Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Herlina (P00324020017)
Nirwaana (P00324020029)
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran ALLAH SWT. Atas curahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tidak lupa kita hanturkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad Saw yang telah membimbinng kita dari arah kegelapan
menuju zaman yang terang menderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Makalah yang berjudul “Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas” ini di susun oleh
kelompok 4 untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Dan Neonatal dari dosen Hasmia Naningsi, SST, M. Keb dimana sumber materi yang
kami ambil berasal dari internet yang relevan guna menunjang keakuratan materi yang nantinya
akan di gunakan.
Kelompok kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih ada
kesalahan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, kami berterima kasih apabila pembaca ingin memeberikan
masukan dan saran yang membangun agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi. Kami
mengharap makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai Asuhan Kegawatdaruratan
Pada Masa Nifas.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
KATATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 6
C. TUJUAN MASALAH ............................................................................... 6
BAB II : PEMBAHASAN
A. Asuhan kegawatdaruratan ibu nifas dengan pendarahan
postpartum sekunder ................................................................................. 7
B. Deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas ......................................... 22
C. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan puerperium ....................................... 27
D. Kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis ............................................. 30
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................... 36
Saran ............................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat kandungan
kembali normal seperti sebelum hamil.Selama masa pemulihan berlangsung, ibu
akanmengalami banyak perubahan fisik maupun psikologis.Perubahan tersebut sebenarnya
bersifat fisiologi, namun jika tidak ada pendampingan melalui asuhan kebidanan,
akanberubah menjadi patologis. Sehingga sudah menjadi tujuan para tenaga kesehatan
untuk melakukan pendampingan secara berkesinambungan agar tidak terjadi berbagai
masalah, yang mungkin saja akan menjadi komplikasi masa nifas (Purwati,2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu selama kehamilan
dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaansosial ekonomi, keadaan
kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan,kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran, tersedianya danpenggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
ternasuk pelayanan prenatal danobstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan
keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
prenatal dan obstetri yang rendah pula(Dinas Kesehatan Provinsi jawa tengan,2012). AKI
di Indonesia tahun 2012 berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
sebesar 359/ 100.000 kelahiran hidup.Angka tersebut mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan SDKI tahun 2007, dimana AKI sekitar 228/100.000 kelahiran
hidup.Diperkirakan setiap tahunnya 300.000 ibu di dunia meninggal saat
melahirkan.Penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan nifas sekitar 26,9%.
Kematian ibu di Indonesia sebesar 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari
angka tersebut di sebabkan oleh perdarahan postpartum karena atonia uteri (Depkes
RI,2011). Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 berdasarkanlaporan dari
kabupaten/kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 sebesar116,01/100.000 kelahiran hidup.
Sebesar 57,93% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar
24,74% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33%. Berdasarkan audit pemerintah jawa
tengah, penyebab kematian ibu disebabkan oleh perdarahan 16,44%. Dari angka tersebut,
diperoleh gambaran etiologi antara lain adalah karena atonia uteri (50%-60%) (Dinas
kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2012). AKI di Kabupaten Demak pada tahun 2009 adalah
sebesar 143.06/ 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan
yang signifikan yaitu sebesar 98,98/100.000 kelahiran hidup. Kematian waktu bersalin
sebesar 86,80%, sebesar 81,25% kematian paritas <5, sebesar 87,5% kematian ibu hamil
periksa ANC< 4x , penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan karena atonia
uteri sebesar 6%, sebesar 8% karena infeksi, sebesar 12% karena eklamsi (Dinas Kesehatan
Kota Demak,2010). Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar terjadi
60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 25% dari kematian ibu pada masa
nifasyang terjadi pada 24jam pertama setelah persalinan (Saleha,2009). Mortalitas ibu
setelah persalinan menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga dan
semua pihak yang terlibat dalam perawatanya, rangkaian sejarah.
Dapat berubah karena beberapa hal karena mortalitas yang tidak terduga
tersebut(Donnison1988). Sejak dulu, sejumlah besar ibu yang menjalani persalinan normal
atau lancar, kemudian meninggal setelahnya akibat sepsis yang terjadi selama
nifas(Loudon1986). Ketika persalinan dipersulit dengan perdarahan yang mengancam jiwa
(Fraser dan Cooper,2009). Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor
penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia dan infeksi. Sedangkan faktor
yang tidak langsung penyebab kematian ibu adalah masih banyaknya kasus 3 Terlambat 4
Terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 28%,
eklampsia24%, infeksi11%, partus lama 5%, aborsi5%, dan lain-lain 27%, yang didalam
terdapat penyulit pada kehamilan dan penyulit pada masa persalinan (Departemen
Kesehatan RI,2010).Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab penting kamatian
ibu, ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pasca persalinan,
plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri) disebakan
oleh perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pasca persalinan biasanya terjadi segera
setelah ibu melahirkan. Terutama di dua jam pertama setelah bersalin, ibu belum boleh
keluar dari kamar bersalin dan masih dalam pengawasan. Adakalanya perdarahan yang
terjadi tidak kelihatan karena darah berkumpul di rahim,jadi begitu keluar akan cukup
deras. Ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kematian (Anggaini,2010).
Perdarahan pascapartum segera merupakan perdarahan yang terjadi segera setelah
kelahiran plasenta lengkap, yang menandai selesainya kala tiga persalinan. Pada 80 sampai
90 persen kasus perdarahan pascapartum segera, salah satu penyebabnya adalah atoni
uterus(Varney,2007).
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas adalah memberikan perawatan dan
dukungan sesuai kebutuhan ibu, melalui kemitraan dengan ibu dan dengan cara mengkaji
kebutuhan, menentukan diagnosa dan kebutuhan, merencanakan asuhan, melaksanakan
asuhan, mengevaluasi bersama pasien dan membuat rencana tindak lanjut
(Bahiyatun,2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Islam NU Demak,
maka dapat diketahui ibu nifas pada tahun 2012 dari bulan Januari - Desemberada sejumlah
417orang. Dari data tersebut terdapat kasus perdarahan karena atonia uteri sebanyak (1
orang), infeksi (2 orang) dan sisanya ibu nifas normal dan pada tahun 2013 dari bulan
Januari – Desember terdapat sejumlah 312 orang. Dari data tersebut terdapat kasus
perdarahan karena retensio plasenta (1 orang), infeksi (3 orang) dan laserasi (2 orang),
sebanyak (306 orang) nifas normal. ( RSI NU Demak, 2013). Dari data diatas bahwa
perdarahan dapat menyebabkan angka kematian ibu jika tidak segera dilakukan tindakan.
Maka penulis tertarik untuk mengambil Karya Tulis Ilmiah tentang “Asuhan Kebidanan
Ibu Nifas Patologi dengan Perdarahan Postpartum Primer pasca atonia uteri di Rumah Sakit
Islam Nahdlatul Ulama ( RSINU ) Demak”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Kegawatdaruratan Ibu Nifas dengan Perdarahan Post Partum
Sekunder?
2. Bagaimana Deteksi Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas?
3. Bagaimana Kegawatdaruratan iIbu Nifas dengan Puerperum?
4. Bagaimana Kegawatdarurtan Ibu Nifas dengan Mastitis?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kegawatdaruratan Ibu Nifas dengan Perdarahan
Post Partum Sekunder
2. Untuk mengetahui bagaimana Deteksi Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas
3. Untuk mengetahui bagaimana Kegawatdaruratan iIbu Nifas dengan Puerperum
4. Untuk mengetahui bagaimana Kegawatdarurtan Ibu Nifas dengan Mastitis
BAB II
PEMBAHASAN
Atonia uteri tidak bisa diprediksi sebelumnya sehingga tidak ada pencegahan pasti
yang bisa dilakukan. Kondisi ini baru bisa terlihat setelah persalinan benar-benar
dijalani. Untuk melakukan pencegahan atonia uteri, dokter juga selalu memeriksa tanda
vital tubuh ibu melahirkan untuk deteksi dini jika terjadi pendarahan pasca persalinan.
Tanda vital yang diperiksa, antara lain:
Tanda utama retensi plasenta adalah tertahannya sebagian atau seluruh plasenta
di dalam tubuh lebih dari 30 menit setelah bayi dilahirkan. Keluhan lain yang dapat
dialami adalah:
Demam
Menggigil
Nyeri yang berlangsung lama
Perdarahan hebat
Keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina
SUBYEKTIF OBYEKTIF
Ibu post partum dengan Pemeriksaan fisik:
keluhan lemah, limbung
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok,
Riwayat Kehamilan
Anak lebih dari 4 tekanan darah rendah, denyut nadi cepat,
Perdarahan saat hamil kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah
Riwayat Persalinan :
Persalianan cepat/lama keluar melalui vagina terus menerus
Ditolong dengan tindakan Pemeriksaan obstetri:
Operasii
Riwayat tindakan persalinan: Mungkin kontraksi usus lembek, bila
Pengeluaran placenta kontraksi baik, perdarahan mungkin karena
dengan dirogoh
luka jalan lahir
Perdarahan setelah
melahirkan dan di infus
Perdarahan setelah Pemeriksaan ginekologi: setelah kondisi
melahirkan dan dijahit
stabil untuk mengecek kontraksi
uterus/luka jalan lahir/retensi sisa
plasenta
Pemeriksaan laboratorium
Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl
Perlu dilakukan pemeriksaan faktor
koagulasi seperti waktu perdarahan dan
waktu
SELANJUTNYA
Anda dapat melakukan penilaian kehilangan darah melalui tanda gejala yang dapat dilihat
dalam table dibawah ini untuk mengetahui apa penyebab Perdarahan Sekunder
Setelah anda memahami tanda gejala serta penyebabnya langkah berikutnya adalah
bagaimana penatalaksanaannya. Penanganan perdarahan post partum sekunder yang dilakukan
dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta
kemungkinan syok hipovolemik dan (2) penatalaksanaan perdarahan postpartum sekunder.
1) Resusitasi cairan
Kehilangan 1 L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan
infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran keruang interstisial.
Perdarahan post partum > 1.500 mL pada wanita yang saat hamilnya normal, cukup
dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.
Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan
pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung Dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum.
Transfusi Darah diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut melebihi 2.000 mL
atau pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi
cepat.Tujuan transfusi memasukkan 2-4 unit PRC untuk menggantikan pembawa
oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi.
PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus, diatasi dengan
menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan
Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan
penjendalan.
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan.
Perlu pertimbangkan pemberian oksigen
Tatalaksana :
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum), lakukan
rujukan
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio terjadi
robekan serviks jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Segera lakukan rujukan.
c. Retensi sisa plasenta
Sewaktu suatu bagian dari placenta – satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif.
Tatalaksana :
Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa placenta , eksplorasi manual uterus
menggunakan teknik yang serupa dengan teknim yang digunakan untuk
mengeluarkan placenta yang tidak keluar.
Keluarkan sisa placenta dengan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Jaringan yang melekat dengan kuat,
mungkin merupakan plasenta akreta, usaha mengeluarkan berdampak perdarahan
berat atau perforasi uterus, sehingga pasien harus segera dirujuk.
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1g oral dikombinasi
dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral Lakukan rujukan
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, untuk evakuasi sisa plasenta dengan
dilatasi dan kuretase.
Sediakan pendonor bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb
> 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
Eklamsia
Tekanan diastolic ≥ 90 mmHg
Protein urin ≥ ++
Kadang disertai hiperrefleksia,
Nyeri kepala hebat
Penglihatan kabur
Oliguria < 400 ml/24 jam
Nyeri abdomen atas / epigastric
Edema paru dan koma
Ibu mengalami kejang
1) Dasar asuhan untuk ibu post partum dengan preeklasia berat/eklamsia Ibu post partum
dengan preeklasia berat/eklamsia harus segera dirujuk, sebelum dirujuk diperlukan.
a. Penaganan umum
untuk stabilisasi pasien dengan cara :
Minta bantuan
Hindarkan ibu dari terluka, tetapi jangan terlalu aktif menahan ibu.
Jika ibu tidak sadarkan diri :
- Cek jalan napas
- Posisikan ibu berbaring menyamping ke sisi kiri badannya dan dukung punggung
ibu dengan dua bantal guling
- Periksa apakah lehernya tegang/kaku
Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolic di antara 90-110 mmHg
Pasang infus dengan jarum (16 gauge atau lebih besar)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
Katererisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan protein
Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam :
- Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter/8 jam
- Pantau kemungkinan edema paru
Jangan tinggalkan pasien sendirian (kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu)
Observasi tanda-tanda vital, refleks setiap jam
Jika pasien kejang
- Beri obat antikonvulsan
- Beri oksigen 4 – 6 liter/menit
- Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalukeras
- Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
- Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
- Rujuk dengan prinsip BAKSO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat)
- Miringkan ibu ke samping untuk mengurangi risiko aspirasi dan memastikan
jalan napas membuka.
b. Penanganan Khusus
Pemberian magnesium sulfat (MGSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia, dengan langkah :
1) Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
Reflek patella (+)
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Beritahu pasien akan merasa agak panas sewaktu diberisuntikan MgSO4
2) Pemberian dosis awal
Pemberian MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gr larutan MgSO4 50%, masing-2 5 gr
di bokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1 mg lignokain 2% pada
semprit yang sama.
Jika kejang berulang selama 15 menit, berikanMgSO4 2 gr (larutan 40%) IV
selama 5 menit
3) Dosis Pemeliharaan
MgSO4 1-2 gr/jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 gr MgSO4
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 pasca persalinan atau kejang berulang.
Hentikan pemberian MgSO4, jika :
- Frekuensi pernapasan minimal < 16/menit
- Reflek patella (-)
- Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Siapkan antidote
Jika terjadi henti nafas, lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator), beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi.
1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium
VULVITIS
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan
luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan pus.
VAGINITIS
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum.
Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung
nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya
infeksi tinggal terbatas
SERVISITIS
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka
serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium
ENDOMETRITIS
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kumankuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat
mengikut sertakan seluruh endometrium
KOMPLIKASI PERITONITAS
Peritonitas menyeluruh adalah peradangan pada semua bagian peritonium, ini berarti
baik peritoneum parietal,yaitu membran yang melapisi dinding abdomen,maupaun
peritoneum viseral,yang terletak di atas vasera atau organorgan internal meradang
SALPINGO-OOFORITIS DAN PARAMETRITIS
- Salpingo-ooforitis adalah infeksi pada ovariun dan tubafallopi.
- Parametritis adalah infeksi pada parametrium.,jaringan yang memanjang sampai
kesisi servik dan kepertengahan lapisan- lapisan ligamen besar
SEPTIKEMIA
Septikemia adalah ada dan berkembangbiaknya bakteri di dalam aliran darah.
ABSES
Masa yang menonjol dan berfluktuasi pada pemeriksaan vagina, nyeri yang hebat dan
nyeri tekan, demam tidak menurun meskipun diberikan antibiotic Untuk mengetahui
adanya kegawatdarutan ibu nifas dengan sepsis peurperalis, Anda dapat melakukan
pengkajian data subyektif dan obyektif, seperti dibawah ini :
Data Subyek
- Ibu menyampaikan baru melahirkan
- Riwayat persalinan dengan tindakan ( digunting, dengan alat dan plasenta dirogo)
- Proses persalinan lama lebih 1 jam bayi tidak segera lahir
- Saat hamil ibu dengan penyakit mis: batuk lama, dada berdebardebar, kencing
manis dll
Data Obyek
- Partus lama utama ketuban pecah lama
- Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
- Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
- Demam tinggi sampaji menggigil
- Nadi kecil dan cepat
- Nyeri tekan pada kedua sisi abdomen
d. Abses Payudara
Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri dengan
kemerahan,panas,edema kulit diatasnya.Bila tidak segara ditangani benjolan akan akan
menjadi berfluktuasi dengan perubahan warna kulit dan nekrosis Untuk memperjelas
adanya mastitis pada ibu post partum, yaitu dengan memilahkan tanda gejala tersebut
dengan mencari data subyektif maupun obyektif, seperti dibawah ini :
1. Data Subyektif dan Obyektif
a) Penatalaksanaan Mastitis
Dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu untuk aliran ASI yang baik
dengan lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Bila ibu merasa sangat nyeri, menyusui dimulai dari sisi payudara yang sehat,
kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila
sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang.
Posisikan bayi pada payudara, dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan agar membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa.
Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
b) Data Subyektif
Ibu menyampaikan kalau baru melahirkan hari yang lalu
Mengeluh payudaranya terasa berat dan sakit
Tidak berani untuk meneteki bayinya
Badan terasa demam seperti hendak flu : nyeri otot, sakit kepala, keletihan
c) Data Obyektif
Adanya nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi
menyusui.
Teraba keras dan tampak memerah
Permukaan kulit dari payudara yang
terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah
Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5– 40 oC)
Nadi kecil dan cepat
Mengigil
Malaise umum, sakit kepala Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara
keras krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga
dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Konseling suportif
Memberikan dukungan,bimbingan.keyakinan kembali tentang menyusui yang
aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayi, serta payudara akan pulih bentuk maupun fungsinya
Pengeluaran ASI yang efektif
Bantu ibu perbaiki kenyutan bayi pada payudara
Dorong untuk sering menyusui selama bayi menghendaki serat tanpa batasan
Bila perlu peras ASI dengan tangan atau pompa atau botol panas sampai
menyusui dapat dimulai lagi
Terapi antibiotika, diindikasikan pada:
Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
Gejala berat sejak awal
Terlihat putting pecah-pecah
Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
Dan dapat diberikan antibiotika seperti: Antibiotika Beta-lakta-mase
Pengobatan simtomatik
Diterapi dengan anlgesik (mis: Ibuprofen, Parasetamol)
Istirahat atau tirah baring dengan bayinya
Penggunaan kompres hangat pada payudara
Yakinkan ibu untuk cukup cairan
Pendekatan terapeutik lain (misalnya penyinggiran pus, tindakan diit,
pengobatan herbal, menggunakan daun kol untuk kompres dingin
a. Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya mastitis terbagi atas:
di bawah are ola mammae
di tengah areola mammae
mastitis yang lebih dalam antara payudara dan otot-otot.
e. Penatalaksanan
1. Bila terjadi mastitis pada payudara yang sakit penyusuan bayi dihentikan.
2. Karena penyebab utama adalah Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisislin
dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil pembiakan dan uji
kepekaan air susu.
3. Lokal dilakukan kompres dan pengurutan ringan dan penyokong payudara; bila
panas dan nyeri berikan obat-obat anti panasdan analgetika.
4. Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial sejajar dengan jalannya duktus laktiferus.
Pasang pipa (drain) atau tamponade untuk mengeringkan nanah.
f. Pencegahan
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Perawatan puting susu atau perawatan payudara
2. Susukan bayi setiap saat tanpa jadwal
3. Pembersihan puting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan
kerak dan susu yang sudah kering
4. Teknik menyusui yang benar, bayi harus menyusu sampai ke kalang payudara.
5. Bra yang cukup meyangga tetapi tidak ketat
6. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
7. Kompres hangat pada area yang terkena
8. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
9. Peningkatan asupan cairan
10. Istirahat
11. Membatu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress dan keletihan dalam
kehidupannya
12. Suportif, pemeliharaan perawatan ibu
13. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
14. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
15. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan ASI,
BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara.
16. Senam laktasi (menggerakkan lengan secara berputar sehingga sendi bahu ikut
bergerak kearah yang sama guna membantu memperlancar peredaran darah dan
limfe di payudara.
17. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan Misalnya bayi harus mendapat
kontak dini dengan ibunya dan mulai menyusui segera setelah tampak tanda-tanda
kesiapan,biasanya dalam jam pertama atau lebih
18. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang Misalnya ibu
harus dibantu memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI
19. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI Ibu harus tahu cara merawat
payudara dan tanda stasis ASI atau mastitis sehingga mereka dapat mengobatinya
sendiri di rumah dan mencari pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak
menghilang
20. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Pemberian pengetahuan dan
keterampilan dari petugas kesehatan untuk para ibu agar dukungan menyusui terus
menerus harus tersedia di masyarakat,serta pemberian pengobatan secar dini
21. Pengendalian infeksi Misalnya petugas kesehatan harus mencuci tangan setiap kali
setelah kontak dengan ibu dan bayi,kontak kulit dini dan rawat gabung bayi dengan
ibu,pemijatan,salep dan semprotan payudara (penisilin, klorheksidin)
22. Jika ibu melahirkan bayi lalu bayi tersebut meninggal, sebaiknya dilakukan bebat
tekan pada payudara dengan menggunakan kain atau stagen dan ingat untuk minta
obat penghenti ASI pada dokter atau bidan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa
nifas ini dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah
itu. Nifas dibagi menjadi 3 periode yakni : puerperium dini, puerperium intermediate, dan
remote puerperium (Rahmawati, 2011). Kegawatdaruratan maternal adalah kejadian gawat
darurat yang terjadi selama kehamilan, persalinan, dan nifas (Masruroh, 2016).
Kegawatdaruratan maternal masa nifas yakni ada perdarahan pervaginam terbagi dua ada
perdarahan pervaginam primer/perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan, dan perdarahan
pervaginam sekunder/perdarahan setelah lewat dari 24 jam sampai 6 minggu masa postpartum.
Infeksi nifas terbagi menjadi dua yakni infeksi nifas terbatas lokalisasinya yakni vagina, vulva,
serviks,dan endometrium, dan infeksi nifas yang menyebar ke tempat lain; ke pembuluh darah
limfe, pembulah darah vena dan endometrium. Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena
trauma waktu persalinan. Metritis yakni infeksi uterus setelah persalinan. Abses pelvic
merupakan penyakit radang panggul/infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Infeksi luka
perineum sering terjadi karena kurang perhatian terhadap hygiene organ reproduksinya.
Bendungan ASI terjadi karena bayi kurang menyusu dengan baik. Mastitis adalah infeksi
peradangan pada mammae, biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, apabila tidak
diobati akan menjadi abses payudarasimpulan.
Saran
Bagi Tenaga Kesehatan Pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan ibu nifas perlu diberikan
KIE masa nifas, KIE tanda bahaya nifas, KIE teknik menyusui yang benar, KIE perawatan luka
jahitan, KIE kebutuhan gizi ibu nifas. KIE tersebut dapat diberikan pada saat pasien melakukan
kunjungan ulang. Diharapkan tenaga kesehatan melibatkan keluarga dalam memberikan
asuhan ibu nifas. Pada saat kunjungan ulang, dilakukan pemeriksaan secara lengkap mulai dari
tanda vital, pemeriksaan payudara, kontraksi uterus,pengeluaran pervaginam dan ekstremitas
ibu agar jika didapatkan kelainan dapat segera dilakukan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA
hhtps://www.halodoc.com/artikel/perlu-tahu-ini-4-penyebab-perdarahan-postpartu
https://id.theasianparent.com/atoniauteri/amp#aoh=16459489866449&_ct=16459490731
84&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s
https://www.alodokter.com/memahami-atonia-uteri-pada-ibu-hamil
https://www.alodokter.com/retensi-plasenta
https://www.halodoc.com/kesehatan/perdarahan-postpartum