Anda di halaman 1dari 14

Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal

dan Neonatal Masa Nifas

Disusun oleh :
1. Amaliatus Sholikhah (15.401.16.001)
2. Anis Yuliana (15.401.16.002)
3. Vina Rohmatika (15.401.16.023)
4. Yunandia Ritanti (15.401.16.024)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI D III KEBIDANAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan karunia Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Masa Nifas” tepat
waktu. Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah ini kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian,
kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita yang
masih banyak kekurangan dalam ilmu pengetahuan.
Kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif sangat kami
harapkan demi perbaikan dalam makalah selanjutnya.

Krikilan, 26 maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk


pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang
berlangsung selama 6 minggu. Komplikasi masa nifas adalah keadaan
abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman
ke dalam alat genetalia pada waktu pesalinan dan nifas. Keadaan patologi
yang sering terjadi pada masa nifas adalah infeksinifas, perdarahan pada
masa nifas, infeksi saluran kemih, patologi menyusui (Saleha, 200:95).
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetric secara dini sangat
penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat
manifestasi klinik khusus kegawatdaruratan obstetric yang berbeda-beda
dalam rentan yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah
dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya fikir dan daya
analisis, serta pengalaman tenaga penolong (Prawihardjo, 2011:392).
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menurunkan jumlah
kematian ibu dan janin dalam kehamilan dengan pendekatan pelayanan
kesehatan, ANC terpadu, melalui pemeriksaan selama kehamilan. Setiap
ibu hamil mendapatkan tablet zat besi 90 tablet selama kehamilan, suntik
TT, kelas ibu hamil, dan kepemilikan buku kesehatan ibu dan anak (KIA)
(Prawihardjo, 2011:91). Faktor resiko pada ibu bersalin dapat dikurangi
dengan pertolongan persalinan sesuai 58 langkah APN.
Setelah melahirkan juga perlu pengawasan, anatar lain kunjungan
6-8 jam pasca persalinan, 6 hari pasca persalinan, 2 minggu pasca
persalinan dan 6 minggu pasca persalinan (Saleha, 2009:6). Setiap ibu
nifas juga harus mendapatkan tablet zat besi dan vitamin A (200.000 IU)
sehat. Pengawasan pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan cara
melakukan kunjungan minimal tiga kali yaitu dua kali pada usia 0-7 hari
dan satu kali pada usia 8-28 hari, pemberian imunisasi, manajemen
terpadu balita muda (MTBM) penyuluhan perawatan neonatus dirumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Dengan Perdarahan Postpartum Sekunder


1. Definsi
Perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan lebih
dari 500 cc yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir,
biasanya antara 5-15 hri postpartum. Pada kenyataannya sangat
sulit untuk membuat determinasi batasan pascapersalinan dan
akurasi jumlah perdarahan murni yang terjadi. Batasan operasional
untuk periode pascapersainan adalah periode waktu setelah bayi
dilahirkan. Sedangkan batasan jumlah perdarahan hanya
merupakan taksiran secara tidak langsung dimana sebutkan sebagai
perdarahan abnormal yang menyebabkan perubahan tanda vital
(pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, kada Hb <8
g%) (PONEK, 2008)ss
Yang dimaksud dengan perdarahan postpartum adalah
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan
berlangsung.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-
600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dri 500-600 cc dalam 24 jam setelah bayi lahir
dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998)
Haemoragic postpartum (HPP) adalah hilangnya darah
lebih dri 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(Williams, 1998), HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500
ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan postpartum tahap sekunder : perdarahan
postpartum terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab : robekan
jalan lahir, dan sisa plasenta atau membran.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai ( setelah plasenta lahir ) pengukuran darah
yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat (RP. Prabowo,
2007)
2. Klasifikasi perdarahan pascapersalinan
Perdarahan pascapersalinan atau Perdarahan postpartum
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Perdarahan postpartum dini (early postpartum haemorhage)
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertamasesudah
bayi lahir (disebut juga perdarahan primer)
b. Perdarahan postpartum lanjut (late postpartum haemorhage)
yaitu perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium),
tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi lahir (disebut juga
perdarahan sekunder)
3. Etiologi
Penyebab umum perdarahan pascapartum antara lain :
a. Antonia uteri
b. Retensio plasenta
c. Sisa plasenta dan selaput ketuban, misalnya :
1) Perlekatan yang abnormal (plasenta arkureta dan perkreta)
2) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
d. Trauma atau perlukaan jalan lahir, antara lain :
1) Episiotomi yang lebar
2) Laserasi perineum, vagina, servik, forniks dan uterus
3) Ruptur uteri
e. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah, misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia. Tanda yang sering dijumpai anatara lain :
1) Perdarahan yang banyak
2) Solusio plasenta
3) Kematian janin yang lama dalam kandungan
4) Preeklampsia dan eklampsia
5) Infeksi, hepatitis dan syok septik
f. Hematoma
g. Invertio uteri
h. Subinvolutio uterus
i. Iatorgenik
Tindakan yang salah untuk mempercepat kala III seperti
penarikan talipusat, penekanan uterus keraha bawah untuk
mengeluarkan plasenta dengan cepat dan sebagainya (Anik
Maryunani, 2009 hal.104).
4. Faktor predisposisi
Terdapat hal-hal yang dicurigai dapat menimbulkan perdarahan
pasca persalinan, yaitu :
a. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya
1) Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu
2) Grandemultiparitas (lebih dari 4 anak)
3) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari 2 tahun)
4) Bekas SC
5) Pernah abotus sebelumnya
b. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya :
1) Persainan kala II yang terlalu cepat, misalnya setelah
persalinan dengan bantuan forceps dan ekstrasi vacum (VE)
2) Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion,
kehamilan kembar, anak besar.
3) Uterus yang kelelahan, Persalinan lama
4) Uterus yang lembek akibat narkosa atau anestesi yang
dalam
5) Invertio uteri primer dan sekunder (Anik Maryunani, 2009
hal.106).
Faktor-faktor penyebab
Penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun
sekunder adalah : grandemultipara, jarak persalinan pendek
kurang dari 2 tahun, persalinan yang dilakukan dengan
tindakan: pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan
persalinan oleh dukun, perslinan dengan tindakan paksa,
persalinan dengan narkosa (Lilis Lisnawati, 2013 hal.323)
5. Patofisiologi
Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus
melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke uterus. Antonia uteri dan
sub-invosi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tersebut tidak
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, penyakit darah
pada ibu, misalnya afibrinogemia dan hipofibrinogemia karena
tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan pasca
persalinan. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan syok hemoragic.
6. Gejala Klinis
Gejala klinis umum yang biasa terjadi pada perdarahan
pasca persalinan adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (lebih dari 500 ml), nadi lemah, pucat, ektrimitas dingin,
lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, mual, TD rendah,
dan dapat terjadi syok hipovolemik.
7. Diagnosis
Prinsip utama yang perlu diperhatikan adalah :
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah bayi
lahir, pertama-tama yang harus difikirkan adalah perdarahan
tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lair tidak
lengkap.
b. Bila plasenta telah lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahaya perdarahan berasal dari perlukaan jalan lahir.
8. Langkah awal penanganan perdarahan sekunder
Pada pasien dengan hemoragic postpartum sekunder, penanganan
awal dan segera adalah :
a. Prioritas dalam penatalaksanaan hemoragic posrpartum
sekunder (sama dengan penatalaksanaan hemoragi post partum
primer) yaitu:
1) Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
2) Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna
kulit, kontraksi uterus) dan perkiraan banyaknya darah
yang sudah keluar.
3) Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV.
Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)
4) Siapkan donor untuk transfusi, ambil darah untuk
kroscheck, berikan NaCL 11/15 menit apabila pasien
mengalami syok (pemberian infus sampai sekitar 3 Lt
untuk mengatasi syok)
5) Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong
6) Awasi agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
7) Jika perdarahan persisten dan uterus tetap rileks, lakukan
kompresi bimanual
8) Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan
baik, maka lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks
untuk menemukan laserasi yang menyebabkan perdarahan
tersebut.
b. Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus
kedaruratan
c. Percepatan kontraksi dengan cara melakukan massage uterus,
jika uterus masih teraba
d. Kaji kondisi pasien, jika pasien didaerah terpencil mulailah
sebelum dilakukan rujukan.
e. Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan
melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)
f. Siapkan donor untuk transfusi, ambil darah untuk kroscheck,
berikan NaCL 11/15 menit apabila pasien mengalami syok
(pemberian infus sampai sekitar 3 Lt untuk mengtasi syok)
g. Awasi agar uterus tetap berkontaksi dengan baik. Tambahkan
40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40
tetes/menit
h. Berikan antibiotik berspekturm luas
i. Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di
bawah pengaruh anestesi.

B. Sepsis Puerperium
1. Definisi
Sepsis puerperium didefinisikan sebagai infeksi saluran
genital yang terjadi setelah pecah ketuban atau mulas persalinan
hingga 42 hari setelah persalinan atau aborsi. Selain demam, salah
satu gejala berikut yang mungkin terjadi : nyeri panggul dan ngilu,
cairan pervaginam yang abnormal, cairan berbau tidak normal atau
bau busuk, terhambatnya involusi uterus. Demam didefinisikan
sebagai suhu oral > 380C yang diukur pada dua waktu di luar 24
jam pasca persalinan, atau suhu ≥ 38,50C pada saat apapun
(Winkjosastro, 2008:287).
Infeksi nifas (sepsis puerperalis) adalah infeksi luka jalan
lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi
plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi
nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit
ini. Demam dalam nifas sering juga disebut morbiditas nifas
merupakan index kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain
oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pyelitis, Infeksi jalan
pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain (Krisnadi, R. Sofie,
2005).
2. Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman yang masuk ke dalam alat
kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen
(kuman datang dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari
jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%
adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak aptogen
sebagai penghuni normal jalan lahir. Bakteri yang menyebabkan
infeksi nifas antara lain :
a. Streptococcus haemolyticus anaerobic.
Masuknya secara eksogen dan streptokokkus ini merupakan
infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya
eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang steril, infeksi
tenggorikan orang lain).
b. Stapilococcus aureus.
Masuknya secara eksogen, kuman ini biasanya menyebabkan
infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab
infeksi umum. Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit
dan dalam tenggorokan orang – orang yang nampaknya sehat.
c. Escherichia coli.
Kuman ini umumnya berasal dari kandung kemih atau rectum
dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva,
dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting infeksi
traktus urinarius.
d. Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat
anerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit (Wiknjosastro,
2006).
3. Diagnosa
4. Cara terjadinya infeksi nifas
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan
pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain
ialah bahwa sarung tangan atau alat –alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman – kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat – alat terkena
kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan
dokter atau pembantu – pembantunya. Oleh karena itu hidung
dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman – kuman patogen,
berasal dari penderita – penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Kuman – kuman ini bias dibawa oleh aliran udara ke
mana – mana, antara lain ke handuk, kain dan alat – alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam
persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi
penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya air ketuban.
e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala –
gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi
intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apabila jika
ketuban sdah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala – gejala ialah kenaikan suhu,
biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia, denyut
jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya
menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman –
kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan
dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada
janin (Wiknjosastro, 2006).
Kondisi berikut ini merupakan faktor predisposisi terjadinya
infeksi nifas, meliputi :
a. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban
b. Pecahnya ketuban berlangsung lama
c. Sejumlah pemeriksaan vagina selama persalinan terutama
disertai pecahnya ketuban
d. Teknik septik yang tidak dipatuhi
e. Tidak mencuci tangan dengan benar
f. Manipulasi intra-uterus
g. Trauma jaringan yang luas, luka terbuka atau devitalisasi
jaringan
h. Hematom
i. Hemaragi, terutama jika darah yang hilang lebih dari 1000 ml
j. Kelainan secara bedah
k. Retensi fragmen plasenta atau membran amnion
l. Perawatan perinium yang tidak tepat
m. Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang
tidak ditangani (vaginosis bakterial, klamida dan gonorhoe).
DAFTAR PUSTAKA

Lisnawati Lilis, 2013, Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal, CV. Trans Info Media : Jakarta
Rukiyah Ai Yeyeh, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), CV.
Trans Info Media : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai