan hingga enam minggu sesudahnya. Berikut adalah kasus pembekuan darah
setelah melahirkan yang masih tergolong normal:
- 24 jam pertama setelah kelahiran
Periode ini merupakan masa perdarahan dan pembekuan paling berat setelah
melahirkan dengan darah yang berwarna merah cerah. Ukuran penggumpalan darah
setelah melahirkan ini bervariasi, mulai dari seukuran buah anggur hingga sebesar
bola golf. Biasanya, Anda perlu mengganti pembalut setiap jamnya karena volume
darah cukup deras.
- 2-6 hari setelah kelahiran
Di masa ini, aliran darah secara bertahap akan menjadi lebih ringan, mirip seperti
aliran darah saat menstruasi normal. Penggumpalan yang terbentuk di masa ini pun
memiliki ukuran yang semakin mengecil dibandingkan di waktu 24 jam pertama
setelah melahirkan.Warna darah juga menjadi kecokelatan atau merah muda. Jika
di waktu ini Anda masih memiliki darah yang berwarna merah terang, segera
konsultasikan ke dokter karena hal ini menunjukkan perdarahan tidak melambat
seperti yang seharusnya.
- 7-10 hari setelah kelahiran
Darah berwarna cokelat atau merah muda yang mulai memudar. Aliran
penggumpalan darah juga akan menjadi lebih ringan dibandingkan dengan minggu
pertama setelah melahirkan.
Pada ibu > 24 pasca persalinan yang mengalamai perdarahan dapat memberikan
tanda dan gejala melalui data subyek maupun obyektif seperti table dibawah ini :

DATA PERDARAHAN SEKUNDER

SUBYEKTIF OBYEKTIF
 Ibu post partum dengan  Pemeriksaan fisik:
keluhan lemah, limbung
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok,
 Riwayat Kehamilan
 Anak lebih dari 4 tekanan darah rendah, denyut nadi cepat,
 Perdarahan saat hamil kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah
 Riwayat Persalinan :
 Persalianan cepat/lama keluar melalui vagina terus menerus
 Ditolong dengan tindakan  Pemeriksaan obstetri:
 Operasii
 Riwayat tindakan persalinan: Mungkin kontraksi usus lembek, bila
 Pengeluaran placenta kontraksi baik, perdarahan mungkin karena
dengan dirogoh
luka jalan lahir
 Perdarahan setelah
melahirkan dan di infus
 Perdarahan setelah  Pemeriksaan ginekologi: setelah kondisi
melahirkan dan dijahit
stabil untuk mengecek kontraksi
uterus/luka jalan lahir/retensi sisa
plasenta
 Pemeriksaan laboratorium
Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl
 Perlu dilakukan pemeriksaan faktor
koagulasi seperti waktu perdarahan dan
waktu

SELANJUTNYA
Anda dapat melakukan penilaian kehilangan darah melalui tanda gejala yang dapat dilihat
dalam table dibawah ini untuk mengetahui apa penyebab Perdarahan Sekunder

Gejala dan tanda Diagnosis kerja penyulit


 Uterus tidak berkontraksi dan Atonia uteri  Syok
lembek.  Bekuan darah pada
 Perdarahan segera setelah serviks atau posisi
anak lahir telentang akan
menghambat aliran darah
keluar
 Darah segar mengalir segera Luka/robekan jalan lahir  Pucat
setelah bayi lahir  Lemah
 Uterus berkontraksi dan keras  Menggigil
Plasenta lengka
 Plasenta atau sebagian selaput Retensi sisa plasenta  Uterus berkontraksi tetapi
tidak lengkap tinggi fundus tidak
 Sub-involusi uterus berkurang
 Perdarahan
 Uterus berkontraksi dan Gangguan pembukaan  Pucat dan limbung
lembek. darah  Anemia
 Plasenta lahir lengkap  Demam
Perdarahan
 Riwayat perdarahan lama

Setelah anda memahami tanda gejala serta penyebabnya langkah berikutnya adalah
bagaimana penatalaksanaannya. Penanganan perdarahan post partum sekunder yang dilakukan
dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta
kemungkinan syok hipovolemik dan (2) penatalaksanaan perdarahan postpartum sekunder.

1) Resusitasi cairan
 Kehilangan 1 L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan
infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran keruang interstisial.
Perdarahan post partum > 1.500 mL pada wanita yang saat hamilnya normal, cukup
dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.
 Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan
pengunaan cairan Ringer Laktat.
 Cairan yang mengandung Dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum.
 Transfusi Darah diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut melebihi 2.000 mL
atau pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi
cepat.Tujuan transfusi memasukkan 2-4 unit PRC untuk menggantikan pembawa
oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi.
 PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus, diatasi dengan
menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan
Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan
penjendalan.
 Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan.
 Perlu pertimbangkan pemberian oksigen

2) Penatalaksaaan perdarahan post partum sekunder


Penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan pada diagnosa yang dapat pelajari dibawah ini.
a. Atonia uteri
 Teruskan pemijatan uterus
 Pemberian uterotonika (oksitosin), dengan cara :
Jenis dan cara OKSITOSIN ORGOMETRI MISOPROSTOL
Dosis dan cara IV : infus 20 unit dalam Pemberian IM Oral 600 mcg atau
pemberian 1 L larutan garam atau IV ( secara fectal 400 mcg
fisiologis dengan 60 pelahan) : 0,2 mg
tetes per/menit
IM : 10 unit
Dosis lanjutan V : infus 20 unit dalam Ulangi 0,2 mg I.M 400 mcg 2-4 jam
1 L larutan garam setelah 15 menit. setelah dosis awal
fisiologis dengan 40 Jika masih
tetes per/menit diperlukan ,
berikn IM/IV
setiap 2-4 jam
Dosis maksimal/hari Tidak lebih dari 3 liter Total 1mg atau 5 Total 1200 mcg
larutan dengan dosis atau 3 dosis
oksitosin
Indikasi kontra Tidak boleh Pre Eklamsia Nyeri kontraksi,
/hati-hati memberi IV secara ,vitium kordis, asma
cepat atau bolus hipertensi

 Jika perdarahan terus berlangsung


- Pastikan placenta lengkap
- Jika terdapat tanda sisa placenta ………………. keluarkan
 Jika perdarahan terus berlangsung dan tindakan diatas sudah diberikan, tindakan
 yang dapat dilakukan adalah sebagai berikukan

 LAKUKAN : KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL


- Masukkan tangan secara obsterik kedalam lumen vagina, ubah menjadikepalan dan
letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior dan
dorong segmen bawah uterus ke kranioanterior.
- Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang corpus uteri sebanyak mungkin
- Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan
tangan dalam
 Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi. Jika uterus
sudah mulai berkontraski, pertahankan dengan baik secara perlahan lepaskan tangan
dan pantau ibu secara ketat.
 Jika uterus tidak berkontrasi setelah 5 menit. Lakukan Kompresi bimanual eksternal
(oleh asisten/keluarga) Berikan ergometrin 0,2 mg IM, pasank infus dengan 20 unit
oksitosin dalam 1 L cairan IV (NaCl atau Ringer Laktat) 60 tetes permenit berjalan baik
dan metil ergometri 0,4 mg, tambahkan misoprostol jika diperlukan.

 KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNAL


 Lakukan dengan cara menekan dinding belakang uterus dan korpus uteri di antara
genggaman ibu jari dan keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan telapak
tangan dan tiga ibu jari yang lain.
 Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik jika perdarahan
pervaginam berhenti.
 Lanjutkan ke langkah berikut jika perdarahan belum berhenti

 KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS


 Raba pulsasi arteri femoralis pada lipat paha.
 Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking
pada umbilicus kearah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus
 Dengan tangan yang lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup
tidaknya kompresi :
 Jika pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup
 Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri femoralis
akanberkurang/terhenti.
 Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan
uterus (dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik
 Jika perdarahan masih lanjut : Lakukan rujukan dengan prosedur BAKSO (Bidan
Alat – Kendaraan –Surat Rujukan – Obat yang dibutuhkan )

 PROSEDUR ALTERNATIF dengan TAMPONADE UTERUS


MENGGUNAKAN KONDOM KATETER
Tamponade uterus merupakan salah satu upaya mengontrol perdarahan postpartum
karena atonia. Prinsip kerja dari tamponade uterus adalah menekan cavum uteri dari sisi
dalam ke arah luar dengan kuat sehingga terjadi penekanan pada arteria sistemik serta
memberikan tekanan hidrostatik pada arteri uterina. Penggunaan kassa padat untuk
tamponade uterus menimbulkan issu infeksi tinggi dan risiko trauma, bila kassa kurang
padat dapat mengakibatkan perdarahan tersembunyi. Bila tamponade uterus dilakukan
dengan balon, salah satunya dengan kondom kateter ini sangat efektif (rata-rata 15 menit
paska pemasangan maka perdarahan akan berkurang bahkan berhenti). Cara ini juga jauh
sangat murah dibanding jenis balon lain, ketersedian relatif ada dan mudah dilakukan
oleh profesional di daerah layanan primer.

Langkah pemasangan tamponade kateter kondom adalah sbb:


1. Persiapan alat:
 Baki steril berisi :kondom, benang/tali sutra, kateter no. 24, jegul, klem
ovarium, spekulum sim (2 bh), handscoen.
 Set infus+cairan (normal saline/NaCl).
 Bengkok.
2. Atur posisi pasiendengan lithotomi.
3. Penolong dan asisten memasang sarung tangan.
4. Masukkan kateter karet steril ke dalam kondom secara aseptik dan diikat dengan
benang sutra atau tali kenur di daerah mulut kondom.
5. Hubungkan selang infus bagian atas dengan botol/kantong cairan NaCl fisiologis
6. Vesica urinaria dipertahankan dalam kondisi kosong dengan pemasanga kateter
Foley
7. Kondom kateter dimasukkan ke dalam cavum uteri, dan ujung luar kateter
dihubungkan dengan selang infus bagian bawah selanjutnya alirkan cairan NaCL
fisiologis sebanyak 25 – 500 mL.
8. Lakukan observasi perdarahan, bila berkurang banyak, maka aliran cairan segera
dihentikan , ujung luar kateter dilipat dan diikat dengan benang.
9. Kontraksi uterus dipertahankan dengan pemberian oksitosin drip selama kurang
lebih 6 jam kemudian.
10. Posisi kondom kateter dipertahankan dengan memasukkan jegul atau dengan
memasukkan kondom kateter lain ke dalam vagina.
11. Kondom kateter dipertahankan 24 - 48 jam dan secara perlahan dikurangi
volumenya (10 – 15 menit) dan akhirnya dilepas.
12. Pasien diberi antibiotika Ampicillin, metronidazole dan gentamicin secara IV.
selama 7 hari.

b. Luka/robekan jalan lahir (robekan serviks, vagina dan perineum)


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
pascapersalinan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina.

Tatalaksana :
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator
 Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum), lakukan
rujukan
 Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio terjadi
robekan serviks jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Segera lakukan rujukan.
c. Retensi sisa plasenta
Sewaktu suatu bagian dari placenta – satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif.

Tatalaksana :
 Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa placenta , eksplorasi manual uterus
menggunakan teknik yang serupa dengan teknim yang digunakan untuk
mengeluarkan placenta yang tidak keluar.
 Keluarkan sisa placenta dengan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Jaringan yang melekat dengan kuat,
mungkin merupakan plasenta akreta, usaha mengeluarkan berdampak perdarahan
berat atau perforasi uterus, sehingga pasien harus segera dirujuk.
 Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1g oral dikombinasi
dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral Lakukan rujukan
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, untuk evakuasi sisa plasenta dengan
dilatasi dan kuretase.
 Sediakan pendonor bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb
> 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari

d. Gangguan pembekuan darah


 Jika perdarahan berlanjut setelah mendapat penatalaksanaan, lakukan uji
pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana.
 Uji masa pembekuan sederhana.
 Ambil 2 ml darah vena kedalam tabung reaksi kaca yang bersih, kecil dan kering
(kira-kira 10 mm X 75 mm).
 Pegang tabung tersebut dalam genggaman Anda untuk menjaganya tetap hangat
(kurang lebih + 37oC ).
 Setelah 4 menit, ketuk tabung secara perlahan untuk melihat apakah pembekuan
sudah terbentuk, kemudian ketuk setiap menit sampai darah membeku dan tabung
dapat dibalik.
 Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang
dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulophathi.
 Bila didapatkan hasil koagulophathi, maka pasien segera di rujuk.

B. Deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas


Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas Kegawatdaruratan maternal adalah kejadian
gawat darurat yang terjadi selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Kegawatdaruratan
maternal mayoritas disebabkan oleh karena perdarahan yang mengancam nyawa selama
kehamilan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ektopik) dan perdarahan pada minggu
akhir kehamilan serta mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, rupture
uteri, perdarahan persalinan pervaginam setelah seksio caesaria, retensio plasenta/plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetric (Masruroh,
2016).
Perdarahan Pervaginam Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 ml
(pada persalinan pervaginam) atau lebih dari 1000 ml (pada persalinan caesar) setelah bayi
lahir (Norma, 2013). Keluhan terkait kondisi kegawat daruratan pada ibu post partum perlu
dicurigai adanya preeklampsia berat atau preeklampsia pasca persalinan, dimana gejala
yang dimunculkan berupa data subyektif serta obyektif. Bila Anda mendapatkan ibu post
partum dengan gejala dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh Nyeri kepala hebat,
Penglihatan kabur, dan Nyeri epigartrium, Anda harus mewaspadai adanya Eklamsia Berat
atau Eklamsia dengan tanda dan gejala seperti dibawah ini :

Pre eklampsi berat Eklamsia


 Tekana diastolic ≥ 110 mmHg
 Protein urine ≥ +++,
 Kadang hiperrefleksia,
 Nyeri kepala hebat,
 Penglihatan kabur,
 Oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri abdomen atas / epigastric
 Edema paru

Eklamsia
 Tekanan diastolic ≥ 90 mmHg
 Protein urin ≥ ++
 Kadang disertai hiperrefleksia,
 Nyeri kepala hebat
 Penglihatan kabur
 Oliguria < 400 ml/24 jam
 Nyeri abdomen atas / epigastric
 Edema paru dan koma
 Ibu mengalami kejang

1) Dasar asuhan untuk ibu post partum dengan preeklasia berat/eklamsia Ibu post partum
dengan preeklasia berat/eklamsia harus segera dirujuk, sebelum dirujuk diperlukan.
a. Penaganan umum
untuk stabilisasi pasien dengan cara :
 Minta bantuan
 Hindarkan ibu dari terluka, tetapi jangan terlalu aktif menahan ibu.
 Jika ibu tidak sadarkan diri :
- Cek jalan napas
- Posisikan ibu berbaring menyamping ke sisi kiri badannya dan dukung punggung
ibu dengan dua bantal guling
- Periksa apakah lehernya tegang/kaku
 Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolic di antara 90-110 mmHg
 Pasang infus dengan jarum (16 gauge atau lebih besar)
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
 Katererisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan protein
 Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam :
- Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter/8 jam
- Pantau kemungkinan edema paru
 Jangan tinggalkan pasien sendirian (kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu)
 Observasi tanda-tanda vital, refleks setiap jam
 Jika pasien kejang
- Beri obat antikonvulsan
- Beri oksigen 4 – 6 liter/menit
- Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalukeras
- Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
- Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
- Rujuk dengan prinsip BAKSO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat)
- Miringkan ibu ke samping untuk mengurangi risiko aspirasi dan memastikan
jalan napas membuka.
b. Penanganan Khusus
Pemberian magnesium sulfat (MGSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia, dengan langkah :
1) Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
 Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
 Reflek patella (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
 Beritahu pasien akan merasa agak panas sewaktu diberisuntikan MgSO4
2) Pemberian dosis awal
 Pemberian MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gr larutan MgSO4 50%, masing-2 5 gr
di bokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1 mg lignokain 2% pada
semprit yang sama.
 Jika kejang berulang selama 15 menit, berikanMgSO4 2 gr (larutan 40%) IV
selama 5 menit
3) Dosis Pemeliharaan
 MgSO4 1-2 gr/jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 gr MgSO4
 Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 pasca persalinan atau kejang berulang.
 Hentikan pemberian MgSO4, jika :
- Frekuensi pernapasan minimal < 16/menit
- Reflek patella (-)
- Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
 Siapkan antidote
Jika terjadi henti nafas, lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator), beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi.

 Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :


 Minta bantuan
 Jangan tinggalkan ibu sendirian
 Hindarkan ibu dari terluka, tetapi jangan terlalu aktif menahan ibu.
 Jika ibu tidak sadarkan diri :
 Cek jalan napas
 Posisikan ibu berbaring menyamping ke sisi kiri badannya dan dukung punggung
ibu dengan dua bantal guling.
 Periksa apakah lehernya tegang/kaku
 Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolic di antara 90-110 mmHg
 Pasang infus dengan jarum (16 gauge atau lebih besar)
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
 Katererisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan protein
 Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam :
 Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter/8 jam.
 Pantau kemungkinan edema paru
 Jangan tinggalkan pasien sendirian (kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu).
 Observasi tanda-tanda vital, refleks setiap jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru Bila pasien kejang, yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
 Beri obat antikonvulsan Perelengkapan untuk penganan kejang (jalan nafas,
sedotan, masker dan balon, oksigen, sudip lidah) Beri oksigen 4 – 6 liter/menit
 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
 Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
 Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
 Rujuk dengan prinsip BAKSO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat)
 Miringkan ibu ke samping untuk mengurangi risiko aspirasi dan memastikan jalan
napas membuka.
Untuk penanganan khusus, yang dapat dilakukan adalah memberikan Magnesium
Sulfat (MgSO4). Magnesium sulfat (mgso4) merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia.

 SEBELUM PEMBERIAN MgSO4, periksa :


 Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
 Reflek patella (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
 Beritahu pasien akan merasa agak panas sewaktu diberisuntikan MgSO4
 DOSIS AWAL
 Pemberian MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gr larutan MgSO4 50%, masing-2 5 gr di
bokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1 mg lignokain 2% pada semprit
yang sama.
 Jika kejang berulang selama 15 menit, berikanMgSO4 2 gr (larutan 40%) IV selama
5 menit
 DOSIS PEMELIHARAAN
 MgSO4 1-2 gr /jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 gr MgSO4
 Lanjutkan pemberianMgSO4 sampai 24 pasca persalinan atau kejang berulang
 BERHENTILAH PEMBERIAN MgSO4, jika
 Frekuensi pernapasan minimal < 16/menit
 Reflek patella (-)
 Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
 SIAPKAN ANTIDOTUM
 Jika terjadi henti nafas , lakukan ventilasi ( masker dan balon, ventilator ), beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi.

C. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan puerperium


Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu.
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Sukma, 2017).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar 60% kematian ibu setelah
melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama
setelah melahirkan diantaranya disebabkan adanya komplikasi masa nifas (Purwoastuti,
2015). Pada tahun 2015, diperkirakan 303.000 wanita di seluruh dunia meninggal selama
kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara
yaitu Indonesia 126 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 54 per 100.000 kelahiran hidup,
Thailand 20 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 23 per 100.000 kelahiran
hidup, Malaysia 40 per 100.000 kelahiran hidup, Singapura 10 per 100.000 kelahiran hidup
(WHO, 2018). Berdasarkan data dari WHO, AKI di Indonesia masih tinggi dibandingkan
dengan negara ASEAN lainnya. Di Indonesia 75% penyebab kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan (sebagan besar perdarahan pasca bersalin), infeksi yang terjadi pasca bersalin,
tekanan darah tinggi saat kehamilan (preeklampsia, eklampsia), partus lama/macet, dan
aborsi yang tidak aman (Achadi, 2019).
Sepsis puerperalis merupakan infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap
saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah
persalinan atau abortus. A danya kegawatdarutan ibu nifas dengan sepsis peurperalis bila
terdapat tanda dan gejala sesuai dengan lokasi adanya infeksi atau peradangan alat-alat
genitalia. Pada kasus sepsis peurperalis dapat menimbulkan kegawatdaruratan, yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Nyeri pelvik
2. Demam >38,5° diukur melalui oral kapan saja;
3. Vagina yang abnormal
4. Vagina berbau busuk;
5. Keterlambatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri)

1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium
 VULVITIS
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan
luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan pus.
 VAGINITIS
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum.
Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung
nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya
infeksi tinggal terbatas
 SERVISITIS
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka
serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium
 ENDOMETRITIS
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kumankuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat
mengikut sertakan seluruh endometrium
 KOMPLIKASI PERITONITAS
Peritonitas menyeluruh adalah peradangan pada semua bagian peritonium, ini berarti
baik peritoneum parietal,yaitu membran yang melapisi dinding abdomen,maupaun
peritoneum viseral,yang terletak di atas vasera atau organorgan internal meradang
 SALPINGO-OOFORITIS DAN PARAMETRITIS
- Salpingo-ooforitis adalah infeksi pada ovariun dan tubafallopi.
- Parametritis adalah infeksi pada parametrium.,jaringan yang memanjang sampai
kesisi servik dan kepertengahan lapisan- lapisan ligamen besar
 SEPTIKEMIA
Septikemia adalah ada dan berkembangbiaknya bakteri di dalam aliran darah.
 ABSES
Masa yang menonjol dan berfluktuasi pada pemeriksaan vagina, nyeri yang hebat dan
nyeri tekan, demam tidak menurun meskipun diberikan antibiotic Untuk mengetahui
adanya kegawatdarutan ibu nifas dengan sepsis peurperalis, Anda dapat melakukan
pengkajian data subyektif dan obyektif, seperti dibawah ini :
 Data Subyek
- Ibu menyampaikan baru melahirkan
- Riwayat persalinan dengan tindakan ( digunting, dengan alat dan plasenta dirogo)
- Proses persalinan lama lebih 1 jam bayi tidak segera lahir
- Saat hamil ibu dengan penyakit mis: batuk lama, dada berdebardebar, kencing
manis dll
 Data Obyek
- Partus lama utama ketuban pecah lama
- Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
- Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
- Demam tinggi sampaji menggigil
- Nadi kecil dan cepat
- Nyeri tekan pada kedua sisi abdomen

2) Alur Pengelolaan KegawatdaruratanIbu Nifas dengan Sepsis Puerperium


 Data Obyek
- Partus lama utama ketuban pecah lama
- Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
- Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
- Demam tinggi sampaji menggigil
- Nadi kecil dan cepat
- Nyeri tekan pada kedua sisi abdomen
- Nyeri tekan yang cukup terasa pada pemeriksaan vagina
- Mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi
 Data Subyek
- Ibu menyampaikan baru melahirkan
- Riwayat persalinan dengan tindakan ( digunting, dengan alat dan plasenta dirogoh)
- Proses persalinan lama lebih 1 jam bayi tidak segera lahir
- Saat hamil ibu dengan penyakit mis: batuk lama, dada berdebardebar, kencing
manis dll

 MENILAI KONDISI PASIEN


- Keadaan Umum
- Tanda-tanda vital
 RESUSITASI DAN ISOLASI
- Isolasi pasien yang diduga infeksi untuk memudahakan pengamatan
- Berikan pemasangan infus
 MENGAMBIL SPESIMEN dean PENGOBATAN
a. Obati secara aktif jika diduga, tanpa menunggu kepastian diagnosis.
b. Mulai dengan antibiotik seperti: benzil penisilin ditambah dengan gentamisin dan
metronidazol,cairan 4 dan analgesik (seperti petidin 50-100 mg secara IM setiap 6
jam).
c. Jika tersedia, pasang selang nasogastrik (NGT) dan aspirasikan isi lambung.
 RUJUK
- Dirujuk Langsung ke RUMAH SAKIT
- BAKSOKU (Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang )

D. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis


Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada putting
susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 :
701). Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stafilokokkus aureus.
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui
sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Mastitis biasanya terjadi pada
wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu
pertama setelah melahirkan.
Bila tidak segera ditangani menyebabkan Abses Payudara (pengumpulan nanah lokal
di dalam payudara) merupakan komplikasi berat dari mastitis.
cara mendeteksi adanya mastitis:
a. Lakukan dengan memperhatikan perubahaan pada payudara ibu post partum serta area
perubahannya Dibedakan berdasar tempat serta penyebab dan kondisinya
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.

b. Menurut penyebab dan kondisinya Mastitis Periductal Mastitis Puerperalis/Lactational


Mastitis Supurativa
 muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
 penyebab utamanya tidak jelas diketahui.
 Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
 banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
 Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu,
yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung paling banyak dijumpai.
 Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis.
Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Untuk
menentukan adanya kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis, dapat diilhat dari
tanda dan gejala yang muncul , biasanya terjadinya akhir minggu pertama pasca partum.
Hal ini berkaitan erat dengan produksi dari ASI yang dihasilkan oleh kelenjar acinin
yang dalam alveoli dan tidak dapat dipancarkan keluar. Tanda gejala kegawatdaruratan
ibu nifas dengan mastitis seperti dibawah ini :

 Adanya nyeri ringan sampai berat


 Payudara nampak besar dan memerah
 Badan terasa demam seperti hendak flu, nyeri otot, sakit kepala, keletihan Mastitis
yang tidak ditangani memiliki hampir 10% resiko terbentuknya abses.

c. Tanda dan gejala abses meliputi hal – hal berikut :


 Discharge putting susu purulenta
 Demam remiten ( suhu naik turun ) disertai mengigil
 Pembengkakkan payudara dan sangat nyeri, massa besar dan keras dengan area
kulit berwarna berfluktasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses
berisi pus
 suhu meningkat dengan cepat mencapai 39,5°C – 40 °C
 denyut nadi meningkat -menggigil, malaise, sakit kepala
 daerah payudara menjadi merah, tegang, nyeri, disertai benjolan yang keras
 Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan puting payudara
saat menyusui.
 Saluran ASI tersumbat tidak segera diatasi sehingga menjadi mastitis

d. Abses Payudara
Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri dengan
kemerahan,panas,edema kulit diatasnya.Bila tidak segara ditangani benjolan akan akan
menjadi berfluktuasi dengan perubahan warna kulit dan nekrosis Untuk memperjelas
adanya mastitis pada ibu post partum, yaitu dengan memilahkan tanda gejala tersebut
dengan mencari data subyektif maupun obyektif, seperti dibawah ini :
1. Data Subyektif dan Obyektif
a) Penatalaksanaan Mastitis
 Dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu untuk aliran ASI yang baik
dengan lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
 Bila ibu merasa sangat nyeri, menyusui dimulai dari sisi payudara yang sehat,
kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila
sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang.
 Posisikan bayi pada payudara, dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan agar membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
 Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa.
 Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
b) Data Subyektif
 Ibu menyampaikan kalau baru melahirkan hari yang lalu
 Mengeluh payudaranya terasa berat dan sakit
 Tidak berani untuk meneteki bayinya
 Badan terasa demam seperti hendak flu : nyeri otot, sakit kepala, keletihan
c) Data Obyektif
 Adanya nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi
menyusui.
 Teraba keras dan tampak memerah
 Permukaan kulit dari payudara yang
 terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah
 Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5– 40 oC)
 Nadi kecil dan cepat
 Mengigil
 Malaise umum, sakit kepala Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara
keras krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga
dapat membantu melancarkan aliran ASI.
 Konseling suportif
 Memberikan dukungan,bimbingan.keyakinan kembali tentang menyusui yang
aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayi, serta payudara akan pulih bentuk maupun fungsinya
 Pengeluaran ASI yang efektif
 Bantu ibu perbaiki kenyutan bayi pada payudara
 Dorong untuk sering menyusui selama bayi menghendaki serat tanpa batasan
 Bila perlu peras ASI dengan tangan atau pompa atau botol panas sampai
menyusui dapat dimulai lagi
 Terapi antibiotika, diindikasikan pada:
 Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
 Gejala berat sejak awal
 Terlihat putting pecah-pecah
 Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
 Dan dapat diberikan antibiotika seperti: Antibiotika Beta-lakta-mase
 Pengobatan simtomatik
 Diterapi dengan anlgesik (mis: Ibuprofen, Parasetamol)
 Istirahat atau tirah baring dengan bayinya
 Penggunaan kompres hangat pada payudara
 Yakinkan ibu untuk cukup cairan
 Pendekatan terapeutik lain (misalnya penyinggiran pus, tindakan diit,
 pengobatan herbal, menggunakan daun kol untuk kompres dingin

a. Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya mastitis terbagi atas:
 di bawah are ola mammae
 di tengah areola mammae
 mastitis yang lebih dalam antara payudara dan otot-otot.

Murut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu :


 Mastitis periductal Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia
menjelang menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran
karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
 Mastitis puerperalis/lactational Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita
hamil atau menyusui. Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang
menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
 Mastitis supurativa Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa
dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman
TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak
tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.

e. Penatalaksanan
1. Bila terjadi mastitis pada payudara yang sakit penyusuan bayi dihentikan.
2. Karena penyebab utama adalah Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisislin
dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil pembiakan dan uji
kepekaan air susu.
3. Lokal dilakukan kompres dan pengurutan ringan dan penyokong payudara; bila
panas dan nyeri berikan obat-obat anti panasdan analgetika.
4. Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial sejajar dengan jalannya duktus laktiferus.
Pasang pipa (drain) atau tamponade untuk mengeringkan nanah.

f. Pencegahan
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Perawatan puting susu atau perawatan payudara
2. Susukan bayi setiap saat tanpa jadwal
3. Pembersihan puting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan
kerak dan susu yang sudah kering
4. Teknik menyusui yang benar, bayi harus menyusu sampai ke kalang payudara.
5. Bra yang cukup meyangga tetapi tidak ketat
6. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
7. Kompres hangat pada area yang terkena
8. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
9. Peningkatan asupan cairan
10. Istirahat
11. Membatu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress dan keletihan dalam
kehidupannya
12. Suportif, pemeliharaan perawatan ibu
13. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
14. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
15. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan ASI,
BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara.
16. Senam laktasi (menggerakkan lengan secara berputar sehingga sendi bahu ikut
bergerak kearah yang sama guna membantu memperlancar peredaran darah dan
limfe di payudara.
17. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan Misalnya bayi harus mendapat
kontak dini dengan ibunya dan mulai menyusui segera setelah tampak tanda-tanda
kesiapan,biasanya dalam jam pertama atau lebih
18. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang Misalnya ibu
harus dibantu memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI
19. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI Ibu harus tahu cara merawat
payudara dan tanda stasis ASI atau mastitis sehingga mereka dapat mengobatinya
sendiri di rumah dan mencari pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak
menghilang
20. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Pemberian pengetahuan dan
keterampilan dari petugas kesehatan untuk para ibu agar dukungan menyusui terus
menerus harus tersedia di masyarakat,serta pemberian pengobatan secar dini
21. Pengendalian infeksi Misalnya petugas kesehatan harus mencuci tangan setiap kali
setelah kontak dengan ibu dan bayi,kontak kulit dini dan rawat gabung bayi dengan
ibu,pemijatan,salep dan semprotan payudara (penisilin, klorheksidin)
22. Jika ibu melahirkan bayi lalu bayi tersebut meninggal, sebaiknya dilakukan bebat
tekan pada payudara dengan menggunakan kain atau stagen dan ingat untuk minta
obat penghenti ASI pada dokter atau bidan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa
nifas ini dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah
itu. Nifas dibagi menjadi 3 periode yakni : puerperium dini, puerperium intermediate, dan
remote puerperium (Rahmawati, 2011). Kegawatdaruratan maternal adalah kejadian gawat
darurat yang terjadi selama kehamilan, persalinan, dan nifas (Masruroh, 2016).
Kegawatdaruratan maternal masa nifas yakni ada perdarahan pervaginam terbagi dua ada
perdarahan pervaginam primer/perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan, dan perdarahan
pervaginam sekunder/perdarahan setelah lewat dari 24 jam sampai 6 minggu masa postpartum.
Infeksi nifas terbagi menjadi dua yakni infeksi nifas terbatas lokalisasinya yakni vagina, vulva,
serviks,dan endometrium, dan infeksi nifas yang menyebar ke tempat lain; ke pembuluh darah
limfe, pembulah darah vena dan endometrium. Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena
trauma waktu persalinan. Metritis yakni infeksi uterus setelah persalinan. Abses pelvic
merupakan penyakit radang panggul/infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Infeksi luka
perineum sering terjadi karena kurang perhatian terhadap hygiene organ reproduksinya.
Bendungan ASI terjadi karena bayi kurang menyusu dengan baik. Mastitis adalah infeksi
peradangan pada mammae, biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, apabila tidak
diobati akan menjadi abses payudarasimpulan.

Saran
Bagi Tenaga Kesehatan Pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan ibu nifas perlu diberikan
KIE masa nifas, KIE tanda bahaya nifas, KIE teknik menyusui yang benar, KIE perawatan luka
jahitan, KIE kebutuhan gizi ibu nifas. KIE tersebut dapat diberikan pada saat pasien melakukan
kunjungan ulang. Diharapkan tenaga kesehatan melibatkan keluarga dalam memberikan
asuhan ibu nifas. Pada saat kunjungan ulang, dilakukan pemeriksaan secara lengkap mulai dari
tanda vital, pemeriksaan payudara, kontraksi uterus,pengeluaran pervaginam dan ekstremitas
ibu agar jika didapatkan kelainan dapat segera dilakukan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

hhtps://www.halodoc.com/artikel/perlu-tahu-ini-4-penyebab-perdarahan-postpartu

https://id.theasianparent.com/atoniauteri/amp#aoh=16459489866449&amp_ct=16459490731
84&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s
https://www.alodokter.com/memahami-atonia-uteri-pada-ibu-hamil
https://www.alodokter.com/retensi-plasenta
https://www.halodoc.com/kesehatan/perdarahan-postpartum

Anda mungkin juga menyukai