Anda di halaman 1dari 31

Asuhan

Kegawatdaruratan
Masa Nifas
Kelompok 4

Asha Almaira Herlina Nirwana


P00324020006 P00324020017 P00324020029

Rindu Agista Sitti


R.A Rahmadhani
P00324020038 P00324020045
1. Asuhan kegawatdaruratan ibu nifas dengan
pendarahan postpartum sekunder

Perdarahan pada Masa Nifas/Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum


hemorrhage) merupakan perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam dengan kehilangan
darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vagina atau lebih dari 1.000 mL setelah
persalinan abdominal. Akibat kehilangan darah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL
Penyebab terjadinya pendarahan post
partum :

1. Atonia uteri

Atonia uteri atau uterine atony adalah kondisi di mana rahim gagal
berkontraksi ketika bayi sudah lahir. Kondisi ini tentu berbahaya karena
setelah melahirkan seharusnya rahim masih berkontraksi untuk
mengeluarkan plasenta dan menghentikan pendarahan. Atonia uteri adalah
kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah melahirkan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan yang dapat
Lanjut

membahayakan nyawa ibu. Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk


berkontraksi adalah penyebab paling umum perdarahan postpartum
atau perdarahan setelah persalinan yang menjadi salah satu faktor
utama penyebab kematian ibu. Gagalnya rahim berkontraksi biasanya
ditandai dengan gejala sebagai berikut :
• meningkatnya detak jantung
• menurunnya tekanan darah
• nyeri punggung
• keluar darah yang sangat banyak setelah bayi dilahirkan
Faktor yang menyebabkan Rahim menjadi rileks dan tidak lagi
berkontraksi (atonia uteri) setelah melahirkan antara lain:

 waktu melahirkan yang terlalu lama


 waktu melahirkan yang terlalu cepat
 persalinan yang menggunakan induksi
 rahim meregang terlalu besar
 penggunaan obat bius atau oksitosin selama persalinan
 kehamilan kembar
 ukuran bayi yang terlalu besar
 wanita di atas 35 tahun
 mengalami obesitas
 sudah pernah mengalami persalinan beberapa kali
 pernah mengalami proses persalinan macet
a. Penanganan Atonia Uteri
Prinsip penanganan atonia uteri adalah merangsang rahim
untuk berkontraksi, menghentikan pendarahan, dan
mengganti volume darah yang hilang dari tubuh ibu.

Beberapa cara penanganan keadaan ini adalah sebagai


berikut:
- infus dan tranfusi darah
- merangsang kontraksi Rahim
yakni dengan obat-obatan seperti oksitosin, prostaglandin,
methylergometrine dan dengan pijatan jika terjadi atoni uteri,
perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti.
2. Luka jalan lahir

Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan


perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi (Prawirohardjo,
2008).

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah


yang bervariasi. Perdarahan dari jalan lahir dapat dievaluasi, yaitu
sumber perdarahan sehingga dapat diatasi. Perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arteri atau pecahnya vena (Nugraheny, 2010).
1). Laserasi Jalan Lahir dengan
Perdarahan
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
post partum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan servik atau vagina (Wiknjosastro, 2010).

Laserasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:


• bayi yang terlalu besar lebih dari 400 g
• persalinan dengan tindakan
• ekstraksi vakum
• ekstraksi cunam
• persalinan dengan riwayat bekas secsio sesaria dan lain-lain
• meneran yang salah
2). Tingkat robekan vagina setelah
melahirkan
 Tingkat 1
Robekan terjadi di lapisan kulit dan jaringan sekitar vagina, namun
belum mencapai otot. Robekan berukuran kecil dan dapat sembuh
tanpa proses penjahitan.
 Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam dan tidak hanya melibatkan kulit
dan jaringan sekitar vagina, tapi juga otot. Robekan tingkat 2 sering
kali perlu dijahit lapis demi lapis dan membutuhkan waktu
berminggu-minggu agar bekas jahitan bisa pulih.
 Tingkat 3
Robekan tingkat 3 mencakup robekan pada kulit, otot perineum,
hingga otot yang mengelilingi anus. Robekan ini tergolong parah
dan harus dijahit di ruang operasi. Tingkat 4
Robekan tingkat 4 lebih dalam dari otot anus, bahkan mencapai
usus. Proses penjahitan pun juga harus dilakukan di ruang
operasi. Sama seperti robekan tingkat 3, robekan tingkat 4 juga
dapat menimbulkan komplikasi meski sudah dijahit.

beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang ibu


melahirkan lebih berisiko mengalami robekan tingkat 3 dan 4,
yaitu:
- Melahirkan anak pertama atau bayi sungsang
- Menjalani persalinan dengan bantuan forceps
- Melahirkan bayi dengan ukuran besar atau berat bayi lebih dari 4
kilogram
- Mengejan terlalu lama
- Memiliki riwayat robekan tingkat 3 atau 4 pada persalinan sebelumnya
- Untuk mengurangi risiko terjadinya robekan yang parah pada perineum
ketika melahirkan, ibu hamil disarankan untuk rutin berolahraga serta
melakukan senam Kegel.

3. retensi plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir setengah jam
sesudah bayi lahir (Wiknjosastro, 2010). Retensi plasenta adalah suatu
kondisi ketika seseorang gagal mengeluarkan plasenta dan membran dalam
kurun waktu 30 menit setelah kelahiran bayi.
Faktor penyebab seorang wanita mengalami plasenta yang tertahan atau retensi
plasenta. Yaitu :
• Kehamilan yang terjadi pada wanita di atas usia 30 tahun.
• Memiliki persalinan prematur yang terjadi sebelum minggu ke 34 kehamilan.
• Mengalami tahap persalinan pertama dan kedua yang sangat panjang.
• Melahirkan bayi yang lahir mati.
• Pernah mengalami kasus retensi plasenta sebelumnya.
• Sudah mengalami lima kelahiran sebelumnya.
• Pernah mengalami operasi uterus sebelumnya.

Keluhan lain yang dapat dialami adalah:


- Demam
- Menggigil
- Nyeri yang berlangsung lama
- Perdarahan hebat
- Keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina

4. Gangguan pembekuan darah


Semua wanita yang melahirkan pasti mengalami perdarahan selama
kurang lebih 40 hari. Sering kali, perdarahan ini disertai dengan bekuan
darah yang ditunjukkan dengan adanya gumpalan pada darah yang
dikeluarkan. Sekitar 6-8 minggu setelah melahirkan, tubuh berada dalam
masa penyembuhan. Di waktu ini, tubuh biasanya mengalami perdarahan
yang dikenal nama lokia.

Tidak semua perdarahan setelah melahirkan berbentuk cair. Beberapa


darah justru mengalami penggumpalan dengan ukuran cukup besar yang
biasanya dikeluarkan dengan deras pada 24 jam setelah melahirkan.
Jenis penggumpalan darah setelah melahirkan Ada dua jenis penggumpalan
darah yang umumnya dialami wanita setelah melahirkan, yaitu:

a. Penggumpalan darah yang dikeluarkan melalui vagina pada masa-masa


setelah melahirkan yang berasal dari lapisan rahim dan plasenta.
b. Penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah tubuh. Ini
adalah kasus yang jarang terjadi tapi bisa mengancam nyawa.

Berikut adalah kasus pembekuan darah setelah melahirkan yang masih


tergolong normal:
- 24 jam pertama setelah kelahiran
Periode ini merupakan masa perdarahan dan pembekuan paling berat setelah
melahirkan dengan darah
yang berwarna merah cerah. Ukuran penggumpalan darah setelah melahirkan ini
bervariasi, mulai dari seukuran buah anggur hingga sebesar bola golf. Biasanya,
Anda perlu mengganti pembalut setiap jamnya karena volume darah cukup
deras.

- 2-6 hari setelah kelahirah


Di masa ini, aliran darah secara bertahap akan menjadi lebih ringan, mirip seperti
aliran darah saat menstruasi normal. Penggumpalan yang terbentuk di masa ini pun
memiliki ukuran yang semakin mengecil dibandingkan di waktu 24 jam pertama
setelah melahirkan.Warna darah juga menjadi kecokelatan atau merah muda.
Lanjutan

Jika di waktu ini Anda masih memiliki darah yang berwarna merah terang,
segera konsultasikan ke dokter karena hal ini menunjukkan perdarahan tidak
melambat seperti yang seharusnya.

- 7-10 hari setelah kelahiran


Darah berwarna cokelat atau merah muda yang mulai memudar. Aliran
penggumpalan darah juga akan menjadi lebih ringan dibandingkan dengan
minggu pertama setelah melahirkan.

2. Deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas


adalah kejadian gawat darurat yang terjadi selama kehamilan, persalinan,
dan nifas. Kegawatdaruratan maternal mayoritas disebabkan oleh karena
perdarahan yang mengancam nyawa
selama kehamilan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan serta mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, rupture uteri, perdarahan persalinan pervaginam setelah seksio
caesaria, retensio plasenta/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetric (Masruroh, 2016).
Bila mendapatkan ibu post partum dengan gejala dalam 48 jam sesudah persalinan
yang mengeluh Nyeri kepala hebat, Penglihatan kabur, dan Nyeri epigartrium, harus
mewaspadai adanya Eklamsia Berat atau Eklamsia dengan tanda dan gejala seperti
dibawah ini :
Pre eklampsi berat
• Tekana diastolic ≥ 110 mmHg
• Protein urine ≥ ++
• Kadang hiperrefleksia,
• Nyeri kepala hebat,
• Penglihatan kabur,
• Oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri abdomen atas / epigastric
• Edema paru

Eklamsia
• Tekanan diastolic ≥ 90 mmHg
• Protein urin ≥ ++
• Kadang disertai hiperrefleksia,
• Nyeri kepala hebat
• Penglihatan kabur
• Oliguria < 400 ml/24 jam
• Nyeri abdomen atas / epigastric
• Edema paru dan koma
• Ibu mengalami kejang

1) Dasar asuhan untuk ibu post partum dengan preeklasia berat/eklamsia


harus segera dirujuk, sebelum dirujuk diperlukan.
a. Penaganan umum
untuk stabilisasi pasien dengan cara :
• Minta bantuan
• Hindarkan ibu dari terluka, tetapi jangan terlalu aktif menahan ibu
• Jika ibu tidak sadarkan diri :
- Cek jalan napas
- Posisikan ibu berbaring menyamping ke sisi kiri badannya dan dukung
punggung ibu dengan dua bantal guling
- Periksa apakah lehernya tegang/kaku
- Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat
antihipertensi sampai tekanan diastolic di antara 90-110 mmHg

b. Penanganan Khusus
Pemberian magnesium sulfat (MGSO4) merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia, dengan
langkah :
1) Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
• Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
• Reflek patella (+)
• Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
• Beritahu pasien akan merasa agak panas sewaktu
diberisuntikan MgSO4

3. kegawatdaruratan ibu nifas dengan perineum


Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sukma, 2017).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar 60% kematian
ibu setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas
terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan diantaranya disebabkan
adanya komplikasi masa nifas (Purwoastuti, 2015).
Sepsis puerperalis merupakan infeksi pada traktus genitalia yang dapat
terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau
persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus. Pada kasus sepsis
peurperalis dapat menimbulkan kegawatdaruratan, yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Nyeri pelvik
2. Demam >38,5° diukur melalui oral kapan saja;
3. Vagina yang abnormal
4. Vagina berbau busuk;
5. Keterlambatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri)
1). Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan
endometrium
• VULVITIS
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini
mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan
pus.
• VAGINITIS
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus,
dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran
dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas
• SERVISITIS
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak
gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar
• ENDOMETRITIS
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kumankuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu
singkat mengikut sertakan seluruh endometrium

2) Alur Pengelolaan KegawatdaruratanIbu Nifas dengan Sepsis Puerperium


• Data Obyektif
- Partus lama utama ketuban pecah lama
- Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
- Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
- Demam tinggi sampaji menggigil
- Nadi kecil dan cepat
- Nyeri tekan pada kedua sisi abdomen
- Nyeri tekan yang cukup terasa pada pemeriksaan vagina
- Mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi

• Data Subyek
- Ibu menyampaikan baru melahirkan
- Riwayat persalinan dengan tindakan ( digunting, dengan alat dan plasenta dirogoh)
- Proses persalinan lama lebih 1 jam bayi tidak segera lahir
- Saat hamil ibu dengan penyakit mis: batuk lama, dada berdebardebar, kencing
manis dll
4. kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada
primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi
terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga
melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).

Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stafilokokkus


aureus. Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran
air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi
dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
cara mendeteksi adanya mastitis:
a. Lakukan dengan memperhatikan perubahaan pada payudara ibu post partum
serta area perubahannya Dibedakan berdasar tempat serta penyebab dan
kondisinya
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.

b. Menurut penyebab dan kondisinya Mastitis Periductal Mastitis


Puerperalis/Lactational Mastitis Supurativ
• muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
• Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang
berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
• banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
• Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara
ibu,
yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung paling banyak dijumpai.
• Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga
sifilis.

Tanda gejala kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis seperti dibawah ini :
• Adanya nyeri ringan sampai berat
• Payudara nampak besar dan memerah
• Badan terasa demam seperti hendak flu, nyeri otot, sakit kepala, keletihan
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% resiko terbentuknya abses.

c. Tanda dan gejala abses meliputi hal – hal berikut


• Discharge putting susu purulent
• Demam remiten (suhu naik turun)disertai mengigil
• Pembengkakkan payudara dan sangat nyeri, massa besar dan keras
dengan area kulit
berwarna berfluktasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan
lokasi abses berisi pus
• suhu meningkat dengan cepat mencapai 39,5°C – 40 °C
• denyut nadi meningkat -menggigil, malaise, sakit kepala
• daerah payudara menjadi merah, tegang, nyeri, disertai benjolan yang
keras
• Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan
puting payudara saat menyusui.
• Saluran ASI tersumbat tidak segera diatasi sehingga menjadi mastitis

d) Data Obyektif
• Adanya nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi
menyusui.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai